Kamis, 21 Agustus 2014

Story : Hide and Seek Chapter 3



Hide and Seek
(Don’t let Her Find You...)

* Read : 
             Prologue

             Chapter 1

             Chapter 2

              Chapter 4 

Chapter 3 Rahasia di Balik Senyuman Aoi
Yukari, Ryo dan Aoi memutuskan untuk pergi ke rumah bekas keluarga Yamasaki.
Mereka ingin mencari dan menolong adik teman Yukari, Fukuda Chizuko yang sepertinya menghilang di sana (terlihat dari bukti bola milik adik Chizuko yang ditemukan di dalam rumah itu).
Ketika mereka bertiga telah sampai di rumah tersebut, aura yang misterius langsung menyambut mereka.
Pagar yang tidak terkunci, dan pintu rumah yang terbuka.
Dengan perasaan takut dan was-was, mereka masuk ke dalam rumah tua itu.
Tapi, hal pertama yang menyambut mereka di sana pertama kali, bukanlah penampakan dari hantu si anak kedua yang meninggal karena terbakar oleh api, melainkan sosok yang tidak asing lagi.
“Kau!!?” Teriak Yukari kaget.
“Ti--tidak mungkin’kan!?” Aoi berkata sambil memegang lengan seragam Yukari.
Ryo juga memasang ekspresi marah di wajahnya dan dengan keras, ia berteriak menyebut nama ‘orang itu’.
“Apa...apa yang kau lakukan di sini!!?”
“KAZUYA!!!?”
“Fu fu fu.”
Sambil mengangkat sebuah tas yang dibawanya, ia tersenyum.
 Senyuman itu...hanyalah senyuman yang dimiliki oleh seorang iblis...
Setelah itu...yang terjadi adalah...
Kazuya...
Menodongkan sebuah pisau ke arah mereka bertiga.
“Kalian...mau main atau mati?”
***-***
“Kazuya!!? Apa-apaan kau!?” Teriak Yukari.
“Azamaki-kun...apa kau sengaja menunggu kami di rumah ini?”
Kazuya tertawa kecil.
“Fu fu fu, ternyata Asahina sudah berhasil menebaknya. Ya, memang benar. Sebelum kalian kemari, aku sudah menuju dan bersembunyi di dalam rumah ini. Tentunya, untuk memberi kejutan pada kalian.”
“Kalau itu tujuanmu, kau memang telah berhasil.” Ryo berkata dengan nada dingin.
Kazuya berjalan mendekati mereka sambil terus mengacungkan pisau itu. Pandangan mereka bertiga tidak bisa lepas dari pisau yang dibawa Kazuya.
“Lucu, ya? Padahal kalian bilang takut dengan rumah ini? Dengan tempat ini? Tapi kenapa kalian malah ke sini?”
“Memang itu urusanmu?!” Kata Yukari kasar.
“Fuh, jangan marah-marah seperti itu, Yukari. Aku sama sekali tidak berniat buruk, kok. Lagipula, ini semua berkat Yukari.”
Kazuya berkata dan mendekati Yukari, mendekatkan pisau itu ke wajah gadis itu.
“Apa maksudmu?”
“Fu fu, maksudku adalah...aku tahu kalau Yukari akan datang kemari untuk menolong adiknya Fukuda. Yah...aku tahu Yukari itu orang yang seperti apa. Kau memang baik, Yukari. Dan kebaikanmu itu ternyata juga berguna untuk rencanaku. Kan sudah kubilang tadi...kalian pasti akan datang kemari.” Kata Kazuya dengan senyuman licik di wajahnya.
Aoi menarik Yukari mundur ke belakang dan berdiri di hadapan Kazuya.
“Aoi!!”
“Aku sama sekali tidak mengerti, Azamaki-kun! Maksudmu, kau memanfaatkan gosip mengenai adik Fukuda-san yang hilang di rumah ini, kemudian memanfaatkan perasaan Yukari-chan!! Kau tahu kalau Yukari-chan pasti akan berusaha menolong adik Fukuda-san dan sudah menduga kalau kami akan datang kemari! Setelah itu kau menjebak kami di sini!! Apa yang sebenarnya kau inginkan!?” Aoi yang biasanya bersikap tenang dan lembut, kini terlihat sangat marah dan kesal. Berbeda dengan Aoi yang selama ini mereka kenal.
Perkataan Aoi membuat Kazuya terdiam, namun, beberapa saat kemudian, senyuman itu kembali muncul di wajahnya.

CRAAATT!!

“Kyaaa!!” Teriak Aoi kemudian terjatuh.
“Asahina!!”
“Aoi!!” Teriak Yukari sambil memegangi tubuh Aoi yang terjatuh ke lantai.
“Ugh...” Aoi berkata sambil berusaha menahan rasa sakit.
“Aoi! Aoi!! Kau baik-baik saja!?”
Aoi tidak menjawab, tapi ia terus memegang bagian pipinya.
Yukari kemudian menyadari bahwa darah yang segar telah menetes dari pipi Aoi .
Kazuya menyerang Aoi dengan pisau?
Menyerang temannya sendiri!?
“Ukh!!” Yukari bangkit berdiri.
Ia tidak bisa menahan amarahnya lagi.
Laki-laki dihadapannya itu sudah terlalu berbuat banyak.
Tidak bisa dimaaf’kan!!
“Tidak bisa dimaaf’kan!! Beraninya kau berbuat begitu pada Aoi!! Apa yang sebenarnya kau inginkan!? Kenapa kau melakukan ini pada kami!!!? Dasar sialaaaan!!!!!!!!!!!!” Yukari berteriak dengan sekuat tenaga ke arah Kazuya sampai nafasnya terasa sesak.
Namun Kazuya tidak merespon pertanyaannya dan hanya memasang senyuman licik.
“Haah...ah...kau!!!” Yukari langsung berlari dan mengarahkan pukulannya ke arah Kazuya.

Bats!!

Pukulan pertama berhasil dihindari oleh Kazuya.
Tapi Yukari tidak berhenti sampai di sana.
Selanjutnya, ia menendang ke arah tubuh Kazuya, tapi dengan mudah Kazuya kembali menghindarinya.
“Oh, hanya segitu kemampuanmu?”
Kazuya berkata dengan nada dingin. Sangat dingin bahkan melebihi kedinginan hati Ryo.
Rasanya, dia seperti bukan manusia saja.
“KAZUYAAAAAAA!!!!!!!!!”

Craaash!!!

“Kuh!!!”
“Yukari-chan!!!”
Yukari mundur ke belakang beberapa langkah.
Ia kemudian merasakan rasa sakit yang amat sangat dari perut bagian kanannya.
Ketika ia melihat, ternyata perutnya sedikit tergores oleh pisau itu.
Hampir saja Kazuya menusuknya.
“Yukari-chan! Kau tidak apa-apa?!” Aoi berteriak khawatir sambil tetap duduk di atas lantai.
Sambil terus memegang luka di tubuhnya, Yukari kembali berlari ke arah Kazuya dengan kecepatan luar biasa.
“Sadarlah, Kazuya! Apa yang sebenarnya ada dipikiranmu sampai kau tega melakukan semua ini!!!?”
Kazuya terdiam di tempatnya.
Ia menggenggam pisau yang kini telah berlumuran darah Aoi dan Yukari itu dengan erat, siap menyerang gadis itu lagi.
Jarak antara mereka berdua semakin dekat.
Yukari kembali mengepalkan tangannya, sementara Kazuya bersiap dengan pisaunya dan...
 “Hentikan, Akihara!!!”
Ryo tiba-tiba berteriak dan memegang tangan Yukari.
“Ryo!?” Kata Yukari terkejut.
“Huh! Kupikir kau tidak akan ikut campur dan hanya melihat saja. Hey, Ryo sahabatku.”
“Hentikan, Kazuya. Aku bukan sahabatmu.”
“Fuh, dingin sekali. Sama sekali tidak berubah. Ah...aku salah. Harusnya aku bilang...kau sudah sedikit berubah. Lebih suka ikut campur.” Kata Kazuya ke arah Ryo.
“Yukari-chan!” Aoi berteriak dan berlari mendekati Yukari. Ia berdiri di sampingnya.
“Hentikan, Azamaki-kun! Kau mau membunuh kita semua di sini? Kau lupa, kalau kita semua ini adalah teman-temanmu!?”
“Sudahlah, Aoi! Orang seperti dia ini bukan teman kita!” Yukari berkata sambil terus menahan rasa sakit ditubuhnya.
“Kejam sekali. Perkataanmu barusan membuat hatiku terluka, lho.” Kazuya memasang ekspresi sedih di wajahnya. Tapi semua orang bisa melihat kepalsuan dari ekspresinya itu.
“Kau tidak punya hati.” Kata Ryo pelan.
Kazuya hanya bisa bisa tertawa ketika mendengar perkataan Ryo.
“Tidak punya hati kau bilang? Fu fu, apa aku tidak salah dengar? Fujiwara Ryo...kaulah yang tidak punya hati.”
Mendengar itu, Ryo langsung menyipitkan sebelah matanya.
“Apa yang sebenarnya telah merasukimu, Azamaki-kun? Kenapa kau berbuat seperti ini pada kami!? Apa ini semua hanya demi bermain permainan ‘Hide and Seek’ di rumah ini!?”
“100.” Katanya singkat.
“Jadi hanya untuk itu!! Kau bahkan sampai tega melukai kami!? Kau gila, Kazuya!! Kau gila!!!” Teriak Yukari ke arah pemuda berambut hitam itu.
“Melukai kalian? Ah, tapi bukannya sejak awal aku sudah memberi kalian peringatan, ya? Kurasa kalian harus belajar untuk mendengarkan sesuatu lebih baik lagi.” Kazuya berkata dengan santai sambil memutar-mutar pisau itu.
“Maksudmu, kau ingin kita memainkan permainan ‘Hide and Seek’ itu di sini, dan jika kami menolak, kau akan langsung menghabisi nyawa kami. Begitu?” Ryo berkata sambil melemparkan tatapan tajam ke arah Kazuya.
Dan sekali lagi, hanya ditanggapi dengan sebuah senyuman oleh laki-laki penggemar horor itu.
“Yup, benar sekali. Tapi, sama saja’kan? Main atau tidak, kalian juga akan sama-sama mati. Jadi, terserah kalian pilih yang mana~.”
Yukari melangkah sedikit ke depan.
“Kalau begitu, kau juga akan mati bersama kami.”
Kazuya menanggapinya dengan ‘Heh’, dan langsung mengalihkan pandangannya.
“Tidak juga sih. Sebenarnya, ada satu cara supaya kalian bisa selamat dari sini. Yaitu dengan memilih untuk ikut bermain denganku. Jika kalian mau, maka kita akan memainkan permainan ini sampai giliran kita yang pertama selesai. Setelah itu, kita langsung keluar dari rumah ini. Bagaimana?”
“Giliran pertama kita selesai?” Tanya Aoi pelan.
“Iya. Pada awal permainan ini di mulai, kita akan berperan sebagai ‘demon’. Kalian pasti tahu’kan? Sama seperti dalam permainan ‘Hitori Kakurenbo’, kita akan berperan menjadi ‘demon’ yang bertugas untuk mencari roh si anak kedua yang bersembunyi di persembunyiannya” Kata Kazuya menjelaskan.
“Tempat persembunyiannya itu...” Aoi ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak begitu yakin dan menghentikannya di tengah jalan.
Tapi, sepertinya Kazuya mengerti apa yang dipikirkan oleh Aoi barusan dan menganggukkan kepalanya.
“Tepat sekali, Asahina. Tempat si anak kedua itu bersembunyi adalah di dalam lemari tua yang berada di dalam gudang tempat dia dulu bersembunyi”.
“Lalu, setelah itu, apa yang harus kita lakukan?” Tanya Yukari, masih dengan nada sinis.
 “Mudah saja. Kita tinggal menyanyikan sebuah lagu.             

‘1...2...3...Ayo bermain ‘Hide and Seek’ denganku’
‘4...5...6...Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi’
‘7...8...9...Aku pasti akan menemukanmu’
‘10...Waktumu sudah habis. Siap atau tidak, aku akan datang untuk mencarimu...’

Setelah menyanyikan lagu itu, kita segera berlari menuju ke tempat di mana si anak kedua itu bersembunyi, yaitu di dalam lemari tua yang berada di dalam gudang , kita buka pintu lemarinya dan katakan ‘Aku menemukanmu’ setelah itu, kita harus menancapkan pisau itu di dalam  lemari tersebut. Untuk mengakhiri giliran kita, katakan ‘Sekarang giliranmu untuk menjadi ‘Demon’ “ Cerita Kazuya.
“Setelah itu, apa yang akan terjadi?” Kali ini, Ryo yang bertanya.
Kazuya terdiam sesaat lalu kembali bicara.
“Setelah itu, giliran kita untuk bersembunyi. Di saat itu, kita akan mendengar suara orang menghitung dari 1 sampai 10 dan kalimat ‘Siap atau tidak...aku datang. Itu berarti kita harus segera mencari tempat persembunyian dan bersembunyi. Dia akan mulai mencari keberadaan kita dengan pisau yang kita tancapkan di dalam lemari itu. Jangan sampai hantu itu menemukan keberadaan kita atau...kalian pasti sudah tahu apa kelanjutannya’kan?”.
Mereka bertiga terdiam sesaat. Suasana diantara mereka langsung berubah menjadi tegang.
Mereka sudah tahu apa yang akan terjadi jika mereka sampai ditemukan oleh hantu itu.
Cukup satu kata.
Mati.
“A...apa yang harus kita lakukan untuk mengakhiri permainan itu!?” Kata Yukari mulai panik dan ketakutan, tapi ia tetap siap siaga kalau-kalau Kazuya bersikap bodoh dan menyerangnya lagi.
“Mudah saja. Kita keluar dari persembunyian kita. Sekali lagi, jangan sampai kita bertemu dengan roh si anak kedua karena, sekali kita bertemu dengannya, kita tidak akan bisa lolos dan sudah pasti akan terbunuh. Yang harus kita lakukan hanyalah satu hal. Yaitu segera berlari kearah lemari tua itu dan memakan habis nasi yang telah kita letakkan di sana. Nasi itu berfungsi sebagai penarik roh karena itu, dengan memakan nasi itu, berarti kita telah melakukan penolakkan terhadap mereka di dunia kita. Setelah nasi itu habis, tusukkan salib itu tepat di kepala roh tersebut dan katakan ‘Aku menang’ sebanyak 10 kali dan selesai. Permainan ‘Hide and Seek’ akan berakhir”. Jelasnya.
 Cukup simple mungkin...
Tapi tidak akan ada orang normal yang mau melakukannya.
“Yah...mudah dimengerti’kan? Aku sudah mempersempit permainan ini. Setelah giliran kita selesai, kita keluar dari rumah ini. Beres’kan?”
“Terus, apa yang akan kau lakukan kalau kami menolak?” Tanya Yukari.
Kazuya terlihat berpikir sejenak kemudian kembali bicara.
“Apa, ya? Sesuatu yang menarik pastinya. Ah, aku akan membunuh kalian di sini, kemudian aku akan bilang bahwa kalian bermain ‘Hide and Seek’ di rumah ini, dan menghilang begitu saja. Mudah’kan?”
Yukari, Ryo dan Aoi terdiam sesaat.
Tawaran yang ditawarkan oleh Kazuya sama sekali tidak wajar.
Mana mungkin mereka mau memilih diantara kedua hal itu.
Memainkan permainan terkutuk itu di sini, dengan resiko selamat 50 persen, bukan, tapi 10 persen.
Atau menolak permintaan Kazuya, kemudian kabur melewatinya.
Sayangnya, Kazuya pasti tidak akan melepaskan mereka begitu saja.
Yukari sudah membuktikannya tadi.
Gerakan Kazuya cukup hebat.
Tidak mungkin bisa kabur melewatinya tanpa terkena pisau miliknya.
“Hm.” Yukari bergumam pelan. ia menurunkan pandangannya ke arah luka di tubuhnya, meskipun tidak parah, tapi darahnya tidak berhenti mengalir.
Yukari melihat ke arah Aoi.
Wajahnya terlihat sangat ketakutan.
Seperti anak kucing yang tersesat dan tidak tahu harus melakukan apa.
Ryo masih dengan wajahnya yang biasa. Tapi ia bisa merasakan ketakutan dari pemuda itu.
Yukari menelan ludahnya.

“Kalian...aku tidak tahu apa yang akan terjadi di tempat itu nanti. Tapi aku janji tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Karena itu...”

“Ukh!!” Yukari menundukkan kepalanya.
Pada akhirnya, ia sama sekali tidak bisa membuktikan ucapannya barusan.
Seolah semua yang ia katakan itu hanyalah omong kosong belaka.
Ia...
Sama sekali tidak bisa melindungi mereka berdua...
Apa yang harus ia lakukan sekarang!?
Tiba-tiba, seseorang memegang pundaknya.
Ia tertegun kemudian melihat ke samping.
Aoi, berdiri di sampingnya sambil tersenyum kecil.
Yukari kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Ryo.
Entah ini mimpi atau kenyataan, tapi ia melihat Ryo tersenyum.
Memang itu bukan yang pertama kali ia melihat pemuda itu tersenyum, tapi yang ini, ia bisa merasakan senyuman yang terasa hangat itu dari pemuda dingin itu, yang seolah berkata ‘Semua akan baik-baik saja’.
Ah...
Benar.
Ia memiliki teman-teman yang harus ia lindungi.
Melihat dari pilihannya, sepertinya memang hanya pilihan itu yang bisa membuat mereka keluar dengan selamat dari rumah ini.
Yukari terdiam sesaat.
Ia kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum ke arah Aoi dan Ryo kemudian berkata ‘Maaf, ya’, dengan suara pelan.
Mereka berdua juga membalasnya dengan senyuman dan anggukan kepala.
Benar.
Tak ada cara selain itu.
Kazuya sepertinya sudah tidak sabar menunggu jawabannya, jadi Yukari langsung mengarahkan pandangannya ke arah Kazuya.
“Maaf menunggu lama. Kami akan ikuti permainanmu.”
Dan Kazuya menanggapinya dengan senyuman licik yang dingin.
***-***
“Pertama-tama, kita harus melakukan ritual untuk memanggil roh. Barang-barang yang harus kita siapkan adalah semangkuk nasi putih , sebuah salib dan sebilah pisau yang telah di lumuri oleh darah kita masing-masing” Jelas Kazuya.
Kazuya kembali mengacungkan pisau di tangannya.
Kemudian, ia menggoreskan pisau itu ke kakinya sendiri.
Darah mulai menetes dari luka yang dibuatnya sendiri.
“Baiklah, sekarang di pisau ini sudah ada darahku, Yukari dan juga Asahina.”
Mendengar itu, Yukari berkata ‘Hah’, kemudian tersenyum.
“Jadi itu alasan kenapa kau menyerang kami?”
“Fuh, menurutmu? Tidak juga, kok. Tadinya malah aku berpikir akan membunuh kalian semua. Untungnya, kau mau bekerja sama denganku. Khu khu khu.”
“Aku melakukan ini demi yang lain juga tahu! Ugh!!”
“Sudahlah, Yukari-chan. Jangan berteriak-teriak seperti itu. Ingat, kau sedang terluka.” Aoi berusaha menenangkan Yukari yang sedang emosi.
Yukari menghela nafasnya beberapa saat.
“Haah, terima kasih, Aoi. Berkatmu aku jadi sedikit lebih tenang.” Yukari tersenyum ke arah Aoi.
“Ha ha, sama-sama.”
Ryo maju selangkah mendekati Kazuya.
“Berikan pisau itu.”
Sepertinya ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan.
Kazuya menyerahkan pisau berlumuran darah itu kepada Ryo sambil berusaha menahan rasa sakit di kakinya.
Dengan cepat, Ryo segera menggoreskan pisau itu ke tangannya.
Ketika pisau itu sudah menerima darah mereka berempat, maka permainan ini bisa segera dimulai.
Tapi, sebelum itu, ada yang ingin Yukari pastikan.
“Hey, sepertinya aku pernah mendengar tentang permainan ini. Dari ceritamu waktu itu...apa kita memainkan permainan ‘Hide and Seek’ seperti yang dimainkan oleh kakak beradik dari keluarga Yamasaki itu?”
“Kau baru menyadarinya sekarang? Otakmu sangat lambat.” Kata Kazuya tanpa menatap Yukari.
“HUUH!!!!? KUBUNUH KAU!!! PASTI KUBUNUH!!! DASAR SIAAAAAAAL!!!!!!!!!!! UKH!!”
“Tenang, tenang, Yukari-chan.” Aoi hanya bisa sweat drop sambil memegang tubuh Yukari.
“Lalu, setelah ini apa? Apa kita bisa memulai permainan itu sekarang?” Tanya Ryo sambil berusaha menghentikan darah yang mengalir keluar dari tangannya.
“Belum, masih ada satu hal yang harus kita lakukan lagi.” Jawab Kazuya.
“Masih ada lagi??? Ah, yang benar saja! Repot amat sih.” Gerutu Yukari kesal.
“Sekarang, kita harus meletakkan semangkuk nasi itu di suatu tempat, di mana roh akan muncul. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian roh tersebut.”
“Ah, aku mengerti. Jika sewaktu masih hidup, sang adik bisa menentukan tempat persembunyiannya sendiri, maka setelah menjadi arwah gentayangan, tempatnya bersembunyinya adalah tempat ‘itu’, ya?” Aoi berkata sambil terlihat berpikir.
Ryo menganggukkan kepala sementara Yukari hanya berkata ‘Eh?’, ‘Eh?’, sepertinya dia masih belum menyadarinya juga.
“Lemari itu.” Kata Ryo pelan.
“Huwaa!! Lemari tua di gudang itu!? Maksudmu, kita harus ke sana!??” Teriak Yukari panik.
“Yukari-chan, jangan panik.”
“A--aku tidak panik!!!!” Teriak Yukari keras (tapi sebenarnya dia yang paling panik).
“Baiklah, aku sudah menyiapkan semangkuk nasi-nya. Sekarang, ayo kita pergi ke gudang yang terletak di dekat dapur.” Kazuya berkata sambil mulai berjalan di tengah kegelapan.
“Huh, ternyata kau sudah menyiapkan semuanya sampai sejauh itu. Pintar sekali kau.” Puji Yukari, meskipun nada bicaranya terdengar seperti sedang menghina bukannya memuji.
“Bagus’kan sudah kusiapkan semua? Sekarang ayo.”
Yukari memalingkan wajahnya dan berkata ‘Huh’ kemudian mengikuti Kazuya.
Ia berhenti sebentar lalu menoleh ke arah Aoi dan Ryo di belakangnya.
“Kalian amati sekitar, ya. Siapa tahu kita bisa menemukan Taro-kun.”
Mereka berdua mengangguk bersamaan.
Yukari kembali berbalik dan mengikuti Kazuya.
Aoi dan Ryo mengikuti mereka berdua dari belakang.
Nee, Fujiwara-kun.” Aoi tiba-tiba berkata.
Saat ini, Kazuya berada di barisan paling depan, Yukari di belakangnya. Sedangkan Aoi dan Ryo berjalan bersama di belakang Yukari, agak jauh sedikit.
“Ada apa?”
“Hmm...aku ingin tahu, apakah Fujiwara-kun juga merasa ketakutan?”
“Kenapa kau bertanya mengenai hal seperti itu?”
“Aku cuma penasaran saja. Apa Fujiwara-kun juga bisa merasa ketakutan?” Tanya Aoi sambil sedikit tersenyum malu.
“Ha? Kau pikir aku ini apa? Tentu saja aku bisa. Sekarang ini...jujur saja aku merasa sangat takut.” Jawab Ryo sambil melihat ke sekeliling rumah itu.
“Begitu, ya? Habisnya, Fujiwara-kun selalu terlihat dingin dan tanpa ekspresi, sehingga aku merasa agak sedikit sulit untuk menebak apa yang sebenarnya kau pikirkan. Karena itulah, aku pikir Fujiwara-kun orang yang sangat berani. He he.” Aoi berkata dengan senyuman khas-nya sambil menggaruk pipinya.
Ryo memperhatikan Aoi sekilas.
Ia mungkin tersenyum, tapi tangannya terlihat gemetaran.
Aoi pasti sangat ketakutan saat ini.
Tapi ia berusaha menutupinya di balik sebuah senyuman.
“Hmm...kalau dipikir-pikir kau juga sama saja, Asahina.”
Perkataan Ryo yang tiba-tiba itu membuat Aoi sedikit tertegun dan berkata ‘Eh?’.
“Kau juga...setiap saat selalu tersenyum seperti itu. Setiap saat selalu bisa bersikap tenang dan dewasa, terkadang aku merasa kalau usiamu itu beda jauh dengan kami. Yaah...kurasa itu karena sikapmu yang sangat penyanyang dan membuatmu terlihat lebih dewasa. Dan...terkadang aku juga sedikit merasa kesulitan untuk menebak apa yang ada dipikiranmu. Contohnya saat ini.”
Aoi sedikit tertegun kemudian kembali tersenyum malu.
“Be--begitu, ya? He he, aku sama sekali tidak menyadarinya sampai saat kau mengatakannya, Fujiwara-kun. Kau tahu...sebenarnya aku bukanlah orang yang seperti ini.”
“Maksudmu?”
“Yah...bagaimana, ya? Aku agak malu untuk mengatakannya...tapi aku bisa bersikap tenang dan selalu tersesenyum seperti itu, itu semua berkat Yukari-chan yang selalu ada di sampingku.”
“Akihara?”
“Hmm...setiap kali aku berada di dekat Yukari-chan, aku selalu merasa jantungku berdebar dengan kencang. Rasanya perasaan yang sangat hangat berkumpul jadi satu di dalam dadaku ketika aku berbicara dengan Yukari-chan.” Kata Aoi sambil meletakkan kedua tangannya di depan dadanya.
“Ah...Akihara pasti orang yang sangat penting untukmu.”
Aoi mengangguk pelan.
“Ya, Yukari-chan sangat penting untukku. Karena jika aku tidak bertemu dengan Yukari-chan saat itu...mungkin aku masih akan berada di dalam duniaku yang gelap.”
“Dunia yang gelap?”
Gadis berambut hitam panjang itu menghela nafas pelan kemudian melihat ke atas.
“Dulu, sebelum aku bertemu dengan Yukari-chan...aku adalah gadis yang sangat pemalu. Aku sama sekali tidak bisa bicara dengan orang lain. Jika aku berhadapan dengan seseorang yang tidak kukenal, selain keluargaku, mataku tidak berani menatap mereka dan akan langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain.”
“Asahina...”
“Huh...sewaktu aku SD, aku sama sekali tidak memiliki seorang teman. Di kelas, aku hanya terdiam sambil melihat ke luar jendela. Saat itu, aku merasa sangat tidak cocok dengan kehidupan sekolah. Rasanya aku ingin keluar dari sekolah dan menjadi hikkikomori (Hikkikomori = Shut in / orang yang mengurung diri di dalam kamar) di dalam rumah.”
“Lalu?”
“Sudah jelas. Kedua orang tuaku tidak setuju jika aku keluar dari sekolah dan menjadi pemurung yang setiap harinya hanya mengurung dirinya di dalam kamar. Mereka memarahiku semalaman dan semalaman itu pula, aku menangis di dalam kamarku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku lebih nyaman sendirian di dalam duniaku sendiri. Dunia yang gelap. Sejak awal, aku sudah tahu, kalau dunia yang penuh cahaya itu, tidaklah cocok dengan orang suram sepertiku ini.” Aoi berkata sambil tersenyum.
Ryo bisa merasakan suatu kesedihan yang amat sangat dari senyumannya barusan.
“Setelah itu, apa kau kembali ke sekolah?”
“Hmm...Orang tuaku ingin agar aku berubah sedikit demi sedikit menjadi berani dan tidak takut seperti ini lagi. Sayangnya, merubah sifat dan kepribadian seseorang itu tidaklah mudah. Kehidupanku berikutnya sama sekali tidak berubah. Bahkan ketika aku sudah duduk di bangku 1 SMP, murid-murid jarang sekali ada yang menyadari keberadaanku dan seperti melupakanku begitu saja. Seolah aku tidak ada diantara mereka.”
“Apa kau tidak mencoba untuk berbaur?”
“Sudah kucoba, tapi setiap kali aku mendekati mereka, mereka selalu menjauh dariku. Mereka pikir aku ini aneh, makanya tidak mau berteman denganku. Hingga pada akhirnya...aku tidak tahan lagi dengan semua itu. Aku pergi ke atap sekolahku dan...” Aoi menghentikan ucapannya. Sekilas wajahnya terlihat sedih.
“Kau melompat?” Ryo bertanya dengan ekspresi kaget.
Aoi ingin bunuh diri?
Sampai segitunya kah...rasa sedih yang dialaminya?
Ryo sama sekali tidak pernah menyadari hal seperti itu di dalam diri Aoi yang selalu tersenyum.
Ternyata Aoi memiliki masa lalu yang sangat pahit.
Bahkan mungkin, tidak seharusnya ia mendengarkan hal menyedihkan itu.
Aoi terdiam sesaat, kemudian kembali menatap Ryo dan tersenyum kecil.
“Ya...kalau saja saat itu ‘dia’ tidak datang, mungkin aku sudah melompat dan tidak akan ada di sini saat ini.”
Dia?
“’Dia’ yang kau maksud’kan itu...Akihara?” Meskipun ia sudah tahu jawabannya, tapi Ryo tetap ingin memastikannya.
“Ya, Yukari-chan yang waktu itu menolongku. Bahkan sampai saat ini, aku masih merasa kalau Yukari-chan adalah pahlawan-ku, seolah menjadi penyemangatku untuk terus hidup. Ketika itu...ketika Yukari-chan menyebut namaku dan menyodorkan tangannya untuk orang sepertiku ini, rasanya aku telah menemukan sedikit cahaya. Sangat kecil dan juga lemah...tapi juga sangat hangat dan terang. Untuk pertama kalinya, aku merasa...ingin menjadi sesuatu untuk orang lain.”
“...........”
“Yukari-chan berbeda denganku. Dia ceria dan juga sangat kuat. Dia juga cukup populer. Teman-temannya sangat banyak. Meskipun beberapa orang dari teman-teman Yukari tidak suka kepadaku, Yukari-chan tidak peduli dan menganggapku sebagai sahabat nomor satunya. Aku senang...senang sekali...rasanya aku ingin menangis karena bahagia...”
Begitu...
Yukari telah memberi cahaya pada kehidupan Aoi yang suram dan gelap.
Yukari yang telah membuat ‘Asahina Aoi’ yang mereka kenal saat ini, berada di sini.
Di sampingnya.
“He he, tapi Yukari-chan juga terkadang ceroboh dan suka sekali merasa kesal, karena itu...aku harus selalu berada di sisi Yukari-chan. Aku harus menjaganya untuk tidak melakukan hal-hal yang ceroboh.” Sekali lagi, Aoi tersenyum malu.
“Kau sudah seperti ibunya saja.” Ryo berkata singkat.
“Begitu, ya?”
Ryo terdiam sesaat. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela yang terbuka di salah satu bagian ruangan.
“Sepertinya...kau sangat menyukai Akihara, ya?”
“Fu fu, iya. Aku sangat-sangat menyukai Yukari-chan. Yukari-chan adalah teman pertamaku. Tapi...sekarang aku juga punya kau’kan? Ah! Azamaki-kun juga...dia juga temanku...Berarti sekarang, aku punya kalian bertiga.”
Aoi berkata sambil menatap ke arah Ryo, membuat pemuda itu tertegun dengan wajah yang memerah.
“Ah...aku bukan teman yang baik seperti itu.” Balasnya tanpa menoleh ke arah Aoi.
“Tidak, Fujiwara-kun sangat baik. Benar-benar baik...Tapi...entah kenapa aku merasa sangat tenang karena telah mengatakan hal ini pada Fujiwara-kun. He he.”
“Berhentilah memujiku seperti itu. Aku tidak suka dipuji.”
“Fu fu, Fujiwara-kun yang malu-malu seperti itu, manis sekali.” Aoi berkata sambil membungkukkan tubuhnya ke depan, berusaha melihat wajah Ryo yang tidak melihat ke arahnya.
“Tolong, Asahina...kumohon...hentikan...” Jawab Ryo sedikit terbata-bata sambil menutupi wajahnya dari Aoi supaya gadis itu tidak bisa melihat wajahnya yang berubah merah.
“He he, iya. Huh...sekarang aku merasa lebih tenang. Oh ya, Fujiwara-kun?”
Kali ini, sepertinya Aoi tidak bermaksud untuk mengatakan hal yang aneh-aneh lagi, jadi Ryo mengalihkan pandangan ke arahnya.
“Ada apa?”
“Hmmm...aku ingin minta tolong sama Fujiwara-kun. Boleh tidak?”
Aneh.
Ada yang aneh dari cara bicaranya barusan.
“Apa itu? Kalau aku bisa, aku akan berusaha untuk menolongmu.”
“He he, terima kasih Fujiwara-kun. Sudah kuduga kau memang orang yang sangat baik :D”
“Guh! Ce--cepatlah!!!” Kata Ryo sambil kembali menutupi wajahnya yang merona.
Aoi menatap ke depan.
“Mmm...aku...memang tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kita di rumah ini. Apakah kita akan selamat atau tidak. Tapi...sekarang aku merasa tenang karena aku memiliki kalian semua. Jujur, aku sangat senang. Di tambah...ada Fujiwara-kun di sini.”
“Kenapa kau berkata seperti itu?” Ryo mengalihkan lagi pandangannya ke arah gadis itu.
 “Itu karena Fujiwara-kun di sini, aku jadi bisa sedikit merasa lebih tenang. Karena itu...Fujiwara-kun...tolong, ya...”
Aoi mengalihkan pandangannya ke arah Ryo kemudian tersenyum. Mata mereka berdua bertemu.
...............
.................................
.....................................................
“Kalau seandainya... kalau seandainya aku mati di sini, tolong jaga Yukari-chan untukku, ya?”

Deg

Apa itu?
Kenapa Aoi...mengatakan hal seperti itu...?
Ryo terdiam.
Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokannya.
Apa yang harus ia katakan pada Aoi?
“Jangan...”
“Hm?”
“Jangan berkata seperti itu. Bukan hanya Akihara yang akan aku jaga...tapi kau juga, Asahina.” Sambil berkata seperti itu, Ryo menatap jauh ke dalam mata Aoi.
Mendengar kata-kata yang ‘tidak mungkin akan keluar dari mulut pemuda seperti Ryo’ itu ternyata benar-benar keluar dari mulutnya, Aoi tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa.
“Fu fu fu. Seperti yang sudah kuduga, Fujiwara-kun ternyata memang orang yang sangat baik.”
“Ukh! Harus kubilang berapa kali, jangan memujiku seperti itu!”
Aoi berjalan cepat, mendahului Ryo.
“Baiklah! Tapi...” Gadis berambut panjang itu menghentikan langkahnya. Kemudian berbalik kembali ke arah Ryo.
“Yang tadi itu...janji, ya? Fujiwara-kun?” Katanya sambil tersenyum.
Ryo terdiam sesaat kemudian tersenyum sambil memejamkan matanya.
“Ya, aku janji.”
***-***
“Nah, ini dia...lemarinya.” Kata Kazuya.
Mereka berempat kini telah sampai di ruang gudang.
Ketika melewati ruang dapur tadi, rasanya agak berbeda dengan ruang-ruang yang sebelumnya.
Dapurnya jauh lebih gelap, selain itu, seluruh perabotan dan barang-barang yang ada di sana sudah berwarna hitam, hangus terbakar.
Tentu saja, karena dapur adalah pusat dari kebakaran itu sendiri.
Dan kini, dihadapan mereka berempat adalah...
Sebuah lemari tua berwarna coklat kehitaman.
Warna hitam itu pasti karena bekas terbakar.
Tapi, yang membuat mereka merasa takjub begitu melihatnya adalah...
Lemari itu masih utuh...meskipun seharusnya sudah terbakar menjadi abu waktu itu...
Yukari menelan ludahnya.
“Ah...jadi ini lemarinya? Ukh...hanya dengan melihatnya saja...aku sudah bisa merasakan energi negatif yang sangat berat. Rasanya tubuhku seperti ditekan.”
“I--iya...lemari itu...lemari tempat si anak kedua itu terbakar...sekarang ini ada di hadapan kita...” Aoi berkata sambil memegang erat baju Yukari.
“Hey, apa menurutmu, adik Fukuda-san ada di sekitar sini? sejak tadi, aku sama sekali tidak melihat ada tanda-tanda orang lain.” Kata Ryo sambil menggaruk belakang kepalanya.
“Ah! Benar juga. Taro-kun! Kau ada di sini?” Teriak Yukari.
“Taro-kun!!!” Aoi juga ikut berteriak.
Jika seharusnya Taro memang ada di sekitar sini, seharusnya ia bisa mendengar mereka, mengingat bawah ukuran gudang ini tidak sebesar itu.
Tapi, sama sekali tidak ada balasan.
Yukari dan Aoi berteriak beberapa kali sampai mereka kelelahan dan kehabisan nafas.
“Kenapa...hah...tidak ada jawaban...hah...” Kata Yukari sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Apa ini berarti...Taro-kun sudah...” Kata Aoi dengan suara pelan.
Kazuya menghela nafasnya.
“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada adiknya fukuda. Tapi, jika ia sudah tidak ada di sini, mungkin saja ia sudah keluar. Dan topinya tertinggal di sini.”
“Tapi kalau memang begitu, kenapa ia tidak kembali ke rumah?” Tanya Ryo.
Kazuya mengangkat bahunya.
“Entah. Tapi kalau ia tidak ada di sini, berarti ia sudah keluar’kan? Jadi, lebih baik kita lanjutkan permainan kita.”
Pemuda berambut hitam itu tidak mempedulikan perasaan ketiga temannya yang sedang bingung karena mencari Taro.
Ia maju ke depan, dan dengan perlahan menyentuh lemari tua itu dengan tangannya.
Ketiga orang itu juga mengikutinya dari belakang.
Ukh...
Rasanya tekanan energi negatif itu berkumpul di sekitar lemari tua itu, menghalangi mereka untuk menyentuh apalagi membukanya.
Langkah yang mereka ambil rasanya semakin berat.
“Yu--Yukari-chan...” Aoi memegang baju Yukari semakin erat. Tangannya bergetar.
Yukari yang melihat Aoi yang sangat ketakutan, menyentuh tangannya kemudian tersenyum.
“Tenanglah. Ini hanya sebentar saja.”
Kemudian Aoi menanggapinya dengan anggukan kepala.
Yukari kembali melihat ke arah Kazuya  yang sedang berusaha membuka lemari tua itu.
Jujur saja, sejak tadi, tubuhnya tidakk bisa berhenti gemetar.
Tapi, ia tidak boleh menunjukkan kepada yang lainnya kalau ia merasa ketaktuan.
Benar.
Jika ia merasa takut, maka tidak akan ada yang bisa melindungi teman-temannya.
“Hey, Kazuya.”
“Ada apa?”
“Permainan ini...kita benar hanya akan melakukannya sampai giliran pertama kita selesai’kan?” Tanya Yukari, memastikan apakah ucapan Kazuya bisa dipercaya atau tidak.
“Tentu saja. Hanya sampai giliran pertama kita. Setelah itu, kita pergi dari sini. Ah...”
Kazuya berkata pelan ketika lemari itu berhasil dibukanya.
Sama seperti yang dibilang oleh orang-orang selama ini.
Lemari itu kosong.
Tidak ada apapun di dalamnya.
Tapi meskipun begitu, mereka bisa merasakan suatu energi yang sangat menakutkan dari dalam lemari itu.
Keringat dingin turun membasahi wajah mereka.
Kisah tentang kebakaran dan tragedi itu kembali terbayang lagi dipikiran mereka.

Keesokkan harinya, setelah api berhasil dipadamkan, si anak pertama segera berlari masuk ke dalam rumah mereka yang nyaris hancur. Seluruh bagian rumah itu berubah menjadi hitam akibat terkena panasnya api yang menjalar masuk dan membakar rumah mereka. Tidak banyak yang tersisa di rumah mereka. Anak pertama pun memasuki ruangan gudang... dan di sana, ia melihat sesuatu. Sebuah lemari tua. Anehnya, lemari itu masih utuh dan tidak terbakar sedikitpun!!
Anak pertama itupun melangkah perlahan kearah lemari tua itu dan membukanya.
........................
...............................................
..............................................................................
 Kosong.
 Tidak ada apapun di dalam lemari itu. Setelah itu, si anak pertama pergi dan meninggalkan rumah itu, keberadaannya seolah menghilang dari muka bumi ini dan tidak pernah terdengar lagi kabarnya.
Ironisnya, ternyata orang tua mereka juga meninggal akibat kecelakaan mobil ...di saat yang sama... saat rumah mereka terbakar...
Rumornya, si anak kedua tidak pernah pergi meninggalkan rumah itu. Banyak orang yang berjalan di dekat bekas rumah mereka yang masih berdiri sampai saat ini, yang mendengar suara-suara aneh!! Seperti “Hi hi hi...Onii-chan tidak akan bisa menemukanku di sini” atau “Ayo, temukan aku...aku ada di sini...” Ada juga yang mendengar suara orang seperti menghitung...”1...2...3...”dan yang paling sering terdengar adalah sebuah suara nyanyian...

‘1...2...3...Ayo bermain ‘Hide and Seek’ denganku’
‘4...5...6...Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi’
‘7...8...9...Aku pasti akan menemukanmu’
‘10...Waktumu sudah habis. Siap atau tidak, aku akan datang untuk mencarimu...’


Akibatnya, banyak orang yang penasaran dan ada juga yang menyelidiki sampai masuk ke dalam rumahnya. Semua orang yang pernah memasuki rumah itu...memiliki satu cerita yang sama...yaitu suara misterius itu berasal dari dalam lemari tua yang berada di dalam gudang rumah tersebut.
Banyak orang yang berusaha menyingkirkan lemari tua, tempat si anak kedua bersembunyi itu ke tempat lain. Tapi, anehnya...lemari tua itu selalu kembali ke tempat yang sama. Banyak orang yang meyakini bahwa roh si anak kedua masih berada di dalam lemari itu...menunggu sang kakak untuk menemukannya dan melanjutkan kembali permainan ‘Hide and Seek’...

Apa benar...roh si anak kedua itu...masih menunggu kakaknya untuk bermain permainan ‘Hide and Seek’ di rumah itu?
“Baiklah...sekarang tinggal meletakkan nasinya di dalam dan...selesai.” Kata Kazuya begitu ia meletakkan semangkuk nasi itu di dalam sana.
Yukari, Ryo dan Aoi memperhatikan itu dengan seksama.
Jantung mereka berdebar dengan kencang.
Mereka telah memilih untuk melakukan permainan kematian ini...
Dan...
 “A--apa yang harus kita lakukan setelah ini?!” Tanya Yukari dengan suara yang bergetar.
“Setelah ini, kita akan kembali ke ruang awal, dan kita harus menyanyikan lagu untuk memanggil roh si anak kedua dan sebagai tanda kalau kita telah memulai permainan ini dengannya. Ingat. Kalau lagu itu sudah dinyanyikan, maka permainan ini akan di mulai.”
Sekarang sudah tidak ada jalan untuk mundur lagi.
“Oh ya, aku ingin memberitahu kalian sesuatu. Setelah lagu itu selesai dinyanyikan, kita harus segera berlari menuju ke lemari tua itu. Kemudian dengan cepat, menancapkan pisau yang sudah dilumuri oleh darah kita di dalam lemari itu sebanyak 3 kali sambil berkata ‘Aku menemukanmu’, sebanyak 3 kali.” Tambah Kazuya.
Permainan ini...benar-benar permainan yang dimainkan oleh kakak beradik keluarga Yamasaki waktu itu.
Cara untuk menyelesaikan permainan ini?
Kurasa tidak diperlu diberitahu untuk yang kedua kali, mereka sudah tahu.
Lari tanpa ketahuan oleh roh si anak kedua itu, pergi ke lemari tua itu, habiskan semangkuk nasi yang ada di sana, kemudian tancapkan salib di tempat yang sama saat kita menancapkan pisau sebanyak 3 kali dan berkata ‘Aku menang’, sebanyak 3 kali juga.
Sambil berjalan dengan perlahan, mereka kembali ke tempat awal dan akan segera memulai ritual permainan kematian ‘Hide and seek’ itu.
Di tengah-tengah keheningan, Aoi tiba-tiba bicara.
“Azamaki-kun, aku ingin menanyakan sesuatu” Kata Aoi tiba-tiba.
“Apa?” Kata Kazuya.
“Kalau kita kalah, maka kita akan terbunuh’kan? Tapi...apa yang akan terjadi kalau kita memenangkan permainan ini?” Tanya Aoi.
Apa yang akan terjadi jika mereka menang?
 “Aku juga tidak tahu karena setahuku belum pernah ada orang yang berhasil memenangkan permainan ini. Tapi yang pasti, kita tidak akan mati jika kita menang” Jelas Kazuya kearah sahabatnya itu.
“Oh, begitu.” Aoi berkata pelan sambil menundukkan kepalanya.
Yukari menatap ke arah Aoi.
Ekspresinya terlihat sedih.
Dia benar-benar ketakutan.

“Maaf menunggu lama. Kami akan ikuti permainanmu.”

“Ukh.”
Luka di tubuhnya tiba-tiba kembali terasa sakit.
Yukari berjalan lebih lambat dari ketiga temannya.
“Mengikuti permainan ini, huh?”
Perlahan, ia mengangkat kepalanya dan menatap ke arah langit-langit.
“Apa aku...sudah melakukan pilihan yang benar, ya?”
Tidak ada cara lain.
Jika mereka tidak mengikuti, mereka akan mati di tangan Kazuya.
Jika mereka mengikuti, mereka akan dibunuh oleh roh gentayangan si anak kedua.
Meskipun begitu, jika mereka memilih untuk mengikuti permainan ini, Kazuya tidak akan membunuh mereka.
Lagipula...
Bukannya mereka hanya bermain sampai tahap pertama saja?
Sampai giliran mereka selesai?
Setelah itu, mereka akan keluar dari rumah ini dan semuanya akan baik-baik saja...
Tinggal berdoa...
Semoga itu bukan pilihan yang salah.
***-***
 A/N : Hai, minna XDD
Hihihi, di ch selanjutnya permainan bakal dimulai!
Kira-kira, bagaimana kelanjutan nasib dari Yukari, Kazuya, Ryo dan juga Aoi? Apakah mereka berhasil menyelesaikan giliran pertama dan keluar dari rumah bekas keluarga Yamasaki itu dengan selamat?

Sankyuu buat yang udah mampir :) Aku sangat menghargainya


Author,
Fujiwara Hatsune


Tidak ada komentar:

Posting Komentar