Senin, 25 Agustus 2014

Story : Hana no Uta Chapter 1

Story : Hana no Uta Chapter 1

*Read : Chapter -XXX-

             Chapter 2

             Chapter -XXX-

             Chapter 3

* Read Another Stories :




Ini adalah kota Hanasaki.
Sebuah kota kecil yang terletak di daerah pinggiran.
Orang-orang menjalani hari-hari di sini, sama seperti hari-hari yang lainnya, tidak ada yang spesial.
Namun di saat yang bersamaan, bukan berarti tidak ada sesuatu yang spesial.
Tinggal di sebuah kota yang kecil, dengan jumlah penduduk yang sedikit, tidaklah membuat kehidupan masyarakat di sini terasa mudah.
Masalah penduduk, masalah pendidikan ataupun masalah kesehatan masih menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
Banyak orang menderita dan mengeluh atas masalah itu, namun pemerintah hanya sibuk memperkaya diri mereka sendiri tanpa memperdulikan nasib orang-orang di kota kecil ini.
Bagi sebagian orang, terlahir di kota kecil seperti ini seperti  sebuah kutukan.
Kutukan yang tidak akan pernah terputus atau terhenti bagi keluarga serta keturunan mereka.
Situasi yang mereka alami seperti sebuah situasi yang sama sekali tidak ada harapan, baik untuk sekarang maupaun untuk masa depan mereka.
Namun di saat yang bersamaan juga,  bukanlah situasi yang sama sekali tidak ada harapannya.

HANA NO UTA
[Song of Flower]
Chapter 1
Dan Kuncup Bunga yang Kecil itu Akhirnya Mekar

“Yo, Sugata! Hari ini jalan kaki seperti biasanya, ya?”
Sugata menghentikan langkahnya tanpa menatap ke arah pemuda berambut putih pendek yang mengenakan kacamata itu.
“Satou...Ada apa?”
Pemuda bernama Satou itu tertawa kecil kemudian menepuk pundak Sugata sambil tetap menaiki sepedanya.
“Tidak ada sesuatu yang penting. Aku hanya ingin menyapamu.” Satou tersenyum.
“Oh.” Sugata berkata singkat.
Sugata menyingkirkan tangan Satou dari pundaknya dan kembali berjalan.
Satou tertegun sesaat kemudian mengayuh sepedanya dan mengikuti Sugata yang terus berjalan dari samping.
“Hey, Sugata, jujur saja...aku merasa sedikit kasihan selalu melihatmu jalan kaki sejak dulu. Mintalah orang tuamu membelikan sepeda.”
“Jangan bercanda. Orang tuaku miskin. Mana mungkin bisa membelikanku sepeda. Mereka juga membenciku.” Sugata berkata dengan ekspresi sedikit kesal.
Sugata sangat tidak suka membicarakan tentang kedua orang tuanya.
Satou langsung menundukkan kepalanya, menyadari kalau seharusnya ia tidak berkata seperti itu.
Beberapa saat kemudian, ia kembali mengangkat wajahnya dan tersenyum.
 “Ah...Jangan pasang wajah cemberut seperti itu, Sugata. Nanti gadis-gadis bisa kabur. Yah, sebenarnya sih kau cukup keren. Tapi kalau bersikap seperti ini terus, bisa-bisa kau tidak akan mendapat kekasih seumur hidupmu.”
 “Aku tidak peduli. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal seperti itu.”
 “Masa? Kita sekarang’kan sudah SMA. Sudah waktunya memikirkan percintaan. Memang hal itu sama sekali tidak ada di pikiranmu atau di dalam ‘daftar yang harus kau lakukan selama SMA’?”
“Tidak ada.” Sugata berkata tanpa melihat ke arah Satou sedikitpun.
Mendengar reaksi Sugata yang seperti itu, Satou menghela nafas pelan.
 Dia sudah tahu kalau pemuda berambut coklat cukup panjang itu akan mengatakan hal yang bisa langsung membuat orang lain merasa kesal dan pergi meninggalkannya sendiri.
“Haah...kau terdengar dingin seperti biasanya, ya? Aku hanya ingin mencairkan suasana tapi kau malah bersikap seperti itu. Sejujurnya, sih aku juga belum memikirkan sampai ke situ. Yang ada dipikiranku sekarang ini hanyalah belajar dengan serius lalu setelah aku lulus dari SMA ini aku akan mencari pekerjaan dan memulai hidup di kota ini. Yah...ini memang  masih sangat lama sih. Tapi aku penasaran, apa yang akan Sugata lakukan?”
Tiba-tiba saja Sugata menghentikan langkahnya.
Bersamaan dengan itu, Satou menghentikan sepedanya dan melihat ke arah Sugata yang terdiam.
“Sugata? Ada apa?”
“..............”
“Hm?”
Sugata menoleh perlahan ke arah Satou yang dari tadi terus menatapnya kemudian berkata pelan.
“Aku...akan pergi dari kota ini.”
“Hah? Apa?”
Sugata kembali memalingkan pandangannya dari Satou.
Kali ini, dia menatap ke arah pohon sakura yang sedang bermekaran.
Sinar matahari yang menyinari seluruh kota ini seolah berkumpul jadi satu dan menyinari pohon sakura tersebut, membuat Sugata harus menggunakan sebelah tangannya untuk melindungi matanya dari cahaya matahari yang terasa menyilaukan.
Pertanyaan Satou tadi, masih terus terbayang di pikiran Sugata.
Adalah hal yang wajar kalau orang ingin segera pergi dari tempat ini.
Kota kecil yang sama sekali tidak terurus, kota kecil yang tidak dipenuhi oleh harapan.
Orang normal tidak akan menginginkan hidup di tempat seperti ini.
Begitu pula dengan Sugata.
Begitu pula dengan semua orang di kota ini.
Semua sudah lelah terus hidup di kota kecil seperti ini.
Semua menginginkan kehidupan yang lebih baik.
Semua orang ingin keluar dari penderitaan ini kemudian menemukan harapan-harapan baru di luar sana.
Di luar kota ini.
“Aku duluan.”
Sugata kembali berjalan dan mendahului Satou.
“Oi, Sugata! Kau mau ke mana? Sekolahnya’kan lewat sini.” Satou berteriak ke arah Sugata tapi pemuda itu sama sekali tidak meresponnya.
“Hey!! Nanti kau bisa melewatkan upacara pembukaan, lho!!!”
“Biar saja. Nanti setelah upacara selesai, aku akan datang.” Sugata berjalan menaiki jalanan yang sedikit menurun.
“Akh...ah...sejak SMP selalu saja seperti ini. Si Sugata itu...sepertinya dia sudah benar-benar benci dengan kota ini, ya...? Hm...”
Satou berkata pelan sambil memperhatikan jalanan yang dilalui oleh Sugata kemudian kembali mengayuh sepedanya menuju ke sekolah.
***-***
Sugata Yoshikawa hidup bersama ayah dan ibunya di kota kecil Hanasaki.
Meskipun semua orang membenci kehidupan di kota ini, namun Sugata pernah sekali merasakan kebaikan dan kebahagiaan di kota ini.
Tinggal bersama dengan keluarganya dan membuat berbagai macam kenangan dengan mereka adalah yang tidak akan pernah bisa tergantikan sampai kapanpun.
Namun, seiring dengan berubahnya kota ini, semuanya terasa berubah bagi Sugata.
Ayahnya yang dipecat dari pekerjaan  menjadi pengangguran sering pulang malam dan menghabiskan uang yang sebenarnya untuk memenuhi keperluan sehari-hari  mereka.
Ibunya juga tidak bekerja dan setiap hari selalu bertengkar dengan ayahnya.
Untuk itu selain sekolah, Sugata juga harus berjuang untuk menghidupi keluarganya dengan melakukan berbagai macam pekerjaan paruh waktu.
Meskipun begitu, entah sejak kapan kedua orang tuanya memperlakukannya seperti orang asing.
Mereka tak saling menyapa bahkan ketika mereka makan di satu meja yang sama, mereka tidak saling bicara satu sama lain.
Sugata ingat dengan jelas kenapa orang tuanya berbalik membencinya seperti itu.
Ya, seandainya saja dia tidak bersikap egois...
Mungkin saja...
Saat ini, bunga kebahagiaan akan terus mekar di tengah-tengah Sugata dan keluarganya.
Dan sejak saat itu, Sugata jadi membenci kota ini.

Sugata berjalan sampai akhirnya ia sampai di sebuah padang bunga yang indah.
Satu-satunya sisi baik dari kota tanpa harapan ini dan tempat favorit Sugata sejak kecil.
Ia berdiri di sana sambil mengamati padang bunga yang luas itu.
Untuk sesaat, pandangan Sugata tidak bisa lepas dari pemandangan padang bunga yang luar biasa ini.
Banyak sekali kenangan yang sudah ia buat bersama dengan keluarganya di sini, kenangan yang indah.
Bayangan dirinya ketika masih anak-anak, bermain dan berlarian dengan gembiranya di padang bunga ini muncul.
Kedua orang tuanya yang terlihat bahagia sambil duduk di bawah pohon sakura yang indah memperhatikan Sugata kecil dari jauh sambil sesekali melambaikan tangan ke arahnya.
Ketika tiba-tiba bayangan seorang gadis kecil mengikuti Sugata dari belakang terbayang di pikirannya, Sugata langsung tertegun.
Perlahan, ia memundurkan kakinya perlahan kemudian memegang kepalanya.
Keringat dingin langsung mengucur deras.
Perlahan, Sugata menghela nafasnya.
“Haah...Kurasa...memang tidak seharusnya aku pergi ke tempat ini...”
Sugata berbalik kemudian terdiam sesaat.
Ia memandang ke arah langit musim semi.
Begitu biru, sama seperti hari itu.
“Ah!”
Sugata tiba-tiba berteriak tanpa alasan yang jelas.
Ia menundukkan kepalanya kemudian berkata pelan,
“Aku harus berhenti memikirkan hal itu.”
Di saat yang sama, padang bunga ini telah menjadi tempat yang paling dibenci oleh Sugata.
Banyak kenangan manis yang tidak ingin Sugata lupakan, namun di saat yang sama...kenangan itu terlalu menyakitkan untuk diingat.
“Yosh, aku akan pergi ke toko sebentar kemudian pergi ke sekolah ketika upacara pembukaan sudah selesai.”

“Di jalan berbatu yang biasa kau lalui”
“Suara?”
Ketika ingin berbalik dan pergi meninggalkan padang bunga itu, Sugata dikejutkan oleh suara nyanyian seseorang yang tidak dikenalnya.

“Di kota ini
Kota kita berdua
Sinar matahari yang menyilaukan menembus pepohonan di sekitarnya
Ketika diriku berjalan melintasi jalan berbatu tersebut
Aku teringat ketika aku pertama kali bertemu denganmu
Aku mulai merasa ingin menangis
Air mata membasahi wajahku dengan perlahan
Banyak sekali kenangan di dalamnya
Di dalam kota yang kecil ini
Hanya kau yang aku cintai
Hanya kau yang ada di hatiku
Hey, apa kau ingat?
Ini lagu yang selalu kunyanyikan untukmu
Wahai kupu-kupu ku
Musim telah berganti
Musim semi yang hangat datang menggantikan musim dingin yang beku
Bunga-bunga yang sebelumnya tertidur telah kembali bermekaran
Aku harap kita bisa terus bersama
Terus menjalani kehidupan seperti ini
Hanya dirimu yang ingin aku lihat
Hanya suaramu yang ingin aku dengar
Sampai kapanpun aku tidak ingin melupakanmu
Namun akankah suatu saat nanti, waktu yang terus berputar ini akan menjadi pudar
Dan membuatku melupakan dirimu?
Hari-hari terus berlalu
Kita melaluinya dengan canda dan tawa
Berjanji jangan sampai ada setetes air mata yang jatuh diantara kita
Sambil menggenggam erat tanganku
Kau tersenyum dan berkata pelan
‘Aku menyukaimu’
Hal yang ingin kudengar
Kini terdengar menyakitkan ketika kuingat lagi
Akhirnya air mata yang terus tertahankan itu terjatuh
Dunia ini hanyalah sekumpulan debu yang suatu saat nanti akan menghilang
Dan di saat itu terjadi, akankah rasa cintaku padamu juga akan menghilang?
Kumohon hentikan!
Semua perasaan ini menyiksaku
Hari-hari yang kulalui di kota ini tak lagi sama tanpa kehadiranmu
Saat aku terbangun
Hanya kau yang tidak ada disisiku
Meskipun kemarin kau masih ada di sampingku dan menggenggam tanganku
Berjalan bersama di jalan berbatu itu
Di kota ini
Saat ini kau seolah menghilang
Ke mana kau pergi?
Aku ingin tahu
Apa kau pergi  menuju ke ribuan bintang di atas langit?
Aku menyadari satu hal
Kalau kau akan selalu ada melihatku dari atas langit
Seperti seekor kupu-kupu yang melihat bunganya dari atas langit
Aku melihat bayanganmu di langit malam
Meneteskan air mata
Namun di saat yang sama
Aku bisa melihat senyuman kebahagiaan di wajahmu
Kini aku tahu
Kau ingin aku bahagia
Kau ingin aku melanjutkan hidupku
Untuk terus mengingat semua kenangan kita bersama
‘Jangan lupakan’
Samar-samar aku bisa mendengar suaramu yang berbicara padaku dari balik awan
Tidak peduli seberapa banyak aku menyesal seumur hidup karena kehilangan dirimu
Aku tidak peduli
Karena itu adalah bukti kalau kau pernah hidup
Di sini
Di kota kita
Aku tidak akan pernah melupakannya
Meskipun semuanya berubah
Meskipun jalan berbatu itu berubah
Meskipun kota kecil ini berubah
Namun seekor kupu-kupu yang selalu mengejar bunga cintanya itu
Tidak akan pernah berubah sampai kapanpun
Sampai kapanpun
Sampai kapanpun
Ingatlah selalu
Bahwa apapun yang terjadi
Aku akan selalu ada di sampingmu
Berada di dekatmu
Meskipun kau tidak terlihat oleh mataku
Namun hatiku bisa melihatmu dengan jelas
Ayo, kupu-kupu ku
 Kita lanjutkan perjalanan kita
Bersama, menuju ke padang bunga itu
Sambil menyanyikan lagu kita berdua
Dan di hari yang baru, musim yang baru akhirnya akan datang
Bunga-bunga yang baru akan bermekaran
Dan membawa harapan yang baru untuk kita berdua”

Untuk sesaat, Sugata seolah terpaku oleh lagu tersebut.
Sangat indah, namun di saat yang bersamaan juga sangat menyedihkan.
Tiba-tiba, di tengah padang bunga itu, muncul seorang gadis berambut merah tua pendek yang tengah berdiri tengah padang bunga itu.

DEG!!

Sugata merasa jantungnya berdebar dengan kencang tanpa alasan yang jelas.
Mungkin ia terkejut karena ternyata ada orang selain dirinya di sini.
Gadis itu menghela nafas perlahan kemudian memejamkan kedua matanya.
“Haaah...akhirnya selesai juga...Tapi aku berpikir...apa yang tadi itu sudah cukup  bagus, ya?”
Gadis itu berkata kepada dirinya sendiri.
Kemudian...
“Hm?” Gadis tersebut tak sengaja menoleh ke arah Sugata.
...........
........................
..................................
KYAAAAAAAA!!!!!!!!!!
“Ukh!!” Mendengar suara teriakkan gadis yang luar biasa kerasnya itu, Sugata langsung menutup telinganya.
“[A--apa-apaan gadis itu!! Kenapa berteriak sekeras itu ke arahku!!? Apa benar dia gadis yang menyanyikan lagu tadi!!!? UGH!!]”
“K--kau...kau...kau men--mendengar---lagu itu...?” Berkata dengan terbata-bata sambil menunjuk ke arah Sugata, gadis itu terlihat sangat ketakutan.
“Hm? Ya, aku mendengarmu lalu--“
KYAAAAAAAAAH!!!!
“Ugh!!!”
 “Ja--jadi!! Jadi kau benar-benar mendengarnya!!!!? Kau mendengarnya!!? Uwaaaaaaaah!!!!!” Ia kembali berteriak, lebih kencang dari sebelumnya.
“Sudah! Hentikan teriakanmu!! Memangnya kenapa kalau aku mendengarnya?! Kau menyanyi juga pasti untuk didengar oleh orang lain’kan?!!”
“Hiks...k--kau marah padaku, ya? Ma--maaf...aku sama sekali tidak bermaksud untuk berteriak sekeras itu ke arahmu...hiks...maafkan aku ya...?”
Oh baiklah, sekarang dia mulai menangis.
“[Inilah alasan terbesar kenapa aku tidak ingin berurusan dengan gadis-gadis!!] Sudahlah, aku sama sekali tidak marah, kok. Kau teruskan saja menyanyimu. Aku juga sudah mau pergi.”
Gadis itu mengusap air matanya dan berdiri di tempatnya sementara Sugata langsung berbalik dan melangkahkan kakinya perlahan.
Kota ini memang tidak dipenuhi oleh harapan.
“T--tunggu!!”
“!!!?”
Namun di saat yang bersamaan, bukanlah sebuah kota yang sama sekali tidak ada harapannya.
“......”
Gadis berambut merah itu menarik lengan seragam Sugata dengan kuat.
“Tu--tunggu sebentar...”
Sugata menghela nafas pelan dan berusaha melepaskan tangan gadis itu dari lengan seragamnya.
Namun, gadis itu sama sekali tidak memiliki niat untuk melepaskannya begitu saja.
“Hah, baiklah. Sekarang, apa maumu? Kau mau aku pergi’kan? Ya sudah, aku akan pergi sekarang. Lanjutkan saja menyanyimu.” Sugata ingin berbalik lagi tapi...
“Bagaimana menurutmu?!”
Gadis itu berkata tiba-tiba dengan wajah tersipu malu sambil menatap ke arah mata Sugata. Air mata masih terlihat sedikit di mata gadis itu.
Untuk sesaat mata mereka berdua bertemu dan saling berpandangan untuk beberapa saat.
“H--Hah?” Sugata tidak mengerti dengan ucapan gadis itu.
“B--bagaimana menurutmu?” Gadis berambut merah pendek itu kembali mengulangi pertanyannya dengan suara lebih pelan. Ia menundukkan kepalanya perlahan.
Ekspresi gadis itu terlihat seperti baru saja mengatakan sesuatu yang sama sulitnya seperti seorang gadis yang ingin menyatakan perasaannya pada pemuda yang ia sukai.
Sekali lagi, Sugata menghela nafasnya.
Ia sama sekali tidak menyukai situasi ini.
Situasi ketika kau terjebak bersama dengan seorang gadis cengeng  dan pemalu seperti dia sangat menyebalkan, tidak peduli bahwa gadis itu sebenarnya sangat manis.
“Apanya yang bagaimana? Kau tanya bagaimana pendapatku tentang lagu yang kau nyanyikan itu?” Sugata langsung mengarah ke topik utamanya. Tidak ingin berlama-lama dengan gadis itu.
“Ah, kau mengerti, ya? Iya, aku...i--ingin tanya--apa...pe--pendapatmu tentang...lagu itu...Etto...bagaimana cara aku mengatakannya, ya...? K--karena tadi kau sudah terlanjur mendengarnya...Ano...Menurutmu...apa lagu itu...su--sudah bagus...?” Sambil memainkan jari-jari mungilnya, gadis itu bertanya kepada Sugata tanpa melirik ke arahnya dan terus melihat ke bawah.
“Hentikan sikapmu yang lembek itu. Jujur saja, cara bicaramu yang sangat bertele-tele itu benar-benar mengangguku. Aku tidak suka gadis sepertimu.” Kata Sugata tanpa mempedulikan perasaan gadis itu yang langsung merasa seperti ditusuk oleh jutaan pedang.
“Hee? K--kau tidak menyukaiku, ya? M--maaf...” Gadis itu kembali terlihat murung.
Melihat gadis berambut merah pendek yang kembali menangis itu, Sugata semakin merasa kesal dan menggaruk rambutnya bagian belakangnya dengan kasar.
“Haaaah!!! Hen-ti-kan! Aku tidak membencimu tapi bukan berarti aku menyukaimu. Kalau kau ingin dengar pendapatku, baiklah akan kuberikan. Tapi, ini tidak gratis. Setelah ini, kau harus traktir aku es krim vanilla. Kau paham?” Kata Sugata sambill mendekatkan wajahnya ke arah gadis yang hanya setinggi pundak Sugata.
“P--paham...tapi tolong si--singkirkan wajahmu dariku...Uh...” Gadis itu memejamkan matanya sambil melihat ke belakang, tidak ingin melihat wajah kesal Sugata dari dekat.
Atau mungkin dia hanya malu karena berada di jarak nol dengan laki-laki yang sama sekali belum dikenalnya.
“Baiklah...menurutku...Hm...Etto...La--lagu itu... sangat indah.” Sugata berkata sambil menggaruk sebelah pipinya.
Meskipun ia hanya bermaksud untuk membuat hati gadis itu senang, entah kenapa tapi wajahnya berubah menjadi sedikit merah.
Mendengar pujian dari Sugata, gadis itu langsung tersenyum lebar kemudian menatap Sugata dengan mata berbinar-binar.
“Be--benarkah!? K--kau pikir itu indah!?” Kata gadis itu sambil menggenggam tangan Sugata dengan tiba-tiba.
Sugata yang terkejut karena gadis itu tiba-tiba saja menggenggam tangannya, langsung melepas tangan gadis itu.
“Aku bilang lagu itu bagus! Tapi bukan berarti kau bisa menggenggam tanganku seenaknya!!” Teriak Sugata ke arah gadis itu.
Meskipun Sugata berteriak keras ke arahnya, reaksi gadis itu tidak seperti yang sebelumnya.
Ia tertawa kecil dan tersenyum.
“He he, maaf, ya...Aku hanya senang sekali ketika kau bilang lagu itu bagus. Syukurlah...Aku takut kau akan menertawakanku tadi.”
Gadis itu menghela nafas lega sambil mengelus dadanya.
Sugata mengalihkan pandangannya ke arah lain dan menghela nafas untuk yang sekian kalinya di hari ini.
“[Gadis yang aneh.]”
“Hm?” Tiba-tiba sebuah pertanyaan terbayang di benak Sugata.
 “Hey, yang tadi itu lagu siapa? Aku belum pernah mendengarnya sebelum ini. Yah, aku sebenarnya sih tidak peduli... hanya ingin tahu saja. Itu sih kalau kau ingin memberitahuku. Tidak juga tidak apa-apa sih.” Kata Sugata sambil memejamkan sebelah matanya.
“Ehe he...lagu tadi itu...sebenarnya lagu ciptaanku sendiri...[Duh, aku malu...].”
Mendengar itu, Sugata langsung terpaku di tempatnya.
Tas yang dari tadi terus berada di pundaknya tiba-tiba terjatuh ke atas rerumputan.
Angin berhembus dengan perlahan menerpa mereka berdua dan membuat rambut mereka berkibar.
Lagu ciptaannya?
Tolong di garis bawahi.
Lagu ciptaannya?
La--
“LAGU CIPTAANMU!!!?” Sugata berteriak sekencang yang ia bisa dengan semua udara yang tertampung di paru-parunya. Rasanya suara itu seperti bergema ke seluruh padang bunga yang sunyi ini.
Ah, dan tolong singkirkan garis bawahnya!!
Sekali lagi, Sugata  mengulangi perkataannya.
“LAGU CIPTAANMU!!!?”
“Eh...?! K--kenapa? Me--memangnya aneh, ya?” Gadis itu sedikit mundur ke belakang.
“[Tunggu dulu! Apa benar gadis itu yang menciptakannya? Lu--luar biasa...Siapa dia!? Aku yakin di kehidupan yang sebelumnya dia pasti seorang legenda dalam dunia vokal!!]” Sugata benar-benar terkejut ketika mengetahui kalau lagu itu ternyata adalah ciptaan gadis tersebut.
Tapi dengan cepat Sugata langsung bangun dari lamunannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ah, ti--tidak. Tidak aneh. Aku hanya...sedikit terkejut saja.” Sugata berusaha tersenyum.
“Be--begitu, ya? He he, aku sampai kaget tadi.” Kata gadis itu tersenyum lega.
“Baiklah, sekarang kau traktir aku es krim. Seperti janji kita tadi.”
Hanya es krim.
Setelah itu, ia dan gadis itu tidak akan pernah bertemu lagi.
 Untuk selamanya.
“Siap! Ah! Ga--gawat...aku sudah terlambat!” Gadis itu mendadak terlihat tegang.
“Terlambat? Terlambat untuk apa?”
“Upacara pembukaan!!”
“Upacara--PEMBUKAAN!!?
Tunggu dulu!
Ini mustahil’kan?
Perlahan, Sugata mengamati gadis itu dari atas ke bawah.
Ya, yang dikenakan gadis itu tidak lain adalah seragam siswi SMA Hanasaki.
SMA yang sama dengan Sugata.
“I--ini bercanda’kan...”
Kota ini memang tidak dipenuhi dengan harapan.
Namun...
Di saat yang bersamaan juga,  bukanlah sebuah kota yang sama sekali tidak ada harapannya.
Sama seperti sebuah kuncup bunga kecil yang belum mekar.
Akan ada waktu di mana bunga itu akan mekar dan menunjukkan pada kita, sebuah harapan baru yang selama ini terpendam.
Tanpa kita sadari, harapan itu ternyata ada di samping kita.
Ada di dekat kita.
Kita hanya perlu untuk menunggu dan menyadari, hingga akhirnya kuncup bunga yang kecil itu mekar dan menunjukkan suatu jalan menuju cahaya pada kita...
***-***

A/N : Hai, minna XDD
Akhirnya upload di sini juga he he :)
Ini adalah versi remake dari Hana no Uta yang sempat ga jadi (baru prologue, tapi langsung ga dilanjutin///plaaak)
Semoga Hana no Uta yang ini bisa selesai sampai tamat :D
Maaf juga kalau cerita ini sangat dan amat membosankan atau terlalu mainstream...

Arigato!
Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar