Hide and Seek
(Don’t let Her Find You...)
*Read :
Prologue
Prologue
Chapter 2 Keputusan 3 Orang Itu
4 tahun yang lalu, terjadi sebuah
tragedi yang melibatkan adik dan kakak dari keluarga Yamasaki.
Kisah itu sangat tragis dan sudah
menyebar ke semua tempat.
Tidak ada yang tidak tahu dengan
kisah itu.
Kisah mengerikan yang melahirkan
sebuah permainan kematian...
‘Hide and Seek’
Azamaki Kazuya, seorang murid SMA
kelas 3 yang menggemari film-film horor, menceritakan kisah tersebut kepada 3
orang temannya.
Akihara Yukari yang emosional dan
selalu meledak-ledak, tapi sangat baik dan perhatian kepada orang lain, Asahina
Aoi yang tenang (kebalikan dari Yukari) dan bertindak sebagai penengah ketika
Yukari dan Kazuya bertengkar, serta Fujiwara Ryo, seorang pemuda pendiam yang
berhati dingin (dan terkadang suka melemparkan opini-opini yang pedas).
“Aku menceritakan cerita ini pada kalian karena aku ingin menyelidiki
tentang rumor itu!! Aku ingin melakukan permainan ‘Hide and Seek’ di rumah
itu!”.
Ketika mendengar kalimat itu
terlontar dari mulut Kazuya, ketiga sahabat itu langsung terkejut dan mulai adu
argumen (terutama Yukari dan Kazuya).
Yukari, Aoi dan Ryo sama-sama
tidak setuju dengan ide gila sahabat mereka tersebut dan memutuskan untuk
mengakhiri pembicaraan mereka sampai di situ.
***-***
“Selamat pagi, Yukari-chan!” Aoi
langsung menyapa Yukari dan berjalan ke arah tempat duduknya. Aoi duduk tepat
di sebelah Yukari.
“Pagi, Aoi.” Balas Yukari sambil
mengangkat sebelah tangannya.
Aoi melihat ke arah Ryo yang
sedang duduk di hadapannya. Dengan tersenyum, ia menyapa pemuda pendiam itu.
“Pagi, Fujiwara-kun~”
Ryo, yang duduk di depan Aoi,
melihat ke arah gadis itu, yang tengah meletakkan tasnya.
“Kau selalu bersemangat seperti
biasanya, ya, Asahina? Dan seperti biasanya pula kau selalu menerjang ke arah
Akihara. fu fu, tak kusangka kau sangat agresif.”
Yukari dan Aoi yang mendengar
perkataan Ryo langsung tertegun dengan wajah merah.
“A--a--a--APA YANG KAU KATAKAN
SIH!!!? KENAPA KAU MENGATAKAN SEOLAH-OLAH AKU DAN AOI ITU--“ Yukari
terlihat kesal pada awalnya, tapi kemudian, ketika ia sampai pada kalimat ‘Aku
dan Aoi itu--‘, ia langsung menghentikan ucapannya dengan tiba-tiba.
Seolah tahu kalau Yukari sedang
kehabisan kata-kata, Hikari langsung membalas ucapan Ryo.
“Be-benar sekali!! Mana mungkin
aku dan Yukari-chan itu--Ah! Lagipula, aku dan Yukari-chan itu cuma teman! Ya,
cuma teman!! Bu--bukan berarti aku tidak suka dengan Yukari-chan--Ya--a --aku
suka dia sih~ Ta--tapi hanya sebatas teman!!” Teriaknya dengan wajah sedikit
merah.
“A--Aoi...aku tidak tahu apakah
aku harus merasa senang dengan perkataanmu barusan...(meskipun aku tahu kau berusaha untuk menolongku...)” Yukari hanya
bisa sweat drop.
“Yo!”
Suara yang tidak asing lagi bagi
ketiga sahabat itu, terdengar di telinga mereka. Bertemu dengan seorang
sahabat...mungkin wajah yang kalian buat adalah wajah yang bahagia (tentu
saja). Tapi, tidak dengan mereka bertiga.
Yukari langsung memasang tampang
sinisnya, Aoi menundukkan kepalanya seolah habis melakukan suatu kesalahan,
sedangkan Ryo yang dari tadi melihat ke arah Yukari dan Aoi di belakangnya,
langsung membalikkan badannya kembali.
Suasana menjadi canggung.
“Fuh...kenapa kalian bersikap
seperti itu? Oi, kalian tidak senang aku ada di sini sekarang??” Kazuya berkata
sambil meletakkan tasnya di kursi, di samping Ryo.
Tidak ada yang merespon ucapan
Kazuya. Ia mengangkat sebelah alisnya dan memasang wajah kesal lalu duduk di
kursinya, dan menimbulkan suara ‘braak’ yang cukup keras.
“Yah...kalau aku sih, tidak
peduli dengan kalian.” Kazuya berkata sambil menopang dagunya.
“Etto...” Meskipun semuanya bertingkah seolah mendiamkan Kazuya, Aoi
tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menyapanya (yah, itu adalah salah satu
sisi baik Aoi).
“Ano...Selamat pagi, Azamaki-kun :3” Aoi memasang wajah senang
sambil tersenyum. Meskipun ia memaksakan senyuman itu.
“Khu khu, seperti biasa, Asahina
tetap menjadi anak yang baik jika dibandingkan dengan Yukari dan Ryo.” Kazuya
berkata sambil tersenyum, tanpa menoleh ke arah Aoi.
Aoi langsung tertegun, tidak tahu
harus mengatakan apalagi.
Yukari yang dari tadi terus diam,
bangkit dari tempat duduknya.
“Kau itu! Maksudmu apa?! Kau mau
bilang kalau aku dan Ryo bukan sahabat yang baik? Kurasa sebelum kau mengatakan
itu, lebih baik kau berkaca lebih dulu! Lihat apa dirimu adalah sahabat yang
baik untuk kita!!”
“Yukari-chan, sudahlah. Semua murid
melihat ke arah kita.” Aoi memegang lengan seragam Yukari dan menariknya
perlahan.
Mendengar perkataan Yukari,
Kazuya justru tertawa kecil.
“Khu khu khu.”
“Apa?! Apa yang lucu, hah!!?”
“Rupanya kau masih kesal karena
pembicaraan kita yang kemarin itu? Kupikir kalian sudah melupakannya.”
Yukari mengangkat sebelah alisnya,
dengan ekspresi geram ia melangkah mendekati Kazuya dan mengangkat sebelah
tangannya.
“K--“
“Mana mungkin kami bisa lupa?”
Ketika Yukari akan mengarahkan tangannya ke arah Kazuya, Ryo menyelanya dan
bicara dengan suara pelan.
Kazuya langsung mengalihkan
pandangannya ke arah Ryo di sampingnya.
“Pembicaraanmu yang kemarin itu
terlalu gila, sampai-sampai terbawa ke dalam mimpiku. Kalau kau ingin melakukan
permainan itu, yah...seperti apa yang dikatakan oleh Akihara kemarin, lebih
baik kau melakukannya sendirian saja. Kami tidak ikut-ikutan.”
“Fuh...dan ‘kami’ itu maksudnya
adalah?”
“Siapa lagi? Tentu saja, aku,
Akihara dan juga Asahina. Kami tidak ingin menyia-nyiakan nyawa kami untuk
mengikuti permainan bodohmu itu.”
“Fujiwara-kun...” Aoi menatap ke
arah Ryo dan berkata pelan.
Ini pertama kalinya Ryo bersikap
peduli terhadap sesuatu.
Biasanya, ia selalu bersikap acuh
dan tidak peduli dengan kejadian yang ada di sekelilingnya. Mengatakan sesuatu
yang bisa diartikan seperti ‘tidak akan kubiarkan teman-temanku terluka’ adalah
hal yang sangat jarang diungkapkan oleh pemuda itu.
Wajar saja, jika perkataannya barusan membuat
Yukari dan Aoi sama-sama memasang wajah terkejut.
“Ke--keren!! Ah--!! Bukan itu, tapi sepertinya Ryo juga bisa merasakan
kalau ini adalah permainan yang sangat berbahaya...jika dibandingkan dengan
permainan yang lain.” Kata Yukari dalam hati.
“Kau bersikap seperti seorang
pangeran, ya? Tapi biar kuberitahu sesuatu. cepat atau tidak, kalian pasti akan
mengikuti permainan ini.”
“Tidak akan!!” Teriak Yukari.
“Kita lihat saja nanti.” Kazuya
tersenyum licik sambil memalingkan pandangannya dari Yukari yang masih
menatapnya dengan ekspresi kesal.
“Yukari-chan...” Aoi memanggil
nama Yukari dengan suara pelan, menyuruhnya untuk kembali duduk.
“Huh! Entah kenapa kalau terus
dekat-dekat dengan dia, rasanya otakku akan meledak!!” Yukari bicara dengan
nada kesal, tapi dengan volume suara pelan supaya Kazuya tidak bisa
mendengarnya.
“Sabar, sabar, Yukari-chan. Aku
yakin semuanya akan baik-baik saja~” Aoi tersenyum lembut sambil menepuk-nepuk
punggung Yukari.
“Justru sikapmu yang terlalu
santai itu membuatku sedikit khawatir.” Yukari berkata sambil menghela nafas.
“Tidak akan ada yang terjadi’kan?” Pikir Yukari.
***-***
“Benarkah?!”
“Iya, benar!!”
“Gosipnya seperti itu!”
“Adiknya Fukuda’kan?”
“Kabarnya dia...”
“CHIZUKO!!!?”
Yukari, tiba-tiba membanting
pintu kelas 3-C (Yukari kelas 3-D) dengan wajah khawatir dan nafas
terengah-engah seperti habis melakukan lari marathon 1 KM. Di belakangnya, juga
ada Aoi yang menyusulnya.
“Hah...hah...Yu--Yukari-chan!
A--ada apa?” Aoi berusaha mengatur nafasnya.
“Mana Chizuko!?” Teriak Yukari.
Fukuda Chizuko, sahabat Yukari
dari kelas sebelah.
“Hiks...hiks...” Terdengar suara
tangisan dari arah Chizuko yang sedang dikelilingi oleh beberapa murid.
Mereka sedang berusaha
menenangkannya.
Dengan cepat, Yukari segera
berjalan ke arahnya, menerobos kerumunan murid di dekat Chizuko, diikuti oleh
Aoi yang masih belum mengerti apapun.
“Chizuko?! Chizuko?!! Kau
baik-baik saja?!”
Chizuko mengangkat wajahnya
perlahan dan menatap Yukari. wajahnya basah oleh air mata.
“Chizuko? Apa yang sebenarnya
terjadi?!” Tanya Yukari.
“Hiks...a--aku juga tidak begitu
mengerti...kemarin ia masih ada. Tapi ketika hari menjelang sore...tiba-tiba ia
menghilang entah ke mana!! Aku tidak mengerti! Polisi sudah berusaha mencarinya
tapi mereka tidak bisa menemukannya!! Aku bingung, Yukari!! Aku tidak tahu
harus berbuat apa!!!!” Chizuko bercerita sambil berusaha menghapus air matanya
yang terus mengalir.
“Tenanglah, Fukuda-san.” Aoi
memegang pundak Chizuko, berusaha menenangkannya.
“Aku tidak mengerti...Tapi,
mereka menemukan sesuatu!”
Yukari dan Aoi sama-sama tertegun
mendengar ucapan Chizuko.
“Menemukan... sesuatu?” Yukari
berkata pelan.
“Mereka menemukan bola
miliknya...” Cerita Chizuko pelan.
“Di mana?! Aku akan bantu
mencarinya!!” Teriak Yukari.
“Di...”
Chizuko terdiam sesaat sambil
menundukkan kepalanya...
............
....................................
.............................................................................
“Di rumah bekas keluarga
Yamasaki...”
Kejadian itu terjadi pada saat
istirahat makan siang.
Ketika itu Yukari, Aoi dan Ryo
sedang duduk di satu meja yang sama. Tidak seperti biasanya, Kazuya tidak
datang saat itu.
“Ah...pelajarannya sulit sekali.
Aku sama sekali tidak mengerti.” Gerutu Yukari kesal sambil meletakkan
kepalanya di atas meja.
“Tenang saja, Yukari-chan. Kalau
kau tidak mengerti nanti, aku akan mengajarimu dengan senang hati.” Aoi berkata
dengan nada riang seperti biasanya.
“Ngomong-ngomong, kemana Kazuya?”
Ryo bertanya sambil melihat ke sekelilingnya. Namun ia sama sekali tidak
menemukan sosok Kazuya dimanapun.
Yukari menghela nafasnya.
“Sudahlah, Ryo. Jangan membahas
orang itu lagi.”
“Gara-gara kejadian yang kemarin
itu, sepertinya mood Yukari jadi buruk.” Aoi berkata sambil tersenyum kecil.
“Bukan cuma buruk...tapi
sangat-sangat buruk.” Tambah Yukari lagi tidak semangat.
“Ya, aku mengerti bagaimana perasaanmu,
kok. Wajar kalau kau kesal sih. Habisnya si Kazuya itu seperti itu. Kenapa dia
mengajak kita bermain permainan mengerikan seperti itu, ya? Aku sama sekali
tidak mengerti jalan pikirannya...” Ryo berkata sambil menopang dagunya.
Entah kenapa, Yukari dan Aoi
langsung terlihat sangat kaget. Ryo pun jadi ikut-ikutan kaget karena melihat
reaksi mereka berdua.
Kalau reaksi mereka berdua biasa
saja sih, tidak ada masalah. Tapi, reaksi dan ekspresi mereka berdua terlihat
sangat tegang seperti habis melihat hantu.
“Oi, oi. Ada apa, kalian
berdua?!” Tanya Ryo dengan nada bicara sedikit panik. Berbeda dengan nada
bicaranya yang selalu terdengar datar dan tidak peduli.
Yukari dan Aoi saling berpelukan
satu sama lain.
“Kau--kau dengar, Aoi!?” Yukari
berkata dengan suara bergetar dan ekspresi yang ketakutan.
“Ya--ya!! Sangat jelas,
Yukari-chan!!!” Kata Aoi dengan tubuh yang gemetaran.
“Ada apa sebenarnya?!” Kata Ryo,
bingung dengan reaksi kedua sahabatnya yang tiba-tiba itu.
Mungkinkah...di sekolah ini ada
hantunya??!
Apa sekarang ini Yukari dan Aoi
sedang mendengar suara sesorang yang tidak bisa dilihat dengan mata orang
biasa!!?
Karena itukah mereka memasang
wajah ketakutan seperti itu!?
(Pikir Ryo)
“Aoi...”
“Yukari-chan...”
“Huwaaa!!!! Apa yang terjadi!!?
Baru pertama kali aku mendengar Ryo bicara sepanjang itu!!! Dunia mau kiamat,
ya!!? Hyaaaah!!!!!” Teriak Yukari histeris.
“Kyaa!!! Fujiwara-kun tidak
berkata ‘Diamlah’, ‘Berisik’, ‘Aku tidak peduli’, ‘Terserah padamu’, melainkan
bicara dengan satu kalimat panjaaaaaang!!!! Uwaaah...apa ini pertanda akhir
dari dunia!!!!?” Aoi juga berteriak (catatan : Aoi lebih histeris dari Yukari)
sambil memegang wajahnya.
“Kalain ini mikir apa sih!!?
Dasar bodoh!!! Kupikir ada apa!!? (Kenapa
itu jadi masalah buat kalian sih!! Memang salah kalau aku bicara panjang
lebar!!? Untuk apa aku dianugerahi mulut!!!?)”
Beberapa saat kemudian, Aoi dan
Yukari kembali tenang.
“Fuuuh...tapi jujur saja,
mendengar Ryo berkata sepanjang itu...membuatku merasa kaget...” Kata Yukari
sambil mengelus dadanya perlahan.
Aoi mengangguk.
“Hm...benar sekali.”
Ryo menutupi wajah dengan kedua
tangannya.
“Haaah...kalian ini. Tidak perlu
heboh seperti ada festival atau apa!!” Ryo berkata kesal.
“Huooo...Ryo sedang kesal,
ya????” Yukari kembali memasang ekspresi kaget di wajahnya.
“Ya, memang kenapa!! Aku tidak
boleh kesal gitu!!? Oh, jadi yang boleh kesal cuma kalian saja!?” Kata Ryo
sambil memukul meja.
“Ha--habisnya...Fujiwara-kun
selalu bersikap dingin tanpa emosi seperti zombie...(jujur saja, waktu pertama kali bertemu, kupikir kau benar-benar
zombie...)” Kata Aoi dengan sedikit takut.
“K--Kau pikir aku zombie??!” Kata
Ryo dengan nada sedikit terkejut.
Yukari kembali menghela nafasnya
dan memejamkan kedua matanya. Entah kenapa, tapi wajahnya sedikit memerah.
“Sepertinya, bahkan seorang
Ryo-pun bisa merasa kesal seperti ini. Aku merasa kagum.”
“Hal seperti itu tidak perlu kau
kagumi.” Ryo hanya bisa sweat drop.
Mereka bertiga menghela nafas
bersamaan dan kembali menikmati makan siang mereka.
Ryo melihat ke arah jendela di
sudut ruangan, kemudian berkata pelan.
“Gara-gara pembicaraan kemarin,
aku jadi merasa kesal. Jadi, berhati-hatilah kalau sedang bicara denganku.”
“Hmmph...aku tahu. Tidak ada yang
tidak kesal jika seorang temanmu memaksamu untuk bermain permainan yang mampu
merenggut nyawa seperti itu. Bagaimanapun, aku masih sayang dengan nyawaku. Apa
orang itu tidak peduli dengan nyawanya sendiri?” Yukari berkata sambil
mengunyah makanannya.
Aoi mengangkat bahunya dan
mendesah pelan.
“Aku juga tidak tahu apa yang
Azamaki-kun rasakan waktu itu. Tapi...meskipun hanya sedikit...aku merasa kalau
dia juga ketakutan...mungkin...”
Mendengar ucapan Aoi yang
terdengar masih tidak yakin, Yukari dan Ryo sama-sama terdiam sambil
menundukkan kepala mereka.
Mungkinkah...
Sama seperti mereka...
Meskipun sangat ingin memainkan
permainan terkutuk itu...
Kazuya juga merasa sedikit
ketaktuan?
“Haah...harusnya sih seperti itu.
Yah...itu kalau dia manusia normal.” Yukari berkata dengan nada yang seolah
berkata ‘Aku tidak peduli dan juga tidak mau tahu’.
Baguslah, sekarang ia terdengar
seperti Ryo versi perempuan.
“Fu fu fu.” Mendengar itu, Aoi
tertawa kecil.
Yukari dan Ryo yang tertegun
langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah Aoi.
“Ada apa, Asahina?”
“Fu fu, aku hanya berpikir...barusan
Yukari-chan terdengar seperti Fujiwara-kun. Dan kurasa itu cukup manis :3”
“Su--sudahlah, Aoi. Aku sama
sekali tidak mengerti dengan apa yang kau pikirkan (dari sisi mana kau lihat itu sebagai sesuatu yang manis??)” Kata
Yukari sambil mendesah pelan dan memundurkan sedikit kursinya.
“Hmm...mungkinkah...?” Kata Ryo
pelan.
“Ada apa?” Tanya Yukari sambil
menoleh ke arah Ryo.
“Mungkinkah...Asahina menganggap
bahwa Akihara sangat manis?! Ah...jadi ini benar-benar ‘yuri’ (yuri = cinta
sesama perempuan), ya?” Kata pemuda berambut coklat pendek itu santai sementara
Yukari mendapat face palm yang sangat
keras di wajahnya.
Sementara itu, Aoi hanya menatap
bingung.
“Hm? Ada apa dengan ‘bunga
lili’?? (yuri juga bisa berarti
sebagai bunga lili)”
“Ti--tidak ada apa-apa dengan
bunga lili!!!! Ya! Tidak ada apa-apa!! Kau jangan dengarkan ucapannya!!!!!! (Kyaaa!!!! Malu sekali!! Kuhajar kau,
Ryo!!!!!)”
“Fu fu fu, begitu, ya? Asahina
yang polos dan Akihara yang meledak-ledak...Hmm...keduanya sangat cocok.”
“Jangan berkata seolah kami
berdua itu adalah bahan penelitianmu!!!! (kuhajar
beneran, lho!!!)” Teriak Yukari sambil menaruh sebelah kakinya di atas meja
dan menarik dasi Ryo sementara Aoi hanya berkata ‘Sudahlah’, sambil tertawa
kecil.
“Benarkah?!”
Segerombolan murid berjalan masuk ke kantin dan duduk di meja
dekat Yukari dan yang lainnya.
Pandangan Yukari, Ryo dan juga
Aoi tertuju pada segerombolan murid itu.
Mereka terdiri atas 3 perempuan
dan 2 laki-laki yang berasal dari kelas 3-D.
“Ada apa?” Tanya Yukari dengan
suara pelan sambil terus memegang dasi Ryo.
“Entahlah. Tapi sepertinya sedang
terjadi sesuatu.” Jawab Aoi tanpa memalingkan pandangannya sedikitpun dari
gerombolan murid itu.
“Iya, benar!!” Kata seorang siswi
berambut pirang panjang sepunggung.
“Gosipnya seperti itu!” Tambah
seorang gadis berambut oranye pendek yang sedikit bergelombang.
Ryo langsung memalingkan
pandangannya.
“Untuk apa kita mengurusi mereka?
Mereka hanya segerombolan penggosip.” Katanya sambil menarik dasinya dari genggaman
Yukari.
Yukari terlihat berpikir.
“Hmmm...”
Kemudian berkata ‘Kau benar’,
sambil menurunkan kembali sebelah kakinya.
“Tapi...aku merasa kalau ada
sesuatu yang memang terjadi.” Kata Aoi.
Yukari kembali duduk di kursinya
dan menghela nafas.
“Entahlah, tapi aku sama sekali
tidak peduli dengan gosip murahan orang-orang itu.”
Aoi terdiam sesaat, kemudian
mengangguk pelan.
“Kau benar. Lebih baik kita
lanjutkan makan siang kita.” Kata Aoi sambil mengikuti Yukari dan duduk di
sampingnya.
Untuk sesaat, suasana diantara
ketiga orang itu kembali tenang, tapi tidak setelah ‘kata-kata’ itu, terlontar
dari salah seorang murid tadi.
“Adiknya Fukuda’kan?”
Deg
“Fuku...da...?” Yukari berkata
pelan dengan mata yang terbuka lebar.
Aoi dan Ryo yang mendengar Yukari
bicara tiba-tiba, langsung mengalihkan pandangan ke arahnya.
“Kabarnya dia...”
Braak!!
Yukari langsung menggebrak meja
dengan keras, lalu langsung berlari ke arah segerombolan murid dari kelas 3-D
itu!
“Ada apa, Yukari-chan? Apa
terjadi sesuatu?” Tanya Aoi bingung sambil bangkit berdiri lagi sementara Ryo
hanya melihat sambil terus diam di tempatnya.
Yukari langsung menarik kerah
baju salah satu murid laki-laki itu.
“Oi, oi!! Ada apa ini!?”
Teriaknya sambil berusaha melepaskan diri dari Yukari.
Sementara murid-murid yang lain
mulai memperhatikan mereka.
“Ada apa??”
“Ada yang lagi berantem, ya?”
“Yukari-chan! Ada apa sebenarnya?” Aoi berkata
sambil Berlari ke arah Yukari dan berusaha menariknya mundur.
“Katakan...” Yukari berkata
pelan.
“Apa?” Murid itu bertanya.
“Yukari-chan...”
.........
.....................
................................
“KATAKAN APA YANG
SEBENARNYA TERJADI PADA CHIZUKO!!!?”
Setelah itu, Yukari mendengar
bahwa adik laki-laki Fukuda Chizuko, sahabatnya dari kelas 3-D, menghilang
secara misterius.
Tidak tahu ke mana dan apa yang
menyebabkan adik Chizuko menghilang.
Mungkin saja penculikan atau bisa
saja adiknya tersesat di suatu tempat yang tidak ia kenal.
Sambil berlari ke arah kelas
Chizuko, Yukari dan Aoi berharap bahwa kemungkinan yang terjadi tidaklah
seburuk itu.
Tapi, kenyataan yang menunggu
mereka...ternyata jauh lebih buruk daripada itu...
“Menemukan... sesuatu?” Yukari
berkata pelan.
“Mereka menemukan bola
miliknya...” Cerita Chizuko pelan.
“Di mana?! Aku akan bantu mencarinya?!!”
Teriak Yukari.
“Di...”
Chizuko terdiam sesaat sambil
menundukkan kepalanya...
............
....................................
.............................................................................
“Di rumah bekas keluarga
Yamasaki...”
Di rumah bekas keluarga Yamasaki.
Sepertinya, itu adalah kunci
penyelesaian masalah ini.
Sayangnya, sebuah kunci yang
tidak ingin didapatkan oleh siapapun.
Yukari tertegun begitu mendengar
‘nama itu’ kembali di sebutkan.
Kenapa...
Kenapa dari semua tempat yang ada
di sini, harus di sana!!?
Yukari jatuh terduduk.
“Yukari-chan!” Teriak Aoi sambil
langsung memegang tubuh Yukari yang terduduk lemas.
Semua murid di sekelilingnya
memperhatikan Yukari yang sedang menutup wajah dengan sebelah tangannya.
“Yu--Yukari-san.” Chizuko berkata
pelan sambil sedikit terisak-isak.
“Ha ha.” Tiba-tiba, Yukari
tertawa kecil.
“Eh? Kenapa aku malah tertawa? Gawat...masalah yang sekarang ini sedang
kita semua hadapi sangatlah gawat. A ha ha, tapi kenapa aku tidak bisa berhenti
untuk tertawa? Kenapa, ya?”
“Akihara.”
Yukari perlahan mengangkat
wajahnya ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan.
Ryo ada di sana, berdiri di dekat
pintu.
Yukari terdiam, kemudian ia
tersenyum ke arah pemuda berambut putih itu.
“Ha ha...kenapa jadi seperti ini,
ya?”
Dan air mata itu mulai menetes
membasahi wajahnya.
***-***
Pelajaran hari ini telah
berakhir.
Jam telah menunjukan pukul 16.00
dan langit sudah mulai berubah menjadi oranye.
Angin yang lembut, masuk melalui
jendela yang terbuka, membuat rambut Yukari sedikit berkibar.
Saat ini yang berada di dalam
kelas hanya Yukari yang duduk termenung.
Di sampingnya, Aoi dengan setia
menemani dan Ryo yang hanya berdiri di dekat pintu sejak tadi.
Yukari hanya terdiam, tanpa
mengatakan apapun.
Jika orang yang melihatnya saat
ini, mereka pasti tidak akan menyangka bahwa dia benar-benar Akihara Yukari
yang selalu energik dan ceria. Yukari yang terkadang emosional dan suka
berteriak-teriak ke arah orang yang membuatnya kesal. Yukari yang seperti
itu...kini terlihat murung dan sedih.
Kesedihan yang teramat sangat
dapat terlihat jelas dari wajahnya yang pucat dan matanya yang bengkak sehabis
menangis.
Jujur saja, itu pertama kalinya
Aoi dan Ryo melihat gadis itu meneteskan air mata. Yukari selalu terlihat kuat.
Ia selalu terlihat bersinar seperti matahari.
Kini, matahari itu perlahan
tenggelam...jauh ke dalam kegelapan.
“Yukari-chan...aku tahu kau
sangat sedih. Tapi jangan seperti ini. Lebih baik kita pulang sekarang. Hari
sudah mulai sore.” Aoi yang dari tadi hanya terdiam, menepuk pundak Yukari dan
menyuruhnya untuk segera pulang.
Tapi Yukari tidak menjawabnya.
Meskipun begitu, tubuhnya sedikit
bergetar.
Ia ingin menangis lagi, tapi ia
berusaha menahan diri.
Teman-temannya ada di sana, dan
ia tidak ingin melihat mereka jadi khawatir karena dirinya.
Bahkan Ryo pun terlihat khawatir.
Ya.
Yukari sangat peduli terhadap
teman-temannya melebihi dirinya sendiri.
Dia adalah tipe orang yang dengan
kerasnya akan berkata ‘Lakukan apa saja yang kau mau padaku, asalkan
teman-temanku selamat’.
Yukari adalah orang seperti itu.
Meskipun di luar ia selalu
bertindak seenaknya, selalu terlihat marah dan kesal, dan juga selalu
meledak-ledak...tapi Yukari sangat lembut di dalamnya.
Orang yang sudah mengenalnya
dengan dekat pasti tahu mengenai satu sisi baik Yukari.
Dan terkadang, sisi baiknya itu
menjadi beban yang berat untuknya sendiri.
“Aku...” Tiba-tiba Yukari bicara
meskipun dengan suara yang kecil. Terdengar seperti seorang gadis yang lemah.
“Aku ingin menolong Chizuko.”
“Jangan bodoh. Ingin menolong itu
maksudnya kau ingin pergi ke rumah keluarga Yamasaki?” Ryo berbicara sambil
berjalan ke arahnya.
“Yukari-chan, kau tidak
bercanda’kan?”
Yukari menggeleng pelan.
“Hmm...aku tidak bisa terus diam
seperti ini. Apapun yang kulakukan, aku ingin menolong Chizuko.” Yukari
berkata, kali ini dengan suara lebih keras.
“Tapi, kau tidak tahu apa yang
ada di dalam rumah itu’kan? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?” Kata Aoi
ketakutan.
“Aku tidak tahu. Tapi aku tidak
bisa seperti ini terus. Aku tidak bisa hanya duduk dan membuang waktuku di
sini. Rasanya sangat berat...sangat berat begitu mendengar bahwa adik Chizuko
menghilang di rumah itu. Tapi...aku ingin menolongnya!”
“Yukari-chan...”
“Meskipun taruhannya nyawa?” Ryo
berkata dengan nada dingin.
Kata-katanya barusan sukses
membuat tubuh Yukari sedikit gemetar.
Tapi, suaranya tetap terdengar
yakin.
“Meskipun taruhannya nyawa? Ya,
aku akan melakukannya.” Ia berkata sambil tersenyum kecil.
Yukari adalah orang yang seperti
itu.
Orang bodoh yang dengan mudahnya
rela mengorbankan nyawanya sendiri demi orang lain.
Sampai sejauh itukah?
Yukari akan berbuat demi orang
lain?
“Kau selalu saja seperti itu.”
Ryo berkata tiba-tiba sambil
melipat kedua tangannya.
“Eh?” Yukari menoleh ke arah Ryo
perlahan.
“Kenapa sih...jujur saja, aku
sama sekali tidak mengerti. Kenapa kau bisa berpikiran sampai sejauh ? Kenapa
kau mau melakukan hal-hal yang justru tidak ingin dilakukan oleh orang lain?
Coba kau lihat semua teman-teman Fukuda yang lain. Apa mereka sepeduli itu?
Tidak’kan? Mereka berusaha menenangkannya dan berkata ‘Tenang, semuanya akan
baik-baik saja’, atau ‘Kami akan berusaha membantumu sebisa kami’, itu semua
hanya untuk formalitas saja. Tapi di belakang mereka hanya menyebarkan gosip
tentang menghilangnya adiknya, hanya membuat kehebohan sesaat yang pada
akhirnya akan dilupakan juga. Sama sekali tidak ada yang berpikir dan berniat
untuk menolongnya. Kenapa...kau, Akihara Yukari, segitu ingin menolongnya
seperti itu?”
Sekali lagi, Ryo berbicara dengan
kalimat yang panjang. Sesuatu yang sangat jarang didengar oleh Aoi dan juga
oleh Yukari.
Benar juga, ya?
Kenapa ia sangat ingin menolong
Chizuko?
Kenapa ia sangat ingin menolong
temannya?
Apa ini hanya sebatas karena rasa
‘ingin menolong seorang teman’?
Tidak.
Bukan itu.
Karena semua orang tidak ingin
melakukannya.
Karena semua orang hanya
meninggalkan Chizuko seorang diri sambil memberikan harapan-harapan palsu.
Apanya yang ‘Tenang saja, semua
akan baik-baik saja’?!
Ryo benar.
Itu semua hanya formalitas saja.
Sejak awal, mereka sama sekali
tidak memiliki niat untuk menolong Chizuko.
Jika masalahnya lebih simple,
mungkin mereka akan melakukannya.
Tapi, masalah yang mereka hadapi saat ini
adalah bekas rumah keluarga Yamasaki yang angker dan berhantu.
Orang normal tidak akan mau
melakukan hal bodoh seperti itu hanya untuk orang lain.
Ya.
Manusia yang selalu bersikap
egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri...tidak akan pernah melakukan hal
seperti itu.
“Karena itu...”
Yukari berkata sambil menundukkan
kepalanya.
Perlahan, ia mengangkat wajahnya
dan menatap Ryo dan Aoi.
Angin berhembus sekali lagi dan
ruangan yang bermandikan cahaya matahari sore itu, menjadi terasa lebih hangat.
“Karena tidak ada yang mau
melakukannya, makanya aku yang harus berusaha dan melakukannya.”
Yukari menjawab dengan penuh
keyakinan.
Ryo dan Aoi terdiam sesaat.
Kemudian mereka berdua tersenyum
kecil.
“Yup, itulah Yukari-chan yang
kami kenal. Memang tidak mungkin untuk melawanmu...karena itu...biarkan aku
ikut denganmu.”
“He?”
“Fu fu, menarik juga. Jadi
sekarang kita akan pergi ke rumah itu dan mencari adiknya Fukuda yang
menghilang? Baiklah, aku juga akan ikut.” Ryo berkata sambil tersenyum kecil.
“Aoi...Ryo...” Yukari berkata
pelan.
Kemudian, Yukari bangkit dari
kursinya. Ia menatap kedua temannya itu.
“Kalian...aku tidak tahu apa yang
akan terjadi di tempat itu nanti. Tapi aku janji tidak akan ada hal buruk yang
terjadi. Karena itu...”
Perlahan, ia membungkukkan
tubuhnya.
“Mohon bantuannya!!”
***-***
Jalanan sudah sangat sepi.
Sama sekali tak terlihat ada
orang lain yang berjalan di jalanan sempit itu, kecuali 3 orang itu, ditemani
oleh bayangan mereka yang mengikuti dari belakang.
Tap Tap Tap
Mereka berjalan perlahan sampai
pada akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sudah terlihat cukup tua.
Rumah yang sudah 4 tahun itu
tidak berpenghuni lagi.
Yah...meskipun itu tidak
sepenuhnya benar.
“Jadi...ini, ya?” Kata Aoi pelan.
Hanya dengan melihatnya saja,
tubuh mereka seperti diserang oleh ribuan pedang es yang dingin menusuk tulang.
“Ya, ini...”
“Rumah keluarga Yamasaki.”
Dengan perlahan, ketiga orang
itu, Yukari, Ryo dan juga Aoi masuk ke dalam halaman rumah itu.
Pagarnya tidak terkunci.
Setelah mereka pulang dari
sekolah, mereka bertiga langsung berganti baju dan meminta ijin untuk belajar
kelompok di rumah Aoi.
Jika mereka bilang ingin pergi ke
rumah bekas keluarga Yamasaki, orang tua mereka tidak mungkin mengijinkan.
Dengan perlahan, ketiga orang itu
berjalan diantara rumput-rumput panjang yang sedikit bergoyang karena hembusan
angin.
“Hati-hati.” Kata Yukari,
berusaha memperingati kedua sahabatnya itu.
Aoi dan Ryo sama-sama
menganggukkan kepalanya, sampai tiba-tiba--
“KYAAAAAAAA!!!!!!”
Aoi berteriak dengan sangat
keras.
Yukari yang berada paling
belakang dan Ryo yang berada paling depan langsung berjalan menghampiri Aoi.
Ada sesuatu!?
Apa Aoi melihat sesuatu!?
“Ada apa, Aoi!? Kau melihat
sesuatu?” Tanya Yukari sambil menggoyang-goyangkan tubuh Aoi, sementara Aoi
menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“Asahina?”
Tubuhnya gemetaran dan terlihat
sangat ketakutan.
Apa jangan-jangan...
Roh si anak kedua yang dirumorkan
itu...
Menampakkan dirinya di hadapan
gadis berambut hitam panjang itu?
“Aoi, ada apa?!”
“Yu--Yukari-chan...”
“Y--ya?”
“A--aku melihatnya...”
“Melihat apa?”
“Ja--jangkrik...”
“Jangkrik?”
“Eh? Apa?”
Suasana hening menyelimuti mereka
bertiga.
“YA!!!! TADI AKU MELIHAT
JANGKRIK YANG UKURANNYA SAAAAAAAAANGAAAT BEEESAAAR MELOMPAT KE ARAHKU!!!!! AKU
SANGAT KETAKUTAAAAAAN!!!!!!!!!!!!!!”
Aoi menjerit dengan suara keras
sementara Yukari dan Ryo hanya bisa terdiam membatu di tempat.
“La--lagipula! Jangkriknya sudah
pergi’kan!? Su--sudahlah, Aoi! Berhentilah menangis!!” Kata Yukari sambil
melanjutkan langkahnya.
Tapi, langkahnya sedikit
bergetar.
Menyadari sesuatu, Ryo berkata
‘Ah’, yang langsung membuat Yukari diam di tempatnya.
“Jangan-jangan kau juga takut... jangkrik,
ya?”
“Glek!!! Si--siapa bilang aku
takut!? Mana mungkin, aku, Akihara Yukari takut sama jangkrik kecil!!! Sudah,
ayo cepat! Tujuan kita kemari mau mencari adiknya Chizuko’kan? (kenapa malah jadi seperti acara komedi!?)”
Teriak Yukari dengan wajah merah.
“Yakin mau jalan terus? Di
depanmu ada jangkrik tuh.” Kata Ryo sambil menunjuk ke arah yang dituju oleh Yukari.
“GYAAAAAAAH!!! MANA!!?
DI MANA!!!!!?”
Perkataan Ryo barusan...sukses
membuat Yukari meloncat dan berteriak kaget.
“Fu fu fu, ternyata Akihara
memang seorang gadis, ya? Manis juga.”
“KULEMPAR SEPATU LHO!!!!!!”
Teriak Yukari ke arah Ryo sambil mengangkat sepatunya. Tentunya dengan muka
merah padam karena malu.
“Sudah, sudah. Jangan lupakan
tujuan awal kita kemari. Ayo, kita lanjutkan.” Kata Aoi sambil berjalan dengan
santa mendahului Yukari.
“Ukh. Dia ini...dia pikir
gara-gara siapa kita jadi terhenti seperti ini!??” Yukari berkata sambil
melihat ke arah Aoi di depan.
“Yang penting tidak ada
apa-apa’kan? Ayo, jalan.” Kata Ryo sambil berjalan melewati Yukari.
“He--hey!! Tunggu aku!” Teriak
Yukari sambil berjalan mengikuti Ryo dari belakang.
“Tapi...”
Tiba-tiba, Ryo menghentikan
langkahnya.
“Ada apa lagi? Cepat jalan sana.”
Kata Yukari kasar.
Ryo menoleh ke arah Yukari dan
tersenyum kecil.
“Kata-kataku yang barusan itu
serius, lho.”
Kemudian ia kembali berbalik dan
berjalan mengikuti Aoi, meninggalkan Yukari yang masih terdiam di tempat dengan
wajah merah.
“Ba--barusan itu apa!!!?” Kata
Yukari sambil berjalan mengikuti kedua sahabatnya.
Bebarapa menit kemudian, mereka
sudah sampai di pintu depan rumah itu.
Anehnya, pintu itu tidak
terkunci, ataupun tertutup, melainkan terbuka cukup lebar sehingga ketiga orang
itu bisa melihat apa yang ada di dalamnya.
Gelap dan mengerikan.
Itulah kesan pertama dari ketiga
orang itu, ketika mereka mengintip masuk ke dalam rumah itu.
Rumah bekas keluarga Yamasaki.
Di mana pernah terjadi sebuah
kebakaran hebat yang menewaskan sang adik.
Dan sampai saat ini juga, tidak
ada yang mengetahui di mana keberadaan si anak pertama.
Apakah ia masih hidup?
Ataukah ia sudah mati?
Yang jelas, arwah si anak kedua,
masih ada di dalam rumah ini.
Tepatnya di dalam sebuah lemari
tua di gudang.
Satu-satunya barang yang tersisa,
dari kebakaran 4 tahun silam tersebut.
“Kita hindari gudang. Oke?” Tanya
Yukari yang dijawab dengan anggukan oleh Ryo dan Aoi.
Mereka tidak ingin terlibat
langsung dengan arwah si anak kedua itu.
Perlahan, mereka bertiga
melangkahkan kaki mereka masuk ke dalam rumah itu.
Lantai yang terbuat dari kayu itu
menimbulkan suara decitan yang aneh, tapi juga menyeramkan.
Rumah itu sangat gelap, tanpa
adanya penerangan sedikitpun
Ryo berusaha menemukan tombol
lampunya di tengah kegelapan.
Ketika ia berhasil menemukannya
dan menekannya, tidak ada yang terjadi.
“Pasti tombol lampu ini sudah
rusak.” Kata Aoi pelan sambil berjalan di belakang Yukari.
“Sudahlah. Dengan lampu ataupun
tanpa lampu, kita pasti bisa melakukan semua ini. Pokoknya, jangan sampai
terpencar apalagi memasuki wilayah gudang.” Jelas Yukari.
“Tapi, Yukari-chan...di mana
letak gudang itu?”
“Yang kutahu, kalau tidak salah
letaknya di dekat dapur.” Ryo menjawab pertanyaan Aoi yang ditujukan untuk
Yukari.
“Hooo...kalau tidak salah, pusat
kebakaran itu juga ada di dapur’kan?” Kata Aoi.
“Iya, jadi...si anak kedua itu
pasti langsung terbakar sampai hangus, ya? Entah kenapa aku merasa kasihan
padanya.” Tambah Yukari.
Aoi menundukkan kepalanya.
“Kalau saja si anak pertama tidak
meninggalkan adiknya dan menyelamatkan dirinya sendiri...pasti rumah ini tidak
akan angker seperti ini. Dan permainan ‘Hide
and seek’ itu juga tidak akan pernah ada’kan?”
Mendengar itu, Yukari dan Ryo
menghentikan langkah mereka.
Benar juga.
Seandainya si anak pertama tidak
menyelamatkan dirinya sendiri dan tidak meninggalkan adik yang sangat
disayanginya itu seorang diri...
Mungkin saja mimpi buruk ini
tidak akan pernah terlahir.
Yukari menghela nafas.
“Tapi, mau bagaimana lagi?
Bukannya semua ini sudah terjadi? Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kejadian
itu’kan sudah 4 tahun yang lalu...Lagipula...” Yukari menghentikan ucapannya.
“Sekarang kita harus mencari adiknya
Chizuko. Ayo” Katanya sambil tersenyum kecil dan kembali berjalan.
Yukari benar.
Bukan saatnya bagi mereka untuk
membicarakan masa lalu.
Sekarang ada hal yang lebih
penting yang harus mereka lakukan.
“Oh ya, ngomong-ngomong...adiknya
Fukuda itu...siapa namanya?” Tanya Ryo sambil mengikuti Yukari dan Aoi.
“Namanya...”
“Taro.”
Deg
Sekali lagi, Yukari, Ryo dan juga
Aoi menghentikan langkahnya.
Bukan karena melihat sesuatu,
tapi karena mendengar sesuatu.
Suara itu...
Tidak mungkin...
Kriiiiet
Tiba-tiba, terdengar suara pintu
tua yang berdecit.
Ketika ketiga orang itu
membalikkan badan dan melihat apa yang terjadi, pintu di hadapan mereka telah
tertutup.
Kini, dihadapan mereka terdapat
figur seorang pemuda yang cukup tinggi yang mengenakan topi.
Ia tersenyum, seolah menyambut
mereka bertiga.
“Selamat datang, wahai
teman-temanku.”
Orang misterius itu menunjukkan
sebuah senyuman licik di wajahnya.
Suara itu...
Suara yang selalu mereka dengar
setiap hari...
Suara yang tidak asing itu.
Sudah pasti milik ‘orang itu’.
“Kau!!?” Teriak Yukari kaget.
“Ti--tidak mungkin’kan!?” Aoi
berkata sambil memegang lengan seragam Yukari.
Ryo juga memasang ekspresi marah
di wajahnya dan dengan keras, ia berteriak menyebut nama ‘orang itu’.
“Apa...apa yang kau lakukan di
sini!!?”
“KAZUYA!!!?”
“Fu fu fu.”
Sambil mengangkat sebuah tas yang
dibawanya, ia tersenyum.
Senyuman itu...hanyalah senyuman yang dimiliki
oleh seorang iblis...
Setelah itu...yang terjadi
adalah...
Kazuya...
Menodongkan sebuah pisau ke arah
mereka bertiga.
“Kalian...mau main atau mati?”
***-***
A/N : Hai, minna XDDD
Maaf kalau kurang horor//duaagh
Sankyuu buat yang udah mampir!
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar