Selasa, 26 Agustus 2014

Story : Our Sweet Moment

Story : Our Sweet Moment


Another One-Shot Story :  First Love Butterfly

                                            Yuuji's Smile

                                            Waiting For You

                                            Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream 
      
                                            One Hundred Years Cherry Blossom Tree 

                                            Rainy Girl

                                        
                                            Terdiam

                                             21 January      


* Read Another Stories :




OUR SWEET MOMENT

“Cuaca hari ini cerah! Sangat indah!!”.

Sambil berkata seperti itu, kau mengangkat jari telunjukmu, menunjuk ke atas langit berwarna biru yang tenang.
Terlihat sekali awan-awan berwarna putih yang menyelimuti langit tersebut.

Pada saat itu, angin musim semi berhembus dengan tenang dan menerpa rambut kita. Bunga-bunga sakurapun berterbangan dan tanpa sengaja ada sehelai bunga sakura yang jatuh ke tanganku.

Saat itu, aku tersenyum dan berkata dengan polosnya pada kalian semua.

“Ayo, kita jadi seperti bunga sakura yang bermekaran dengan indah di masa depan nanti!!”.

Kalian semua terdiam sesaat kemudian tersenyum dan tertawa ketika mendengar ucapan tidak masuk akal dari seorang anak kecil.

“Hari ini, kita akan berkumpul di markas rahasia kita!”.

Yang kita sebut sebagai markas rahasia itu adalah sebuah rumah tua tanpa penghuni yang gelap dan mungkin terlihat menyeramkan.
Namun di sanalah tempat kami untuk berbagi semuanya. Semua cerita kami.
Rumah tua yang gelap itu terasa lebih terang dan hangat ketika kita bermain di sana.
Aku masih ingat dengan jelas saat pertama kali kita pergi ke rumah tua itu.
Kita ketakutan jika seandainya rumah tua itu berhantu.
Ternyata, saat kita masuk dengan ekspresi wajah ketakutan seperti itu, tidak ada apa-apa di dalam rumah tua itu. Hanya imajinasi dan khayalan kita sebagai anak kecil yang telah menciptakan semua kisah itu.
Saat itu, kita masih bisa menertawakan diri kita sendiri yang tanpa sengaja telah menciptakan kisah yang terdengar sangat kekanak-kanakan itu.

“Ayo, kita menggambar lagi!!”.

Sambil berkata seperti itu, kita semua menyiapkan kertas gambar dan pensil warna lalu mulai memenuhi kertas kosong itu dengan gambar-gambar dan warna-warna.

Saat itu, kita begitu suka menggambar semua momen dan kenangan indah yang kita lalui bersama lalu menempelkannya di dinding markas rahasia kita.

Kertas putih yang sebelumnya kosong kini berubah menjadi lebih berwarna dan penuh dengan coretan kehidupan kita. Sama seperti hidup kita yang terdiri atas berbagia macam warna. Warna yang cerah, warna yang indah, kebahagiaan dan senyuman, warna yang gelap, warna hitam, kesedihan dan air mata. Semua itu kita lalui bersama dan pada akhirnya semua warna itu bersatu dan membentuk dunia ini. Dunia kita bersama. Dunia yang akan terus berubah dan berputar.

“Ayo, kita lihat ke depan! Di sana ada nasa depan yang telah menanti!!”.

Kita bersama saling bergandengan tangan dan menatap ke arah matahari yang mulai terbenam.

“Jangan pernah melupakan saat ini”.

Kau berkata seperti itu sambil meneteskan air mata.

“Meskipun kita semua akan berpisah suatu hari nanti, tapi jangan pernah melupakan bahwa kita pernah berada di sini, bersama-sama”.

Kita saling menumpuk tangan kita  menjadi satu, kemudian tersenyum dan berjanji tidak akan pernah melupakan kenangan yang sangat berharga.

Itulah yang saat itu kitsa semua katakan.

Tapi, dunia itu terus berputar dan berubah, masa depan mungkin dapat kita rancang, tapi tetap saja kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di depan sana.

Musim semi yang hangat dan penuh dengan kebahagiaan, musim panas yang panas dan penuh dengan perjuangan juga usaha keras kita, musim gugur yang berangin dan penuh dengan rintangan dan kesulitan, serta musim dingin yang dingin dan juga beku.

Tanpa terasa…kitapun mulai berubah seiring dengan bergantinya musim-musim itu…menjadi beku seperti es di musim dingin…


“Cuaca hari ini cerah…membosankan…”.

Kau berkata seperti itu dengan wajah yang terlihat kesal.

Kini, cuaca cerah yang dulu sering kita lihat bersama-sama, seolah menjadi sesuatu yang begitu membosankan bagi kita.

Entah sejak kapan…dunia ini terasa lebih membosankan dari sebelumnya…sangat jauh berbeda dengan masa-masa kita yang dulu…

Kini, kita semua telah jauh berbeda dengan kita yang dulu.
Ucapan kita ‘Jangan pernah melupakan saat ini’ menjadi seperti sebuah ilusi belaka yang tidak terucap dari mulut kita masing-masing.

Kita kini telah hidup bersama dengan teman-teman kita yang baru. Hidup yang baru, di mana kita semua tidak pernah bertemu satu sama lain.

Kini, kita tidak pernah saling menyapa dan tersenyum seperti dulu, seolah ada sebuah tembok besar yang menghalangi kita.

Kini, kita lebih sensitif dengan perasaan orang lain. Tidak sepolos dulu lagi.

Kita juga tidak pernah mengunjungi markas rahasia kita lagi, saling bercanda dan bercerita seperti dulu. Kita juga tidak pernah menggambar bersama-sama lagi. Seolah, kisah berhenti di sini dan tidak akan pernah berlanjut lagi.

“Kita sekarang bukanlah kita yang dulu lagi”.

Kau berkata seperti itu sambil membelakangiku, tidak mau menatapku lagi.

“Sekarang, kita sudah punya kehidupan kita masing-masing. Sudah saatnya kita harus mengucapkan perpisahan dan mengakhiri semua kisah anak kecil ini”.

Benar. Kita semua harus mengakhiri semua ini.

Kisah kita yang dulu hanyalah kisah masa lalu yang diceritakan oleh sekelompok anak kecil yang naïf.

Kisah kita yang sekarang adalah kisah masa depan yang harus kita jalani.


Memang benar, semua orang pasti akan berubah suatu hari nanti. Tidak mungkin kita bisa menjadi sahabat baik seperti dulu lagi untuk selamanya.

Tapi, meskipun begitu, ada satu hal yang tidak akan pernah berubah sampai kapanpun juga, yaitu semua momen indah itu akan tetap menjadi momen indah sampai kapanpun juga.

Meskipun suatu saat nanti, kita telah melupakan wajah teman-teman kita yang telah berbagi semuanya dengan kita, yakinlah semua momen indah itu tetap akan ada di dalam hati kita dan tidak akan bisa terlupakan.

Kita masih bisa tertawa ketika mendengar cerita-cerita masa lalu kita meskipun tawa itu tidaklah setulus dan sepolos dulu lagi…

Meskipun kita tidak pernah berkumpul bersama-sama  seperti dulu lagi, tapi aku yakin, bahwa bayangan diri kita yang lama, yang berada di masa lalu, masih sering berkumpul bersama di rumah tua yang dulu kita sebut ‘markas rahasia’, yang kini telah berdebu dan kotor.

Mungkin dari luar, rumah itu terlihat jauh berbeda dengan yang dulu, tapi apa yang berada di dalamnya tidak akan pernah berubah sampai kapanpun juga. Semua canda tawa kita, semua air mata kita, semua gambar-gambar yang kita buat bersama dulu, semua cerita dan semua momen indah pada saat itu…akan selalu berada di sana…

Musim mungkin akan berubah, dari musim semi ke musim dingin. Cuaca mungkin akan berubah, dari cuaca cerah ke cuaca hujan. Langitpun akan berubah, dari langit pagi yang cerah ke langit malam yang gelap. Tapi, musim dingin pasti akan kembali menjadi musim semi lagi, cuaca hujan pasti akan kembali menjadi cuaca cerah lagi, dan langit malam pasti akan kembali menjadi langit yang cerah lagi.

Meskipun saat ini hati kita beku seperti es musim di musim dingin, suau hari nanti, akan ada saatnya di mana hati kita menjadi cair terkena hangatnya sinar matahari di musim semi…

Meskipun kini kita harus mengucapkan ‘selamat tinggal’ dan harus berpisah di sini…

Aku yakin kita semua akan kembali berkumpul dan bertemu lagi…nanti...suatu saat nanti…di tempat ini…ketika hati kita sudah teringat pada janji itu…


Sampai saat itu tiba, aku akan terus mengenang semua momen indah itu…lagi dan lagi…
THE END

A/N : Hai minna :)

cerita ini terinspirasi dari Summertime Record-nya kagepro XD

Sankyuu

Author,
Fujiwara Hatsune

Story : Terdiam

 Story : Terdiam


*Another One-Shot Story :     First Love Butterfly
                                               Yuuji's Smile

                                               Waiting For You

                                               Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream 
      
                                               One Hundred Years Cherry Blossom Tree 

                                               Rainy Girl

                                        
                                              Our Sweet Moment
  
                                               21 January     


* Read Another Stories :



Terdiam

Aku memejamkan kedua mataku perlahan. Perlahan, aku melihat senyumanmu yang sangat hangat. Aku bisa melihat wajahmu yang terlihat bahagia ketika kita pertama kali bertemu. Ketika kita pertama kali saling berpegangan tangan satu sama lain. Namun, meskipun aku bisa melihatnya dengan jelas, tapi aku takkan pernah bisa melihat senyuman itu lagi. Aku tidak akan bisa merasakan genggaman tangan itu lagi. Aku tidak akan pernah bisa meraihnya lagi dengan kedua tanganku. Entah kenapa, tapi jarak diantara kita ini sangat menyakitkan. Sangat menyakitkan untuk diingat dan dikenang. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Aku mengaduk segelas kopi yang ada di hadapanku. Bahkan, kopi yang hangat mulai berubah menjadi dingin seiring dengan berjalannya waktu. Sama seperti saat itu. Ketika senyumanmu yang hangat berubah menjadi dingin, sedingin es. Aku ingin bebas dari perasaan ini. Perasaan yang bercampur satu di dalam hatiku ini. Perasaan yang terus-menerus menyiksa ini. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Perlahan pandanganku teralihkan ke arah jam pasir yang terpajang di dekat mejaku. Aku melihat pasir tersebut terjatuh ke bawah sedikit demi sedikit. Terjatuh ke tempat di mana bayanganpun tidak akan nampak ketika kegelapan datang. Aku kembali teringat. Kita berdua sangat sering pergi ke café ini dan memesan segelas kopi yang hangat. Aku bisa senyuman itu ketika kau menggenggam tanganku dan berkata ‘Aku mecintaimu’. Hatiku langsung menari-nari gembira ketika pertama kali kau mengucapkan kalimat itu. Hanya bersama dengan dirimu, aku sudah merasa sangat senang. Kenyataan bahwa kau tidak ada lagi di sini, kenyataan bahwa aku tidak akan pernah melihat senyumanmu lagi, kenyataan bahwa aku tidak akan pernah bisa melihat wajahmu lagi,  kenyataan bahwa aku tidak akan pernah mendengar kau mengucapkan kata-kata itu lagi dan kenyataan bahwa kau tidak akan lagi bisa mencintaiku seperti saat itu. Aku tidak bisa mencintai orang lain. Aku tidak bisa. Selama hatiku masih menatap ke bawah, selama hatiku masih menatap ke arah masa lalu, maka aku tidak akan pernah bisa mencintai orang lain. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Aku bisa mengingat senyumanmu ketika kau meminum segelas kopi itu. Hanya dengan melihatnya, aku merasa sangat senang. Aku masih mengingat semua hal-hal menyenangkan yang selalu kita lakukan berdua. Aku masih mengingat hari itu. Ketika hari sedang hujan, kau langsung berlari ke arahku dan melepaskan mantelmu. Lalu, kau menaruhnya di atas kita supaya kita bisa berlindung dari hujan. Meskipun kau sedikit terkena hujan, tapi kau tidak pernah mengeluh. Yang kau katakan hanyalah ‘Kau tidak terkena hujan’kan?’. Kau hanya mengkhawatirkan diriku tanpa mengkhawatirkan dirimu. Aku sangat senang. Namun, semua itu sekarang ini hanyalah seperti sebuah mimpi. Sebuah mimpi yang mungkin hanya terjadi sekali tanpa bisa diulangi lagi. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Aku tahu. Suatu saat nanti, takdir pasti memisahkan kita berdua. Hanya saja, kita tidak bisa mengetahui kapan hal itu terjadi. Kita hanya bisa menunggu sampai takdir memisahkan jalan kita. Sampai suatu saat nanti, kita berdua akan menjalani sebuah jalan yang berbeda yang tidak akan pernah bertemu lagi di sebuah titik yang akan menyatukan kita lagi. Aku kesepian karena kau tidak ada di sini. Tidak ada di sini untuk menemaniku. Aku tidak bisa mendengar suaramu mengatakan ‘Jangan khawatir, aku akan selalu bersama denganmu’. Aku tidak bisa mendengarmu memanggil namaku dengan lembut. Bahkan sampai saat ini, aku tidak ingin semua itu terjadi. Aku ingin bisa melihatmu setidaknya sekali lagi. Aku ingin menyentuh wajahmu yang lembut itu sekali lagi. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Aku bertanya-tanya, apa yang waktu ajarkan pada kita? Mungkinkah suatu saat nanti, waktu akan mengajariku untuk melupakanmu? Untuk tidak kembali mengingatmu lagi?
Hari di mana semua kesedihanku akan menghilang sedikit demi sedikit suatu saat nanti pasti akan datang, meskipun begitu, aku tidak tahu kapan hari itu akan datang untuk menghapus semua ingatanku tentangmu. Sejak kau tidak berada di sini lagi, aku selalu mengingatmu. Aku selalu membayangkan dirimu memelukku dengan tubuhmu yang hangat dan memanggil namaku. Tapi, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa terdiam.
Aku sadar,kalau kita berdua tidak akan bisa saling menggapai lagi, aku sadar kalau kita berdua sudah tidak bisa saling menyentuh lagi.
Meskipun begitu, aku ingin dapat mengenang semua ini sedikit lebih lama lagi. Sampai hari di mana aku bisa melupakan dan melepaskanmu untuk selama-lamanya. Sampai hari di mana aku tidak lagi hanya terdiam dan bisa mengucapkan...
“Selamat tinggal...aku mencintaimu”.

THE END

A/N: Hai, minna XDD
lagi-lagi cerita ini juga terisnpirasi daru lagu he he
lagunya Kashiwagi Yuki, Chinmoku :)

sankyuu

Author,
Fujiwara Hatsune 

Story : Star Gazer

Story : Star Gazer


*Another One-Shot Story : First Love Butterfly

                                            Yuuji's Smile

                                            Waiting For You

                                            Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream 
      
                                            One Hundred Years Cherry Blossom Tree 

                                            Rainy Girl

                                        
                                            Terdiam

                                           Our Sweet Moment

* Read Another Stories :




 Star Gazer


Aku berjalan perlahan ke atas panggung
Aku bisa melihat semua orang di sana berteriak-teriak menyuruhku untuk turun
Aku tahu
Mereka semua tidak menyukaiku
Mereka tidak menyukai musik dan laguku
Tapi aku tidak akan menyerah
Selama aku masih hidup di dunia yang akan terus berputar ini
Aku akan terus memainkan musikku
Aku akan terus memainkan laguku
Aku akan terus menatap ke arah bintang yang tidak akan pernah berhenti bersinar
Berharap semua harapanku menjadi kenyataan
Aku tidak akan pernah berhenti
Karena ini adalah impianku

Karena ini adalah impianku
***-***
 “Pergi kau!!”.
Aku tidak akan pergi.
“Suaramu jelek sekali!!”.
Aku tidak peduli.
“Berhenti menyanyi!!”.
Aku tidak akan berhenti.
Aku akan terus menyanyi.
“Permainan musikmu payah!!!”.
Aku akan terus memainkan musikku.
Braaakh!
Seorang pemilik toko di dekat aku menyanyi langsung memukulku dengan sapu yang ada di tangannya.
“Ukh!!” Aku langsung terjatuh ke tanah.
Dia melihatku dengan tatapan sinis.
“Gara-gara kau menyanyi dengan suaramu yang jelek itu, semua pelangganku jadi kabur!! Lebih baik kau tidak usah menyanyi lagi saja!!!”.
Pria itu langsung merebut gitar milikku dan menginjaknya.
“Jangan!! Hentikan!! Tanpa itu, aku tidak akan bisa bermain musik dan menyanyi lagi!!!”.
Dia tidak mempedulikanku.
Seberapa keras aku berteriak untuk menyuruhnya berhenti, dia tidak menghentikannya.
Apa yang harus kulakukan?
Aku sudah janji tidak akan berhenti....
Aku sudah janji kepada diriku sendiri...
***-***
Pemilik toko itu meninggalkanku sendirian.
Aku hanya terdiam.
Sambil terus berbaring di atas dinginnya tanah, aku melihat ke samping.
Aku bisa melihat gitar milikku satu-satunya...rusak.
Tanpa kusadari, air mataku mulai menetes perlahan.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah langit.
 Bintang-bintang bersinar terang menyinari langit gelap.
Aku mengangkat salah satu tanganku ke atas.
Aku bisa melihat sebuah bintang jatuh.
Meskipun bintang itu jatuh...
Tapi aku tidak bisa menggapainya.
Yang bisa kulakukan hanya memandanginya.
Ya. Itulah diriku.
Seorang ‘penatap bintang’.
***-***
Aku hanyalah seorang ‘penatap bintang’.
Setiap hari aku bernyanyi. Setiap hari aku menciptakan lagu. Setiap hari aku memainkan musikku.
Tapi...
Tiap kali itu pula orang-orang selalu menghinaku.
Mereka bilang kalau aku ini tidak memiliki bakat dan kemampuan untuk menjadi seorang bintang penyanyi .
Setiap kali aku mempertunjukkan permainan musikku di kafe atau di manapun,  mereka selalu mengusirku.
Tidak ada seorangpun yang mengakui diriku.
Tidak teman-temanku.
Tidak kedua orang tuaku.
Bahkan dunia ini...
Tidak mengakui keberadaanku di dalamnya.
Tidak seorangpun.
Ya.
Tidak seorangpun akan mengakui seorang ‘penatap bintang’.
Hanya mampu menatap bintang tanpa bisa menggapainya.
Hanya mampu menatap semua impian yang ada di depannya tanpa bisa menggapainya.
Bagi orang lain....
Aku hanyalah sebuah sampah tidak berguna yang lebih kalau tidak ada di dunia ini.
Sampah yang lebih baik keberadaannya di hapuskan dari dunia ini.

Aku bangkit berdiri dan mengambil gitarku.
Aku kembali berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas dalam hidupku.
Yang aku inginkan hanya memainkan musik dan menyanyikan laguku.
Itu saja.
Aku tidak menginginkan hal yang lain.
Sambil berjalan di dunia yang terus berputar ini, aku kembali menatap ke langit.
Seandainya aku bisa memohon pada bintang jatuh...
Aku akan memohon agar aku bisa menggapainya...
***-***
“Sial! Hari ini aku di usir lagi” Gerutuku kesal.
Aku berjalan sambil memperhatikan gitarku yang telah rusak.
“Gitarku juga jadi rusak seperti ini! Apa yang harus kulakukan!?”.
Tiba-tiba ketika aku sedang berjalan di tengah kota, pandanganku tertuju ke arah sebuah gitar bagus yang terpajang.
Aku menatapnya lama sampai pemilik toko itu menegurku.
“Kau mau beli atau tidak? Kalau kau hanya ingin melihat saja, lebih baik kau pergi saja karena aku tidak menjual barang untuk di lihat oleh orang sepertimu!!”.
“Gitar itu...harganya berapa?”.
“Gitar ini? Harganya 100.000”.
“100.000!? Mahal sekali!? Apa tidak bisa di kurangi sedikit lagi?”.
“Tidak bisa! Kalau kau tidak mau, ya sudah!!”.
Aku tertegun mendengar ucapan kasarnya.
Aku menghela nafasku. Tidak mungkin aku bisa membeli gitar semahal itu.
Tapi, gitarku sudah rusak.
Kalau terus seperti ini, maka aku tidak akan bisa menyanyi dan bermain musik lagi.
Aku menatap ke arah langit.
Sekali lagi aku mengarahkan pandanganku ke arah bintang-bintang yang bersinar.
Aku tahu.
Bintang-bintang itu tidak akan memusuhi dan membenciku.
Mereka selalu bersinar dengan terang setiap kali aku merasa kalau seisi dunia ini memusuhiku.
Aku menghela nafasku pelan.
Aku tahu kalau tindakanku ini salah.
Tapi, aku juga ingin diakui oleh dunia ini!
Kalau aku hidup dan berada di dunia ini!!
Dengan cepat aku segera memukul kaca pembatas toko itu dengan gitarku yang telah rusak!
“Hey!!”.
Aku segera membawa gitar itu kabur dan berlari sekencang mungkin!
Aku bisa melihat orang-orang mulai berlarian dan mengejarku. Aku juga bisa mendengar suara langkah kaki mereka berlari ke arahku.
Tapi aku tidak akan berhenti!
Aku tidak akan berhenti berlari!!
Di dunia yang terus berputar setiap saat ini
Di dunia yang selalu kupandangi selama ini
Aku akan terus menapakkan kakiku
Dan melangkah menuju bintang yang bersinar
Mengejar impian yang selama ini selalu kuimpikan!!
***-***
Aku berhenti berlari.
“Huff...hufff...sepertinya orang-orang itu sudah tidak mengejarku lagi. Aku sudah aman” Kataku sambil terduduk di sudut pinggir jalan.
Aku memegang gitar hasil curianku.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah langit.
Apakah tindakanku ini adalah tindakan yang benar?
Aku bisa melihat bintang-bintang mulai kehilangan pancaran cahayanya.
Aku tahu.
Ini adalah tindakan yang salah.
Sekarang ini, bintang-bintangpun membenciku.
Aku menghelas nafas.
Apa yang harus kulakukan!?
Apa aku harus mengembalikan gitar ini ke pemiliknya yang sebenarnya?
Tapi, kalau begitu...maka mereka akan menangkapku dan membawaku ke penjara...
Kalau seperti itu, aku tidak akan bisa menggapai bintangku...impianku...
Dan selamanya, aku hanya akan hidup sebagai seorang ‘penatap bintang’...
***-***
“Hey”.
Seseorang menggoyang-goyangkan tubuhku.
Akupun langsung membuka mataku dan terbangun. Sepertinya tanpa kusadari, aku telah tertidur.
Di hadapanku, berdiri seorang gadis manis.
“Apa yang kau lakukan sendirian di sini?” Tanya gadis itu.
Aku mengalihkan pandanganku darinya.
“Bukan urusanmu’kan?”.
Dia tersenyum.
“Benar juga”.
Tiba-tiba, ia duduk di sampingku. Kami berdua terdiam sesaat. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arahku.
“Namamu siapa?”.
Aku terdiam sesaat lalu menjawab tanpa menoleh ke arahnya.
“Yuu”.
“Yuu?”.
“Takahashi Yuusei”.
Gadis itu menganggukkan kepalanya dan kembali menatapku.
“Namaku Hoshino”.
Aku tertegun karena tiba-tiba ia menyebutkan namanya.
“Hoshino? (nama yang manis)”.
“Ya. Namaku Hoshino”.
“Hanya ‘Hoshino’?”.
Dia menganggukkan kepalanya.
“Ya, hanya Hoshino. Aku tidak memiliki keluarga”.
“Kau tidak memiliki keluarga?”.
Hoshino tersenyum.
“Iya. Sejak kecil, orang tuaku sudah meninggalkanku seorang diri. Karena itu aku hidup di sini. Di jalanan”.
Aku terdiam sambil mendengarkannya bercerita. Dia kembali melanjutkan.
“Nama ‘Hoshino’ adalah nama yang kuciptakan sendiri karena aku sangat menyukai ‘bintang’”.
“Bintang?”.
“Setiap malam, aku selalu memandangi bintang. Aku selalu berusaha menggapainya. Tapi, yang kulakukan hanya bisa memandanginya. Itu saja”.
Aku terdiam. Ternyata gadis ini sama sepertiku. Hanya seorang ‘penatap bintang’.
“Kalau kau sendiri? Kenapa kau di sini sendirian?”.
Aku berpikir sejenak. Sebenarnya, aku tidak terlalu senang menceritakan masalahku kepada orang lain. Tapi, entah kenapa aku merasa tidak masalah kalau aku menceritakannya pada gadis ini. Mungkin saja. Ya. Mungkin saja. Aku merasa kalau nasib kita berdua tidak terlalu berbeda. Hanya mampu menatap bintang tanpa bisa menggapainya.
“Aku...aku ingin mewujudkan mimpiku. Karena itu...aku...ada di tempat seperti ini sekarang”.
“Orang tuamu? Sudah meninggal?”.
Aku menggelengkan kepalaku.
“Tidak. Mereka masih hidup”.
Hoshino terlihat sedikit tertegun.
“Kalau mereka masih hidup, apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak berada di rumah bersama keluargamu?”.
“Aku kabur” Jawabku singkat.
“Kau apa!? Kabur!!? Kenapa?”.
“Nggak usah histeris gitu deh”.
Hoshino menggaruk-garuk kepalanya.
“He he he...maaf ya, terbawa perasaan. Jadi, kenapa kau kabur?”.
“Sudah kubilang’kan? Aku ada di sini untuk menggapai mimpiku. Ayahku adalah seorang kepala polisi dan ia selalu memaksaku untuk mengikuti jejaknya menjadi seorang kepala polisi yang handal sepertinya. Tapi, aku tidak mau. Itu bukanlah hal yang kuinginkan. Mereka tidak percaya kalau aku bisa mewujudkan impianku”.
“Memangnya....hal apa yang kau inginkan? Apa impianmu?”.
Aku terdiam.
“Apa ya? Jadi penyanyi? Mungkin”.
Hoshino justru tertawa mendengar perkataanku.
“Kenapa kau malah tertawa!?” Gerutuku kesal.
“Nggak. Aku nggak menyangka aja. Impian yang bagus”.
“Yang kuinginkan di dunia ini hanyalah memainkan musik dan menyanyikan lagu. Aku ingin agar orang-orang yang mendengarnya berteriak dan bersorak gembira ketika mendengarku bernyanyi. Aku hanya ingin semua orang dan dunia ini mengakui keberadaanku. Hanya itu yang kuinginkan. Aku tidak menginginkan lebih”.
Hoshino menatapku lalu tersenyum.
“Ya! Aku yakin kalau impianmu akan terkabul!!”.
Aku mengalihkan pandanganku ke arahnya.
“Kalau kau sendiri? Apa hal yang paling kau inginkan? Apa impianmu?”.
Hoshino terdiam sesaat dan berpikir. Ia lalu tersenyum ke arahku.
“Hal yang paling kuinginkan adalah memiliki keluarga!”.
“Hanya itu?”.
“Iya, hanya itu. Karena sejak kecil aku tidak pernah merasakan kehangatan sebuah keluarga, aku ingin setidaknya bisa merasakannya selama aku masih hidup di dunia ini”.
Aku menghela nafasku.
“Kalau hanya itu saja sih mudah. Mulai sekarang kau jadi adikku” Kataku tiba-tba.
Hoshino tertegun.
“Eh?”
“Kenapa ‘eh’!? Kau bilang ingin memiliki keluarga! Nah, aku akan menjadi keluargamu. Mulai sekarang namamu adalah Takahashi Hoshino! Ingat itu baik-baik”.
Hoshino terdiam lalu tersenyum manis.
“Ya!”.
***-***
“Itu dia!! Itu pencurinya” Tiba-tiba seseorang berteriak ke arahku.
“Gawat! Orang di toko tadi!!” Teriakku panik.
Hoshino bangkit berdiri.
“A...apa yang sebenarnya terjadi!?”.
Aku menggandeng tangan Hoshino.
“Sudahlah! Tidak usah kau pedulikan!! Kita kabur saja!!”.
Aku dan Hoshino langsung berlari sekencang mungkin. Aku melihat ke belakang sekilas, aku bisa melihat orang-orang mulai mengejar kami dan para polisi ternyata juga datang mengejar kami!
Aku tidak tahu!
Apa yang harus kulakukan!?
Apa yang seorang ‘penatap bintang’ sepertiku ini bisa lakukan!!?
Tiba-tiba saja aku terjatuh.
“Ukh!”.
“Kau tidak apa-apa!?”.
“Aku tidak apa-apa”.
Aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Kalau seperti ini caranya, kita berdua tidak akan bisa kabur dari sini. Aku dan Hoshino akan di tangkap karena kesalahanku.
Aku menatap gitar itu perlahan. Aku tahu. Sejak awal seharusnya aku tidak melakukan itu. Sejak awal seharusnya aku tidak melakukan tindakan itu.
Karena aku, sekarang aku jadi melibatkan gadis ini dalam masalah yang seharusnya tidak dialaminya.
Yang ia inginkan hanyalah sebuah keluarga yang mau menyayanginya.
Ia tidak meminta lebih.
Dan ia tidak berhak mendapat perlakuan seperti ini.
Aku menatap perlahan ke atas langit.
Cukup orang-orang dan dunia ini saja yang tidak mengakui keberadaanku!
Aku tidak ingin bintang-bintang juga membenciku!!
“Hey, nanti ketika aku mulai menyanyi, kau segera lari dari sini” Bisikku.
“Apa!? Maksudmu!? Kau ingin aku pergi meninggalkanmu!?”.
“Ini masalahku. Mereka di sini karena aku melakukan hal yang seharusnya tidak kulakukan. Ini adalah hukuman bintang untukku. Dan, aku tidak ingin bintang membenciku lagi. Karena hanya mereka yang mau menerima dan tetap memancarkan cahayanya ke manusia bodoh seperti aku ini”.
“Tapi, mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian di sini!!? Kita kabur bersama!” Hoshino kembali menarik tanganku.
Aku terdiam lalu melepaskan tangannya perlahan dari tanganku.
“Yuu?”.
Aku terdiam sesaat. Tanganku menggenggam gitar itu. Aku mulai merasakan senyuman mengembang di wajahku. Kalau diingat lagi, aku belum merasa segembira ini dalam hidupku. Aku menatapnya.
“Aku tidak bisa pergi. Inilah hal yang harus kulakukan. Aku akan membiarkanmu kabur. Kau tidak berbuat suatu kesalahanpun dalam menggapai bintangmu, impianmu. Kau tidak sepertiku. Aku telah membuat suatu kesalahan besar sehingga semuanya berbalik menyerangku. Tidak apa-apa kalau aku tertangkap sekarang. Setidaknya, kalau bisa menyelamatkanmu, maka aku tidak akan menyesali hidupku lagi meskipun aku hanyalah seorang ‘penatap bintang’”.
Hoshino terdiam dan menatapku.
“Aku akan mengalihkan perhatian mereka semua dengan lagu dan musikku. Saat itu, kau segera pergi dari sini. Kalau tidak, maka mereka juga akan menangkapmu!”.
Aku mengalihkan pandanganku dari Hoshino.
Aku bisa melihat orang-orang dan para polisi itu semakin dekat ke arah kami berdua. Aku tersenyum lalu mulai membunyikan gitarku.
“Hah?”.
“Hey, kau dengar itu?”.
“Suara musik?”.
Perlahan aku mulai membuka mulutku dan bernyanyi sekencang mungkin agar semua orang bisa mendengarku!!
Aku meyuruh Hoshino untuk segera melarikan diri dari sini! Dia menganggukkan kepala dan berlari sekencang mungkin menjauh dari sini!!
Aku tersenyum.
Sejak dulu aku selalu ingin mengatakan hal ini
“Hey, dunia”.
Aku mengangkat kepalaku.
“Dengarkan dan nikmatilah lagu baru buatanku!!!”.
Orang-orang mulai menutup telinga mereka ketika mendengar suaraku. Para polisi itu juga berhenti mengejar dan menutupi telinga mereka.
Aku tidak peduli lagi.
Aku tidak peduli jika orang-orang tidak menyukaiku.
Aku tidak peduli dengan pendapat mereka.
Selama aku bisa bernyanyi...
Selama aku bisa bermain musik...
Selama aku bisa berguna bagi orang lain..
Aku akan bangga pada diriku sendiri
Meskipun aku hanyalah seorang ‘penatap bintang’.

Tiba-tiba, aku mendengar suara lagu yang indah.
Aku berhenti memainkan gitar dan laguku lalu menoleh ke arah sumber suara yang indah itu.
Semua orangpun langsung membuka telinga mereka dan mengalihkan pandangan mereka.
Aku tertegun.
Ternyata itu Hoshino.
“Waaah...coba kau dengarkan itu! Suaranya sangat indah”.
“Iya! Indah sekali. Baru pertama kali aku mendengar suara seindah ini”.
Aku bisa mendengar semua orang mulai berteriak dan bersorak gembira.
Aku terdiam di tempat.
Hoshino lalu berbicara ke arahku.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah...ini adalah impianmu?”.
Aku tertegun.
Benar.
Ini adalah impianku.
Bintang yang selama ini ingin kuraih!!
Aku tersenyum dan kembali membunyikan gitarku.
“Mungkin kau butuh sedikit musik”.
Aku memainkan gitarku.
Anehnya. Suara yang keluar terdengar lebih indah dari yang biasanya kumainkan.
Aku menoleh ke arah Hoshino. Mungkin saja...itu semua karena dia....
Mungkin aku tidak bisa bernyanyi...
Tapi aku masih bisa bermain musik...
Hoshino....
Dia dapat menyanyi untukku...

Kami semua bersorak gembira.
Orang-orang yang tadi terlihat marah, ikut menari dan menyanyi bersamaku dan Hoshino.
Pemilik toko yang awalnya terlihat geram ikut bersenang-senang.
Para polisi yang mengejar kami hanya tersenyum sambil mendengarkan lagu kami berdua.
Mereka bersorak gembira. Mereka menyukai lagu Hoshino dan musikku.
Akhirnya...
Di dunia yang terus berputar ini...
Aku bisa dengan bangga mengatakan kalau ‘aku ada di sini!!’
Aku ada di dunia ini!
Aku hidup di dunia ini!!
Aku tersenyum....
Pada akhirnya, aku berhasil menggapai bintangku yang selama ini hanya bisa kupandang...
***-***
“Yuu...” Hoshino memegang tanganku.
 “Tidak apa-apa. Aku harus melakukan hal ini. Ini adalah hal terbaik yang bisa kulakukan”.
Aku tersenyum ke arahnya.
“Lagipula, aku sudah bisa meraih bintangku! Semua itu berkatmu!! Terima kasih”.
Hoshino meneteskan air mata.
“Y....ya....”.
Aku menatap ke arah langit.
Perlahan, bintang-bintang mulai kembali bersinar.
Aku menghela nafasku.
“Sepertinya, aku memang harus melakukan hal ini. Iya’kan?”.
Aku berjalan pelan ke arah si pemilik toko dan menyerahkan kembali gitar yang telah kucuri.
Aku bisa melihat senyuman di wajahnya.
“Terima kasih karena telah mau mengembalikan barang ini. Suatu saat nanti, kalau kau sudah bebas dan memiliki uang, kau boleh datang dan membelinya dariku”.
Aku tersenyum.
“Iya. Aku minta maaf atas kekacauan yang telah kubuat dan terima kasih”.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah mobil polisi yang telah menungguku.Aku berjalan pelan ke arah mereka. Salah seorang polisi itu memborgol kedua tanganku.
Ketika aku berjalan perlahan menuju mobil polisi itu, aku melewati seorang polisi berjas abu-abu yang tengah merokok.
“Tunggu” Aku berhenti sejenak di samping polisi itu.
“Hm?”.
“Gadis itu....adalah Takahashi Hoshino. Dia adalah adikku. Aku...ingin kau menjaganya. Kau tahu...yang ia inginkan hanyalah sebuah keluarga. Dan, dia telah membuatku mampu menggapai bintang yang selama ini selalu kupandang”.
Polisi itu terdiam sesaat lalu kembali bicara.
“Baiklah”.
Aku kembali melangkah.
“Terima kasih” Kataku pelan.
“Ah! Tunggu dulu”.
Aku berbalik.
“Selamat....karena kau telah berhasil menggapai impianmu”.
Aku tertegun lalu tersenyum.
“Iya. Terima kasih”.
Pada akhirnya...aku memutuskan untuk menyerahkan diriku kepada polisi.
Tapi aku tidak menyesal.
Karena aku telah membuktikan pada dunia, kalau aku memang pantas berada di sini.
Di dunia ini.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah langit.
Aku bisa melihat bintang jatuh yang melintas.
Aku tersenyum ke bintang jatuh itu.
Pada akhirnya, aku bisa menggapainya...
Akhirnya aku bisa menggapai impianku...
Aku bisa menggapai bintang yang selama ini hanya bisa kupandang....
Jika aku sudah bebas nanti...
Dengan bangga, aku akan mengatakan pada dunia....alasan kenapa aku ada di sini...hidup di dunia ini...
Selama bintang masih bersinar dan menyinari dunia ini...maka aku akan terus hidup di dalamnya...
“Karena...aku adalah seorang ‘penatap bintang’”.

THE END

A/N : Hai, minna XDD
mungkin udah pada nyadar dari judulnya :)
cerita ini terinspirasi dari lagunya Hatsune Miku, Star Gazer ^^

sankyuu

Author,
Fujiwara Hatsune