Hide and Seek
(Don’t let Her Find You...)
* Read :
Prologue
Prologue
Chapter 3 Rahasia di Balik Senyuman Aoi
Yukari, Ryo dan Aoi memutuskan
untuk pergi ke rumah bekas keluarga Yamasaki.
Mereka ingin mencari dan menolong
adik teman Yukari, Fukuda Chizuko yang sepertinya menghilang di sana (terlihat
dari bukti bola milik adik Chizuko yang ditemukan di dalam rumah itu).
Ketika mereka bertiga telah
sampai di rumah tersebut, aura yang misterius langsung menyambut mereka.
Pagar yang tidak terkunci, dan
pintu rumah yang terbuka.
Dengan perasaan takut dan
was-was, mereka masuk ke dalam rumah tua itu.
Tapi, hal pertama yang menyambut
mereka di sana pertama kali, bukanlah penampakan dari hantu si anak kedua yang
meninggal karena terbakar oleh api, melainkan sosok yang tidak asing lagi.
“Kau!!?” Teriak Yukari kaget.
“Ti--tidak mungkin’kan!?” Aoi
berkata sambil memegang lengan seragam Yukari.
Ryo juga memasang ekspresi marah
di wajahnya dan dengan keras, ia berteriak menyebut nama ‘orang itu’.
“Apa...apa yang kau lakukan di
sini!!?”
“KAZUYA!!!?”
“Fu fu fu.”
Sambil mengangkat sebuah tas yang
dibawanya, ia tersenyum.
Senyuman itu...hanyalah senyuman yang dimiliki
oleh seorang iblis...
Setelah itu...yang terjadi
adalah...
Kazuya...
Menodongkan sebuah pisau ke arah
mereka bertiga.
“Kalian...mau main atau mati?”
***-***
“Kazuya!!? Apa-apaan kau!?”
Teriak Yukari.
“Azamaki-kun...apa kau sengaja
menunggu kami di rumah ini?”
Kazuya tertawa kecil.
“Fu fu fu, ternyata Asahina sudah
berhasil menebaknya. Ya, memang benar. Sebelum kalian kemari, aku sudah menuju
dan bersembunyi di dalam rumah ini. Tentunya, untuk memberi kejutan pada
kalian.”
“Kalau itu tujuanmu, kau memang
telah berhasil.” Ryo berkata dengan nada dingin.
Kazuya berjalan mendekati mereka
sambil terus mengacungkan pisau itu. Pandangan mereka bertiga tidak bisa lepas
dari pisau yang dibawa Kazuya.
“Lucu, ya? Padahal kalian bilang
takut dengan rumah ini? Dengan tempat ini? Tapi kenapa kalian malah ke sini?”
“Memang itu urusanmu?!” Kata
Yukari kasar.
“Fuh, jangan marah-marah seperti
itu, Yukari. Aku sama sekali tidak berniat buruk, kok. Lagipula, ini semua
berkat Yukari.”
Kazuya berkata dan mendekati
Yukari, mendekatkan pisau itu ke wajah gadis itu.
“Apa maksudmu?”
“Fu fu, maksudku adalah...aku
tahu kalau Yukari akan datang kemari untuk menolong adiknya Fukuda. Yah...aku
tahu Yukari itu orang yang seperti apa. Kau memang baik, Yukari. Dan kebaikanmu
itu ternyata juga berguna untuk rencanaku. Kan sudah kubilang tadi...kalian pasti
akan datang kemari.” Kata Kazuya dengan senyuman licik di wajahnya.
Aoi menarik Yukari mundur ke
belakang dan berdiri di hadapan Kazuya.
“Aoi!!”
“Aku sama sekali tidak mengerti,
Azamaki-kun! Maksudmu, kau memanfaatkan gosip mengenai adik Fukuda-san yang
hilang di rumah ini, kemudian memanfaatkan perasaan Yukari-chan!! Kau tahu
kalau Yukari-chan pasti akan berusaha menolong adik Fukuda-san dan sudah
menduga kalau kami akan datang kemari! Setelah itu kau menjebak kami di sini!!
Apa yang sebenarnya kau inginkan!?” Aoi yang biasanya bersikap tenang dan
lembut, kini terlihat sangat marah dan kesal. Berbeda dengan Aoi yang selama
ini mereka kenal.
Perkataan Aoi membuat Kazuya
terdiam, namun, beberapa saat kemudian, senyuman itu kembali muncul di
wajahnya.
CRAAATT!!
“Kyaaa!!” Teriak Aoi kemudian
terjatuh.
“Asahina!!”
“Aoi!!” Teriak Yukari sambil
memegangi tubuh Aoi yang terjatuh ke lantai.
“Ugh...” Aoi berkata sambil
berusaha menahan rasa sakit.
“Aoi! Aoi!! Kau baik-baik saja!?”
Aoi tidak menjawab, tapi ia terus
memegang bagian pipinya.
Yukari kemudian menyadari bahwa
darah yang segar telah menetes dari pipi Aoi .
Kazuya menyerang Aoi dengan
pisau?
Menyerang temannya sendiri!?
“Ukh!!” Yukari bangkit berdiri.
Ia tidak bisa menahan amarahnya
lagi.
Laki-laki dihadapannya itu sudah
terlalu berbuat banyak.
Tidak bisa dimaaf’kan!!
“Tidak bisa dimaaf’kan!!
Beraninya kau berbuat begitu pada Aoi!! Apa yang sebenarnya kau inginkan!?
Kenapa kau melakukan ini pada kami!!!? Dasar sialaaaan!!!!!!!!!!!!” Yukari
berteriak dengan sekuat tenaga ke arah Kazuya sampai nafasnya terasa sesak.
Namun Kazuya tidak merespon
pertanyaannya dan hanya memasang senyuman licik.
“Haah...ah...kau!!!” Yukari
langsung berlari dan mengarahkan pukulannya ke arah Kazuya.
Bats!!
Pukulan pertama berhasil
dihindari oleh Kazuya.
Tapi Yukari tidak berhenti sampai
di sana.
Selanjutnya, ia menendang ke arah
tubuh Kazuya, tapi dengan mudah Kazuya kembali menghindarinya.
“Oh, hanya segitu kemampuanmu?”
Kazuya berkata dengan nada
dingin. Sangat dingin bahkan melebihi kedinginan hati Ryo.
Rasanya, dia seperti bukan
manusia saja.
“KAZUYAAAAAAA!!!!!!!!!”
Craaash!!!
“Kuh!!!”
“Yukari-chan!!!”
Yukari mundur ke belakang
beberapa langkah.
Ia kemudian merasakan rasa sakit
yang amat sangat dari perut bagian kanannya.
Ketika ia melihat, ternyata
perutnya sedikit tergores oleh pisau itu.
Hampir saja Kazuya menusuknya.
“Yukari-chan! Kau tidak
apa-apa?!” Aoi berteriak khawatir sambil tetap duduk di atas lantai.
Sambil terus memegang luka di
tubuhnya, Yukari kembali berlari ke arah Kazuya dengan kecepatan luar biasa.
“Sadarlah, Kazuya! Apa yang
sebenarnya ada dipikiranmu sampai kau tega melakukan semua ini!!!?”
Kazuya terdiam di tempatnya.
Ia menggenggam pisau yang kini
telah berlumuran darah Aoi dan Yukari itu dengan erat, siap menyerang gadis itu
lagi.
Jarak antara mereka berdua
semakin dekat.
Yukari kembali mengepalkan
tangannya, sementara Kazuya bersiap dengan pisaunya dan...
“Hentikan, Akihara!!!”
Ryo tiba-tiba berteriak dan
memegang tangan Yukari.
“Ryo!?” Kata Yukari terkejut.
“Huh! Kupikir kau tidak akan ikut
campur dan hanya melihat saja. Hey, Ryo sahabatku.”
“Hentikan, Kazuya. Aku bukan
sahabatmu.”
“Fuh, dingin sekali. Sama sekali
tidak berubah. Ah...aku salah. Harusnya aku bilang...kau sudah sedikit berubah.
Lebih suka ikut campur.” Kata Kazuya ke arah Ryo.
“Yukari-chan!” Aoi berteriak dan
berlari mendekati Yukari. Ia berdiri di sampingnya.
“Hentikan, Azamaki-kun! Kau mau
membunuh kita semua di sini? Kau lupa, kalau kita semua ini adalah
teman-temanmu!?”
“Sudahlah, Aoi! Orang seperti dia
ini bukan teman kita!” Yukari berkata sambil terus menahan rasa sakit
ditubuhnya.
“Kejam sekali. Perkataanmu
barusan membuat hatiku terluka, lho.” Kazuya memasang ekspresi sedih di
wajahnya. Tapi semua orang bisa melihat kepalsuan dari ekspresinya itu.
“Kau tidak punya hati.” Kata Ryo
pelan.
Kazuya hanya bisa bisa tertawa
ketika mendengar perkataan Ryo.
“Tidak punya hati kau bilang? Fu
fu, apa aku tidak salah dengar? Fujiwara Ryo...kaulah yang tidak punya hati.”
Mendengar itu, Ryo langsung
menyipitkan sebelah matanya.
“Apa yang sebenarnya telah
merasukimu, Azamaki-kun? Kenapa kau berbuat seperti ini pada kami!? Apa ini
semua hanya demi bermain permainan ‘Hide
and Seek’ di rumah ini!?”
“100.” Katanya singkat.
“Jadi hanya untuk itu!! Kau
bahkan sampai tega melukai kami!? Kau gila, Kazuya!! Kau gila!!!” Teriak Yukari
ke arah pemuda berambut hitam itu.
“Melukai kalian? Ah, tapi
bukannya sejak awal aku sudah memberi kalian peringatan, ya? Kurasa kalian
harus belajar untuk mendengarkan sesuatu lebih baik lagi.” Kazuya berkata
dengan santai sambil memutar-mutar pisau itu.
“Maksudmu, kau ingin kita
memainkan permainan ‘Hide and Seek’
itu di sini, dan jika kami menolak, kau akan langsung menghabisi nyawa kami.
Begitu?” Ryo berkata sambil melemparkan tatapan tajam ke arah Kazuya.
Dan sekali lagi, hanya ditanggapi
dengan sebuah senyuman oleh laki-laki penggemar horor itu.
“Yup, benar sekali. Tapi, sama
saja’kan? Main atau tidak, kalian juga akan sama-sama mati. Jadi, terserah
kalian pilih yang mana~.”
Yukari melangkah sedikit ke
depan.
“Kalau begitu, kau juga akan mati
bersama kami.”
Kazuya menanggapinya dengan
‘Heh’, dan langsung mengalihkan pandangannya.
“Tidak juga sih. Sebenarnya, ada
satu cara supaya kalian bisa selamat dari sini. Yaitu dengan memilih untuk ikut
bermain denganku. Jika kalian mau, maka kita akan memainkan permainan ini
sampai giliran kita yang pertama selesai. Setelah itu, kita langsung keluar
dari rumah ini. Bagaimana?”
“Giliran pertama kita selesai?”
Tanya Aoi pelan.
“Iya. Pada awal permainan ini di
mulai, kita akan berperan sebagai ‘demon’.
Kalian pasti tahu’kan? Sama seperti dalam permainan ‘Hitori Kakurenbo’, kita akan berperan menjadi ‘demon’ yang bertugas untuk mencari roh si anak kedua yang
bersembunyi di persembunyiannya” Kata Kazuya menjelaskan.
“Tempat persembunyiannya itu...”
Aoi ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak begitu yakin dan menghentikannya di
tengah jalan.
Tapi, sepertinya Kazuya mengerti
apa yang dipikirkan oleh Aoi barusan dan menganggukkan kepalanya.
“Tepat sekali, Asahina. Tempat si
anak kedua itu bersembunyi adalah di dalam lemari tua yang berada di dalam
gudang tempat dia dulu bersembunyi”.
“Lalu, setelah itu, apa yang
harus kita lakukan?” Tanya Yukari, masih dengan nada sinis.
“Mudah saja. Kita tinggal menyanyikan sebuah
lagu.
‘1...2...3...Ayo bermain ‘Hide and Seek’ denganku’
‘4...5...6...Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi’
‘7...8...9...Aku pasti akan menemukanmu’
‘10...Waktumu sudah habis. Siap atau tidak, aku akan datang untuk
mencarimu...’
Setelah menyanyikan lagu itu, kita segera berlari menuju ke tempat
di mana si anak kedua itu bersembunyi, yaitu di dalam lemari tua yang berada di
dalam gudang , kita buka pintu lemarinya dan katakan ‘Aku menemukanmu’ setelah itu, kita harus menancapkan pisau itu di
dalam lemari tersebut. Untuk mengakhiri
giliran kita, katakan ‘Sekarang giliranmu
untuk menjadi ‘Demon’ “ Cerita Kazuya.
“Setelah itu, apa yang akan
terjadi?” Kali ini, Ryo yang bertanya.
Kazuya terdiam sesaat lalu
kembali bicara.
“Setelah itu, giliran kita untuk
bersembunyi. Di saat itu, kita akan mendengar suara orang menghitung dari 1
sampai 10 dan kalimat ‘Siap atau
tidak...aku datang. Itu berarti kita harus segera mencari tempat
persembunyian dan bersembunyi. Dia akan mulai mencari keberadaan kita dengan
pisau yang kita tancapkan di dalam lemari itu. Jangan sampai hantu itu
menemukan keberadaan kita atau...kalian pasti sudah tahu apa kelanjutannya’kan?”.
Mereka bertiga terdiam sesaat.
Suasana diantara mereka langsung berubah menjadi tegang.
Mereka sudah tahu apa yang akan
terjadi jika mereka sampai ditemukan oleh hantu itu.
Cukup satu kata.
Mati.
“A...apa yang harus kita lakukan
untuk mengakhiri permainan itu!?” Kata Yukari mulai panik dan ketakutan, tapi
ia tetap siap siaga kalau-kalau Kazuya bersikap bodoh dan menyerangnya lagi.
“Mudah saja. Kita keluar dari
persembunyian kita. Sekali lagi, jangan sampai kita bertemu dengan roh si anak
kedua karena, sekali kita bertemu dengannya, kita tidak akan bisa lolos dan
sudah pasti akan terbunuh. Yang harus kita lakukan hanyalah satu hal. Yaitu
segera berlari kearah lemari tua itu dan memakan habis nasi yang telah kita
letakkan di sana. Nasi itu berfungsi sebagai penarik roh karena itu, dengan
memakan nasi itu, berarti kita telah melakukan penolakkan terhadap mereka di
dunia kita. Setelah nasi itu habis, tusukkan salib itu tepat di kepala roh
tersebut dan katakan ‘Aku menang’ sebanyak
10 kali dan selesai. Permainan ‘Hide and Seek’ akan berakhir”. Jelasnya.
Cukup simple mungkin...
Tapi tidak akan ada orang normal
yang mau melakukannya.
“Yah...mudah dimengerti’kan? Aku
sudah mempersempit permainan ini. Setelah giliran kita selesai, kita keluar
dari rumah ini. Beres’kan?”
“Terus, apa yang akan kau lakukan
kalau kami menolak?” Tanya Yukari.
Kazuya terlihat berpikir sejenak
kemudian kembali bicara.
“Apa, ya? Sesuatu yang menarik
pastinya. Ah, aku akan membunuh kalian di sini, kemudian aku akan bilang bahwa
kalian bermain ‘Hide and Seek’ di
rumah ini, dan menghilang begitu saja. Mudah’kan?”
Yukari, Ryo dan Aoi terdiam
sesaat.
Tawaran yang ditawarkan oleh
Kazuya sama sekali tidak wajar.
Mana mungkin mereka mau memilih
diantara kedua hal itu.
Memainkan permainan terkutuk itu
di sini, dengan resiko selamat 50 persen, bukan, tapi 10 persen.
Atau menolak permintaan Kazuya,
kemudian kabur melewatinya.
Sayangnya, Kazuya pasti tidak
akan melepaskan mereka begitu saja.
Yukari sudah membuktikannya tadi.
Gerakan Kazuya cukup hebat.
Tidak mungkin bisa kabur
melewatinya tanpa terkena pisau miliknya.
“Hm.” Yukari bergumam pelan. ia
menurunkan pandangannya ke arah luka di tubuhnya, meskipun tidak parah, tapi
darahnya tidak berhenti mengalir.
Yukari melihat ke arah Aoi.
Wajahnya terlihat sangat
ketakutan.
Seperti anak kucing yang tersesat
dan tidak tahu harus melakukan apa.
Ryo masih dengan wajahnya yang
biasa. Tapi ia bisa merasakan ketakutan dari pemuda itu.
Yukari menelan ludahnya.
“Kalian...aku tidak tahu apa yang akan terjadi di tempat itu nanti.
Tapi aku janji tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Karena itu...”
“Ukh!!” Yukari menundukkan
kepalanya.
Pada akhirnya, ia sama sekali
tidak bisa membuktikan ucapannya barusan.
Seolah semua yang ia katakan itu
hanyalah omong kosong belaka.
Ia...
Sama sekali tidak bisa melindungi
mereka berdua...
Apa yang harus ia lakukan
sekarang!?
Tiba-tiba, seseorang memegang
pundaknya.
Ia tertegun kemudian melihat ke
samping.
Aoi, berdiri di sampingnya sambil
tersenyum kecil.
Yukari kemudian mengalihkan
pandangannya ke arah Ryo.
Entah ini mimpi atau kenyataan,
tapi ia melihat Ryo tersenyum.
Memang itu bukan yang pertama
kali ia melihat pemuda itu tersenyum, tapi yang ini, ia bisa merasakan senyuman
yang terasa hangat itu dari pemuda dingin itu, yang seolah berkata ‘Semua akan
baik-baik saja’.
Ah...
Benar.
Ia memiliki teman-teman yang
harus ia lindungi.
Melihat dari pilihannya,
sepertinya memang hanya pilihan itu yang bisa membuat mereka keluar dengan
selamat dari rumah ini.
Yukari terdiam sesaat.
Ia kemudian mengangkat wajahnya
dan tersenyum ke arah Aoi dan Ryo kemudian berkata ‘Maaf, ya’, dengan suara
pelan.
Mereka berdua juga membalasnya
dengan senyuman dan anggukan kepala.
Benar.
Tak ada cara selain itu.
Kazuya sepertinya sudah tidak
sabar menunggu jawabannya, jadi Yukari langsung mengarahkan pandangannya ke
arah Kazuya.
“Maaf menunggu lama. Kami akan
ikuti permainanmu.”
Dan Kazuya menanggapinya dengan
senyuman licik yang dingin.
***-***
“Pertama-tama, kita harus
melakukan ritual untuk memanggil roh. Barang-barang yang harus kita siapkan
adalah semangkuk nasi putih , sebuah salib dan sebilah pisau yang telah di
lumuri oleh darah kita masing-masing” Jelas Kazuya.
Kazuya kembali mengacungkan pisau
di tangannya.
Kemudian, ia menggoreskan pisau
itu ke kakinya sendiri.
Darah mulai menetes dari luka
yang dibuatnya sendiri.
“Baiklah, sekarang di pisau ini
sudah ada darahku, Yukari dan juga Asahina.”
Mendengar itu, Yukari berkata
‘Hah’, kemudian tersenyum.
“Jadi itu alasan kenapa kau
menyerang kami?”
“Fuh, menurutmu? Tidak juga, kok.
Tadinya malah aku berpikir akan membunuh kalian semua. Untungnya, kau mau
bekerja sama denganku. Khu khu khu.”
“Aku melakukan ini demi yang lain
juga tahu! Ugh!!”
“Sudahlah, Yukari-chan. Jangan
berteriak-teriak seperti itu. Ingat, kau sedang terluka.” Aoi berusaha
menenangkan Yukari yang sedang emosi.
Yukari menghela nafasnya beberapa
saat.
“Haah, terima kasih, Aoi.
Berkatmu aku jadi sedikit lebih tenang.” Yukari tersenyum ke arah Aoi.
“Ha ha, sama-sama.”
Ryo maju selangkah mendekati
Kazuya.
“Berikan pisau itu.”
Sepertinya ia sudah tahu apa yang
harus ia lakukan.
Kazuya menyerahkan pisau
berlumuran darah itu kepada Ryo sambil berusaha menahan rasa sakit di kakinya.
Dengan cepat, Ryo segera
menggoreskan pisau itu ke tangannya.
Ketika pisau itu sudah menerima
darah mereka berempat, maka permainan ini bisa segera dimulai.
Tapi, sebelum itu, ada yang ingin
Yukari pastikan.
“Hey, sepertinya aku pernah mendengar
tentang permainan ini. Dari ceritamu waktu itu...apa kita memainkan permainan ‘Hide and Seek’ seperti yang dimainkan
oleh kakak beradik dari keluarga Yamasaki itu?”
“Kau baru menyadarinya sekarang?
Otakmu sangat lambat.” Kata Kazuya tanpa menatap Yukari.
“HUUH!!!!? KUBUNUH KAU!!!
PASTI KUBUNUH!!! DASAR SIAAAAAAAL!!!!!!!!!!! UKH!!”
“Tenang, tenang, Yukari-chan.”
Aoi hanya bisa sweat drop sambil
memegang tubuh Yukari.
“Lalu, setelah ini apa? Apa kita
bisa memulai permainan itu sekarang?” Tanya Ryo sambil berusaha menghentikan
darah yang mengalir keluar dari tangannya.
“Belum, masih ada satu hal yang
harus kita lakukan lagi.” Jawab Kazuya.
“Masih ada lagi??? Ah, yang benar
saja! Repot amat sih.” Gerutu Yukari kesal.
“Sekarang, kita harus meletakkan semangkuk
nasi itu di suatu tempat, di mana roh akan muncul. Tujuannya adalah untuk
menarik perhatian roh tersebut.”
“Ah, aku mengerti. Jika sewaktu
masih hidup, sang adik bisa menentukan tempat persembunyiannya sendiri, maka
setelah menjadi arwah gentayangan, tempatnya bersembunyinya adalah tempat
‘itu’, ya?” Aoi berkata sambil terlihat berpikir.
Ryo menganggukkan kepala
sementara Yukari hanya berkata ‘Eh?’, ‘Eh?’, sepertinya dia masih belum
menyadarinya juga.
“Lemari itu.” Kata Ryo pelan.
“Huwaa!! Lemari tua di gudang
itu!? Maksudmu, kita harus ke sana!??” Teriak Yukari panik.
“Yukari-chan, jangan panik.”
“A--aku tidak panik!!!!” Teriak
Yukari keras (tapi sebenarnya dia yang paling panik).
“Baiklah, aku sudah menyiapkan
semangkuk nasi-nya. Sekarang, ayo kita pergi ke gudang yang terletak di dekat
dapur.” Kazuya berkata sambil mulai berjalan di tengah kegelapan.
“Huh, ternyata kau sudah
menyiapkan semuanya sampai sejauh itu. Pintar sekali kau.” Puji Yukari,
meskipun nada bicaranya terdengar seperti sedang menghina bukannya memuji.
“Bagus’kan sudah kusiapkan semua?
Sekarang ayo.”
Yukari memalingkan wajahnya dan
berkata ‘Huh’ kemudian mengikuti Kazuya.
Ia berhenti sebentar lalu menoleh
ke arah Aoi dan Ryo di belakangnya.
“Kalian amati sekitar, ya. Siapa
tahu kita bisa menemukan Taro-kun.”
Mereka berdua mengangguk
bersamaan.
Yukari kembali berbalik dan
mengikuti Kazuya.
Aoi dan Ryo mengikuti mereka
berdua dari belakang.
“Nee, Fujiwara-kun.” Aoi tiba-tiba berkata.
Saat ini, Kazuya berada di
barisan paling depan, Yukari di belakangnya. Sedangkan Aoi dan Ryo berjalan
bersama di belakang Yukari, agak jauh sedikit.
“Ada apa?”
“Hmm...aku ingin tahu, apakah
Fujiwara-kun juga merasa ketakutan?”
“Kenapa kau bertanya mengenai hal
seperti itu?”
“Aku cuma penasaran saja. Apa
Fujiwara-kun juga bisa merasa ketakutan?” Tanya Aoi sambil sedikit tersenyum
malu.
“Ha? Kau pikir aku ini apa? Tentu
saja aku bisa. Sekarang ini...jujur saja aku merasa sangat takut.” Jawab Ryo
sambil melihat ke sekeliling rumah itu.
“Begitu, ya? Habisnya,
Fujiwara-kun selalu terlihat dingin dan tanpa ekspresi, sehingga aku merasa
agak sedikit sulit untuk menebak apa yang sebenarnya kau pikirkan. Karena
itulah, aku pikir Fujiwara-kun orang yang sangat berani. He he.” Aoi berkata
dengan senyuman khas-nya sambil menggaruk pipinya.
Ryo memperhatikan Aoi sekilas.
Ia mungkin tersenyum, tapi
tangannya terlihat gemetaran.
Aoi pasti sangat ketakutan saat
ini.
Tapi ia berusaha menutupinya di
balik sebuah senyuman.
“Hmm...kalau dipikir-pikir kau
juga sama saja, Asahina.”
Perkataan Ryo yang tiba-tiba itu
membuat Aoi sedikit tertegun dan berkata ‘Eh?’.
“Kau juga...setiap saat selalu
tersenyum seperti itu. Setiap saat selalu bisa bersikap tenang dan dewasa,
terkadang aku merasa kalau usiamu itu beda jauh dengan kami. Yaah...kurasa itu
karena sikapmu yang sangat penyanyang dan membuatmu terlihat lebih dewasa.
Dan...terkadang aku juga sedikit merasa kesulitan untuk menebak apa yang ada
dipikiranmu. Contohnya saat ini.”
Aoi sedikit tertegun kemudian
kembali tersenyum malu.
“Be--begitu, ya? He he, aku sama
sekali tidak menyadarinya sampai saat kau mengatakannya, Fujiwara-kun. Kau
tahu...sebenarnya aku bukanlah orang yang seperti ini.”
“Maksudmu?”
“Yah...bagaimana, ya? Aku agak
malu untuk mengatakannya...tapi aku bisa bersikap tenang dan selalu tersesenyum
seperti itu, itu semua berkat Yukari-chan yang selalu ada di sampingku.”
“Akihara?”
“Hmm...setiap kali aku berada di
dekat Yukari-chan, aku selalu merasa jantungku berdebar dengan kencang. Rasanya
perasaan yang sangat hangat berkumpul jadi satu di dalam dadaku ketika aku
berbicara dengan Yukari-chan.” Kata Aoi sambil meletakkan kedua tangannya di
depan dadanya.
“Ah...Akihara pasti orang yang
sangat penting untukmu.”
Aoi mengangguk pelan.
“Ya, Yukari-chan sangat penting
untukku. Karena jika aku tidak bertemu dengan Yukari-chan saat itu...mungkin
aku masih akan berada di dalam duniaku yang gelap.”
“Dunia yang gelap?”
Gadis berambut hitam panjang itu
menghela nafas pelan kemudian melihat ke atas.
“Dulu, sebelum aku bertemu dengan
Yukari-chan...aku adalah gadis yang sangat pemalu. Aku sama sekali tidak bisa
bicara dengan orang lain. Jika aku berhadapan dengan seseorang yang tidak
kukenal, selain keluargaku, mataku tidak berani menatap mereka dan akan
langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain.”
“Asahina...”
“Huh...sewaktu aku SD, aku sama
sekali tidak memiliki seorang teman. Di kelas, aku hanya terdiam sambil melihat
ke luar jendela. Saat itu, aku merasa sangat tidak cocok dengan kehidupan
sekolah. Rasanya aku ingin keluar dari sekolah dan menjadi hikkikomori (Hikkikomori = Shut in / orang yang mengurung diri di
dalam kamar) di dalam rumah.”
“Lalu?”
“Sudah jelas. Kedua orang tuaku
tidak setuju jika aku keluar dari sekolah dan menjadi pemurung yang setiap
harinya hanya mengurung dirinya di dalam kamar. Mereka memarahiku semalaman dan
semalaman itu pula, aku menangis di dalam kamarku. Aku tidak tahu harus berbuat
apa. Aku lebih nyaman sendirian di dalam duniaku sendiri. Dunia yang gelap.
Sejak awal, aku sudah tahu, kalau dunia yang penuh cahaya itu, tidaklah cocok
dengan orang suram sepertiku ini.” Aoi berkata sambil tersenyum.
Ryo bisa merasakan suatu
kesedihan yang amat sangat dari senyumannya barusan.
“Setelah itu, apa kau kembali ke
sekolah?”
“Hmm...Orang tuaku ingin agar aku
berubah sedikit demi sedikit menjadi berani dan tidak takut seperti ini lagi.
Sayangnya, merubah sifat dan kepribadian seseorang itu tidaklah mudah.
Kehidupanku berikutnya sama sekali tidak berubah. Bahkan ketika aku sudah duduk
di bangku 1 SMP, murid-murid jarang sekali ada yang menyadari keberadaanku dan
seperti melupakanku begitu saja. Seolah aku tidak ada diantara mereka.”
“Apa kau tidak mencoba untuk
berbaur?”
“Sudah kucoba, tapi setiap kali
aku mendekati mereka, mereka selalu menjauh dariku. Mereka pikir aku ini aneh,
makanya tidak mau berteman denganku. Hingga pada akhirnya...aku tidak tahan
lagi dengan semua itu. Aku pergi ke atap sekolahku dan...” Aoi menghentikan
ucapannya. Sekilas wajahnya terlihat sedih.
“Kau melompat?” Ryo bertanya
dengan ekspresi kaget.
Aoi ingin bunuh diri?
Sampai segitunya kah...rasa sedih
yang dialaminya?
Ryo sama sekali tidak pernah
menyadari hal seperti itu di dalam diri Aoi yang selalu tersenyum.
Ternyata Aoi memiliki masa lalu
yang sangat pahit.
Bahkan mungkin, tidak seharusnya
ia mendengarkan hal menyedihkan itu.
Aoi terdiam sesaat, kemudian
kembali menatap Ryo dan tersenyum kecil.
“Ya...kalau saja saat itu ‘dia’
tidak datang, mungkin aku sudah melompat dan tidak akan ada di sini saat ini.”
Dia?
“’Dia’ yang kau maksud’kan
itu...Akihara?” Meskipun ia sudah tahu jawabannya, tapi Ryo tetap ingin
memastikannya.
“Ya, Yukari-chan yang waktu itu
menolongku. Bahkan sampai saat ini, aku masih merasa kalau Yukari-chan adalah
pahlawan-ku, seolah menjadi penyemangatku untuk terus hidup. Ketika itu...ketika
Yukari-chan menyebut namaku dan menyodorkan tangannya untuk orang sepertiku
ini, rasanya aku telah menemukan sedikit cahaya. Sangat kecil dan juga
lemah...tapi juga sangat hangat dan terang. Untuk pertama kalinya, aku
merasa...ingin menjadi sesuatu untuk orang lain.”
“...........”
“Yukari-chan berbeda denganku.
Dia ceria dan juga sangat kuat. Dia juga cukup populer. Teman-temannya sangat
banyak. Meskipun beberapa orang dari teman-teman Yukari tidak suka kepadaku,
Yukari-chan tidak peduli dan menganggapku sebagai sahabat nomor satunya. Aku
senang...senang sekali...rasanya aku ingin menangis karena bahagia...”
Begitu...
Yukari telah memberi cahaya pada
kehidupan Aoi yang suram dan gelap.
Yukari yang telah membuat ‘Asahina
Aoi’ yang mereka kenal saat ini, berada di sini.
Di sampingnya.
“He he, tapi Yukari-chan juga
terkadang ceroboh dan suka sekali merasa kesal, karena itu...aku harus selalu
berada di sisi Yukari-chan. Aku harus menjaganya untuk tidak melakukan hal-hal
yang ceroboh.” Sekali lagi, Aoi tersenyum malu.
“Kau sudah seperti ibunya saja.”
Ryo berkata singkat.
“Begitu, ya?”
Ryo terdiam sesaat. Ia
mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang terbuka di salah satu bagian
ruangan.
“Sepertinya...kau sangat menyukai
Akihara, ya?”
“Fu fu, iya. Aku sangat-sangat menyukai
Yukari-chan. Yukari-chan adalah teman pertamaku. Tapi...sekarang aku juga punya
kau’kan? Ah! Azamaki-kun juga...dia juga temanku...Berarti sekarang, aku punya
kalian bertiga.”
Aoi berkata sambil menatap ke
arah Ryo, membuat pemuda itu tertegun dengan wajah yang memerah.
“Ah...aku bukan teman yang baik
seperti itu.” Balasnya tanpa menoleh ke arah Aoi.
“Tidak, Fujiwara-kun sangat baik.
Benar-benar baik...Tapi...entah kenapa aku merasa sangat tenang karena telah
mengatakan hal ini pada Fujiwara-kun. He he.”
“Berhentilah memujiku seperti
itu. Aku tidak suka dipuji.”
“Fu fu, Fujiwara-kun yang
malu-malu seperti itu, manis sekali.” Aoi berkata sambil membungkukkan tubuhnya
ke depan, berusaha melihat wajah Ryo yang tidak melihat ke arahnya.
“Tolong, Asahina...kumohon...hentikan...”
Jawab Ryo sedikit terbata-bata sambil menutupi wajahnya dari Aoi supaya gadis
itu tidak bisa melihat wajahnya yang berubah merah.
“He he, iya. Huh...sekarang aku
merasa lebih tenang. Oh ya, Fujiwara-kun?”
Kali ini, sepertinya Aoi tidak
bermaksud untuk mengatakan hal yang aneh-aneh lagi, jadi Ryo mengalihkan
pandangan ke arahnya.
“Ada apa?”
“Hmmm...aku ingin minta tolong
sama Fujiwara-kun. Boleh tidak?”
Aneh.
Ada yang aneh dari cara bicaranya
barusan.
“Apa itu? Kalau aku bisa, aku akan
berusaha untuk menolongmu.”
“He he, terima kasih
Fujiwara-kun. Sudah kuduga kau memang orang yang sangat baik :D”
“Guh! Ce--cepatlah!!!” Kata Ryo
sambil kembali menutupi wajahnya yang merona.
Aoi menatap ke depan.
“Mmm...aku...memang tidak tahu,
apa yang akan terjadi pada kita di rumah ini. Apakah kita akan selamat atau
tidak. Tapi...sekarang aku merasa tenang karena aku memiliki kalian semua.
Jujur, aku sangat senang. Di tambah...ada Fujiwara-kun di sini.”
“Kenapa kau berkata seperti itu?”
Ryo mengalihkan lagi pandangannya ke arah gadis itu.
“Itu karena Fujiwara-kun di sini, aku jadi
bisa sedikit merasa lebih tenang. Karena itu...Fujiwara-kun...tolong, ya...”
Aoi mengalihkan pandangannya ke
arah Ryo kemudian tersenyum. Mata mereka berdua bertemu.
...............
.................................
.....................................................
“Kalau seandainya... kalau
seandainya aku mati di sini, tolong jaga Yukari-chan untukku, ya?”
Deg
Apa itu?
Kenapa Aoi...mengatakan hal
seperti itu...?
Ryo terdiam.
Ia ingin mengatakan sesuatu,
tetapi kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokannya.
Apa yang harus ia katakan pada
Aoi?
“Jangan...”
“Hm?”
“Jangan berkata seperti itu.
Bukan hanya Akihara yang akan aku jaga...tapi kau juga, Asahina.” Sambil berkata
seperti itu, Ryo menatap jauh ke dalam mata Aoi.
Mendengar kata-kata yang ‘tidak
mungkin akan keluar dari mulut pemuda seperti Ryo’ itu ternyata benar-benar
keluar dari mulutnya, Aoi tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa.
“Fu fu fu. Seperti yang sudah
kuduga, Fujiwara-kun ternyata memang orang yang sangat baik.”
“Ukh! Harus kubilang berapa kali,
jangan memujiku seperti itu!”
Aoi berjalan cepat, mendahului
Ryo.
“Baiklah! Tapi...” Gadis berambut
panjang itu menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik kembali ke arah Ryo.
“Yang tadi itu...janji, ya?
Fujiwara-kun?” Katanya sambil tersenyum.
Ryo terdiam sesaat kemudian
tersenyum sambil memejamkan matanya.
“Ya, aku janji.”
***-***
“Nah, ini dia...lemarinya.” Kata
Kazuya.
Mereka berempat kini telah sampai
di ruang gudang.
Ketika melewati ruang dapur tadi,
rasanya agak berbeda dengan ruang-ruang yang sebelumnya.
Dapurnya jauh lebih gelap, selain
itu, seluruh perabotan dan barang-barang yang ada di sana sudah berwarna hitam,
hangus terbakar.
Tentu saja, karena dapur adalah
pusat dari kebakaran itu sendiri.
Dan kini, dihadapan mereka
berempat adalah...
Sebuah lemari tua berwarna coklat
kehitaman.
Warna hitam itu pasti karena
bekas terbakar.
Tapi, yang membuat mereka merasa
takjub begitu melihatnya adalah...
Lemari itu masih utuh...meskipun
seharusnya sudah terbakar menjadi abu waktu itu...
Yukari menelan ludahnya.
“Ah...jadi ini lemarinya?
Ukh...hanya dengan melihatnya saja...aku sudah bisa merasakan energi negatif
yang sangat berat. Rasanya tubuhku seperti ditekan.”
“I--iya...lemari itu...lemari
tempat si anak kedua itu terbakar...sekarang ini ada di hadapan kita...” Aoi
berkata sambil memegang erat baju Yukari.
“Hey, apa menurutmu, adik
Fukuda-san ada di sekitar sini? sejak tadi, aku sama sekali tidak melihat ada
tanda-tanda orang lain.” Kata Ryo sambil menggaruk belakang kepalanya.
“Ah! Benar juga. Taro-kun! Kau
ada di sini?” Teriak Yukari.
“Taro-kun!!!” Aoi juga ikut
berteriak.
Jika seharusnya Taro memang ada
di sekitar sini, seharusnya ia bisa mendengar mereka, mengingat bawah ukuran
gudang ini tidak sebesar itu.
Tapi, sama sekali tidak ada
balasan.
Yukari dan Aoi berteriak beberapa
kali sampai mereka kelelahan dan kehabisan nafas.
“Kenapa...hah...tidak ada
jawaban...hah...” Kata Yukari sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Apa ini berarti...Taro-kun
sudah...” Kata Aoi dengan suara pelan.
Kazuya menghela nafasnya.
“Aku tidak tahu apa yang
sebenarnya terjadi pada adiknya fukuda. Tapi, jika ia sudah tidak ada di sini,
mungkin saja ia sudah keluar. Dan topinya tertinggal di sini.”
“Tapi kalau memang begitu, kenapa
ia tidak kembali ke rumah?” Tanya Ryo.
Kazuya mengangkat bahunya.
“Entah. Tapi kalau ia tidak ada
di sini, berarti ia sudah keluar’kan? Jadi, lebih baik kita lanjutkan permainan
kita.”
Pemuda berambut hitam itu tidak
mempedulikan perasaan ketiga temannya yang sedang bingung karena mencari Taro.
Ia maju ke depan, dan dengan
perlahan menyentuh lemari tua itu dengan tangannya.
Ketiga orang itu juga
mengikutinya dari belakang.
Ukh...
Rasanya tekanan energi negatif
itu berkumpul di sekitar lemari tua itu, menghalangi mereka untuk menyentuh
apalagi membukanya.
Langkah yang mereka ambil rasanya
semakin berat.
“Yu--Yukari-chan...” Aoi memegang
baju Yukari semakin erat. Tangannya bergetar.
Yukari yang melihat Aoi yang
sangat ketakutan, menyentuh tangannya kemudian tersenyum.
“Tenanglah. Ini hanya sebentar
saja.”
Kemudian Aoi menanggapinya dengan
anggukan kepala.
Yukari kembali melihat ke arah
Kazuya yang sedang berusaha membuka
lemari tua itu.
Jujur saja, sejak tadi, tubuhnya
tidakk bisa berhenti gemetar.
Tapi, ia tidak boleh menunjukkan
kepada yang lainnya kalau ia merasa ketaktuan.
Benar.
Jika ia merasa takut, maka tidak
akan ada yang bisa melindungi teman-temannya.
“Hey, Kazuya.”
“Ada apa?”
“Permainan ini...kita benar hanya
akan melakukannya sampai giliran pertama kita selesai’kan?” Tanya Yukari,
memastikan apakah ucapan Kazuya bisa dipercaya atau tidak.
“Tentu saja. Hanya sampai giliran
pertama kita. Setelah itu, kita pergi dari sini. Ah...”
Kazuya berkata pelan ketika
lemari itu berhasil dibukanya.
Sama seperti yang dibilang oleh
orang-orang selama ini.
Lemari itu kosong.
Tidak ada apapun di dalamnya.
Tapi meskipun begitu, mereka bisa
merasakan suatu energi yang sangat menakutkan dari dalam lemari itu.
Keringat dingin turun membasahi
wajah mereka.
Kisah tentang kebakaran dan
tragedi itu kembali terbayang lagi dipikiran mereka.
Keesokkan harinya, setelah api berhasil dipadamkan, si anak pertama
segera berlari masuk ke dalam rumah mereka yang nyaris hancur. Seluruh bagian
rumah itu berubah menjadi hitam akibat terkena panasnya api yang menjalar masuk
dan membakar rumah mereka. Tidak banyak yang tersisa di rumah mereka. Anak
pertama pun memasuki ruangan gudang... dan di sana, ia melihat sesuatu. Sebuah
lemari tua. Anehnya, lemari itu masih utuh dan tidak terbakar sedikitpun!!
Anak pertama itupun melangkah perlahan kearah lemari tua itu dan
membukanya.
........................
...............................................
..............................................................................
Kosong.
Tidak ada apapun di dalam lemari
itu. Setelah itu, si anak pertama pergi dan meninggalkan rumah itu,
keberadaannya seolah menghilang dari muka bumi ini dan tidak pernah terdengar
lagi kabarnya.
Ironisnya, ternyata orang tua mereka juga meninggal akibat kecelakaan
mobil ...di saat yang sama... saat rumah mereka terbakar...
Rumornya, si anak kedua tidak pernah pergi meninggalkan rumah itu.
Banyak orang yang berjalan di dekat bekas rumah mereka yang masih berdiri
sampai saat ini, yang mendengar suara-suara aneh!! Seperti “Hi hi hi...Onii-chan tidak akan bisa menemukanku di sini” atau “Ayo, temukan aku...aku ada di sini...”
Ada juga yang mendengar suara orang seperti menghitung...”1...2...3...”dan yang paling sering terdengar adalah sebuah suara
nyanyian...
‘1...2...3...Ayo bermain ‘Hide and Seek’ denganku’
‘4...5...6...Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi’
‘7...8...9...Aku pasti akan menemukanmu’
‘10...Waktumu sudah habis. Siap atau tidak, aku akan datang untuk
mencarimu...’
Akibatnya, banyak orang yang penasaran dan ada juga yang menyelidiki
sampai masuk ke dalam rumahnya. Semua orang yang pernah memasuki rumah
itu...memiliki satu cerita yang sama...yaitu suara misterius itu berasal dari
dalam lemari tua yang berada di dalam gudang rumah tersebut.
Banyak orang yang berusaha menyingkirkan lemari tua, tempat si anak
kedua bersembunyi itu ke tempat lain. Tapi, anehnya...lemari tua itu selalu
kembali ke tempat yang sama. Banyak orang yang meyakini bahwa roh si anak kedua
masih berada di dalam lemari itu...menunggu sang kakak untuk menemukannya dan
melanjutkan kembali permainan ‘Hide and Seek’...
Apa benar...roh si anak kedua
itu...masih menunggu kakaknya untuk bermain permainan ‘Hide and Seek’ di rumah itu?
“Baiklah...sekarang tinggal
meletakkan nasinya di dalam dan...selesai.” Kata Kazuya begitu ia meletakkan
semangkuk nasi itu di dalam sana.
Yukari, Ryo dan Aoi memperhatikan
itu dengan seksama.
Jantung mereka berdebar dengan
kencang.
Mereka telah memilih untuk
melakukan permainan kematian ini...
Dan...
“A--apa yang harus kita lakukan setelah ini?!”
Tanya Yukari dengan suara yang bergetar.
“Setelah ini, kita akan kembali
ke ruang awal, dan kita harus menyanyikan lagu untuk memanggil roh si anak kedua
dan sebagai tanda kalau kita telah memulai permainan ini dengannya. Ingat.
Kalau lagu itu sudah dinyanyikan, maka permainan ini akan di mulai.”
Sekarang sudah tidak ada jalan
untuk mundur lagi.
“Oh ya, aku ingin memberitahu
kalian sesuatu. Setelah lagu itu selesai dinyanyikan, kita harus segera berlari
menuju ke lemari tua itu. Kemudian dengan cepat, menancapkan pisau yang sudah
dilumuri oleh darah kita di dalam lemari itu sebanyak 3 kali sambil berkata
‘Aku menemukanmu’, sebanyak 3 kali.” Tambah Kazuya.
Permainan ini...benar-benar
permainan yang dimainkan oleh kakak beradik keluarga Yamasaki waktu itu.
Cara untuk menyelesaikan
permainan ini?
Kurasa tidak diperlu diberitahu
untuk yang kedua kali, mereka sudah tahu.
Lari tanpa ketahuan oleh roh si
anak kedua itu, pergi ke lemari tua itu, habiskan semangkuk nasi yang ada di
sana, kemudian tancapkan salib di tempat yang sama saat kita menancapkan pisau
sebanyak 3 kali dan berkata ‘Aku menang’, sebanyak 3 kali juga.
Sambil berjalan dengan perlahan,
mereka kembali ke tempat awal dan akan segera memulai ritual permainan kematian
‘Hide and seek’ itu.
Di tengah-tengah keheningan, Aoi
tiba-tiba bicara.
“Azamaki-kun, aku ingin
menanyakan sesuatu” Kata Aoi tiba-tiba.
“Apa?” Kata Kazuya.
“Kalau kita kalah, maka kita akan
terbunuh’kan? Tapi...apa yang akan terjadi kalau kita memenangkan permainan
ini?” Tanya Aoi.
Apa yang akan terjadi jika mereka
menang?
“Aku juga tidak tahu karena setahuku belum
pernah ada orang yang berhasil memenangkan permainan ini. Tapi yang pasti, kita
tidak akan mati jika kita menang” Jelas Kazuya kearah sahabatnya itu.
“Oh, begitu.” Aoi berkata pelan
sambil menundukkan kepalanya.
Yukari menatap ke arah Aoi.
Ekspresinya terlihat sedih.
Dia benar-benar ketakutan.
“Maaf menunggu lama. Kami akan ikuti permainanmu.”
“Ukh.”
Luka di tubuhnya tiba-tiba
kembali terasa sakit.
Yukari berjalan lebih lambat dari
ketiga temannya.
“Mengikuti permainan ini, huh?”
Perlahan, ia mengangkat kepalanya
dan menatap ke arah langit-langit.
“Apa aku...sudah melakukan pilihan yang benar, ya?”
Tidak ada cara lain.
Jika mereka tidak mengikuti,
mereka akan mati di tangan Kazuya.
Jika mereka mengikuti, mereka
akan dibunuh oleh roh gentayangan si anak kedua.
Meskipun begitu, jika mereka
memilih untuk mengikuti permainan ini, Kazuya tidak akan membunuh mereka.
Lagipula...
Bukannya mereka hanya bermain
sampai tahap pertama saja?
Sampai giliran mereka selesai?
Setelah itu, mereka akan keluar
dari rumah ini dan semuanya akan baik-baik saja...
Tinggal berdoa...
Semoga itu bukan pilihan yang
salah.
***-***
A/N : Hai, minna XDD
Hihihi, di ch selanjutnya permainan bakal dimulai!
Kira-kira, bagaimana kelanjutan nasib dari Yukari, Kazuya, Ryo dan juga Aoi? Apakah mereka berhasil menyelesaikan giliran pertama dan keluar dari rumah bekas keluarga Yamasaki itu dengan selamat?
Sankyuu buat yang udah mampir :) Aku sangat menghargainya
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar