Kamis, 24 Juli 2014

Story : Yuuji's Smile

Story : Yuuji's Smile


Another One-Shot Story :  First Love Butterfly

                                             Waiting For You

                                            Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream 
      
                                            One Hundred Years Cherry Blossom Tree 

                                            Rainy Girl

                                     
                                             Star Gazer 

                                            Terdiam

                                            Our Sweet Moment

                                             21 January     


* Read Another Stories :





YUUJI’S SMILE

“Di--dia sudah mati...Rui-chan sudah...”
Seorang gadis kecil berambut coklat pendek berkata dengan terbata-bata.
Air mata yang awalnya hanya mengalir dengan pelan, kini mulai terlihat semakin membanjiri wajahnya.
Di hadapannya sekarang, seekor kucing kecil dengan warna kombinasi putih dan coklat, terdiam dan tergeletak.
Sama sekali tidak bergerak.
Mungkin orang akan mengira kalau kucing kecil itu tengah tertidur.
Namun, ketika melihat lebih jelas lagi, terdapat cairan berwarna merah di dekat kucing itu.
“Rui-chan sudah--“
Sambil berusaha mengusap air matanya yang tidak berhenti mengalir itu, gadis kecil itu berjalan perlahan dan memegang tubuh kucing kecil itu dengan salah satu tangannya.
Beberapa saat kemudian, gadis itu mendekatkan sebelah tangannya lagi, kemudian menarik tubuh kucing kecil yang sudah tidak bernyawa itu mendekat ke arahnya.
Tubuhnya begitu ringan.
Gadis kecil itu memperhatikan wajah kucing kecil itu lebih dekat.
Perlahan, air matanya menetes ke wajah tak berdosa kucing itu.
Dengan cepat, ia segera memeluk kucing yang sudah tak bernyawa itu dengan sangat erat, seolah tidak ingin melepas dan kehilangan dirinya.
“Rui-chan...Kenapa...Kenapa...!!” Teriaknya dengan suara keras.
Tak peduli apakah darah kucing tersebut akan mengotori pakaiannya, gadis kecil itu terus memeluk kucing itu lebih erat lagi.
“Ada apa, Naruko?”
Tiba-tiba seorang anak laki-laki berambut hitam muncul dan menepuk bahu gadis kecil bernama Naruko itu.
O--Onii-chan...”
Naruko menoleh dengan pelan ke arah anak laki-laki itu.
Wajahnya masih basah oleh air mata.
Anak laki-laki itu terdiam kemudian melihat ke arah sesuatu yang dari tadi terus di peluk oleh Naruko.
Perlahan, ekspresi wajahnya yang terlihat tenang, berubah menjadi sedikit tertegun.
Onii-chan...Rui-chan...Rui-chan sudah...”
Naruko berkata tanpa melihat ke arah anak laki-laki itu.
Ia menyadari, bahwa sesuatu yang terus dipeluk olehnya itu adalah sesuatu yang sangat berharga untuk anak laki-laki yang kini berdiri di sampingnya itu.
Naruko tahu, anak laki-laki itu pasti jauh lebih sedih daripada dirinya.
Bagaimanapun juga, kucing itu adalah sahabat mereka berdua sejak sangat kecil bahkan sudah ada di tengah keluarga mereka jauh sebelum mereka berdua dilahirkan ke dunia ini.
Dan Naruko juga tahu, jika dibandingkan dengan dirinya, anak laki-laki berambut hitam itu jauh lebih dekat dengan kucing tersebut.
Tiap hari ia mengajaknya bicara, mengajaknya bermain bahkan kucing itu selalu tidur di kamar anak laki-laki itu.
Namun ketika membayangkan semuanya sudah tidak bisa dilakukan lagi, ketika semua kenangan itu tiba-tiba terlalu pahit untuk dikenang lagi, Naruko hanya bisa menangis sambil membayangkan perasaan anak laki-laki itu.
“Rui-chan...” Anak laki-laki itu berkata dengan suara pelan seolah tidak percaya.
“Hiks...Hiks...Rui-chan...” Naruko terus menangis sambil memeluk kucing kecil yang tidak berdaya itu.
............
........................
..........................................
“Semua akan baik-baik saja.”
Tiba-tiba, Naruko merasakan sebuah tangan yang lembut membelai kepalanya dengan perlahan.
Ketika ia kembali menoleh, Naruko kembali melihat sosok anak laki-laki itu.
Yang membuat Naruko sedikit terkejut adalah wajah yang dibuat oleh anak laki-laki itu.
Anak itu tersenyum ke arahnya.
Sama sekali tidak ada tanda-tanda yang mengungkapkan perasaan sedihnya bahkan setetes air matapun tak tampak di matanya.
Onii-chan...”
Naruko sama sekali tidak paham.
Kenapa anak itu tidak meneteskan air mata sedikitpun dan justru tersenyum seperti itu?
Apa ia sama sekali tidak merasa sedih ketika kucing yang sangat disayanginya itu sudah tak bernyawa lagi?
Dengan lembut, anak laki-laki itu menghapus air mata Naruko perlahan.
“Naruko, jangan menangis lagi, ya.”
Onii-chan...”
“Rui-chan pasti tidak suka kalau Naruko terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu. Maksudku, coba lihat!”
Anak laki-laki itu berlari ke hadapan Naruko, kemudian mengambil kucing kecil itu dari pelukan gadis berambut coklat pendek itu.
“Coba kau lihat wajah Rui-chan. Ia tidak terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata ‘Naru-chan, jangan menangis, ya. Rui-chan sekarang sudah tenang di surga. Naru-chan juga harus baik-baik saja di sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu, tersenyumlah!’ Begitu katanya.”
Anak laki-laki itu berkata dengan senangnya sambil berputar-putar dan mengangkat tubuh kucing itu tinggi.
“Rui-chan pasti akan lebih bahagia di sana!”
“........Benarkah itu? Rui-chan pergi ke surga?” Tanya Naruko dengan polosnya.
Anak laki-laki itu terdiam sesaat sambil memandang Naruko, kemudian ia tersenyum dengan yakinnya.
“Hm! itu benar.”
“Ah” Anak laki-laki itu melanjutkan.
 “Lagipula, Rui-chan juga sudah cukup tua dan sering sakit-sakitan. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk Rui-chan. Kalau di surga, Rui-chan tidak akan merasa sakit atau menderita lagi.”
“............Rui-chan...akan bahagia di surga...?”
“Hm! Dia akan bahagia. Karena itu, Naruko jangan menangis lagi.”
Anak laki-laki itu mengusap air mata Naruko dengan sebelah tangannya, sementara tangannya yang lain memeluk Rui.
Naruko terdiam kemudian mengangkat wajahnya.
“Ya.” Katanya sambil tersenyum.
“Nah, ayo, lebih baik kita kuburkan Rui-chan di dekat rumah kita.” Ajak anak laki-laki itu sambil menarik tangan Naruko.

Oogami Yuuji dan Oogami Naruko adalah kakak beradik.
Mereka berdua hidup bersama dengan kedua orang tua yang sangat menyayangi mereka.
Yuuji usianya 1 tahun lebih tua dari Naruko, membuat hubungan mereka berdua sangat dekat.
Naruko sedikit cengeng dan agak penakut.
Berkebalikan dengan Naruko, Yuuji pemberani dan juga selalu tersenyum.
Ia juga sangat mendalami perannya sebagai seorang kakak.
Karena dia adalah kakak, Yuuji selalu berusaha untuk menjaga dan melindungi Naruko.
Tiap kali Naruko sedih, Yuuji selalu berusaha menghiburnya dengan berbagai cara.
Seperti seorang pemain sirkus yang terkadang harus berperan jatuh dan menjadi bahan tertawaan supaya bisa membuat semua penonton tertawa.
Dan itu adalah peran Yuuji.
Selalu mengatakan sesuatu seperti ‘Semuanya baik-baik saja’, ‘Semuanya baik-baik saja’.
Untuk membuat adik yang sangat dicintainya dan keluarganya selalu tersenyum bahagia.
Supaya tidak ada lagi yang menangis dan bersedih, maka ia juga harus selalu tersenyum.
Itu yang ada dipikiran Yuuji.
Menjadi seorang penghibur supaya tidak ada yang sedih atau terluka lagi.
Namun tidak ada yang tahu, apa yang sebenarnya ada di balik ‘topeng’ senyuman yang selalu menghiasi wajah Yuuji, selain dirinya sendiri...
***-***
“Kalian sudah pulang?” Seorang wanita muda berambut sedikit bergelombang menyambut Naruko dan Yuuji di depan pintu rumah sambil mengenakan celemek berwarna oranye.
“Iya, Kaa-san.” Jawab Yuuji dengan riangnya.
Tiba-tiba, ekspresi wanita itu, yang sepertinya ibu mereka, berubah ketika melihat tubuh mereka berdua yang terlihat kotor dan penuh dengan tanah serta bercak darah.
“Yuuji, Naruko, apa yang terjadi dengan kalian? Kalian...tampak sangat berantakan sekali.”
Ibu Yuuji dan Naruko mendekati mereka berdua kemudian kembali bertanya,
“Dan noda darah ini? Darah siapa ini?” Tanyanya sambil menyentuh pakaian Yuuji dan Naruko.
“Ini darah Rui-chan.” Jawab Yuuji.
“Rui-chan? Tunggu dulu...Bagaimana bisa darah Rui-chan ada di pakaian kalian?”
“................” Naruko terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Perlahan, air mata yang sudah berhenti menetes itu kembali turun.
“Rui-chan...Rui-chan sudah...Hiks...”
Sambil mengusap air matanya, Naruko berusaha mengatakan yang terjadi  pada ibunya, namun berhenti.
Tanpa menyelesaikan kalimatnya itupun, sang ibu sudah mengetahui apa yang terjadi pada kucing kesayangan keluarga mereka itu.
Perlahan, ia mengelus kepala Naruko.
“Ibu mengerti. Nah, sekarang Naruko tenang, ya.”
Beberapa saat kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah Yuuji.
“Kau baik-baik saja?”
“Hm! Aku baik-baik saja. Kaa-san tidak perlu mengkhawatirkan aku seperti itu. Tadi aku sudah bicara pada Naruko kalau Rui-chan akan bahagia di surga. Ah, kami juga sudah menguburnya makanya kami jadi kotor seperti ini. Maaf, ya? He he.” Kata Yuuji sambil menggaruk rambut bagian belakang kepalanya.
“Ya, tidak apa-apa. Sudahlah, kau mandi dulu saja.”
“Oke!!” Yuuji berkata sambil berlari menuju kamar mandi.
Untuk sesaat, ibu Yuuji terus memperhatikan ke arah putranya itu berlalu pergi.
“Yuuji...”
Kaa-san...
Naruko berkata pelan, masih berusaha menghapus air matanya.
“Iya, Naruko?” Jawab ibunya dengan lembut.
Onii-chan orang yang sangat kuat. Aku ingin jadi seperti dirinya.” Naruko berkata dengan sedikit senyuman di wajahnya.
“Naruko...” Ibunya berkata pelan.
Entah kenapa wajahnya terlihat sedih.
Onii-chan selalu menghiburku ketika aku sedih! A--aku bahkan tidak melihatnya menangis sedikitpun ketika Rui-chan mati. Berbeda sekali denganku yang selalu cengeng dan menangis ini. Aku...Ingin berubah! Kaa-san, aku ingin jadi seperti Onii-chan yang selalu tersenyum dan membuat orang lain merasa bahagia!!”
Naruko berkata dengan keyakinan yang tergambar kuat di wajahnya.
Ibu mereka tidak tahu harus mengatakan apa untuk membalas ucapan putrinya itu.
Hingga akhirnya ia meletakkan kedua tangannya di pundak Naruko.
“Naruko, dengarkan ibu, ya.”
“Ya...” Jawab Naruko dengan nada bingung.

3 bulan setelahnya, ibu Naruko dan Yuuji meninggal karena sakit.
Di pemakamannya, Naruko menangis dengan keras, terus memanggil ibunya yang sudah tiada.
Ayahnya juga ikut meneteskan air mata atas kepergian istrinya.
Semua tamu yang datang pun meneteskan air mata tanda duka.
Namun,
Yuuji sama sekali tidak meneteskan air mata.
Ia hanya menatap ke arah batu nisan ibunya.
Tubuhnya tidak bergetar sedikitpun.
Dengan perlahan, Yuuji menggenggam tangan adiknya tersebut, kemudian tersenyum kecil.
“Semua akan baik-baik saja.”
Yuuji selalu terlihat dewasa di mata Naruko.
Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti, kita juga pasti akan bisa bertemu dengan kaa-san lagi, kalau waktunya sudah tiba.”
Selalu terlihat sangat kuat.
“Karena itu, Naruko jangan menangis lagi, ya. Nanti, kaa-san pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini. Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko dan too-san, hidup bahagia sambil tetap mengenang dirinya.”
Yuuji selalu berusaha menghiburnya dan selalu berhasil membuatnya tersenyum.
Bahkan ketika kucing kesayangannya mati, Yuuji masih bisa tersenyum dan terus menghibur Naruko.
‘Hey, aku baik-baik saja. Aku sama sekali tidak sedih ataupun terluka. Karena aku terus tersenyum, maka kau juga harus selalu tersenyum, ya!’
Hal itu yang selalu terbayang di pikiran Naruko tiap kali melihat senyuman di wajah kakak laki-lakinya itu.
Tapi berbeda dengan kali ini.
Naruko, dengan dinginnya berkata pada kakaknya,
“Sampai kapan kau mau terus ‘berbohong’ seperti ini? Dasar pembohong.”
Setelah berkata seperti itu, Naruko melepaskan tangan kakaknya dan berlalu pergi mendekati ayahnya, meninggalkan Yuuji seorang diri yang sedang bertanya-tanya.
“Naruko...”
Dan setelah kembali dari pemakaman, Naruko langsung masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Yuuji.
***-***
“Naruko.”
“.............”
“Oi, Naruko.”
“Nggh...”
“Naruko, bangun.”
Mendengar ada yang memanggil namanya beberapa kali, Naruko yang masih terlihat mengantuk pun bangkit perlahan dari tempat tidurnya.
Dan ia langsung meloncat kaget begitu melihat sosok dihapadannya.
O--Onii-chan!! Apa yang Onii-chan lakukan di kamarku!!?” Teriak Naruko kaget.
Too-san menyuruhku membangunkanmu.” Jawab Yuuji.
Too-san!? Ah, tapi ini baru jam 5 pagi. Ah, dan lagi, bukannya ini Minggu, ya!?” Protes Naruko yang masih ingin bersantai di tempat tidurnya.
Too-san menyuruh kita untuk menjaga toko.”
“Toko!?? Suruh saja dia menjaganya sendiri! Aku masih mau mengantuk!! Lagipula, nanti siang aku ada janji dengan teman-temanku mau shopping ke mall. Mana sempat aku menjaga toko tua yang tidak penting itu. Sana, kau saja yang jaga sana.” Gerutu Naruko kesal sambil menarik selimutnya lagi dan mengusir Yuuji.
Tapi dengan cepat, Yuuji segera menarik selimut Naruko dan berusaha menariknya dari tempat tidur.
“Tidak bisa! Bangun sekarang!!”
Onii-chan!!! Ah!!” Naruko berteriak ketika dirinya terjatuh dari tempat tidur.
 “Aduh...Hm? Gah, O--Onii-chan!!”
Naruko langsung bangkit berdiri ketika ia menyadari bahwa tubuhnya tadi tepat terjatuh ke atas tubuh Yuuji.
Dengan wajah khawatir, Naruko langsung membantu kakaknya berdiri.
Onii-chan, kau tidak apa-apa? Tidak ada yang patah’kan? (Tadi itu aku jatuhnya keras sekali)”
Yuuji terdiam sesaat, kemudian sedikit tertawa ketika melihat ekspresi khawatir di wajah adiknya itu.
“Akh, Onii-chan ini! Kenapa malah tertawa!? Aku serius khawatir padamu tahu!!”
“Ha ha, aku baik-baik saja.” Kata Yuuji tersenyum sambil mengelus kepala Naruko.
Dengan cepat, Naruko segera menyingkir dan berlari ke pojok ruangan.
Yuuji hanya menatapnya dengan ekspresi bingung.
“Naruko, ada apa?”
“Bukannya ‘ada apa’ ya! Jangan mengelus kepalaku seperti itu lagi! Kau pikir aku anak kecil!!?” Naruko berteriak ke arah Yuuji sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok.
“Hmmm...Benar juga, kau sekarang sudah 18 tahun’kan? Aku sampai lupa.” Yuuji berkata, masih dengan senyuman yang tidak berubah dari dulu.
Namun, entah kenapa tiap kali melihat senyuman yang mengembang di wajah pemuda yang kini telah menginjak usia 19 tahun itu, Naruko bukannya merasa bahagia atau ikut tersenyum seperti dulu lagi.
Melainkan justru perasaan kesal yang muncul di dalam dirinya.
“Hentikan senyumanmu itu. Aku benci melihatnya.” Kata gadis yang rambutnya sudah mencapai punggung itu dengan dinginnya.
“?”
“Sudahlah, kau keluar dulu. Nanti aku menyusul.” Kali ini gadis itu berkata tanpa melihat ke arah Yuuji.
Sambil menggaruk kepalanya, Yuuji berkata ‘Oke’ dan pergi meninggalkan kamar gadis berusia 18 tahun itu yang didominasi oleh warna oranye.
“............”
Onii-chan...” Naruko berkata pelan sambil duduk di atas tempat tidurnya yang terlihat agak berantakan.
Sejak dulu, Naruko selalu menyukai ‘senyuman’ kakaknya.
Sejak dulu, Naruko selalu terhibur dengan ‘senyuman’ Yuuji.
Namun entah sejak kapan, ‘senyuman’ itu berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi dirinya.

“Naruko, dengarkan ibu, ya.”
***-***
“Huff...Panas sekali hari ini. Aku sama sekali tidak menyangka kalau aku harus menjaga toko di hari sepanas ini.” Keluh Naruko sambil menyeka keringat di dahinya.
“Ini’kan musim panas.” Jawab Yuuji sambil memakan es krim.
“Aku juga tahu kalau ini musim panas. Tapi tahun kemarin tidak sepanas ini. Ah, bagi es krimnya dong!”
“Iya, iya. Ini.” Kata Yuuji sambil membagi dua es krimnya dan memberikan separuhnya pada Naruko.
Sambil memakan es krimnya, Naruko sesekali melirik ke arah Yuuji.
Ekspresi wajahnya terlihat riang dan bahagia.
‘Kenapa dengan dia sih?’
Naruko berkata pelan sambil memalingkan pandangannya dari Yuuji dan menggigit es krimnya dengan keras.
“Oh ya, Naruko.”
“Hm?” Jawab Naruko super singkat tanpa menoleh ke arah Yuuji.
“Nanti siang aku ada kerja kelompok.”
“Kerja kelompok?” Naruko berkata sambil melirik ke arah pemuda berambut hitam itu.
“Hm. Mengerjakan tugas kuliah.”
“Oh.” Naruko mulai kehilangan ketertarikan terhadap pembicaraan membosankan ini.
Tapi, hanya diam sambil memakan es krim yang tinggal sedikit dan hampir habis sambil duduk dan menjaga sebuah toko kecil sangat membosankan sehingga Naruko tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melanjutkan pembicaraan yang menurutnya tidak penting itu.
“Kerja kelompok sama siapa?”
“Matsuyama.”
Mendengar nama itu di sebut, Naruko langsung meloncat kaget dan menjatuhkan batang es krimnya.
“Ma--Matsuyama!? Matsuyama Kazumi yang itu?”
“Apa maksudmu dengan ‘yang itu’?”
“Ah, dia’kan gadis yang sudah Onii-chan sukai sejak SMA’kan?”
“He he, memang benar sih...” Yuuji berkata sambil tersenyum malu.
Matsuyama Kazumi.
Teman sekelas Yuuji sejak SMA.
Baik, pintar dan manis.
Dia duduk di bangku sebelah Yuuji saat hari pertama SMA dan sejak saat itu mereka bersahabat baik.
Dalam waktu 3 tahun itu, Yuuji selalu mengaggumi Kazumi, namun sama sekali tidak berani untuk mengungkapkan perasannya.
Sehingga dalam waktu yang cukup lama itu, mereka hanya menjadi ‘teman sekelas biasa’.
Namun, berbeda kasusnya dengan saat ini.
Yuuji tidak akan menyia-nyikan kesempatan ini dan akan mengungkapkan perasaannya pada Kazumi.
Onii-chan akan bilang kalau kau menyuka--@#^$^%^*%^$##!! Akh!! Pikiranku kacau sampai aku tidak tahu harus mengatakan apa!!”
“Aha ha ha, kenapa kau jadi panik seperti itu?”
“Ma--maksudku! Matsuyama senpai itu’kan juga seniorku saat dia masih SMA dulu. Dan aku juga mengenalnya sih. Dia baik dan sangat cantik serta super populer!! Dan, dan,dan berpikir kalau orang sehebat itu akan jadi istri dari Onii-chan yang seperti ini...”
“Apa maksudmu dengan ‘Onii-chan yang seperti ini’?”
“Ah!!! Ini hebat sekali!” Teriak Naruko heboh tanpa mempedulikan pertanyaan Yuuji.
Naruko langsung mengacungkan ibu jarinya kemudian berkata ‘Semoga beruntung’ yang ditanggapi dengan sebuah senyuman oleh Yuuji.
Namun ia segera memasang wajah kesal dan marah-marah tidak jelas ketika dirinya menghadapi kenyataan bahwa ia harus menjaga toko seorang diri dan membatalkan rencana untuk shopping ke mall bersama teman-temannya.
***-***
“Aku pulang.”
Suara pintu rumah terbukapun terdengar.
Mengetahui kalau orang yang sudah ditunggunya sejak tadi telah kembali, Naruko segera berlari dari ruang tamu dan menyambut orang tersebut.
“Ah, selamat datang, Onii-chan!”
Yuuji hanya membalas dengan senyuman kecil sambil melepas sepatunya.
Perlahan ia berjalan melewati Naruko.
Naruko langsung mengikuti kakaknya dari samping.
“Jadi, jadi, bagaimana? Apa onii-chan ku yang lucu ini sudah menyatakan perasaannya pada Matsuyama-senpai??”
Yuuji menghentikan langkahnya kemudian menggaruk pipinya.
“Yah...Kira-kira seperti itulah.” Jawabnya sambil tersenyum malu.
Naruko yang melihat senyuman di wajah kakaknya itu, langsung tersenyum kecil.
Dari senyuman itu, ia pasti diterima.
“Hi hi hi, Onii-chan sekarang sudah punya kekasih. Jangan-jangan sebentar lagi, perhatian onii-chan sama adik onii-chan yang amat manis ini akan berkurang???”
“Ha ha, mana mungkin. Kau’kan satu-satunya adik perempuanku. Dan Matsuyama tidak menerima cintaku, ha ha ha.”
“Yah, memang aku ini satu-satunya adik perem--Apa?”
Ketika mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Yuuji, Naruko tidak bisa menghentikan tubuhnya untuk tidak bergetar.
Perlahan, tubuhnya melangkah mundur.
Ia baru saja mengatakan hal-hal yang jelas membuat hati kakaknya itu sangat terluka.
Kenapa ia harus bersikap seperti anak kecil di saat seperti ini!!?
O--Onii-chan...M--Maaf’kan aku...Aku...”
Naruko berkata pelan.
Ia tidak berani melihat wajah kakaknya.
Apalagi setelah mengatakan hal-hal yang membuat luka di hatinya semakin bertambah.
Tapi--
“Sudahlah, aku baik-baik saja, kok.”
“He?”
Naruko tertegun.
Ia kembali bisa merasakan tangan yang lembut itu membelai rambutnya dengan perlahan.
Perlahan, ia mengangkat wajahnya yang mulai dibasahi oleh air mata, bertemu dengan wajah Yuuji.
Sama sekali tidak berubah sejak dulu.
Yuuji masih tersenyum.
Onii-chan...
“Yah, mungkin aku saja yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah memiliki kekasih. Ha ha, benar-benar payah.” Yuuji berkata pelan sambil tertawa kecil.
Menertawakan kegagalannya sendiri.
Onii-chan...
“Tapi, aku tidak apa-apa, kok. Bukan salah dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini, aku hanya bisa menyalahkan diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh. Iya’kan, Naruko?” Yuuji, mengatakan semua itu sambil tersenyum.
Onii-chan...!
“Tapi tidak apa! Karena aku sudah bisa menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun ini!! Haaah, rasanya melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang selama ini terus kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan kekasihnya yang sekarang.”
Onii-chan...!!
“Kalau dia bahagia, maka aku juga pasti akan ba--“
BISAKAH KAU HENTIKAN ITU!!!!?
Tanpa sebab yang jelas, gadis berambut coklat itu tiba-tiba berteriak dengan keras ke arah Yuuji.
Yuuji yang terlihat agak kaget, hanya bisa terdiam sambil terus menatap Naruko.
“Naru--“
“Jangan sebut namaku lagi!!!!”
Kali ini Naruko kembali berteriak lebih keras dari sebelumnya.
Rasanya seperti ingin meledak dan menghancurkan semua benda yang ada di sekelilingnya.
“Ada apa?” Yuuji bertanya dengan nada bingung.
“Jangan tanya ‘ada apa’!!! Seharusnya, aku yang bertanya seperti itu padamu! Ada apa denganmu!!!? Bagaimana mungkin kau bisa berkata hal seperti itu sambil tetap tersenyum dan tertawa seperti itu!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”
Yuuji terdiam sambil menatap ke arah mata Naruko kemudian tersenyum kecil sambil menggaruk pipinya lagi.
“Memangnya kenapa? Itu bukan sesuatu yang buruk’kan? Lagipula, bukannya hal itu biasa terjadi pada setiap orang?”
“Bukan hal buruk apanya!!? Itu buruk tahu!! Sangat buruk!!! Bukannya kau sudah menyukainya selama 3 tahun!? Tapi...Tapi!! Ukh!” Naruko berusaha menghapus air matanya.
“Naruko, aku--“
“Tapi ketika kau sudah memberanikan dirimu untuk mengungkapkan perasaanmu!!”
Belum selesai Yuuji bicara, Naruko kembali berteriak dan memotong ucapannya.
Sekali lagi, Yuuji hanya bisa terdiam, mendengar apa yang akan dikatakan oleh adik perempuannya itu.
“Kau harus menerima kenyataan bahwa ia telah memiliki kekasih lain!! Apanya yang bukan sesuatu yang buruk!!? Dasar bodoh!!! BODOH!!!!!
“Naruko...Ayolah, jangan menangis seperti itu. Hey, tersenyumlah. Aku...”
.......................
“Aku baik-baik saja.” Kata Yuuji sambil tersenyum.
“Kau tidak baik-baik saja!!!”
“!!!!!”
“Jangan pernah mengatakan hal menyebalkan itu lagi!! Aku kesal padamu! Aku kesal!! Kau ‘pembohong’!!!”
“....................”

“Sampai kapan kau mau terus ‘berbohong’ seperti ini? Dasar ‘pembohong’.”

Entah kenapa, kejadian seolah kembali pada saat pemakaman ibu mereka berdua.
Pada saat itu, Naruko dengan dinginnya berkata kepada Yuuji bahwa ia adalah seorang ‘pembohong’.
Pada waktu itu, Yuuji belum bisa membalas perkataan adiknya itu dan Naruko juga menghindarinya seharian.
Tapi kali ini, Yuuji membalas ‘sebuah kalimat ‘yang sudah bertahun-tahun lamanya itu.
“Aku tidak pernah mengatakan satupun kebohongan padamu.”
BOHONG!!!”
“...........”
“Kau itu seorang ‘pembohong’!!! Kau selalu memaksa dirimu untuk selalu tersenyum agar orang lain juga ikut tersenyum! Padahal...Padahal sebenarnya hatimu juga sangat terluka’kan!!? Justru kau yang paling terluka! Kau ingin berteriak dan menangis juga’kan?! Tapi...Kau terus ‘berbohong’ dan menyembunyikan semuanya lagi dan lagi di balik sebuah senyuman!!!”
“.........................”
“Aku...sama sekali tidak paham dengan ucapanmu itu, he he.” Yuuji berkata sambil sedikit memiringkan kepalanya.
“Hentikan!!! Hentikan ‘senyuman’ itu!! Aku benci!! Senyuman itu hanyalah sebuah ‘kebohongan’!! Itu sama sekali tidak ada artinya!!!!” Teriak Naruko sambil mengepalkan kedua tangannya.
Tubuhnya sedikit bergetar. nafasnya sudah mulai terengah-engah, tapi bagaimanapun juga, ia tidak mungkin bisa berhenti lagi.
Bagaimanapun juga, ia harus terus melanjutkan semua ini.
“Aku tidak pernah berbohong. Sudahlah, Naruko...Hentikan semua ini.” Yuuji berkata dengan suara pelan kemudian mengalihkan pandangannya dari Naruko.
Untuk pertama kalinya, Yuuji berbicara tanpa melihat ke arah wajah adiknya itu.
Naruko yang mulai melihat keraguan di hati kakaknya itu, menundukkan kepalanya sedikit, kemudian berbicara dengan suara yang lebih pelan.
“Apa kau...”
“?”
“Apa kau tidak lelah? Terus memakai ‘topeng’ seperti itu? Kenapa kau tidak tunjukkan padaku, ‘wajahmu yang sebenarnya’? Tunjukkanlah padaku, wajah seperti apa yang kau miliki di balik ‘topeng’ itu. Tunjukkanlah padaku wajah seperti apa yang kau miliki di balik ‘senyuman’mu itu. Tunjukkanlah padaku, wajah yang biasanya tidak kau perlihatkan pada orang lain. Bukannya aku adikmu?”
Naruko mengangkat wajahnya, melihat ke arah Yuuji.
Yuuji menatapnya sesaat, kemudian kembali memalingkan pandangannya ke bawah.
Naruko benar.
Yuuji selama ini terus bersembunyi di balik sebuah ‘topeng’ yaitu senyuman.
Ia terus tersenyum meskipun itu menyakitkan.
Ia terus tersenyum meskipun dirinya terluka.
Apapun yang terjadi ia terus tersenyum.
Seperti seorang pemain sirkus yang terkadang harus berperan jatuh dan menjadi bahan tertawaan supaya bisa membuat semua penonton tertawa.
Terkadang, mungkin pemain sirkus itu merasa sedih dan ingin meneteskan air mata karena tidak tahan dengan tawa dari para penonton.
Namun apapun yang terjadi, ia tidak akan menangis atau meneteskan air mata sedikitpun.
Tidak peduli seberapa banyak ia terluka, tak peduli seberapa kerasnya ia ingin menangis dan berteriak,
Agar semuanya bisa terus tertawa,
Ia juga harus tersenyum.
Dan itu adalah peran Yuuji.
Selalu mengatakan sesuatu seperti ‘Semuanya baik-baik saja’, ‘Semuanya baik-baik saja’.
Untuk membuat adik yang sangat dicintainya dan keluarganya selalu tersenyum bahagia.
Supaya tidak ada lagi yang menangis dan bersedih, maka ia juga harus selalu tersenyum.
Itu yang ada dipikiran Yuuji.
Menjadi seorang penghibur supaya tidak ada yang sedih atau terluka lagi.
Namun, itu bukanlah hal yang dipikirkan oleh Naruko.
Apa yang dilakukan oleh Yuuji hanya menyiksa dirinya sendiri.
Naruko tahu itu.
Karena itu, ia ingin kakaknya berhenti ‘tersenyum’ seperti itu lagi.
Ia ingin ‘senyuman’ yang sangat ia sukai itu bukanlah sebuah kebohongan.
Melainkan sesuatu yang nyata.
Ia ingin Yuuji selalu tersenyum.
Tapi ia juga ingin melihatnya, sedih, menangis dan juga berteriak.
“Kau tahu? Memiliki emosi seperti itu, bukanlah sesuatu yang salah.”
Ya, itu bukanlah sesuatu yang salah.
“........................”
“Selama ini, Onii-chan selalu menahan diri’kan? Selama ini kau menderita’kan? Pada saat, Rui-chan mati, kau membohongi dirimu sendiri dan terus berkata ‘Semuanya akan baik-baik saja’.”
“..................”

“Semua akan baik-baik saja.”
“Naruko, jangan menangis lagi, ya.”
“Rui-chan pasti tidak suka kalau Naruko terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu. Maksudku, coba lihat!”
“Coba kau lihat wajah Rui-chan. Ia tidak terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata ‘Naru-chan, jangan menangis, ya. Rui-chan sekarang sudah tenang di surga. Naru-chan juga harus baik-baik saja di sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu, tersenyumlah!’ Begitu katanya.”
 “Hm! Dia akan bahagia. Karena itu, Naruko jangan menangis lagi.”

Kira-kira pada saat itu, apa yang sebenarnya di rasakan oleh Yuuji di balik ‘topeng senyuman’nya itu?

“Kemudian, pada saat kaa-san meninggal, kau tidak menangis dan kembali membohongi dirimu sendiri, sambil kembali berkata ‘Semua baik-baik saja’.”

“Semua akan baik-baik saja.”
“Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti, kita juga pasti akan bisa bertemu dengan kaa-san lagi, kalau waktunya sudah tiba.”
“Karena itu, Naruko jangan menangis lagi, ya. Nanti, kaa-san pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini. Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko dan too-san, hidup bahagia sambil tetap mengenang dirinya.”

Apa saat itu, Yuuji merasa sangat terluka dan kehilangan?

“........................”
“Dan juga pada saat, Matsuyama-senpai menolakmu karena sudah memiliki kekasih lain...Kau lagi-lagi bersembunyi di balik ‘topeng’mu tanpa menunjukkan ‘wajahmu yang sebenarnya’. Padahal, hatimu sebenarnya sangat sakit’kan?”

“Sudahlah, aku baik-baik saja, kok.”
“Yah, mungkin aku saja yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah memiliki kekasih. Ha ha, benar-benar payah.”
“Tapi, aku tidak apa-apa, kok. Bukan salah dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini, aku hanya bisa menyalahkan diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh. Iya’kan, Naruko?”
“Tapi tidak apa! Karena aku sudah bisa menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun ini!! Haaah, rasanya melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang selama ini terus kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan kekasihnya yang sekarang.”
“Kalau dia bahagia, maka aku juga pasti akan ba--“

Apa saat itu, ia juga ingin menangis dan berteriak?

“.................”
Onii-chan...Mungkin aku bisa percaya pada ‘senyuman’ itu ketika aku masih kecil. Tapi, aku yang sekarang tidak ingin dibohongi lagi olehmu. Aku ingin melihat senyuman onii-chan yang benar-benar tulus!”
“Naruko...”
“Kau tahu? Kita sudah bersama-sama lebih dari 15 tahun. Tapi jujur saja, aku sama sekali tidak mengenal dirimu yang sebenarnya. Onii-chan yang kukenal adalah onii-chan yang selalu bersembunyi di balik ‘topeng’nya dan terus membohongi dirinya sendiri. Aku ingin kau tersenyum. Tapi ‘senyuman yang sebenarnya’, bukan ketika kau memaksakan dirimu untuk orang lain. Kalau kau sedang bersedih, tidak apa kalau harus menangis ataupun berteriak. Aku...ingin melihat onii-chan yang seperti itu. Aku ingin onii-chan melepaskan ‘topeng’ yang berada di hati onii-chan.”
“..........................”
Onii-chan?”
“Aha ha.”
“!!!”
“Kau ini bicara apa, Naruko? Hey, kau terlalu banyak nonton film, ya? Aku yang berdiri di hadapanmu sekarang ini dan aku yang dulu, yang memeluk Rui-chan, yang menggenggam tanganmu di pemakaman kaa-san, aku yang selalu berkata ‘Semua akan baik-baik saja’ sambil mengusap kepalamu, adalah aku yang ‘sebenarnya’. Bukannya aku sudah bilang padamu? Aku...Tidak pernah berbohong padamu.”
“.................”
“Kau...Melakukannya lagi.” Naruko berkata dengan nada dingin tanpa melihat ke arah Yuuji.
“Kau...”
Naruko melanjutkan,
“Kau selalu seperti ini. Kau mungkin berpikir, dengan kau ‘membohongi’ dirimu sendiri, Onii-chan berpikir kalau orang lain juga akan merasa bahagia. Itulah yang onii-chanketahui’. Tapi...”
..................
....................................
...........................................................
“Yang kau ‘tidak ketahui’...Adalah tiap kali kau ‘membohongi dirimu sendiri’ seperti itu...”
“........................”
“Itu selalu menyakiti diriku lebih dari apapun.”
“...............................”
Onii--“
“Aku mau ke kamar dulu. Hapus air matamu itu.”
Yuuji berkata sambil tersenyum lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Naruko.
“....................”
“Apa....”
“?”
Mendengar Naruko mengucapkan sesuatu lagi, Yuuji menghentikan langkahnya dan sedikit berbalik.
“Apa...Kalau aku mati, kau juga tidak akan menangis?”
Tiba-tiba Naruko berkata dengan suara pelan dan membuat Yuuji tertegun di tempatnya berdiri.
“Naruko!!”
Mendengar ucapan Naruko yang tidak masuk akal itu, Yuuji tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak menyebut nama adiknya itu dengan nada bicara lebih tinggi.
“Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau bicara hal seperti itu?”
“Apa...”
“................”
“Apa kalau aku menghilang dari dunia ini, kau masih bisa bersikap sok kuat dan berkata ‘Semuanya akan baik-baik saja’ sambil tersenyum?”
Butiran air mata itu menetes ke lantai.
“Naruko...apa yang kau katakan? Jangan bicara hal seperti itu.” Jawab Yuuji, berusaha menenangkan Naruko yang sedang kesal.
Dan jawaban Yuuji itu, sama sekali tidak membuat Naruko merasa senang atau apapun.
Justru sebaliknya.
“Akh! Sudahlah!!”
Tiba-tiba, Naruko langsung membalikkan tubuhnya kemudian berlari keluar rumah dan membanting pintu dengan keras.
Yuuji hanya menggaruk rambut bagian belakang kepalanya dan berpikir ‘Mungkin Naruko sedang butuh waktu untuk sendirian dan menenangkan dirinya’.
Ia menghela nafasnya, kemudian kembali berbalik dan berjalan ke ruang tamu.

BRAAAAAAAAAAKH!!!!!!!

“!!!!!!!!!”
NARUKO!!!!
***-***
“Dokter, bagaiman keadaan putri saya?”
Saat ini, ayah Yuuji serta Yuuji sedang berada di rumah sakit.
Mereka berada di depan kamar tempat Naruko di rawat dan dokter yang menanganinya baru saja keluar dari ruangan itu.
Tidak ada yang menyangka kalau Naruko akan mengalami kecelakaan seperti ini.
Ketika mendengar suara tabrakan yang sangat keras itu, Yuuji langsung berlari keluar rumah dan melihat tubuh Naruko yang sudah tergeletak dan berlumuran darah.
“................”
Yuuji hanya terdiam di samping ayahnya yang sedang bicara dengan dokter tersebut.
Bayangan tubuh Naruko yang tidak berdaya kembali terbayang dipikirannya.
“Naruko...” Katanya pelan.
Selesai menyampaikan kondisi Naruko, dokter itupun pergi meninggalkan mereka berdua sendiri.
“Haah...Kenapa hal seperti ini bisa terjadi...?” Tanya ayah Yuuji pada dirinya sendiri sambil menyandarkan diri di dinding rumah sakit yang berwarna putih.
Yuuji yang melihat ekspresi tersiksa yang dibuat oleh ayahnya, perlahan mengangkat tangannya  dan bermaksud menyentuh pundak ayahnya, tapi kemudian mengurungkan niatnya.
Ia menghela nafas dan memejamkan matanya, kemudian tersenyum kecil.
“Semua akan baik-baik saja.”
“.......................Yuuji...?”
Yuuji terlihat bingung sesaat kemudian menggaruk kepalanya.
Etto...Naruko adalah gadis yang kuat. Aku yakin dia akan baik-baik saja. Too-san juga...Harus percaya pada Naruko.”
Ayahnya terdiam sesaat, kemudian menghela nafas pendek.
“Ya, kau benar. Ayah percaya pada Naruko. Yang tidak ayah percayai, adalah kau.” Kata ayah Yuuji sambil menatap ke arah putranya yang sudah beranjak dewasa itu.
Tentu saja, mendengar itu, Yuuji langsung terlihat bingung.
“Maksud too-san?”
“Yuuji...”
“Y--Ya?”
“Apa kau...Tidak ingin menangis?”
“Menangis? Untuk apa?”
“.............Ayah dengar pertengkaranmu dengan Naruko tadi. Selama ini, ayah selalu memperhatikanmu. Yuuji, sampai kapan kau mau terus bersembunyi di balik ‘topeng’mu itu? Sampai kapan kau mau terus ‘tersenyum’ dan ‘membohongi dirimu’ sendiri  seperti itu?”
Too-san...”
“Sampai kapan kau mau terus menutupi perasaanmu yang sebenarnya?”
Too-san...Aku tidak--“
“Iya, kau memang seperti itu.”
“.....................”
“Selalu tersenyum demi orang lain. Selalu membohongi dirimu sendiri demi orang lain. Apa enaknya seperti itu? Apa dengan bersikap kuat, orang-orang disekitarmu juga akan bersikap kuat? Kau salah, Yuuji. Kau salah. Melihatmu yang selalu membohongi dirinya sendiri, melihatmu yang selalu berkata ‘Semua akan baik-baik saja’, membuat semuanya merasa sedih. Kau tahu? Semuanya sangat mengkhawatirkanmu. Semuanya menyayangimu. Karena itu, tolong jangan membohongi dirimu lagi. Tunjukkan wajahmu yang sebenarnya. Tersenyumlah ketika kau ingin tersenyum, menangislah ketika kau ingin menangis.”
“...............”
“Yuuji, kau sudah dewasa. Sudah waktunya bagimu untuk memikirkan perasaan dan dirimu sendiri. ‘Kebohongan’ yang selama ini kau kira akan membuat Naruko dan orang lain itu merasa bahagia dan berhenti meneteskan air mata, justru sebaliknya, semua itu hanya akan membuat orang lain dan dirimu sendiri terluka. Sama sekali tidak ada gunanya.”
“.............................”
“Kau masuklah. Temui Naruko. Ayah harus pulang dan menjaga toko. Sampaikan kondisinya pada ayah.”
Ayah Yuuji berkata kemudian menepuk pundak Yuuji dan berlalu pergi.
Yuuji tak berkata sepatah katapun dan tidak berbalik, melihat kepergian ayahnya.
“....................”
***-***
“..................”
Onii-chan...
Naruko yang mendengar suara pintu terbuka langsung menoleh.
Awalnya ia mengira kalau itu adalah dokter, namun ternyata orang itu adalah Yuuji.
Yuuji berdiri di depan pintu.
Ia ingin melangkah maju dan mendekat ke tempat tidur Naruko.
Namun sesuatu seolah menghalanginya untuk melangkah sehingga ia memutuskan untuk diam di tempatnya.
“...........................”
“Hey.” Kata Yuuji singkat sambil mengangkat sebelah tangannya dan tersenyum.
Senyuman yang sama sekali tidak berubah.
“......................”
Naruko tidak membalas dan hanya terdiam sambil berbaring di tempat tidurnya.
Terlihat perban berwarna putih yang membalut kepalanya.
“...............Kau baik-baik saja?” Tanya Yuuji pada akhirnya.
“Kepalaku masih sedikit pusing.” Naruko menjawab tanpa menoleh ke arah Yuuji sedikitpun.
“Oh.”
“.......................”
“.............Syukurlah kau selamat. Saat melihatmu terbaring di tengah jalan seperti itu, aku khawatir sekali. Aku takut....Kalau terjadi  sesuatu padamu.” Yuuji berkata sambil tersenyum kecil.
Naruko sedikit menoleh ke arah kakaknya itu.
Begitu melihat ‘senyuman’ itu di wajahnya, Naruko langsung memalingkan wajahnya lagi.
“...........................”
“...........................................”
“...................Wajahmu tidak menunjukkan kalau kau sedang khawatir.”
“.............Masa sih?”
“..............................”
“.......Begitu, ya...?”
Meskipun Naruko tidak menjawab pertanyaannya, tapi ia sudah mengetahui jawabannya.
“.........................”
Untuk beberapa saat, tak satupun diantara mereka berdua yang melontarkan kata-kata sehingga ruangan itu terasa sunyi dan juga hening.
“..............................................”
“..............................................................................”
“A--“
Yuuji bermaksud mengatakan sesuatu. Namun berhenti di tengah jalan.
“?” Naruko mengalihkan pandangannya ke arah Yuuji yang kini terdiam.
“....................”
Yuuji menundukkan kepalanya, tanpa mengatakan apapun.
Ketika Naruko akan kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain,
“Aku--“
Yuuji berbicara.
“....................” Naruko kembali melihat ke arah kakak laki-lakinya itu.
“Aku...”
“...............................”
“Aku sudah...Kehilangan kaa-san...”
“!?”
“Kalau........”
“...............................”
“Kalau aku...”
“..................”
“Kalau aku harus kehilanganmu juga disini...”
 Yuuji mengangkat wajahnya.
“Aku harus bagaimana!!!?”
Wajahnya basah oleh air mata.
Naruko yang melihat hal itu hanya bisa terdiam sambil merasa terkejut.
Onii-chan...” Katanya pelan.
Akhirnya, Yuuji yang selalu tersenyum.
Yuuji yang selalu terlihat kuat.
Meneteskan air mata tanda kesedihan.
“Ukh!!! Aku sudah lelah terus seperti ini!!!! Aku muak!! Ukh!!!!” Yuuji berteriak, menangis.
 Onii-chan...
“Apanya yang ‘Semua akan baik-baik saja’!!!? Semua yang aku katakan itu bohong!! Bohong!!!!”
“.........................”
“Saat Rui-chan mati...”

“Ada apa, Naruko?”
“O--Onii-chan...”
“Onii-chan...Rui-chan...Rui-chan sudah...”
Rui-chan...”
“Hiks...Hiks...Rui-chan...”
“Semua akan baik-baik saja.”

AKU TIDAK BAIK-BAIK SAJA!!!!!!
Onii-chan...
“Saat itu....Saat itu, aku!!! AKU!!!! ARGH!!!! Rui-chan adalah sahabat terbaikku!!! Aku sangat sayang padanya!!!!”

“Rui-chan pasti tidak suka kalau Naruko terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu. Maksudku, coba lihat!”
“Coba kau lihat wajah Rui-chan. Ia tidak terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata ‘Naru-chan, jangan menangis, ya. Rui-chan sekarang sudah tenang di surga. Naru-chan juga harus baik-baik saja di sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu, tersenyumlah!’ Begitu katanya.”

“Aku tidak terima!!!!! Aku tidak terima Rui-chan harus mati seperti itu!!!! AKU TIDAK TERIMAAAAA!!!!!!”
“Aku...Beratus-ratus kali atau bahkan beribu-ribu kali ingin berteriak sampai ingin meledak rasanya!!!! Tapi apapun yang kulakukan...Rui-chan tidak akan pernah kembali!!!!! Aku tidak akan pernah bisa melihat wajahnya lagi!!!! Aku ingin bisa bermain bersama dengannya sekali lagi!!!!!!
Onii-chan...
Perlahan, air mata Naruko mulai menetes membasahi pipinya.
Ini adalah pertama kalinya ia melihat Yuuji meneteskan air mata.
Yuuji yang biasanya selalu tersenyum.
Kakak yang biasanya selalu terlihat sangat kuat.
Kini terlihat lemah seperti manusia biasa.

“Rui-chan pasti akan lebih bahagia di sana!”
 “Lagipula, Rui-chan juga sudah cukup tua dan sering sakit-sakitan. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk Rui-chan. Kalau di surga, Rui-chan tidak akan merasa sakit atau menderita lagi.”
“Hm! Dia akan bahagia. Karena itu, Naruko jangan menangis lagi.”

APA YANG SUDAH AKU KATAKAN!!!!? ITU SEMUANYA HANYALAH KEBOHONGAN!!!!

Kira-kira pada saat itu, apa yang sebenarnya di rasakan oleh Yuuji di balik ‘topeng senyuman’nya itu?

Dia menangis.
Di balik topeng itu...
Yuuji menangis seorang diri, tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.
Semua yang ia katakan itu adalah bohong.
Ia menderita.
Ia tidak ingin semua itu terjadi!
Ketika ia memeluk Rui-chan, ketika ia melihat tubuhnya yang berlumuran darah dan tak bernyawa lagi, hati Yuuji benar-benar hancur.
Ketika ia menyentuh Rui-chan pada saat itu,
Rasanya ia ingin berteriak sekencang-kencangnya.

“......................”
“Saat kaa-san meninggal, aku...”
AKU BERKALI-KALI MENGATAKAN PADA DIRIKU SENDIRI BAHWA INI ADALAH MIMPI BURUK!!!!!
“..............”
“Tapi...TAPI!!! Keesokan harinya saat aku terbangun...Aku harus menerima kenyataan bahwa...Bahwa...”
KAA-SAN SUDAH TIDAK ADA LAGI DI SAMPINGKU!!!!!!!!!

“Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti, kita juga pasti akan bisa bertemu dengan kaa-san lagi, kalau waktunya sudah tiba.”

AKU TIDAK INGIN KEHILANGAN KAA-SAN SECEPAT ITU!!!!!
“................”
“Aku masih ingin membuat banyak kenangan bersama dengannya!!! Aku masih ingin hidup bersama dengan kaa-san!!!! Aku ingin kaa-san memelukku!!!!!!!!”

“Karena itu, Naruko jangan menangis lagi, ya. Nanti, kaa-san pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini. Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko dan too-san, hidup bahagia sambil tetap mengenang dirinya.”

AKU TIDAK INGIN MASA DEPAN SEPERTI ITU!!!!!!!!!!
Onii-chan...
“Dan, Naruko...Kau tahu? Hey...Bahkan sampai saat ini...”
........................
......................................................
.....................................................................................
AKU MASIH BELUM BISA MENERIMA KEMATIAN KAA-SAN!!!!!!!!!! AKU TIDAK TERIMAAAAAA!!!! AKU TIDAK BISA MENERIMANYA!!!!!!!! AAAAAAAAAAAAARGH!!!!!!!

Apa saat itu, Yuuji merasa sangat terluka dan kehilangan?

Dia terluka.
Dia sangat kehilangan.
Jauh dari semua orang yang meneteskan air mata saat itu, Yuuji menangis di balik ‘topeng’nya.
Ketika semuanya meneteskan air mata, air mata Yuuji yang menetes paling deras.

“Saat Matsuyama menolak cintaku...HATIKU RASANYA HANCUR!!!!!!!!!

“Sudahlah, aku baik-baik saja, kok.”

APANYA YANG ‘BAIK-BAIK SAJA’!!!!! SIAAAAAL!!!!!



“Yah, mungkin aku saja yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah memiliki kekasih. Ha ha, benar-benar payah.”

“Aku sudah menunggu selama 3 tahun untuk ini!!!!! Tapi---Tapi ternyata!!! Ukh!!!! Aku terlambat!!!”

“Tapi, aku tidak apa-apa, kok. Bukan salah dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini, aku hanya bisa menyalahkan diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh. Iya’kan, Naruko?”

SEMUA ITU BOHONG!!!!!

“Tapi tidak apa! Karena aku sudah bisa menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun ini!! Haaah, rasanya melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang selama ini terus kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan kekasihnya yang sekarang.”

Apa saat itu, ia juga ingin menangis dan berteriak?

Ia berteriak.
Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya.

“Lalu...”
Yuuji melanjutkan,
“Kalau sekarang ini aku harus kehilangan Naruko juga...
............
..............................
.......................................................
“LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!!!!!!!!
Onii-chan...
“Naruko adalah adik yang sangat aku sayangi!! Dan sebagai kakak, aku harus bersikap kuat dan menjagamu!!! Aku harus selalu melindungimu!!!! AKU TIDAK BOLEH SAMPAI KEHILANGANMU!!! AKU TIDAK INGIN KEHILANGAN LAGI!!!! SUDAH CUKUP!!!!!!!!!!!!
“....................”
Onii--“
“Kau benar.”
“?!”
“Kau benar, Naruko! Kau benar!! Aku...Bukanlah orang yang kuat! Aku bodoh! Aku lemah!!! Aku ini hanya seorang ‘pembohong’!!! Aku--Aku bersikap seperti itu supaya Naruko bisa terus tertawa dan tersenyum! Meskipun aku harus terus terluka ribuan kali, asalkan semuanya bahagia itu sama sekali tidak masalah buatku!!! Karena itu aku harus terus tersenyum!!!! Tapi---TAPI!!!!”
Perlahan, Yuuji jatuh terduduk.
“.................”
Ia menundukan kepalanya.
Air mata itu jatuh membasahi lantai.
“Aku--Aku tidak tahu harus bagaimana lagi...Aku--“
“Semua akan baik-baik saja.”
“!!!”
Tiba-tiba, Yuuji merasakan sebuah tangan yang lembut mengusap kepalanya dengan perlahan.
Ia mengangkat wajahnya.
Wajahnya yang basah oleh air mata bertemu dengan wajah Naruko yang juga penuh dengan air mata.
“Naruko...”
Perlahan, Naruko tersenyum.
Ia mendekatkan tubuhnya ke tubuh Yuuji dan memeluknya.
“Hm...Tidak apa-apa. Aku paham bagaimana perasaanmu. Kau sudah menahan semua ini selama bertahun-tahun’kan?”
“Naruko...”
“Hm...Tidak apa-apa. Keluarkan saja semua perasaanmu. Tersenyumlah kalau kau memang bahagia, menangislah kalau kau sedang bersedih atau terluka, berteriaklah ketika kau sedang dalam masalah atau kesulitan. Jangan pernah menahan perasaanmu lagi.”
“Naruko...”
“Tidak apa-apa. Kalau kau tidak bisa ‘tersenyum’ seperti saat itu lagi. Hanya saja, tolong jangan ‘berbohong’ soal itu lagi.”
“Naruko...”
“Tidak apa-apa. Kau tidak harus menanggung semuanya sendirian. Kalau kau merasa malu atau takut, maka aku akan menangis bersama-sama denganmu.”
“Naruko...Naruko! NARUKO!!!!
Yuuji membalas pelukan Naruko dengan erat.
Malam itu, Yuuji menangis di pelukan adiknya itu.
Benar.
Tidak apa-apa untuk menangis ketika kau sedang bersedih.
Tidak apa-apa untuk berteriak ketika kau sedang terluka.
Semua itu adalah bentuk perasaan manusia.
Jangan ‘membohongi’ dirimu sendiri untuk membuat orang lain merasa bahagia.
Tapi, keluarkan saja semua perasaanmu, menangis dan genggam tangannya lalu hadapilah bersama.
Maka dengan cara itu, kita semua akan mendapatkan kebahagiaan yang kita inginkan.
Yuuji...
Akhirnya berhasil menemukan ‘wajahnya yang sebenarnya’ yang telah lama ia lupakan...

“Naruko, dengarkan ibu, ya.”
“Ya...”
“Kakakmu selama ini hanya berbohong.”
“Bohong?”
“Ia membohongi dirinya sendiri untuk bersikap kuat padahal sebenarnya ia ingin menangis, ia juga ingin berteriak sekeras-kerasnya. Ia tersenyum agar orang lain juga tersenyum. Tidak peduli apakah ia harus membohongi dirinya sendiri beribu-ribu kali dan memendam semua perasaannya.”
“................”
“Karena itu...Ibu minta tolong, ya, Naruko.”
...................................
“Tolong hilangkan ‘topeng’ yang selama ini terus menyelimuti hati kakakmu, dan bantu dia untuk mengingat ‘wajahnya yang sebenarnya’...”
“.................”
“............Ya!!”

Naruko melepas pelukan Yuuji perlahan dan menatap wajahnya, kemudian tersenyum dan berkata,
“Coba lihat! ‘Anak laki-laki yang selalu membohongi dirinya sendiri’ itu... Sekarang sudah menghilang.”
Yuuji terdiam, memperhatikan Naruko, kemudian, tanpa berusaha menghapus air matanya, pemuda itu tersenyum,
“Ya!”
Itu adalah...
Senyuman’ yang sebenarnya...
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar