Kamis, 21 Agustus 2014

Story : Hide and Seek Chapter 2



Hide and Seek
(Don’t let Her Find You...)

*Read :
              Prologue
           
             Chapter 1

              Chapter 3

              Chapter 4 

             Chapter 5

             Chapter 6


* Read Another Stories :

Chapter 2 Keputusan 3 Orang Itu
4 tahun yang lalu, terjadi sebuah tragedi yang melibatkan adik dan kakak dari keluarga Yamasaki.
Kisah itu sangat tragis dan sudah menyebar ke semua tempat.
Tidak ada yang tidak tahu dengan kisah itu.
Kisah mengerikan yang melahirkan sebuah permainan kematian...
‘Hide and Seek’
Azamaki Kazuya, seorang murid SMA kelas 3 yang menggemari film-film horor, menceritakan kisah tersebut kepada 3 orang temannya.
Akihara Yukari yang emosional dan selalu meledak-ledak, tapi sangat baik dan perhatian kepada orang lain, Asahina Aoi yang tenang (kebalikan dari Yukari) dan bertindak sebagai penengah ketika Yukari dan Kazuya bertengkar, serta Fujiwara Ryo, seorang pemuda pendiam yang berhati dingin (dan terkadang suka melemparkan opini-opini yang pedas).
“Aku menceritakan cerita ini pada kalian karena aku ingin menyelidiki tentang rumor itu!! Aku ingin melakukan permainan ‘Hide and Seek’ di rumah itu!”.
Ketika mendengar kalimat itu terlontar dari mulut Kazuya, ketiga sahabat itu langsung terkejut dan mulai adu argumen (terutama Yukari dan Kazuya).
Yukari, Aoi dan Ryo sama-sama tidak setuju dengan ide gila sahabat mereka tersebut dan memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan mereka sampai di situ.
***-***
“Selamat pagi, Yukari-chan!” Aoi langsung menyapa Yukari dan berjalan ke arah tempat duduknya. Aoi duduk tepat di sebelah Yukari.
“Pagi, Aoi.” Balas Yukari sambil mengangkat sebelah tangannya.
Aoi melihat ke arah Ryo yang sedang duduk di hadapannya. Dengan tersenyum, ia menyapa pemuda pendiam itu.
“Pagi, Fujiwara-kun~”
Ryo, yang duduk di depan Aoi, melihat ke arah gadis itu, yang tengah meletakkan tasnya.
“Kau selalu bersemangat seperti biasanya, ya, Asahina? Dan seperti biasanya pula kau selalu menerjang ke arah Akihara. fu fu, tak kusangka kau sangat agresif.”
Yukari dan Aoi yang mendengar perkataan Ryo langsung tertegun dengan wajah merah.
“A--a--a--APA YANG KAU KATAKAN SIH!!!? KENAPA KAU MENGATAKAN SEOLAH-OLAH AKU DAN AOI ITU--“ Yukari terlihat kesal pada awalnya, tapi kemudian, ketika ia sampai pada kalimat ‘Aku dan Aoi itu--‘, ia langsung menghentikan ucapannya dengan tiba-tiba.
Seolah tahu kalau Yukari sedang kehabisan kata-kata, Hikari langsung membalas ucapan Ryo.
“Be-benar sekali!! Mana mungkin aku dan Yukari-chan itu--Ah! Lagipula, aku dan Yukari-chan itu cuma teman! Ya, cuma teman!! Bu--bukan berarti aku tidak suka dengan Yukari-chan--Ya--a --aku suka dia sih~ Ta--tapi hanya sebatas teman!!” Teriaknya dengan wajah sedikit merah.
“A--Aoi...aku tidak tahu apakah aku harus merasa senang dengan perkataanmu barusan...(meskipun aku tahu kau berusaha untuk menolongku...)” Yukari hanya bisa sweat drop.
“Yo!”
Suara yang tidak asing lagi bagi ketiga sahabat itu, terdengar di telinga mereka. Bertemu dengan seorang sahabat...mungkin wajah yang kalian buat adalah wajah yang bahagia (tentu saja). Tapi, tidak dengan mereka bertiga.
Yukari langsung memasang tampang sinisnya, Aoi menundukkan kepalanya seolah habis melakukan suatu kesalahan, sedangkan Ryo yang dari tadi melihat ke arah Yukari dan Aoi di belakangnya, langsung membalikkan badannya kembali.
Suasana menjadi canggung.
“Fuh...kenapa kalian bersikap seperti itu? Oi, kalian tidak senang aku ada di sini sekarang??” Kazuya berkata sambil meletakkan tasnya di kursi, di samping Ryo.
Tidak ada yang merespon ucapan Kazuya. Ia mengangkat sebelah alisnya dan memasang wajah kesal lalu duduk di kursinya, dan menimbulkan suara ‘braak’ yang cukup keras.
“Yah...kalau aku sih, tidak peduli dengan kalian.” Kazuya berkata sambil menopang dagunya.
Etto...” Meskipun semuanya bertingkah seolah mendiamkan Kazuya, Aoi tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menyapanya (yah, itu adalah salah satu sisi baik Aoi).
Ano...Selamat pagi, Azamaki-kun :3” Aoi memasang wajah senang sambil tersenyum. Meskipun ia memaksakan senyuman itu.
“Khu khu, seperti biasa, Asahina tetap menjadi anak yang baik jika dibandingkan dengan Yukari dan Ryo.” Kazuya berkata sambil tersenyum, tanpa menoleh ke arah Aoi.
Aoi langsung tertegun, tidak tahu harus mengatakan apalagi.
Yukari yang dari tadi terus diam, bangkit dari tempat duduknya.
“Kau itu! Maksudmu apa?! Kau mau bilang kalau aku dan Ryo bukan sahabat yang baik? Kurasa sebelum kau mengatakan itu, lebih baik kau berkaca lebih dulu! Lihat apa dirimu adalah sahabat yang baik untuk kita!!”
“Yukari-chan, sudahlah. Semua murid melihat ke arah kita.” Aoi memegang lengan seragam Yukari dan menariknya perlahan.
Mendengar perkataan Yukari, Kazuya justru tertawa kecil.
“Khu khu khu.”
“Apa?! Apa yang lucu, hah!!?”
“Rupanya kau masih kesal karena pembicaraan kita yang kemarin itu? Kupikir kalian sudah melupakannya.”
Yukari mengangkat sebelah alisnya, dengan ekspresi geram ia melangkah mendekati Kazuya dan mengangkat sebelah tangannya.
“K--“
“Mana mungkin kami bisa lupa?” Ketika Yukari akan mengarahkan tangannya ke arah Kazuya, Ryo menyelanya dan bicara dengan suara pelan.
Kazuya langsung mengalihkan pandangannya ke arah Ryo di sampingnya.
“Pembicaraanmu yang kemarin itu terlalu gila, sampai-sampai terbawa ke dalam mimpiku. Kalau kau ingin melakukan permainan itu, yah...seperti apa yang dikatakan oleh Akihara kemarin, lebih baik kau melakukannya sendirian saja. Kami tidak ikut-ikutan.”
“Fuh...dan ‘kami’ itu maksudnya adalah?”
“Siapa lagi? Tentu saja, aku, Akihara dan juga Asahina. Kami tidak ingin menyia-nyiakan nyawa kami untuk mengikuti permainan bodohmu itu.”
“Fujiwara-kun...” Aoi menatap ke arah Ryo dan berkata pelan.
Ini pertama kalinya Ryo bersikap peduli terhadap sesuatu.
Biasanya, ia selalu bersikap acuh dan tidak peduli dengan kejadian yang ada di sekelilingnya. Mengatakan sesuatu yang bisa diartikan seperti ‘tidak akan kubiarkan teman-temanku terluka’ adalah hal yang sangat jarang diungkapkan oleh pemuda itu.
 Wajar saja, jika perkataannya barusan membuat Yukari dan Aoi sama-sama memasang wajah terkejut.
Ke--keren!! Ah--!! Bukan itu, tapi sepertinya Ryo juga bisa merasakan kalau ini adalah permainan yang sangat berbahaya...jika dibandingkan dengan permainan yang lain.” Kata Yukari dalam hati.
“Kau bersikap seperti seorang pangeran, ya? Tapi biar kuberitahu sesuatu. cepat atau tidak, kalian pasti akan mengikuti permainan ini.”
“Tidak akan!!” Teriak Yukari.
“Kita lihat saja nanti.” Kazuya tersenyum licik sambil memalingkan pandangannya dari Yukari yang masih menatapnya dengan ekspresi kesal.
“Yukari-chan...” Aoi memanggil nama Yukari dengan suara pelan, menyuruhnya untuk kembali duduk.
“Huh! Entah kenapa kalau terus dekat-dekat dengan dia, rasanya otakku akan meledak!!” Yukari bicara dengan nada kesal, tapi dengan volume suara pelan supaya Kazuya tidak bisa mendengarnya.
“Sabar, sabar, Yukari-chan. Aku yakin semuanya akan baik-baik saja~” Aoi tersenyum lembut sambil menepuk-nepuk punggung Yukari.
“Justru sikapmu yang terlalu santai itu membuatku sedikit khawatir.” Yukari berkata sambil menghela nafas.
Tidak akan ada yang terjadi’kan?” Pikir Yukari.
***-***
“Benarkah?!”
“Iya, benar!!”
“Gosipnya seperti itu!”
“Adiknya Fukuda’kan?”
“Kabarnya dia...”

CHIZUKO!!!?
Yukari, tiba-tiba membanting pintu kelas 3-C (Yukari kelas 3-D) dengan wajah khawatir dan nafas terengah-engah seperti habis melakukan lari marathon 1 KM. Di belakangnya, juga ada Aoi yang menyusulnya.
“Hah...hah...Yu--Yukari-chan! A--ada apa?” Aoi berusaha mengatur nafasnya.
“Mana Chizuko!?” Teriak Yukari.
Fukuda Chizuko, sahabat Yukari dari kelas sebelah.
“Hiks...hiks...” Terdengar suara tangisan dari arah Chizuko yang sedang dikelilingi oleh beberapa murid.
Mereka sedang berusaha menenangkannya.
Dengan cepat, Yukari segera berjalan ke arahnya, menerobos kerumunan murid di dekat Chizuko, diikuti oleh Aoi yang masih belum mengerti apapun.
“Chizuko?! Chizuko?!! Kau baik-baik saja?!”
Chizuko mengangkat wajahnya perlahan dan menatap Yukari. wajahnya basah oleh air mata.
“Chizuko? Apa yang sebenarnya terjadi?!” Tanya Yukari.
“Hiks...a--aku juga tidak begitu mengerti...kemarin ia masih ada. Tapi ketika hari menjelang sore...tiba-tiba ia menghilang entah ke mana!! Aku tidak mengerti! Polisi sudah berusaha mencarinya tapi mereka tidak bisa menemukannya!! Aku bingung, Yukari!! Aku tidak tahu harus berbuat apa!!!!” Chizuko bercerita sambil berusaha menghapus air matanya yang terus mengalir.
“Tenanglah, Fukuda-san.” Aoi memegang pundak Chizuko, berusaha menenangkannya.
“Aku tidak mengerti...Tapi, mereka menemukan sesuatu!”
Yukari dan Aoi sama-sama tertegun mendengar ucapan Chizuko.
“Menemukan... sesuatu?” Yukari berkata pelan.
“Mereka menemukan bola miliknya...” Cerita Chizuko pelan.
“Di mana?! Aku akan bantu mencarinya!!” Teriak Yukari.
“Di...”
Chizuko terdiam sesaat sambil menundukkan kepalanya...
............
....................................
.............................................................................
“Di rumah bekas keluarga Yamasaki...”

Kejadian itu terjadi pada saat istirahat makan siang.
Ketika itu Yukari, Aoi dan Ryo sedang duduk di satu meja yang sama. Tidak seperti biasanya, Kazuya tidak datang saat itu.
“Ah...pelajarannya sulit sekali. Aku sama sekali tidak mengerti.” Gerutu Yukari kesal sambil meletakkan kepalanya di atas meja.
“Tenang saja, Yukari-chan. Kalau kau tidak mengerti nanti, aku akan mengajarimu dengan senang hati.” Aoi berkata dengan nada riang seperti biasanya.
“Ngomong-ngomong, kemana Kazuya?” Ryo bertanya sambil melihat ke sekelilingnya. Namun ia sama sekali tidak menemukan sosok Kazuya dimanapun.
Yukari menghela nafasnya.
“Sudahlah, Ryo. Jangan membahas orang itu lagi.”
“Gara-gara kejadian yang kemarin itu, sepertinya mood Yukari jadi buruk.” Aoi berkata sambil tersenyum kecil.
“Bukan cuma buruk...tapi sangat-sangat buruk.” Tambah Yukari lagi tidak semangat.
“Ya, aku mengerti bagaimana perasaanmu, kok. Wajar kalau kau kesal sih. Habisnya si Kazuya itu seperti itu. Kenapa dia mengajak kita bermain permainan mengerikan seperti itu, ya? Aku sama sekali tidak mengerti jalan pikirannya...” Ryo berkata sambil menopang dagunya.
Entah kenapa, Yukari dan Aoi langsung terlihat sangat kaget. Ryo pun jadi ikut-ikutan kaget karena melihat reaksi mereka berdua.
Kalau reaksi mereka berdua biasa saja sih, tidak ada masalah. Tapi, reaksi dan ekspresi mereka berdua terlihat sangat tegang seperti habis melihat hantu.
“Oi, oi. Ada apa, kalian berdua?!” Tanya Ryo dengan nada bicara sedikit panik. Berbeda dengan nada bicaranya yang selalu terdengar datar dan tidak peduli.
Yukari dan Aoi saling berpelukan satu sama lain.
“Kau--kau dengar, Aoi!?” Yukari berkata dengan suara bergetar dan ekspresi yang ketakutan.
“Ya--ya!! Sangat jelas, Yukari-chan!!!” Kata Aoi dengan tubuh yang gemetaran.
“Ada apa sebenarnya?!” Kata Ryo, bingung dengan reaksi kedua sahabatnya yang tiba-tiba itu.
Mungkinkah...di sekolah ini ada hantunya??!
Apa sekarang ini Yukari dan Aoi sedang mendengar suara sesorang yang tidak bisa dilihat dengan mata orang biasa!!?
Karena itukah mereka memasang wajah ketakutan seperti itu!?
(Pikir Ryo)
“Aoi...”
“Yukari-chan...”
“Huwaaa!!!! Apa yang terjadi!!? Baru pertama kali aku mendengar Ryo bicara sepanjang itu!!! Dunia mau kiamat, ya!!? Hyaaaah!!!!!” Teriak Yukari histeris.
“Kyaa!!! Fujiwara-kun tidak berkata ‘Diamlah’, ‘Berisik’, ‘Aku tidak peduli’, ‘Terserah padamu’, melainkan bicara dengan satu kalimat panjaaaaaang!!!! Uwaaah...apa ini pertanda akhir dari dunia!!!!?” Aoi juga berteriak (catatan : Aoi lebih histeris dari Yukari) sambil memegang wajahnya.
“Kalain ini mikir apa sih!!? Dasar bodoh!!! Kupikir ada apa!!? (Kenapa itu jadi masalah buat kalian sih!! Memang salah kalau aku bicara panjang lebar!!? Untuk apa aku dianugerahi mulut!!!?)”
Beberapa saat kemudian, Aoi dan Yukari kembali tenang.
“Fuuuh...tapi jujur saja, mendengar Ryo berkata sepanjang itu...membuatku merasa kaget...” Kata Yukari sambil mengelus dadanya perlahan.
Aoi mengangguk.
“Hm...benar sekali.”
Ryo menutupi wajah dengan kedua tangannya.
“Haaah...kalian ini. Tidak perlu heboh seperti ada festival atau apa!!” Ryo berkata kesal.
“Huooo...Ryo sedang kesal, ya????” Yukari kembali memasang ekspresi kaget di wajahnya.
“Ya, memang kenapa!! Aku tidak boleh kesal gitu!!? Oh, jadi yang boleh kesal cuma kalian saja!?” Kata Ryo sambil memukul meja.
“Ha--habisnya...Fujiwara-kun selalu bersikap dingin tanpa emosi seperti zombie...(jujur saja, waktu pertama kali bertemu, kupikir kau benar-benar zombie...)” Kata Aoi dengan sedikit takut.
“K--Kau pikir aku zombie??!” Kata Ryo dengan nada sedikit terkejut.
Yukari kembali menghela nafasnya dan memejamkan kedua matanya. Entah kenapa, tapi wajahnya sedikit memerah.
“Sepertinya, bahkan seorang Ryo-pun bisa merasa kesal seperti ini. Aku merasa kagum.”
“Hal seperti itu tidak perlu kau kagumi.” Ryo hanya bisa sweat drop.
Mereka bertiga menghela nafas bersamaan dan kembali menikmati makan siang mereka.
Ryo melihat ke arah jendela di sudut ruangan, kemudian berkata pelan.
“Gara-gara pembicaraan kemarin, aku jadi merasa kesal. Jadi, berhati-hatilah kalau sedang bicara denganku.”
“Hmmph...aku tahu. Tidak ada yang tidak kesal jika seorang temanmu memaksamu untuk bermain permainan yang mampu merenggut nyawa seperti itu. Bagaimanapun, aku masih sayang dengan nyawaku. Apa orang itu tidak peduli dengan nyawanya sendiri?” Yukari berkata sambil mengunyah makanannya.
Aoi mengangkat bahunya dan mendesah pelan.
“Aku juga tidak tahu apa yang Azamaki-kun rasakan waktu itu. Tapi...meskipun hanya sedikit...aku merasa kalau dia juga ketakutan...mungkin...”
Mendengar ucapan Aoi yang terdengar masih tidak yakin, Yukari dan Ryo sama-sama terdiam sambil menundukkan kepala mereka.
Mungkinkah...
Sama seperti mereka...
Meskipun sangat ingin memainkan permainan terkutuk itu...
Kazuya juga merasa sedikit ketaktuan?
“Haah...harusnya sih seperti itu. Yah...itu kalau dia manusia normal.” Yukari berkata dengan nada yang seolah berkata ‘Aku tidak peduli dan juga tidak mau tahu’.
Baguslah, sekarang ia terdengar seperti Ryo versi perempuan.
“Fu fu fu.” Mendengar itu, Aoi tertawa kecil.
Yukari dan Ryo yang tertegun langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah Aoi.
“Ada apa, Asahina?”
“Fu fu, aku hanya berpikir...barusan Yukari-chan terdengar seperti Fujiwara-kun. Dan kurasa itu cukup manis :3”
“Su--sudahlah, Aoi. Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kau pikirkan (dari sisi mana kau lihat itu sebagai sesuatu yang manis??)” Kata Yukari sambil mendesah pelan dan memundurkan sedikit kursinya.
“Hmm...mungkinkah...?” Kata Ryo pelan.
“Ada apa?” Tanya Yukari sambil menoleh ke arah Ryo.
“Mungkinkah...Asahina menganggap bahwa Akihara sangat manis?! Ah...jadi ini benar-benar ‘yuri’ (yuri = cinta sesama perempuan), ya?” Kata pemuda berambut coklat pendek itu santai sementara Yukari mendapat face palm yang sangat keras di wajahnya.
Sementara itu, Aoi hanya menatap bingung.
“Hm? Ada apa dengan ‘bunga lili’?? (yuri juga bisa berarti sebagai bunga lili)”
“Ti--tidak ada apa-apa dengan bunga lili!!!! Ya! Tidak ada apa-apa!! Kau jangan dengarkan ucapannya!!!!!! (Kyaaa!!!! Malu sekali!! Kuhajar kau, Ryo!!!!!)
“Fu fu fu, begitu, ya? Asahina yang polos dan Akihara yang meledak-ledak...Hmm...keduanya sangat cocok.”
“Jangan berkata seolah kami berdua itu adalah bahan penelitianmu!!!! (kuhajar beneran, lho!!!)” Teriak Yukari sambil menaruh sebelah kakinya di atas meja dan menarik dasi Ryo sementara Aoi hanya berkata ‘Sudahlah’, sambil tertawa kecil.
“Benarkah?!”
Segerombolan murid  berjalan masuk ke kantin dan duduk di meja dekat Yukari dan yang lainnya.
Pandangan Yukari, Ryo dan juga Aoi tertuju pada segerombolan murid itu.
Mereka terdiri atas 3 perempuan dan 2 laki-laki yang berasal dari kelas 3-D.
“Ada apa?” Tanya Yukari dengan suara pelan sambil terus memegang dasi Ryo.
“Entahlah. Tapi sepertinya sedang terjadi sesuatu.” Jawab Aoi tanpa memalingkan pandangannya sedikitpun dari gerombolan murid itu.
“Iya, benar!!” Kata seorang siswi berambut pirang panjang sepunggung.
“Gosipnya seperti itu!” Tambah seorang gadis berambut oranye pendek yang sedikit bergelombang.
Ryo langsung memalingkan pandangannya.
“Untuk apa kita mengurusi mereka? Mereka hanya segerombolan penggosip.” Katanya sambil menarik dasinya dari genggaman Yukari.
Yukari terlihat berpikir.
“Hmmm...”
Kemudian berkata ‘Kau benar’, sambil menurunkan kembali sebelah kakinya.
“Tapi...aku merasa kalau ada sesuatu yang memang terjadi.” Kata Aoi.
Yukari kembali duduk di kursinya dan menghela nafas.
“Entahlah, tapi aku sama sekali tidak peduli dengan gosip murahan orang-orang itu.”
Aoi terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan.
“Kau benar. Lebih baik kita lanjutkan makan siang kita.” Kata Aoi sambil mengikuti Yukari dan duduk di sampingnya.
Untuk sesaat, suasana diantara ketiga orang itu kembali tenang, tapi tidak setelah ‘kata-kata’ itu, terlontar dari salah seorang murid tadi.

“Adiknya Fukuda’kan?”

Deg

“Fuku...da...?” Yukari berkata pelan dengan mata yang terbuka lebar.
Aoi dan Ryo yang mendengar Yukari bicara tiba-tiba, langsung mengalihkan pandangan ke arahnya.

“Kabarnya dia...”

Braak!!

Yukari langsung menggebrak meja dengan keras, lalu langsung berlari ke arah segerombolan murid dari kelas 3-D itu!
“Ada apa, Yukari-chan? Apa terjadi sesuatu?” Tanya Aoi bingung sambil bangkit berdiri lagi sementara Ryo hanya melihat sambil terus diam di tempatnya.
Yukari langsung menarik kerah baju salah satu murid laki-laki itu.
“Oi, oi!! Ada apa ini!?” Teriaknya sambil berusaha melepaskan diri dari Yukari.
Sementara murid-murid yang lain mulai memperhatikan mereka.
“Ada apa??”
“Ada yang lagi berantem, ya?”
 “Yukari-chan! Ada apa sebenarnya?” Aoi berkata sambil Berlari ke arah Yukari dan berusaha menariknya mundur.
“Katakan...” Yukari berkata pelan.
“Apa?” Murid itu bertanya.
“Yukari-chan...”
.........
.....................
................................
KATAKAN APA YANG SEBENARNYA TERJADI PADA CHIZUKO!!!?

Setelah itu, Yukari mendengar bahwa adik laki-laki Fukuda Chizuko, sahabatnya dari kelas 3-D, menghilang secara misterius.
Tidak tahu ke mana dan apa yang menyebabkan adik Chizuko menghilang.
Mungkin saja penculikan atau bisa saja adiknya tersesat di suatu tempat yang tidak ia kenal.
Sambil berlari ke arah kelas Chizuko, Yukari dan Aoi berharap bahwa kemungkinan yang terjadi tidaklah seburuk itu.
Tapi, kenyataan yang menunggu mereka...ternyata jauh lebih buruk daripada itu...

“Menemukan... sesuatu?” Yukari berkata pelan.
“Mereka menemukan bola miliknya...” Cerita Chizuko pelan.
“Di mana?! Aku akan bantu mencarinya?!!” Teriak Yukari.
“Di...”
Chizuko terdiam sesaat sambil menundukkan kepalanya...
............
....................................
.............................................................................
“Di rumah bekas keluarga Yamasaki...”

Di rumah bekas keluarga Yamasaki.
Sepertinya, itu adalah kunci penyelesaian masalah ini.
Sayangnya, sebuah kunci yang tidak ingin didapatkan oleh siapapun.
Yukari tertegun begitu mendengar ‘nama itu’ kembali di sebutkan.
Kenapa...
Kenapa dari semua tempat yang ada di sini, harus di sana!!?
Yukari jatuh terduduk.
“Yukari-chan!” Teriak Aoi sambil langsung memegang tubuh Yukari yang terduduk lemas.
Semua murid di sekelilingnya memperhatikan Yukari yang sedang menutup wajah dengan sebelah tangannya.
“Yu--Yukari-san.” Chizuko berkata pelan sambil sedikit terisak-isak.
“Ha ha.” Tiba-tiba, Yukari tertawa kecil.
Eh? Kenapa aku malah tertawa? Gawat...masalah yang sekarang ini sedang kita semua hadapi sangatlah gawat. A ha ha, tapi kenapa aku tidak bisa berhenti untuk tertawa? Kenapa, ya?
“Akihara.”
Yukari perlahan mengangkat wajahnya ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya dari kejauhan.
Ryo ada di sana, berdiri di dekat pintu.
Yukari terdiam, kemudian ia tersenyum ke arah pemuda berambut putih itu.
“Ha ha...kenapa jadi seperti ini, ya?”
Dan air mata itu mulai menetes membasahi wajahnya.
***-***
Pelajaran hari ini telah berakhir.
Jam telah menunjukan pukul 16.00 dan langit sudah mulai berubah menjadi oranye.
Angin yang lembut, masuk melalui jendela yang terbuka, membuat rambut Yukari sedikit berkibar.
Saat ini yang berada di dalam kelas hanya Yukari yang duduk termenung.
Di sampingnya, Aoi dengan setia menemani dan Ryo yang hanya berdiri di dekat pintu sejak tadi.
Yukari hanya terdiam, tanpa mengatakan apapun.
Jika orang yang melihatnya saat ini, mereka pasti tidak akan menyangka bahwa dia benar-benar Akihara Yukari yang selalu energik dan ceria. Yukari yang terkadang emosional dan suka berteriak-teriak ke arah orang yang membuatnya kesal. Yukari yang seperti itu...kini terlihat murung dan sedih.
Kesedihan yang teramat sangat dapat terlihat jelas dari wajahnya yang pucat dan matanya yang bengkak sehabis menangis.
Jujur saja, itu pertama kalinya Aoi dan Ryo melihat gadis itu meneteskan air mata. Yukari selalu terlihat kuat. Ia selalu terlihat bersinar seperti matahari.
Kini, matahari itu perlahan tenggelam...jauh ke dalam kegelapan.
“Yukari-chan...aku tahu kau sangat sedih. Tapi jangan seperti ini. Lebih baik kita pulang sekarang. Hari sudah mulai sore.” Aoi yang dari tadi hanya terdiam, menepuk pundak Yukari dan menyuruhnya untuk segera pulang.
Tapi Yukari tidak menjawabnya.
Meskipun begitu, tubuhnya sedikit bergetar.
Ia ingin menangis lagi, tapi ia berusaha menahan diri.
Teman-temannya ada di sana, dan ia tidak ingin melihat mereka jadi khawatir karena dirinya.
Bahkan Ryo pun terlihat khawatir.
Ya.
Yukari sangat peduli terhadap teman-temannya melebihi dirinya sendiri.
Dia adalah tipe orang yang dengan kerasnya akan berkata ‘Lakukan apa saja yang kau mau padaku, asalkan teman-temanku selamat’.
Yukari adalah orang seperti itu.
Meskipun di luar ia selalu bertindak seenaknya, selalu terlihat marah dan kesal, dan juga selalu meledak-ledak...tapi Yukari sangat lembut di dalamnya.
Orang yang sudah mengenalnya dengan dekat pasti tahu mengenai satu sisi baik Yukari.
Dan terkadang, sisi baiknya itu menjadi beban yang berat untuknya sendiri.
“Aku...” Tiba-tiba Yukari bicara meskipun dengan suara yang kecil. Terdengar seperti seorang gadis yang lemah.
“Aku ingin menolong Chizuko.”
“Jangan bodoh. Ingin menolong itu maksudnya kau ingin pergi ke rumah keluarga Yamasaki?” Ryo berbicara sambil berjalan ke arahnya.
“Yukari-chan, kau tidak bercanda’kan?”
Yukari menggeleng pelan.
“Hmm...aku tidak bisa terus diam seperti ini. Apapun yang kulakukan, aku ingin menolong Chizuko.” Yukari berkata, kali ini dengan suara lebih keras.
“Tapi, kau tidak tahu apa yang ada di dalam rumah itu’kan? Bagaimana kalau terjadi sesuatu?” Kata Aoi ketakutan.
“Aku tidak tahu. Tapi aku tidak bisa seperti ini terus. Aku tidak bisa hanya duduk dan membuang waktuku di sini. Rasanya sangat berat...sangat berat begitu mendengar bahwa adik Chizuko menghilang di rumah itu. Tapi...aku ingin menolongnya!”
“Yukari-chan...”
“Meskipun taruhannya nyawa?” Ryo berkata dengan nada dingin.
Kata-katanya barusan sukses membuat tubuh Yukari sedikit gemetar.
Tapi, suaranya tetap terdengar yakin.
“Meskipun taruhannya nyawa? Ya, aku akan melakukannya.” Ia berkata sambil tersenyum kecil.
Yukari adalah orang yang seperti itu.
Orang bodoh yang dengan mudahnya rela mengorbankan nyawanya sendiri demi orang lain.
Sampai sejauh itukah?
Yukari akan berbuat demi orang lain?
“Kau selalu saja seperti itu.”
Ryo berkata tiba-tiba sambil melipat kedua tangannya.
“Eh?” Yukari menoleh ke arah Ryo perlahan.
“Kenapa sih...jujur saja, aku sama sekali tidak mengerti. Kenapa kau bisa berpikiran sampai sejauh ? Kenapa kau mau melakukan hal-hal yang justru tidak ingin dilakukan oleh orang lain? Coba kau lihat semua teman-teman Fukuda yang lain. Apa mereka sepeduli itu? Tidak’kan? Mereka berusaha menenangkannya dan berkata ‘Tenang, semuanya akan baik-baik saja’, atau ‘Kami akan berusaha membantumu sebisa kami’, itu semua hanya untuk formalitas saja. Tapi di belakang mereka hanya menyebarkan gosip tentang menghilangnya adiknya, hanya membuat kehebohan sesaat yang pada akhirnya akan dilupakan juga. Sama sekali tidak ada yang berpikir dan berniat untuk menolongnya. Kenapa...kau, Akihara Yukari, segitu ingin menolongnya seperti itu?”
Sekali lagi, Ryo berbicara dengan kalimat yang panjang. Sesuatu yang sangat jarang didengar oleh Aoi dan juga oleh Yukari.
Benar juga, ya?
Kenapa ia sangat ingin menolong Chizuko?
Kenapa ia sangat ingin menolong temannya?
Apa ini hanya sebatas karena rasa ‘ingin menolong seorang teman’?
Tidak.
Bukan itu.
Karena semua orang tidak ingin melakukannya.
Karena semua orang hanya meninggalkan Chizuko seorang diri sambil memberikan harapan-harapan palsu.
Apanya yang ‘Tenang saja, semua akan baik-baik saja’?!
Ryo benar.
Itu semua hanya formalitas saja.
Sejak awal, mereka sama sekali tidak memiliki niat untuk menolong Chizuko.
Jika masalahnya lebih simple, mungkin mereka akan melakukannya.
 Tapi, masalah yang mereka hadapi saat ini adalah bekas rumah keluarga Yamasaki yang angker dan berhantu.
Orang normal tidak akan mau melakukan hal bodoh seperti itu hanya untuk orang lain.
Ya.
Manusia yang selalu bersikap egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri...tidak akan pernah melakukan hal seperti itu.
“Karena itu...”
Yukari berkata sambil menundukkan kepalanya.
Perlahan, ia mengangkat wajahnya dan menatap Ryo dan Aoi.
Angin berhembus sekali lagi dan ruangan yang bermandikan cahaya matahari sore itu, menjadi terasa lebih hangat.
“Karena tidak ada yang mau melakukannya, makanya aku yang harus berusaha dan melakukannya.”
Yukari menjawab dengan penuh keyakinan.
Ryo dan Aoi terdiam sesaat.
Kemudian mereka berdua tersenyum kecil.
“Yup, itulah Yukari-chan yang kami kenal. Memang tidak mungkin untuk melawanmu...karena itu...biarkan aku ikut denganmu.”
“He?”
“Fu fu, menarik juga. Jadi sekarang kita akan pergi ke rumah itu dan mencari adiknya Fukuda yang menghilang? Baiklah, aku juga akan ikut.” Ryo berkata sambil tersenyum kecil.
“Aoi...Ryo...” Yukari berkata pelan.
Kemudian, Yukari bangkit dari kursinya. Ia menatap kedua temannya itu.
“Kalian...aku tidak tahu apa yang akan terjadi di tempat itu nanti. Tapi aku janji tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Karena itu...”
Perlahan, ia membungkukkan tubuhnya.
“Mohon bantuannya!!”
***-***
Jalanan sudah sangat sepi.
Sama sekali tak terlihat ada orang lain yang berjalan di jalanan sempit itu, kecuali 3 orang itu, ditemani oleh bayangan mereka yang mengikuti dari belakang.

Tap Tap Tap

Mereka berjalan perlahan sampai pada akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sudah terlihat cukup tua.
Rumah yang sudah 4 tahun itu tidak berpenghuni lagi.
Yah...meskipun itu tidak sepenuhnya benar.
“Jadi...ini, ya?” Kata Aoi pelan.
Hanya dengan melihatnya saja, tubuh mereka seperti diserang oleh ribuan pedang es yang dingin menusuk tulang.
“Ya, ini...”
“Rumah keluarga Yamasaki.”
Dengan perlahan, ketiga orang itu, Yukari, Ryo dan juga Aoi masuk ke dalam halaman rumah itu.
Pagarnya tidak terkunci.
Setelah mereka pulang dari sekolah, mereka bertiga langsung berganti baju dan meminta ijin untuk belajar kelompok di rumah Aoi.
Jika mereka bilang ingin pergi ke rumah bekas keluarga Yamasaki, orang tua mereka tidak mungkin mengijinkan.
Dengan perlahan, ketiga orang itu berjalan diantara rumput-rumput panjang yang sedikit bergoyang karena hembusan angin.
“Hati-hati.” Kata Yukari, berusaha memperingati kedua sahabatnya itu.
Aoi dan Ryo sama-sama menganggukkan kepalanya, sampai tiba-tiba--
KYAAAAAAAA!!!!!!”
Aoi berteriak dengan sangat keras.
Yukari yang berada paling belakang dan Ryo yang berada paling depan langsung berjalan menghampiri Aoi.
Ada sesuatu!?
Apa Aoi melihat sesuatu!?
“Ada apa, Aoi!? Kau melihat sesuatu?” Tanya Yukari sambil menggoyang-goyangkan tubuh Aoi, sementara Aoi menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
“Asahina?”
Tubuhnya gemetaran dan terlihat sangat ketakutan.
Apa jangan-jangan...
Roh si anak kedua yang dirumorkan itu...
Menampakkan dirinya di hadapan gadis berambut hitam panjang itu?
“Aoi, ada apa?!”
“Yu--Yukari-chan...”
“Y--ya?”
“A--aku melihatnya...”
“Melihat apa?”
“Ja--jangkrik...”
“Jangkrik?”
“Eh? Apa?”
Suasana hening menyelimuti mereka bertiga.
“YA!!!! TADI AKU MELIHAT JANGKRIK YANG UKURANNYA SAAAAAAAAANGAAAT BEEESAAAR MELOMPAT KE ARAHKU!!!!! AKU SANGAT KETAKUTAAAAAAN!!!!!!!!!!!!!!”
Aoi menjerit dengan suara keras sementara Yukari dan Ryo hanya bisa terdiam membatu di tempat.
“La--lagipula! Jangkriknya sudah pergi’kan!? Su--sudahlah, Aoi! Berhentilah menangis!!” Kata Yukari sambil melanjutkan langkahnya.
Tapi, langkahnya sedikit bergetar.
Menyadari sesuatu, Ryo berkata ‘Ah’, yang langsung membuat Yukari diam di tempatnya.
 “Jangan-jangan kau juga takut... jangkrik, ya?”
“Glek!!! Si--siapa bilang aku takut!? Mana mungkin, aku, Akihara Yukari takut sama jangkrik kecil!!! Sudah, ayo cepat! Tujuan kita kemari mau mencari adiknya Chizuko’kan? (kenapa malah jadi seperti acara komedi!?)” Teriak Yukari dengan wajah merah.
“Yakin mau jalan terus? Di depanmu ada jangkrik tuh.” Kata Ryo sambil menunjuk ke arah yang dituju oleh Yukari.
GYAAAAAAAH!!! MANA!!? DI MANA!!!!!?
Perkataan Ryo barusan...sukses membuat Yukari meloncat dan berteriak kaget.
“Fu fu fu, ternyata Akihara memang seorang gadis, ya? Manis juga.”
“KULEMPAR SEPATU LHO!!!!!!” Teriak Yukari ke arah Ryo sambil mengangkat sepatunya. Tentunya dengan muka merah padam karena malu.
“Sudah, sudah. Jangan lupakan tujuan awal kita kemari. Ayo, kita lanjutkan.” Kata Aoi sambil berjalan dengan santa mendahului Yukari.
“Ukh. Dia ini...dia pikir gara-gara siapa kita jadi terhenti seperti ini!??” Yukari berkata sambil melihat ke arah Aoi di depan.
“Yang penting tidak ada apa-apa’kan? Ayo, jalan.” Kata Ryo sambil berjalan melewati Yukari.
“He--hey!! Tunggu aku!” Teriak Yukari sambil berjalan mengikuti Ryo dari belakang.
“Tapi...”
Tiba-tiba, Ryo menghentikan langkahnya.
“Ada apa lagi? Cepat jalan sana.” Kata Yukari kasar.
Ryo menoleh ke arah Yukari dan tersenyum kecil.
“Kata-kataku yang barusan itu serius, lho.”
Kemudian ia kembali berbalik dan berjalan mengikuti Aoi, meninggalkan Yukari yang masih terdiam di tempat dengan wajah merah.
“Ba--barusan itu apa!!!?” Kata Yukari sambil berjalan mengikuti kedua sahabatnya.
Bebarapa menit kemudian, mereka sudah sampai di pintu depan rumah itu.
Anehnya, pintu itu tidak terkunci, ataupun tertutup, melainkan terbuka cukup lebar sehingga ketiga orang itu bisa melihat apa yang ada di dalamnya.
Gelap dan mengerikan.
Itulah kesan pertama dari ketiga orang itu, ketika mereka mengintip masuk ke dalam rumah itu.
Rumah bekas keluarga Yamasaki.
Di mana pernah terjadi sebuah kebakaran hebat yang menewaskan sang adik.
Dan sampai saat ini juga, tidak ada yang mengetahui di mana keberadaan si anak pertama.
Apakah ia masih hidup?
Ataukah ia sudah mati?
Yang jelas, arwah si anak kedua, masih ada di dalam rumah ini.
Tepatnya di dalam sebuah lemari tua di gudang.
Satu-satunya barang yang tersisa, dari kebakaran 4 tahun silam tersebut.
“Kita hindari gudang. Oke?” Tanya Yukari yang dijawab dengan anggukan oleh Ryo dan Aoi.
Mereka tidak ingin terlibat langsung dengan arwah si anak kedua itu.
Perlahan, mereka bertiga melangkahkan kaki mereka masuk ke dalam rumah itu.
Lantai yang terbuat dari kayu itu menimbulkan suara decitan yang aneh, tapi juga menyeramkan.
Rumah itu sangat gelap, tanpa adanya penerangan sedikitpun
Ryo berusaha menemukan tombol lampunya di tengah kegelapan.
Ketika ia berhasil menemukannya dan menekannya, tidak ada yang terjadi.
“Pasti tombol lampu ini sudah rusak.” Kata Aoi pelan sambil berjalan di belakang Yukari.
“Sudahlah. Dengan lampu ataupun tanpa lampu, kita pasti bisa melakukan semua ini. Pokoknya, jangan sampai terpencar apalagi memasuki wilayah gudang.” Jelas Yukari.
“Tapi, Yukari-chan...di mana letak gudang itu?”
“Yang kutahu, kalau tidak salah letaknya di dekat dapur.” Ryo menjawab pertanyaan Aoi yang ditujukan untuk Yukari.
“Hooo...kalau tidak salah, pusat kebakaran itu juga ada di dapur’kan?” Kata Aoi.
“Iya, jadi...si anak kedua itu pasti langsung terbakar sampai hangus, ya? Entah kenapa aku merasa kasihan padanya.” Tambah Yukari.
Aoi menundukkan kepalanya.
“Kalau saja si anak pertama tidak meninggalkan adiknya dan menyelamatkan dirinya sendiri...pasti rumah ini tidak akan angker seperti ini. Dan permainan ‘Hide and seek’ itu juga tidak akan pernah ada’kan?”
Mendengar itu, Yukari dan Ryo menghentikan langkah mereka.
Benar juga.
Seandainya si anak pertama tidak menyelamatkan dirinya sendiri dan tidak meninggalkan adik yang sangat disayanginya itu seorang diri...
Mungkin saja mimpi buruk ini tidak akan pernah terlahir.
Yukari menghela nafas.
“Tapi, mau bagaimana lagi? Bukannya semua ini sudah terjadi? Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kejadian itu’kan sudah 4 tahun yang lalu...Lagipula...” Yukari menghentikan ucapannya.
“Sekarang kita harus mencari adiknya Chizuko. Ayo” Katanya sambil tersenyum kecil dan kembali berjalan.
Yukari benar.
Bukan saatnya bagi mereka untuk membicarakan masa lalu.
Sekarang ada hal yang lebih penting yang harus mereka lakukan.
“Oh ya, ngomong-ngomong...adiknya Fukuda itu...siapa namanya?” Tanya Ryo sambil mengikuti Yukari dan Aoi.
“Namanya...”

“Taro.”

Deg

Sekali lagi, Yukari, Ryo dan juga Aoi menghentikan langkahnya.
Bukan karena melihat sesuatu, tapi karena mendengar sesuatu.
Suara itu...
Tidak mungkin...

Kriiiiet

Tiba-tiba, terdengar suara pintu tua yang berdecit.
Ketika ketiga orang itu membalikkan badan dan melihat apa yang terjadi, pintu di hadapan mereka telah tertutup.
Kini, dihadapan mereka terdapat figur seorang pemuda yang cukup tinggi yang mengenakan topi.
Ia tersenyum, seolah menyambut mereka bertiga.
“Selamat datang, wahai teman-temanku.”
Orang misterius itu menunjukkan sebuah senyuman licik di wajahnya.
Suara itu...
Suara yang selalu mereka dengar setiap hari...
Suara yang tidak asing itu.
Sudah pasti milik ‘orang itu’.
“Kau!!?” Teriak Yukari kaget.
“Ti--tidak mungkin’kan!?” Aoi berkata sambil memegang lengan seragam Yukari.
Ryo juga memasang ekspresi marah di wajahnya dan dengan keras, ia berteriak menyebut nama ‘orang itu’.
“Apa...apa yang kau lakukan di sini!!?”
“KAZUYA!!!?”
“Fu fu fu.”
Sambil mengangkat sebuah tas yang dibawanya, ia tersenyum.
 Senyuman itu...hanyalah senyuman yang dimiliki oleh seorang iblis...
Setelah itu...yang terjadi adalah...
Kazuya...
Menodongkan sebuah pisau ke arah mereka bertiga.
“Kalian...mau main atau mati?”
***-***

A/N : Hai, minna XDDD
Maaf kalau kurang horor//duaagh

Sankyuu buat yang udah mampir!


Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar