Selasa, 26 Agustus 2014

Story : Waiting For You

Story : Waiting For You


*Another One-Shot Story :  First Love Butterfly

                                             Yuuji's Smile
                                    
                                            Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream 
      
                                            One Hundred Years Cherry Blossom Tree 

                                            Rainy Girl

                                      
                                            Star Gazer 

                                            Terdiam

                                            Our Sweet Moment

                                             21 January      

* Read Another Stories :



WAITING FOR YOU
 Nee...Sampai kapan kau mau terus menunggunya seperti itu, Azusa?” Tanya seorang pemuda berambut hitam pendek ke arah seorang gadis bernama Azusa. Mereka duduk saling berhadapan  di sebuah cafe yang terletak di tengah kota .
Azusa menghela nafas pelan.
“Aku tidak mengerti, Satoshi...tapi aku akan terus menunggunya sampai ia kembali lagi...”.
Satoshi mengaduk kopi panas dihadapannya.
“Sampai kapan?”.
“Sampai dia kembali lagi ke sisiku” Jawab gadis berambut hitam panjang itu singkat
“Iya, tapi sampai kapan? Bahkan sampai saat ini belum ada kabar darinya. Kau yakin...dia akan kembali kemari?” Tanyanya dengan nada sedikit ragu.
Azusa terdiam lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Jalanan yang ramai terlihat dengan jelas di matanya. Diantara kerumunan orang-orang itu, terlihat pula mereka yang sedang bercanda dan tertawa ria bersama dengan pasangan mereka masing-masing. Saat itu, bayangan ‘orang itu’ kembali melintas.
“Dia sudah janji” Katanya dengan suara pelan.
“Apa menurutmu dia akan menepati janjinya?” Tanya Satoshi masih dengan keraguan.
“Aku tahu seperti apa Seta itu. Selama 5 tahun aku menjalin hubungan dengannya, dia tidak pernah mengingkari janjinya” Berlawanan dengan nada bicara Satoshi yang ragu, nada bicara Azusa terdengar penuh dengan keyakinan dan kepercayaan.
“Itu dulu. Ketika kau dan dia masih berhubungan. sekarang sudah hampir 3 tahun dia pergi meninggalkanmu. Apa kau yakin dia masih orang yang sama dengan yang kau kenal dulu?” Satoshi mengangkat cangkir kopinya dan mendekatkannya ke mulutnya.
“Satoshi, dengarkan aku...aku yakin Seta tidak akan berubah. dan, aku yakin dia pasti akan kembali lagi kemari. Ke sisiku, bersama denganku. Jadi, tolong berhentilah bertanya seperti itu. Kumohon.” Kata Azusa dengan ekspresi sedih.
Satoshi hanya bisa menghela nafasnya dan menggaruk rambutnya.
“Iya, iya aku paham...Kalau kau berpikiran seperti itu, maka aku tidak akan bertanya hal yang macam-macam lagi. Maaf, ya...”.
“Tidak apa-apa. Kau tidak perlu meminta maaf. Terima kasih, Satoshi...karena kau sudah mau menemaniku” Azusa bangkit dari kursinya dan berjalan pergi meninggalkan Satoshi seorang diri.
Satoshi memperhatikan detik-detik kepergian Azusa sampai pada akhirnya, gadis manis itu tak terlihat lagi. Ia mengalihkan pandangannya ke cangkir kopi di hadapannya yang masih tersisa setengahnya. Perlahan, ia menggenggam cangkir itu dengan erat.
“Azusa...anda saja kau tahu...”.

“Aku Minamoto Azusa, seorang gadis yang kini telah menginjak usia 25 tahun. Laki-laki tadi, Fukushima Satoshi, sahabat baikku sejak kecil yang selalu ada untukku. Kemudian, Seta Kyoushirou...”.

Azusa menghentikan langkahnya dan terdiam di tepi jalan, diantara kerumunan orang-orang yang melintas.

“Seta Kyoushirou... kekasihku yang telah menjalin hubungan bersamaku selama 8 tahun. Awal pertama kali aku dan Seta bertemu adalah ketika SMA. Saat itu, Seta sangat terkenal diantara para murid dan banyak menarik perhatian gadis-gadis termasuk diriku. Namun,aku sangatlah pemalu dan tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Rasanya, seperti aku dan dia tidak ditakdirkan untuk bersama. Demo...keyakinanku yang kecil itu berubah...menjadi bunga-bunga yang indah ketika aku menginjak usia 17 tahun...”.

“Minggir!” Seorang pria menyenggol Azusa dan membuyarkan lamunannya. Dengan cepat, gadis berambut panjang sepunggung itu kembali melangkahkan kakinya.
***-***
Kaa-san...Aku pulang!” Kata Azusa sambil melepaskan sepatunya.
“Ah...Azusa, Selamat datang.” Balas seorang wanita paruh baya sambil berjalan pelan mendekati Azusa.
Azusa melihat ke sana kemari seolah berusaha mencari sesuatu, kemudian ia menggaruk rambutnya dan menatap ibunya lagi.
Nee...sudah ada kabar dari Seta?” Tanya Azusa.
“Seta? Tidak, tidak ada surat atau telepon darinya” Jawab ibu Azusa.
Mendengar itu, ekspresi wajah Azusa terlihat sedih.
“Begitu?...mungkin besok...atau mungkin lain kali...” Azusa berjalan perlahan melewati ibunya.
Ketika ia berjalan, ia mengalihkan pandangannya ke sebuah foto yang terletak didinding. Di foto itu, terlihat beberapa orang berkumpul di dekat Azusa dengan ekspresi bahagia.

“Foto itu...adalah foto yang diambil ketika ulang tahunku yang ketujuh belas bersama dengan teman-teman dan keluargaku”.

Sesaat, ia memperhatikan wajah-wajah di foto itu yang kini sudah beranjak semakin dewasa dan bahkan sudah ada yang hidup dengan pasangan mereka masing-masing. Namun sayangnya, seiring dengan itu juga, mereka kini tidak pernah saling kontak lagi. Entahlah...mungkin mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Ekspresi wajah Azusa sedikit berubah ketika ia sampai pada wajah seorang laki-laki berambut agak kecoklatan yang memakai kacamata.

“Laki-laki berambut kecoklatan yang agak sedikit panjang itu...adalah Seta. Jujur saja, aku sama sekali tidak menyangka kalau ternyata ia juga menyukaiku dan menyatakan perasaannya padaku saat hari ulang tahunku yang ketujuh belas. Sungguh hadiah yang tidak ternilai...”.

Azusa terdiam sesaat kemudian menghela nafas pelan. Tiba-tiba...
“Tunggu sebentar, Azusa” Ibu Azusa menarik tangan putrinya itu.
“Hm? Ada apa>” Tanyanya.
“Aku hanya ingin mengatakan sesuatu. Kuharap kau mau mendengarkanku kali ini” Ekspresi wajahnya berubah serius.
“Tentang apa? Apa masalah penting?” Tanya gadis itu semakin penasaran.
Ibunya menganggukkan kepala pelan.
“Iya, ini sangat penting”.
***-***
Kaa-san menyuruhku untuk melupakan Seta?!” Kata Azusa kaget sambil berdiri dari atas sofa di ruang tamu.
“Iya. kau harus melupakan laki-laki itu” Kata ibu Azusa pelan.
“Ke--Kenapa?! Kenapa kaa-san berkata seperti itu? Kenapa aku harus melupakan Seta!!?”.
“Seta tidak akan pernah kembali! Ini sudah saatnya bagimu untuk mencari pengganti Seta!!” Suara ibu Azusa mulai berubah menjadi lebih keras.
“Seta pasti akan kembali!! Dia sudah berjanji padaku!!! Dia pasti akan kembali!!!!” Bantah Azusa.
“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” Ayah azusa yang mendengar suara teriakan mereka berdua, turun dari lantai 2 sambil membawa koran yang sedang dibacanya.
Too-san!! Kaa-san menyuruhku untuk melupakan Seta!!! Mana mungkin ak—“.
“Lalu memangnya kenapa? Too-san yang menyuruh kaa-san untuk menyampaikan hal itu padamu” Katanya, menyela ucapan Azusa.
Too-san yang--!!?? Ke--Kenapa??!!” Teriak Azusa bingung.
“Karena, laki-laki itu memang tidak akan pernah kembali lagi. Aku tahu kalau kau tidak ingin menghianati cinta kalian berdua...tapi Azusa...kau harus lihat kenyataannya. Tidak ada gunanya bagimu untuk menunggu laki-laki seperti itu. Kau tidak sadar?! Dia sudah pergi meninggalkanmu selama 3 tahun! Tanpa kabar sama sekali!! Jika dia memang masih mencintaimu, dia pasti akan meneleponmu atau mengirim surat padamu! Tapi kenyatannya tidak’kan!?”.
“Mungkin dia sibuk!!” Bantahnya lagi.
“Sesibuk apapun seseorang mereka pasti masih memiliki waktu untuk orang yang mereka cintai. Azusa, sudah waktunya kau memikirkan masa depanmu sendiri. Menunggu laki-laki tidak jelas yang kau bilang akan menjadi calon suamimu di masa depan nanti, hanya akan membuat kehidupanmu tidak terarah” Tambah ayah Azusa.
Ibu Azusa mendekati putrinya dan menepuk bahunya.
Too-san benar, Azusa. Sudah Waktunya kau mencari pengganti Seta. Orang yang memang benar-benar layak untuk memilikimu sepenuhnya dan tidak akan meninggalkanmu seperti ini”.
“Kalian berdua tidak mengerti!! Seta pasti akan kembali!! Kami pasti akan menikah!” Teriak Azusa sambil berlari menuju kamarnya.
“Azusa!! Azusa!!!!” Panggil kedua orang tuanya serentak.
***-***
Azusa terdiam seorang diri di dalam kamarnya yang gelap. Perlahan, ia duduk di atas tempat tidurnya kemudian menyalakan laptop-nya. Cahaya dari layar laptop itu membuat sedikit cahaya di dalam ruangan gelap itu.
Ia kemudian membuka sebuah folder yang berisi kumpulan foto-fotonya dengan Seta. Senyuman laki-laki yang telah mengisi hatinya itu...kembali terbayang dibenaknya.

“Saat-saat bersama dengan Seta adalah saat yang terbaik dalam hidupku. Dia baik dan pengertian. Dia juga selalu memberikan kejutan-kejutan untukku dan sangat romantis. Tapi...satu hal yang paling kusuka darinya adalah...karena dia adalah milikku...tak seorangpun boleh memilikinya selain diriku. Aku tahu, kami ditakdirkan untuk bersama sejak dia menyatakan perasaannya padaku. Sampai saat ini, kami sudah 8 tahun berpacaran meskipun selama 3 tahun...dia pergi meninggalkanku seorang diri...”.

Air matanya mulai menetes ketika memperhatikan foto mereka berdua saling bergandengan tangan di atas sebuah jembatan kecil berwarna putih dengan langit sore yang menjadi latar belakangnya.

“Meskpun aku tidak ada di sisimu...aku tahu kau akan baik-baik saja...”.

“Aku harus...ini semua untuk masa depanku...”.

“Aku tidak akan melupakanmu...”.

“Aku pasti akan kembali lagi”.

“Ketika saat itu datang, aku ingin kau memelukku dengan erat dan menyambutku dengan senyuman hangatmu...”.

“Ah...satu  hal lagi...”.

“Aku akan selalu mencintaimu, Azusa...”.

Kalimat itu kembali terngiang di telinga Azusa. Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Seta sebelum ia pergi ke Amerika...suara terakhir yang ia dengar...dan terakhir kali ia melihat sosok Seta...

“Meskipun begitu, aku percaya pada Seta. Ia sangat mencintaiku sama seperti aku mencintainya...aku hanya bisa percaya...percaya bahwa dia akan kembali lagi kemari...”.

Air mata itu sudah tak bisa terbendung lagi dan mengalir dengan deras. Ia lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan telepon genggamnya kemudian memencet nomor Seta. Sayangnya, sejak kepergian Seta ke Amerika...nomor itu tidak bisa dihubungi lagi...
Azusa hanya bisa menggenggam telepon genggamnya dengan erat sambil berbicara pelan.
Nee...Kau ada di mana...? Apa yang kau pikirkan saat ini...? Hey...aku merindukanmu...kenapa kau tidak menghubungiku...? Apa kau sedang sangat sibuk? Meskipun begitu...apa kau selalu mengingatku setiap saat...?
Jujur saja...sejak kau pergi saat itu...aku selalu memikirkanmu...setiap saat...bahkan mungkin tiap detik...Sudah ribuan kali aku menyebut namamu...Hey, apa kau juga selalu menyebut namaku di sana?”.
Azusa berusaha menghapus air matanya.
“Seta...terkadang muncul di dalam pikiranku...apakah suatu saat nanti akan datang hari di mana aku bisa terbiasa tak melihatmu setiap hari, tak mendengar suaramu, dan tak merasakan genggaman hangat dari tanganmu...Benar juga...kita  selalu berjalan di jalan yang sama...entah sejak kapan jalan itu menjadi terpisah...Hey...
Apa kau sudah melupakanku...? Apa kau sudah melupakan semuanya...?
Ah...Maaf...Tak seharusnya aku berkata seperti itu...Tidak mungkin aku bisa melupakanmu seperti itu...dan tak mungkin kau melupakanku seperti itu...
Seta...sampai hari di mana aku bisa bertemu denganmu lagi...dengan senyuman hangat itu...Aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu dan semua kenangan manis yang telah kita buat...aku hanya ingin bisa percaya dengan keajaiban itu sekali lagi...bahwa kau akan kembali lagi ke sisiku...Aku percaya...bahwa perasaan ini akan sampai padamu...aku akan terus menunggumu...
Dan...
Aku juga sangat mencintaimu, Seta...”
***-***
1 bulan kembali berlalu sejak saat itu. Sampai saat ini...belum ada kabar dari Seta...

Pusat kota...

Nee...Azusa...hari Minggu besok ada karnaval di pusat kota. Bagaimana? Kau mau datang bersamaku...?” Tanya Satoshi sambil berjalan di samping Azusa.
Etto...aku sedang tidak berminat untuk pergi ke karnaval. Seperti anak kecil saja...” Katanya sambil tertawa kecil.
“Jangan bicara seperti itu. Bagaimanapun kau itu butuh hiburan! Darpada terus memikirkan Se—“ Sebelum Satoshi sempat menyelesaikan ucapannya, Azusa langsung tertegun. senyuman di wajahnya langsung lenyap begitu saja.
“A--Ma--Maaf...aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu...” Katanya menyesal.
“Tidak apa-apa...kau tidak perlu minta maaf. Lagipula kau tidak membuat kesalahan apapun...” Jawab Azusa dengan senyuman kecil yang dipaksakan.
Melihat sahabat baiknya merasa sedih akibat terus memikirkan Seta, Satoshi jadi ikut merasa tidak enak. Ia kemudian menghentikan langkahnya.
Etto...kenapa kau berhenti, Satoshi?” Tanya azusa bingung.
Nee...Azusa...” Kata Satoshi pelan.
“Apa?”.
“...............”.
“.................................”.
“......................................................”.
Nee...tidak bisakah kau melupakan Seta...?”.
Azusa tertegun.
“Maksudmu...apa?”.
“Maksudku adalah...aku ingin kau melupakan Seta...dan hidup bersama dengan laki-laki lain yang lebih baik” Jawabnya.
“Kenapa...” Tubuh Azusa mulai sedikit bergetar.
“Kenapa kau tanya? Itu karena aku khawatir padamu! Tiap hari, yang ada dipikiranmu hanyalah Seta! Aku tahu kalau kau sangat mencintai laki-laki itu!! Tapi...bagaimana dengan ayah dan ibumu? Lalu...bagaimana denganku...?” Kata Satoshi.
“Sudahlah...aku tidak ingin kita membicarakan masalah ini lagi. Ayo” Azusa langsung kembali melangkah tapi kemudian Satoshi langsung menarik tangannya.
“Azusa”.
“Lepaskan aku...”.
“Azusa!!”.
“Kubilang lepaskan aku!!”.
“Azusa!!!”.
Azusa langsung menarik tangannya dan melepaskan genggaman tangan Satoshi.
“Sudah kubilang lepas—“.
LIHAT AKU!!! Teriak Satoshi sambil memegang bahu Azusa dengan kedua tangannya.
“Kenapa!!? Kenapa begitu susah bagimu untuk melupakannya!!? Kenapa kau bersikeras untuk terus menunggunya!!!? Bagaimana kalau ia tidak akan pernah kembali lagi!!!? Apa kau akan terus menunggunya seumur hidupmu!!?” Teriak Satoshi cukup keras. Pandangan orang-orang mulai tertuju ke arah mereka berdua.
“Iya!! Aku akan terus menunggunya seumur hidupku!! Tak peduli berapa lama!!! 1 tahun lagi...tidak...bahkan jika aku harus menunggu selama  10 tahun lagi, aku akan terus menunggunya!!” Teriak Azusa.
Baka!!!! Kenapa kau bisa sangat mencintai laki-laki seperti itu!! Na—“.
DIAM!!!!!!!” Azusa langsung melepaskan tangan Satoshi dari bahunya.
“Kenapa!!!? Apa bedanya Seta dengan laki-laki lain!!? Apa yang dia miliki dan tidak dimiliki oleh laki-laki lain sehingga kau bisa sangat mengangguminya seperti itu!!?”.
“Tolong...Mengertilah perasaanku...” Air mata Azusa mulai menetes mengalir di wajahnya.
“Aku mengerti kamu, Azusa!! Yang tidak kumengerti adalah...kenapa perasaanmu terhadap Seta bisa sekuat itu!!!? Azusa...kumohon...sudah waktunya kau melupakan Seta...dia tidak akan kembali lagi...sudah waktunya bagimu untuk mencari penggantinya...” Satoshi kembali berusaha menggenggam tangan Azusa.
Lepaskan aku!!!!!!!” Teriak Azusa keras kemudian langsung berlari meninggalkan Satoshi seorang diri.
“Azusa!! Azusa!!!” Panggil Satoshi.
“Tidak...aku tidak bisa terus seperti ini...Azusa memang sangat mencintai Seta...dan tidak mungkin melihat ke orang lain...apalagi orang seperti ku ini.
 Aku ...hanya ingin dia tahu...
Azuza...Sebenarnya aku sangat menyukaimu...”.
***-***
“Haaah....haaah...” Azusa berusaha mengatur nafasnya.
Ia berlari tanpa memperhatikan ke arah kemana ia pergi dan tanpa sadar ia sudah berada di suatu jembatan kecil berwarna putih dengan langit sore yang indah sebagai latar belakangnya.
Ya. Tempat favorit mereka berdua sekaligus tempat Azusa terakhir kali melihat Seta.

“Sudah hampir 3 tahun ini aku tidak pernah kemari lagi...ternyata tempat ini sama sekali tidak berubah sejak saat itu...”.

Bayangan Seta yang berjalan pergi tanpa menoleh ke arahnya itu kembali terbayang.

“Seta...apa kau masih ingat dengan tempat ini...? Hey...dengarkan aku...aku masih ada di sini...di tempat kita berdua...”.

Azusa mengalihkan pandangannya ke arah langit dan mengangkat kedua tangannya.

“Seta...meskipun saat ini kita terpisah jauh...tapi aku tetap yakin kalau kita berada di bawah langit yang sama. Dan aku yakin...suatu saat nanti...kita berdua pasti akan kembali bertemu...di sini...di tempat ini...
Sampai saat itu tiba...aku akan terus menunggumu...”.

Tap Tap Tap

Azusa tertegun. Suara langkah kaki seseorang terdengar berjalan mendekatinya. Perlahan, Azusa menolehkan kepalanya ke samping dan...
“Ah...Bohong...Ini bohong’kan?Kata Azusa terbata-bata begitu melihat sosok yang berjalan dengan perlahan ke arahnya.
“Se—Seta!!!” Teriak Azusa sambil langsung berlari dan memeluk kekasihnya itu.
“Syukurlah, Seta...Ah...A—aku sangat merindukanmu!! Aku...selalu memikirkanmu setiap saat sejak kau pergi...!! Satoshi dan kedua orang tuaku tidak percaya kalau kau akan kembali dan...dan...mereka memaksaku untuk melupakanmu!!! Tapi...aku selalu percaya padamu! Bahwa kau pasti akan kembali!! Bahwa kau akan kembali lagi bersama denganku di sini!!! Dan ternyata...aku benar...kau kembali...kau ternyata benar-benar kembali lagi...Terima kasih banyak...Seta...”.
Azusa mempererat pelukannya.
“Seta...Aku selalu mencintaimu.”
Mereka berdua berpelukan selama beberapa saat, sampai pada akhirnya Seta melepaskan pelukan Azusa...
“Azusa...Maaf’kan aku...”.
Azusa tertegun.
“Seta?”.
Seta berbisik pelan di telinga Azusa.
Aku ingin kau melupakannya”.
“A—“ Azusa terdiam. Rasanya mulutnya terkunci dengan sangat rapat.
Perlahan, tangannya menggenggam tangan Seta yang entah kenapa terasa sangat dingin...tak sehangat biasanya...seolah...semua perasaan cintanya telah menghilang...
“Ke--Kenapa....?” Kata Azusa pelan, tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
Tiba-tiba...seorang gadis manis muncul dari belakang dan berjalan ke samping Seta. Seta melepas genggaman tangan Azusa dan menggandeng tangan gadis itu dengan sangat erat...
“Aku tidak mengerti...” Kata Azusa sambil menggelengkan kepalanya.
Seta menundukkan kepalanya kemudian merogoh sakunya. Ia mengeluarkan sesuatu dan menyerahkannya kepada Azusa.
“Ah...” Azusa hanya bisa terdiam ketika melihat undangan pernikahan Seta dengan gadis itu.

“Jadi...seperti ini...aha ha ha...aku mengerti sekarang...semua ini bukan mimpi...semua ini kenyataan...Seta...”.

Air mata itu kembali menetes perlahan membasahi wajahnya.
“Azusa...Aku benar-benar minta maaf...”.
Azusa tersenyum kecil.
“Diam...”.
“Azusa...Aku...“ Kata seta berusaha mendekati Azusa dan meminta maaf.
“Aku mengerti” Kata gadis itu sambil berjalan mundur.
“Kau baik-baik saja?” Tanya gadis yang sebentar lagi akan menikah dengan Seta itu.
“Aku baik-baik saja!!” Teriak Azusa sambil berusaha mengusap air matanya.
“Azusa...” Kata Seta pelan sambil berusaha mendekati Azusa.
“Jangan dekati aku...kumohon jangan dekati aku...onegai...”.
Perlahan, Azusa berbalik dan kembali berlari.

“Yang kudapatkan setelah 3 tahun menunggu ini ternyata hanyalah sebuah kepalsuan...Seta memang mencintaiku...tapi setelah ia pergi meninggalkanku dan menemukan seseorang yang lebih baik dariku...ia langsung meninggalkanku begitu saja...
Jujur saja...hatiku masih terasa sangat sakit...ternyata seperti ini rasanya dikhianati...penantianku selama 3 tahun ini sia-sia...Aku merasa sangat bodoh karena telah merelakan waktu 3 tahun yang berharga hanya untuk  menunggu orang yang tidak layak untuk kutunggu...benar-benar bodoh...”.

Seharian penuh, Azusa terdiam di dalam kamarnya. Kedua orang tuanya sangat khawatir dan membujuknya untuk keluar dan makan, tapi sayangnya Azusa tak mendengarkan mereka dan tetap terdiam di dalam kamarnya. Kedua orang tua Azusa mengerti apa yang sedang dialami oleh putri mereka satu-satunya itu. Dan mungkin...ia memang membutuhkan waktu seorang diri selama beberapa saat...

“Nee...Azusa...Pagi...” Kata Satoshi melalui telepon.
“Pagi...” Jawab Azusa pelan.
Ano...aku...hanya ingin tahu...”.
Apa?”.
K--Kau baik-baik saja...?”.
“Aha ha ha...Aku baik-baik saja...” Jawabnya sambil tertawa kecil.
Hening...
“Satoshi?”.
Ah! M--Maaf!!” Kata satoshi tiba-tiba.
“Untuk apa?” Tanya Azusa dengan nada penasaran.
U—untuk semuanya...untuk yang kemarin dan...yah...A—aku sudah dengar beritanya...Aku—turut menyesal...” Kata Satoshi sedikit terbata-bata.
Azusa tersenyum kecil.
“Untuk apa kau menyesal? Ini bukan salahmu...juga bukan salah Seta...ini semua adalah salahku...”.
A—Azusa!! Kenapa kau berkata seperti itu?”.
“Bukan salahmu menyuruhku untuk melupakan Seta...dan bukan salah Seta juga untuk mencari wanita yang lebih dariku...Ini semua salahku karena aku tidak mendengarkan ucapanmu...Maaf’ya...Satoshi...waktu itu aku berteriak ke arahmu...”.
“Tidak apa-apa! Waktu itu aku juga berteriak ke arahmu...jadi aku juga salah...E—etto...nee...Azusa...sekarang kau sedang apa?”.
“Aku...sedang melakukan sesuatu...” Jawab Azusa.
Azusa sedang terduduk di atas tempat tidurnya sambil membuka laptop-nya. Perlahan, ia membuka folder yang berisi kumpulan foto-nya dengan Seta. Sesaat, ia tersenyum dan memandangi foto itu sekali lagi...sebelum ia menekan tobol ‘delete’ dan menghapus semua foto itu...untuk selamanya...

“Aku tahu. Tidak mungkin selamanya aku hidup di dalam sebuah penyesalan...tidak ada yang salah dengan menunggu seseorang yang kita cintai...meskipun ternyata ketika mereka kembali lagi...mereka sudah kehilangan rasa cintanya terhadap kita...setidaknya kita berhasil membuktikan rasa cinta kita kepada mereka meskipun sangat menyakitkan...
Begitu juga dengan Seta...tak ada salahnya jika ia berusaha mencari yang terbaik. Dan, ternyata memang ini semua kesalahanku karena berpikiran bahwa Seta-lah yang terbaik untukku padahal ada banyak sekali orang yang mungkin mencintaiku... jauh lebih dalam dari Seta...
Mungkin sejak awal...aku dan Seta memang tidak ditakdirkan untuk bersama...Karena itu aku tidak bisa marah dengan takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan sendiri...karena mau bagaimanapun juga...semua ini telah diatur...Jauh sebelum kita lahir ke dunia ini...”.

“Ah...Aku mengerti! Nee...Azusa...besok...mau tidak kau pergi denganku ke karnaval di pusat kota...? A—aku tahu kalau kau telah menolakku waktu itu...Ta--Tapi...!! Bagaimanapun juga...aku ingin pergi bersama dengan Azusa!!!”.
Azusa tertegun mendengar ucapan Satoshi yang tiba-tiba itu. Ia terdiam sejenak kemudian tersenyum.

“Biarlah hari-hari di mana aku bertemu dan jatuh cinta dengan Seta...hari-hari di mana kita berdua menghabiskan waktu sambil bergandengan tangan...Biarlah itu semua menjadi kenangan indah yang akan membimbingku...untuk menciptakan kenangan yang baru...dan jatuh cinta sekali lagi...
Penantian panjang selama 3 tahun itu...kini telah berakhir...Sekarang...mungkin sudah saatnya bagiku untuk mengganti waktu 3 tahun yang telah kubuang untuk menunggu Seta dengan kisah cinta yang baru. Seseorang yang memang pantas untuk kutunggu...dan kuberikan seluruh cintaku...

“Kemanapun boleh...
Lalu...
 Aku ingin selalu bisa bersama denganmu...”.
THE END
 A/N : Hai, minna XDD
ini sebenarnya salah satu ceritaku yang lama
Mungkin setelah ini aku bakal upload cerita-cerita lama yang pernah aku bikin :)

Sankyuu!

Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar