*Read :
Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Epilogue
* Read Another Stories :
MIHASHI
- Chapter 7 -
Bibi, Bagaimana Penampilanku? Apa Aku Sudah Terlihat Cantik Dengan Gaun
ini?
“................................”
Hari yang ditunggu
akhirnya datang juga.
“Takoyaki!
Takoyaki!! Masih panas!”
Chiharu tahu
kalau hari ini pasti akan segera datang cepat atau lambat.
“Dorayaki!
Dorayaki!! Ayo, beli! 3 gratis 1!!
Hari ini adalah
perayaan festival ulang tahun sekolah yang ke-57.
“Roti melonnya!
Ayo, beli! Enak tanpa perasa buatan!!”
Ia pikir ‘Ah, tidak akan seramai
itu. Ini cuma festival sekolah yang tidak penting’.
Cuma festival sekolah.
Yup, ini cuma festival sekolah.
“Crepes! Ada rasa coklat, vanilla, strawberry,
blueberry, dan masih banyak rasa lainnya!”
“Es krimnya! Bisa pilih mau yang cup, cone
atau stick!!”
Tapi--
“[APA-APAAN KERUMUNAN
ORANG-ORANG INI!!!!!!!!!!? SEPERTI LAUTAN MANUSIA SAJA!!!!??].”
Tempat itu ramai sekali.
Sampai-sampai tanah saja sudah
tidak kelihatan tertutup oleh orang-orang yang berjalan di atasnya.
Chiharu hanya bisa sweat drop dan terdiam sambil membawa
tas berisi kameranya diantara kerumunan orang-orang itu.
“..........[Ke--Ke--Ke--Ke--Kenapa bisa seramai ini!!! Bukannya ini cuma festival
sekolah anak SD!!!?].”
“Nona, Soft drink-nya???”
Tiba-tiba penjual soft drink
sudah ada di sampingnya.
“E--Eh--T--Ti--Tidak...”
“Takoyaki-nya!!”
“Eh--Nanti saja--“
“Crepes-nya, Nona~~~”
“N--Nanti saja...”
“Melon pan-nya~~ Manis tanpa perasa buatan!!”
“A--Aku tidak suka roti melon--“
“Tapi, nona pasti suka es
krim’kan~~? Ayolah, tidak ada yang tidak menyukai es krim!”
“Ku--Kurasa sekarang bukan waktu
yang tepat untuk makan es krim--“
Para pedagang stan itu semakin
berkumpul dan berkumpul di sekitar Chiharu sampai-sampai ia tidak bisa bergerak
ke sana dan kemari.
Di sekelilingnya benar-benar
penuh dengan orang yang berteriak-teriak ‘Ayo, beli ini’, ‘Ayo, ini enak’,
‘Ayo, masih panas’, dan bla bla bla lainnya.
“[Huwaaa pusiiing!!!! Satu-satu dong!!].”
“Ah, maaf.”
Tiba-tiba, Ia dikejutkan oleh
tangan seseorang yang menariknya ke belakang.
“[Eh, siapa ini tiba-tiba narik tangan orang sembarangan??!
Jangan-jangan Mihashi-chan...?].”
Setelah tubuhnya tertarik keluar
dari kerumunan, ia segera menoleh dan--
“Lama sekali kau itu baru
datang!!? Apa kau tidak melihat bibi mu ini sedang dikerumuni oleh--Lho...?”
Ia kaget karena ketika sosok
Mihashi yang ia kenal tidak ada di sana.
Perlahan, ia menaikkan
pandangannya ke atas dan--
“Ah! Si--Siapa kau!!?” Teriaknya
panik begitu sadar kalau ia sudah memarahi orang yang salah.
Orang tersebut ternyata seorang
pria, mungkin 1 tahun lebih tua dari Chiharu.
Rambutnya berwarna hitam dengan
kulit putih.
Ia mengenakan kaos berwarna hijau
dan celana panjang berwarna hitam.
Tapi yang lebih penting, ada
perlu apa orang asing yang tidak jelas asal-usulnya ini dengannya!!?
“Ah, maaf kalau aku membuatmu
kaget atau takut. Tadi aku melihatmu terjebak di kerumunan itu, makanya aku
berpikir untuk menolongmu. Apa tindakanku itu tadi tidak perlu...?”
Ia bertanya sambil tersenyum malu
dan menggaruk pipinya.
..............
Eh...?
Orang ini bermaksud menolongnya?
Tunggu!?
Bahkan mereka tidak saling
mengenal sebelumnya!
Chiharu menatap mata pria itu
yang menyiratkan kebaikan, namun entah kenapa wajahnya justru memerah dan ia
langsung memalingkan wajahnya.
“K--Kalau begitu, terima kasih!”
Pria itu kembali tersenyum.
“Iya, sama-sama. Ngomong-ngomong,
kau kemari sendirian?”
“Apa? T--Tidak, aku bersama
dengan seseorang.”
Jawabnya sedikit gugup.
“Seseorang, ya? Ah, kalau aku,
aku datang bersama keponakanku.”
“Keponakan? Sekolah di sini?”
Perlahan-lahan, perasaan canggung
yang menyelimuti diri Chiharu mulai menghilang.
“Iya, dia sekolah di sini. Orang
tuanya tidak bisa datang karena baru saja mengalami kecelakaan dan harus di
rawat di rumah sakit. Karena itu aku yang menggantikan mereka.”
Cerita pria itu sambil memperhatikan arah
panggung yang cukup jauh dari tempat mereka berdiri.
Chiharu juga melihat ke arah yang
dilihat oleh pria itu, kemudian terdiam dan mengalihkan kembali pandangannya ke
arah pemuda itu.
“Begitu...? Pasti berat, ya, jadi
anak itu...Apa dia juga akan tampil?”
Pria itu sedikit tertegun
mendengar pertanyaan Chiharu yang tiba-tiba, kemudian menoleh ke arahnya dan
tersenyum kecil.
“Mhmm...Kelasnya akan menampilkan
pertunjukkan tari.”
Chiharu menanggapinya dengan
‘Oh’.
Pandangannya tertuju ke arah
kamera yang di bawa oleh pria berambut hitam itu.
“Itu...Apa kau akan merekam
pertunjukkan keponakanmu untuk orang tuanya...?”
“Hm? Oho ho, kau jeli juga, ya? Iya,
aku akan merekamnya kemudian memperlihatkan rekaman hasil pertunjukannya pada
mereka. Bagaimana? Ide yang bagus’kan? Ini inisitiaf keponakanku sendiri, lho.”
Katanya sambil mempertunjukkan
kamera miliknya.
Sama seperti dia dan Mihashi...
Tiba-tiba saja, sebuah pertanyaan
melintas di pikiran Chiharu.
Ia tidak tahu apakah ia harus
menanyakannya pada orang yang baru saja ia temui, tapi kalau ia tidak bertanya
sekarang mungkin ia tidak akan mendapat kesempatan lain.
Apalagi mengingat kalau orang ini
sedang melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan.
Tidak akan ada kesempatan selain
ini.
“Ehm...”
“?”
“Hm...Aku ingin bertanya sesuatu.
Yah...Aku tidak tahu ini akan jadi hal yang buruk atau hal yang bagus untuk
ditanyakan. Tapi, apa kau akan membiarkan aku bertanya? Ah, maaf. Bukan
maksudku untuk membuatmu bingung atau repot. Apalagi kau sudah menolongku dari
kerumunan itu..Ah, lupakan saja!! Aku ini bicara apa sih!!? Kurasa lebih baik
aku pergi saja kalau aku mengganggumu. [Hya
ha ha! Aku tidak bisa melakukannya!!!!].”
Dia sama sekali tidak bisa
menghadapi laki-laki itu!!
Meskipun sudah sering bertemu
dengan para pria [yang suka menggoda gadis-gadis cantik] baik di bar maupun
cafe, orang ini jelas-jelas berbeda!
Mau dilihat dari sisi manapun,
dia ini orang baik-baik!!
Dan Chiharu paling tidak bisa
menghadapi orang baik seperti dia!
Ketika bermaksud berbalik dan
pergi dari laki-laki itu, tangan laki-laki itu tiba-tiba kembali menggenggam
tangannya.
“!!!”
“Tunggu. Kau bilang ingin
menanyakan sesuatu? Aku sih tidak ada masalah. Tanyakan saja.”
“...............”
Chiharu terdiam sambil memandangi
pria itu.
Mata mereka berdua saling
bertatapan.
“.............Serius? Tidak
apa-apa kalau menanyakan hal ini? Ini bukan pertanyaan bagus, lho.”
Kata Chiharu pelan.
Pemuda itu menggeleng kemudian
tersenyum.
“Tidak apa-apa. Aku ingin bicara
denganmu lebih lama lagi.”
DEG
Dan ketika pria itu tersenyum
manis ke arahnya dan berbicara dengan nada yang lembut, Chiharu bisa merasakan
wajahnya mulai terasa panas.
Tiba-tiba rasa gugup yang sangat
besar menyelimuti tubuhnya dan membuat tubuhnya terasa kaku.
Ia ingin berkata ‘Baiklah’ tapi
seberapa kerasnya ia berusaha, kata itu tidak keluar juga.
Sampai akhirnya pria itu
menyadari keanehan yang terjadi pada diri Chiharu dan menegurnya.
“Hey, kau baik-baik saja? Wajahmu
pucat sekali?”
Pria itu menepuk pundaknya yang
langsung membuat Chiharu meloncat kaget dan berteriak--
“Ah, Y--YA!!”
“?”
Pria itu memandang Chiharu dengan
tatapan bingung.
“[A--Apa yang sudah kulakukan!!!!? Kenapa tiba-tiba aku berteriak
begitu!!!?].”
Batin Chiharu sambil membuat ekspresi seperti
orang yang baru saja melihat sesuatu yang mengerikan.
Baguslah. Setelah ini pria itu
pasti akan berpikir ‘Kau wanita yang benar-benar aneh’ dan pergi meninggalkan
dirinya sendirian.
Membayangkan itu saja sudah
membuat tubuh Chiharu gemetaran dan bisa saja berubah jadi putih.
Bahkan rohnya sudah akan terbang
keluar dari tubuhnya.
Pria itu terus saja memandang ke
arahnya.
“[Tolong bunuh saja aku!!!!].”
Kata Chiharu dalam hati histeris.
Setelah ini, dia pasti
benar-benar akan meninggalkannya dan--
“Fuh, kalau begitu, ayo kita
duduk di sana sambil minum kopi dulu.”
Ajak pemuda itu sambil tersenyum
dan menunjuk ke arah stan yang menyediakan kopi panas.
Lho?
Kok...Reaksinya berbeda dengan
yang ada di bayangan Chiharu.
“Eh...? Eh?????”
Tanya Chiharu bingung dengan
tanda tanya yang sangat banyak di atas kepalanya.
“Kenapa? Kuanggap yang tadi itu
sebagai jawaban ‘Ya’. Jadi, tunggu apalagi? Ayo, aku yang traktir.”
Ia berkata sambil tersenyum ramah.
Chiharu terdiam sesaat.
Entah kenapa perasaannya
tiba-tiba menjadi lega setelah melihat reaksi pria itu.
Tiba-tiba ia tertegun.
Kenapa ia merasa lega?
Ia tidak pernah peduli apa reaksi
orang terhadap dirinya, karena selama ini orang-orang selalu menilai buruk
dirinya.
Tapi kenapa ia merasa takut kalau
pria itu akan berpikiran negatif tentangnya?
Kenapa...Sepertinya ia ingin
dirinya memberi kesan pertama yang baik untuk pria itu...?
“[Ah, apa yang sebenarnya sedang
aku pikirkan!].”
Sambil berpikir seperti itu, Chiharu
menggelengkan kepalanya kemudian tersenyum ke arah pria itu.
“Oke, baiklah.”
Mereka berdua kemudian duduk di
kursi yang disediakan [Tentu saja dengan segelas kopi hangat yang sudah ada di
tangan mereka masing-masing.].
Pria itu meminum sedikit kopinya.
“Haah...Musim dingin seperti ini
memang paling enak minum yang panas-panas.”
Sementara Chiharu hanya menatap
ke arah kopi yang belum ia sentuh sedikitpun.
“[Duh...Padahal cuma minum kopi tapi kenapa jadi deg-degan seperti ini,
ya...?].”
Batinnya dengan wajah merona.
Pria tersebut memperhatikan
Chiharu yang hanya terus-terusan terdiam sambil memandangi kopi di tangannya.
Perlahan ia tersenyum.
“Ada apa denganmu? Kok canggung
begitu? Nanti kopinya lari, lho.”
“Eh?! I--Iya...”
Kata Chiharu agak kaget sambil meminum
kopinya--
BRUUUUUUSH
Pancaran air berwarna coklat dari
kopi itu...
Melambung dengan indah di hadapan
pria itu.
Ah...
Berkilauan...
Seperti air mancur yang diturunkan
oleh malaikat dari surga...
Benar-benar indah...
“PANAAAAAAZZZZZ!!!!!”
Teriak Chiharu yang langsung
membuyarkan lamunan pria itu.
“K--Kau baik-baik saja? [T--Terlalu panas, ya? Maaf].”
Kata pria itu dengan nada
khawatir.
“T--Tidak apa-apa, kok!”
Chiharu berkata sambil
mengipas-ngipas mulutnya yang serasa di bakar dengan api.
“Ini, sapu tangan.”
Pria itu merogoh sakunya dan
mengambil sapu tangan kemudian menyodorkannya kepada Chiharu.
“Te--Terima kasih.”
Jawab Chiharu yang sejujurnya
agak ragu, namun akhirnya memutuskan untuk menerimanya.
“Kau tidak usah malu-malu seperti
itu.”
Kata pria itu menertawakan sikap
Chiharu yang kaku seperti robot.
“Aku tidak malu, kok.”
Jawab Chiharu sambil memalingkan
wajah.
“Hmmm...Benarkah? Tapi wajahmu
yang merah itu kelihatan jelas, lho. Ah...Atau jangan-jangan kau mulai jatuh ke
pelukanku??”
“Uhuk! Uhuk!!”
“!!?”
Mendengar ucapan pria itu,
Chiharu langsung terkejut dan terbatuk-batuk.
“A--Apaan!?”
Teriaknya dengan tatapan tajam.
Wajahnya benar-benar merah
seperti tomat.
Pria tersebut sedikit tertawa
melihat reaksi Chiharu yang seperti itu.
“Aha ha ha, bercanda.”
Katanya tanpa rasa bersalah ketika Chiharu
sudah siap dengan tinjunya.
“Itu tadi lucu sekali! Terima
kasih atas hiburannya!”
Chiharu berkata sambil tersenyum. [Senyum yang
sangat tidak ikhlas].
Pria itu berkata ‘Sama-sama’
kemudian melihat ke arah lain sambil meminum kopinya sekali lagi.
“Jadi, apa hal yang mau kau
tanyakan padaku itu?”
Tanyanya tanpa menoleh ke arah
Chiharu.
Chiharu yang sedang mengelap
mulut dengan sapu tangan itu, langsung menghentikannya dan melihat ke atas.
“...............Kau...Ini
sebenarnya bukan tanggung jawabmu’kan?”
“............Ha?”
Pria itu memasang wajah bingung
dan tidak paham begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Chiharu.
Chiharu sendiri, juga merasa
bingung dengan apa yang ia katakan kemudian langsung melanjutkan,
“M--Maksudku itu--Ini semua bukan
tanggung jawabmu’kan? Datang ke festival yang berisik ini, kemudian merekam
pertunjukan keponakanmu.”
Jelas Chiharu yang langsung membuat pria itu
mengangguk paham.
“Oh, iya, ini memang bukan
tanggung jawabku. Lalu?”
“..........Apa kau tidak merasa
repot? Apa kau benar-benar tidak masalah harus membuang waktumu dan melakukan
hal ini demi kedua orang tua keponakanmu dan keponakanmu sendiri?”
“.......................”
Pria berkulit putih itu tidak
menjawab, melainkan hanya melihat ke arah Chiharu, yang langsung membuat wajah
Chiharu berubah menjadi merah.
Dengan cepat, ia segera
memalingkan wajahnya dari pria itu kemudian menundukkan kepala dan,
“Y--Yah, kalau tidak mau menjawab
juga tidak apa-apa. Sejak awal, aku sudah bilang kalau ini bukan pertanyaan
yang baik’ka--“
“Tidak.”
“..........Eh?”
Jawaban pria yang terkesan
tiba-tiba itu membuat Chiharu kaget.
“Aku tidak merasa repot, kok. Kan
aku melakukan ini demi kakakku sendiri dan juga keponakanku. Lagipula, aku juga
sedang senggang, kok. Jadi, tidak apalah sesekali menenami keponakan seperti
ini.”
Jawabnya sambil tersenyum.
Chiharu bisa merasakan kebaikan
dari kata-katanya barusan.
“Ah, dan bukannya...”
Pria itu melanjutkan,
“Kita ini adalah keluarga?”
DEG
Keluarga...?
“Karena kita adalah Keluarga Matsuyuki!”
“KARENA KITA ADALAH SATU
KELUARGA!! KELUARGA MATSUYUKI!!!”
“...........Kalau tidak ada Chi-chan...Berarti kita bukan Keluarga
Matsuyuki!!”
Apa hanya karena ‘Kita keluarga’,
Setiap orang rela melakukan apapun...?
“Selain itu, keponakanku ini sangat menyanyangi kedua orang tuanya, karena itu setidaknya,
meskipun orang tuanya tidak bisa hadir, ia ingin memperlihatkan pertunjukkannya
pada mereka. Untuk itulah aku berada di sini.” Pria itu menambahkan.
“....................”
“Papa, sebentar lagi di sekolahku akan ada festival untuk merayakan
ulang tahun sekolah yang ke-57. Aku akan menyanyi di atas panggung! Aku sudah
tidak sabar saat itu tiba!! Aku ingin memakai kostum yang disiapkan oleh
sensei! Ah...”
“Sebenarnya...Aku ingin papa datang dan melihatku menyanyi di atas
panggung. Tapi, aku tahu kalau papa sangat sibuk dan tidak bisa meninggalkan
pekerjaan papa begitu saja hanya untuk datang melihat penampilanku.”
Sayang, ya?
Mihashi juga pasti sebenarnya
sangat ingin ayahnya datang, kemudian meneriakkan namanya dan bertepuk tangan
untuknya seperti yang pernah dia katakan pada saat itu.
Saat ia berkata seperti itu, rasa
sayangnya terhadap Chiaki benar-benar terasa seolah membelai lembut perasaan
Chiharu.
Ia sangat ingin Chiaki datang.
Tapi ia bisa menerima semua itu
dengan lapang dada.
Kenapa?
Karena...
“Tapi...”
“Tapi, Bibi Chiharu janji akan merekamku! Jadi, papa tetap bisa melihat
penampilanku meskipun tidak datang!!”
Chiharu ada di sini untuk
merekamnya supaya Chiaki bisa melihat pertunjukkannya.
Karena itu ia bisa tersenyum dan
tidak mempermasalahkan ketidakhadiran Chiaki di sisinya.
Lagipula...
“Aku akan menampilkan yang terbaik! Jadi...Papa!”
“Lihat aku, ya!!”
Kalau ingin Chiaki melihat
dirinya, bukannya ia tidak boleh bersedih dan menangis?
Melainkan harus menampilkan yang
terbaik.
Itulah alasan kenapa ia berada di
sini sekarang.
Di festival super ramai dan super
ribut yang belum pernah ia datangi sebelumnya.
Ia rela datang dan menyempatkan
waktunya untk datang ke tempat ramai yang ia benci hanya untuk satu hal--
Supaya Chiaki bisa melihat
pertunjukkan Mihashi.
Supaya ia bisa merasa bangga
terhadap putrinya sendiri.
Dan, kenapa ia melakukan itu?
“[Karena kita adalah keluarga?].”
Chiharu memejamkan mata sambil
menghela nafas pendek.
“[Jangan bodoh. Aku melakukan hal ini bukan karena kita adalah keluarga
atau apapun. Itu hanya karena aku tidak ingin bocah itu merengek dan membanjiri
rumahku dengan air matanya.]”
Ia lalu tersenyum.
“Terima kasih atas jawabannya.
Sebenarnya aku hanya sedikit penasaran bagaimana opini orang lain tentang hal
itu.”
Pria itu juga menanggapinya
dengan senyuman.
“Iya, semoga opiniku membantumu.
Apa ada hal lain yang kau butuhkan?”
“Tidak ada. Itu tadi sudah lebih
dari cukup.”
Chiharu berterima kasih.
“Ah, kalau begitu aku duluan.
Sepertinya sebentar lagi pertunjukan keponakanku akan segera di mulai.”
Katanya sambil bangkit dari
bangkunya.
“Hoo...Pasti sudah tidak sabar
lagi untuk melihatnya’kan?” Chiharu berkata sambil ikut bangkit berdiri.
Pria itu terdiam sesaat kemudian
tersenyum.
“............Sudah pasti.”
Jawabnya yang langsung membuat jantung Chiharu
berdebar-debar.
Pria itu berbalik sambil
melambaikan tangannya ke arah Chiharu.
“Sampai jumpa.”
Chiharu membalasnya dengan
senyuman kecil.
“Y--Ya, sampai jumpa.”
Sampai jumpa...
Berarti mereka akan bertemu lagi
suatu saat nanti’kan...?
Chiharu menghela nafas kemudian melihat
sekelilingnya.
“Ah...Kalau seramai ini, akan susah mengambil
gambarnya...”
Gumam Chiharu pelan sambil melihat ke arah
panggung yang agak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Kelas pertama sudah mulai
menampilkan pertunjukan mereka.
Orang-orang baik yang menonton maupun
yang sibuk mendatangi stan-stan ada banyak sekali.
“Permisi.”
Tiba-tiba Chiharu mendengar
seseorang berbicara di belakangnya.
Perlahan, ia menoleh.
Ia mendapati seorang wanita muda
dengan rambut coklat pendek sudah berdiri di hadapannya.
Sepertinya tidak asing.
Wanita yang mengenakan kaca mata itu
tersenyum ke arahnya.
“Permisi, anda yang biasanya
selalu mengantar-jemput Mihashi-chan’kan?”
Tanyanya dengan ramah.
Chiharu tertegun.
“Ah, kau guru Mihashi-chan, yang
waktu itu’kan?”
“Permisi, apa kau guru di sini?”
“Iya, saya adalah salah seorang guru di sini. Apa ada yang bisa saya
bantu?”
Ya, melihat reaksi wanita itu
yang langsung tersenyum, ia pasti benar guru yang waktu itu.
“Iya, nama saya Aragaki Tohka.
Senang bisa bertemu anda lagi di sini.”
Ia berkata sambil membungkukkan
badannya.
“Oh, Aragaki-sensei. Sa--Saya
Matsuyuki Chiharu. Senang bisa bertemu anda.”
Jawab Chiharu canggung sambil
membungkukkan tubuhnya.
Aragaki-sensei tersenyum sambil
membenarkan kacamatanya.
“Matsuyuki-san pasti datang untuk
melihat Mihashi-chan tampil’kan?”
“Eh...Y--Ya, begitulah.”
Chiharu berkata sambil memalingkan wajah dan
menggaruk pipinya.
“Aha ha, anda ibu
yang sangat baik.”
Ia berkata dengan wajah berbunga-bunga yang
seandainya saja Chiharu sedang meminum sesuatu, minuman itu pasti akan
tersembur dari mulutnya ke wajah Aragaki-sensei.
Dengan cepat, Chiharu
mengibas-ngibaskan tangannya.
“Aha ha, mana mungkin, mana
mungkin, anda jangan bercanda seperti itu. Aku bahkan belum menikah.”
“Kalau begitu...Anda siapanya Mihashi-chan?”
Tanyanya dengan wajah bingung.
“[Sialan! Berarti selama ini dia terus mengira aku ibunya!!?]. A--Aku
bibinya, ayahnya itu adalah kakakku...jadi--“
“Ha ha, iya saya tahu.”
“He?”
“Saya tahu kalau ibu Mihashi-chan
sudah lama meninggal.”
Aragaki-sensei berkata dengan
senyuman di wajahnya yang langsung membuat Chiharu berteriak ‘Sialaaaan!!! Aku
dikerjaiiii!!!!!!’ [Di dalam hati tentunya].
“Apa anda mau ikut dengan saya ke
backstage? Di sana kita bisa melihat
persiapan para murid yang akan tampil. Sebentar lagi kelas Mihashi-chan akan
tampil, jadi dia dan teman-temannya sekarang pasti ada di sana. Apa anda mau ke
sana?”
Tanyanya dengan ramah.
“Oh, b--boleh saja. Tolong
antarkan saya.”
Jawab Chiharu dengan senyuman yang dipaksakan.
***-***
“.........Ah, Bibi Chiharu!”
Begitu melihat sosok Chiharu
berjalan ke arahnya, Mihashi langsung berlari mendekatinya.
“Bibi, sedang apa bibi di sini?
Ah, Bibi pasti mau melihatku sebelum aku tampil’kan??”
Mihashi berkata dengan senyuman
di wajahnya.
Sekarang dia terlihat makin
bahagia saja.
Tapi dari mana datangnya
kepercayaan diri itu?
Mendengar perkataan Mihashi,
Chiharu langsung memalingkan wajah sambil berkata ‘Heh’ dengan suara pelan
kemudian menoleh kembali ke arah Mihashi.
“Jangan senang dulu, kau bocah!
Aku bukan kemari untuk melihatmu atau apapun. Aragaki-sensei yang mengajakku
kemari.”
Katanya sambil menunjuk ke arah wajah Mihashi.
“Aragaki-sensei? Di mana dia
sekarang?”
Tanya Mihashi.
Chiharu sedikit tertegun ketika
mendengar pertanyaan Mihashi.
Perlahan, ia menoleh ke
sana-kemari berusaha mencari keberadaan Aragaki-sensei.
“Nah, setelah ini giliran kelas
kalian yang tampil. Apa semuanya sudah ada di backstage?”
Aragaki-sensei berkata dengan
sebuah buku di tangannya.
Murid-murid di sekitarnya mulai
berdatangan untuk absensi.
Melihat bahwa Aragaki-sensei
sedang sibuk mengecek murid-muridnya, Chiharu berkata pada Mihashi,
“Sepertinya dia sedang sibuk.”
“Oh. Eh, Bibi, Bibi!”
Mihashi berkata sambil
menarik-nari tangan Chiharu.
Chiharu menjadi agak sedikit
kesal dengan ulah Mihashi.
“Ada apa lagi?”
Ia berkata dengan wajah yang
kesal.
Tapi Mihashi masih tersenyum
menghadapinya.
Perlahan, gadis itu melepas
tangan Chiharu kemudian mundur beberapa langkah.
“Bibi, bagaimana penampilanku?
Apa aku sudah terlihat cantik dengan gaun ini?”
Mihashi berputar dengan riang
sambil memamerkan kostumnya.
Sebuah gaun berwarna merah dengan
hiasan bunga mawar yang indah.
Mihashi terlihat sangat serasi
dengan gaun itu dan membuatnya terlihat manis.
“Hmm...Tidak buruk.”
Jawabnya singkat sambil sedikit mengangguk.
“Benarkah? Tidak buruk?”
Mihashi berusaha memastikan.
“Mhmm. Tidak buruk.”
Ulang Chiharu.
Mihashi kemudian menghela nafas
lega sambil meletakan tangan di dadanya.
“Huff...Syukurlah...”
Chiharu terdiam sesaat.
Pandangannya tertuju ke arah
Mihashi.
“[Dia pasti gugup sekali. Iya, ya, bagaimanapun juga, ia ingin agar
ayahnya menonton pertunjukkan pertamanya. Mana mungkin ia tidak gugup
memikirkan kalau ia harus melakukan yang terbaik supaya ia bisa membuat ayahnya
terpesona dan ibunya di surga merasa bangga].”
Perlahan, Chiharu mengangkat
kepalanya dan melihat ke atas kemudian sedikit tersenyum.
“[Satone-san, putrimu sangat luar biasa. Yah...Terkadang dia bisa sangat
berisik dan merepotkan. Tapi, dia tetap putrimu’kan? Semoga kau bisa melihat
pertunjukkan Mihashi-chan dari atas sana. Aku yakin, dia pasti akan menampilkan
sesuatu yang sangat luar biasa untukmu dan untuk Chiaki].”
Setelah berpikir seperti itu,
Chiharu menghela nafas kemudian menurunkan pandangannya ke arah gadis berambut
coklat twintail itu.
“Mihashi-chan.”
Panggilnya.
Mihashi yang mendengar namanya
dipanggil, langsung menoleh ke arah Chiharu yang sedang tersenyum kecil sambil
mengacungkan ibu jarinya.
“Nah, semoga kau berha--“
“Apa kau yakin si Mihashi itu
tidak akan mengacaukan pertunjukkan kelas kita?”
“!?”
“Benar juga. Mihashi itu’kan
aneh!! Dia selalu saja mengacaukan semuanya!”
Chiharu dan Mihashi sama-sama
tertegun ketika mendengar kalimat itu.
Ketika mereka menoleh ke arah
sumber suara itu, ada 3 orang anak perempuan berdiri di sudut ruangan.
Salah satunya ada yang berambut
coklat panjang, berambut pirang pendek dengan jepit berwarna merah di
sampingnya dan yang terakhir seorang gadis berambut hitam yang dikuncir ponytail di bagian bawah agak ke samping.
Dan yang membuat mata Chiharu
terbelalak kaget adalah--
Gaun merah dengan hiasan mawar
yang dikenakan oleh anak-anak tersebut--
Itu adalah gaun yang dikenakan
oleh kelas Mihashi dalam pertunjukkan mereka.
Kalau begitu, bukannya mereka
bertiga adalah teman-teman satu kelasnya?
Teman-temannya...
Tapi apa maksud dari kata-kata
barusan itu?!
“Semua hal, kalau ada dia, pasti akan berakhir
berantakan! Kalau bukan karena Aragaki-sensei yang memaksa kita untuk
menyertakan anak itu di pertunjukkan kali ini,
sudah pasti dia akan ditinggalkan! Mihashi itu hanyalah seorang
pengacau!!”
Mihashi--
“Apa yang...?”
Chiharu berkata dengan suara
pelan.
Namun wajahnya jelas rasa kesal
yang amat sangat.
Entah kenapa, tapi ia bisa merasakan
darahnya mulai mendidih seolah akan naik ke kepalanya dan meledak.
Tangannya mengepal, ingin sekali
memukul anak-anak tersebut satu-persatu, kemudian menarik rambut mereka sampai
mereka berteriak kesakitan dan minta maaf.
Apa yang mereka maksud?
Kenapa bisa-bisanya mereka mengatakan
hal sekejam itu padahal Mihashi berada di jarak yang tidak terlalu jauh dari
mereka dan--dan--Bisa saja ia mendengarnya!!
Apa mereka tidak peduli dengan
perasaan Mihashi!?
Tunggu...?
Peduli?
Apa ia baru saja memikirkan
sesuatu yang membuatnya seolah peduli pada anak itu?
“.....................”
Ia tidak tahu.
Yang ia tahu saat ini hanyalah--
Ketika seseorang berbicara buruk
tentang orang lain, maka orang itu tidak bisa dibiarkan begitu saja!
Harus ada yang memberi mereka
pelajaran di sini!!
“Anak-anak itu harus belajar
untuk menjaga mulut mereka.”
Ketika ia bermaksud untuk
berjalan ke arah mereka--
Grep
“!?”
Ia bisa merasakan tangan yang
kecil itu menggenggam tangannya dengan sangat erat.
Meskipun begitu, ia bisa
merasakan tangan tersebut gemetaran sambil berusaha mati-matian untuk
menahannya.
“....................”
Perlahan, ia menoleh ke bawah,
melihat ke arah Mihashi yang tertunduk.
Tubuhnya bergetar, tapi tidak ada
maksud untuk melepaskan tangan Chiharu.
“....................Mihashi-chan...”
Ia tahu, mendengar seseorang
berkata buruk tentag dirimu di belakangmu...
Benar-benar hal yang sangat
menyakitkan.
Namun, Mihashi berusaha menahan
diri.
Ekspresi wajah Chiharu berubah
menjadi campuran antara sedih ketika ia melihat Mihashi yang langsung
kehilangan senyuman yang dari tadi ia tunjukkan.
“Bibi, sedang apa bibi
di sini? Ah, Bibi pasti mau melihatku sebelum aku tampil’kan??”
Semangatnya yang sangat besar itu tiba-tiba saja menghilang,
soelah ia adalah gadis yang berbeda.
“Bibi, bagaimana penampilanku? Apa aku sudah terlihat cantik dengan
gaun ini?”
Ke mana wajah riangnya yang ia
perlihatkan semenjak menginjakkan kaki di festival ini?
Tidak tahu harus berbuat apa,
Chiharu hanya berdiri terdiam sambil melemparkan tatapan tajam ke arah segerombolan
murid-murid itu.
Mereka sepertinya melanjutkan
percakapan mereka.
“Hey, kau ingat tidak yang
terjadi beberapa hari yang lalu itu? Pada hari hujan itu?”
Gadis berambut pirang itu berkata
pada anak berambut coklat panjang.
Gadis itu terlihat berpikir.
“Yang mana?”
Kemudian gadis berambut hitam itu
menanggapi.
“Ck! Kau itu ternyata pelupa
sekali. Yang di maksud Ami itu, saat Mihashi tiba-tiba berteriak-teriak ‘Papa!
Papa!! Aku ingin bertemu dengan papa’, dan bla bla bla lainnya yang menyebalkan
itu!”
“Oh...Ya, itu aku ingat. Tapi...Sebenarnya
bukan aku yang pelupa. Masalahnya, dia sudah sering sekali berteriak-teriak
tidak jelas seperti itu! Aku sampai tidak bisa mengingat lagi ‘Yang mana’ dan
‘Di hari apa’ si gadis freak itu
melakukan tindakan gilanya!”
Gadis berambut coklat panjang itu
berkata tanpa perasaan bersalah sedikitpun yang langsung di sambut dengan tawa
keras oleh kedua sahabatnya.
“Ha ha ha!! Benar sekali! Aku
sampai pusing dibuatnya gara-gara aksi teater-nya yang berjudul ‘Papa, papa’,
dan dialog-nya isinya memang cuma ‘Papa, papa, aku ingin bertemu!’, Ampun deh!!
Serius, ada apa sih dengan anak itu!?”
Gadis berambut kuning itu berkata
dengan suara sedikit keras.
“Kurasa sudah waktunya anak itu
di bawa ke psikiater!!”
Gadis berambut hitam itu ikut
menanggapi.
“..................”
Mihashi masih menggenggam erat
tangan bibi-nya itu.
“Tapi, yang terakhir kali itu
gawat sekali’kan?”
Ekspresi gadis berambut pirang
itu berubah menjadi agak serius begitu pula dengan nada bicaranya yang
sebelumnya terdengar merendahkan.
“Iya, iya, dia sampai lari
kemudian keluar dari kelas seperti itu. Bukannya bahaya sekali tuh!”
Kata gadis berambut hitam dengan
wajah cemas.
Sementara itu, gadis berambut
coklat itu muda berkata ‘Hah!’ sambil mengibaskan rambutnya kemudian berbicara
dengan nada sombong.
“Gawat apanya? Justru akan lebih
baik kalau dia pergi dan tidak kembali ke sekolah lagi! Akan lebih baik kalau
papa-nya yang sangat ia sayangi dengan sepenuh hati sampai ia jadi gila
karenanya itu, membawanya pergi dari sini, sekarang juga!!”
“Hey, hey, tapi aku dengar,
Mihashi tidak tinggal bersama dengan ayahnya lagi. Aku juga tidak tahu ia
tinggal dengan siapa. Kurasa orang tuanya membuangnya.”
Anak berambut hitam itu kini
berkata dengan suara lebih pelan.
“Hah!! Sudah pasti’kan! Bahkan
ayahnya sendiri sudah tidak mau merawatnya lagi karena sikapnya yang seperti
gadis tidak waras yang suka berteriak-teriak tanpa alasan jelas dan bodoh itu!!
Aku yakin, ayahnya pasti sudah tidak tahan dengan sikapnya dan membuangnya
begitu saja!! Apa gunanya punya anak yang hanya bisa merepotkan kita?? Sama
sekali tidak ada gunanya!!”
Gadis berambut coklat panjang itu
berkata dengan santainya sementara itu, genggaman tangan Mihashi menjadi
semakin erat.
“....................................”
Chiharu terdiam.
Pikirannya terbawa menuju masa
lalu.
“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!!? Aku sama sekali tidak sanggup
menghadapi anak itu lagi!! Apa itu!!? Ia bersikap normal kemudian beberapa
menit kemudian ia berteriak bahwa aku pembunuh!! setelah itu ia kembali
bersikap layaknya gadis normal!!! Apa itu!!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”
“..........[Ya. Apa yang mereka katakan memang benar. Chiaki memang merasa seperti
itu. Ia sudah tidak tahan lagi dengan sikap anak ini yang bisa membuat kepala
seseorang meledak kapan saja!!!].”
Ia sudah tidak tahan lagi.
Setiap saat selalu disebut
sebagai orang yang telah membunuh istrimu sendiri.
Siapa yang tidak akan kesal atau
marah ketika mendapat perlakuan seperti itu!?
Apalagi--
Yang mengatakan semua itu
bukanlah sahabatmu, atau orang lain yang dekat denganmu.
Melainkan--
Putrimu sendiri.
Tidak ada rasa sakit yang
melebihi hal itu.
“Tapi...”
Tapi--
“.........[Tapi...!!!].”
“Aku memutuskan untuk merawat dan membesarkan Mihashi seorang diri. Aku
mencurahkan segala yang aku miliki dan memberikan semua kasih sayangku padanya.
Tapi, kejadian itu tetap saja berulang! Aku tahu, Mihashi memang sangat
menyayangi Satone... Aku tahu berat bagi anak seperti dia untuk menerima
kenyataan, apalagi usianya yang masih sangat kecil!! Aku paham semua itu! Ada
saat-saat di mana aku kembali merasa stress, ingin membuangnya, tapi rasa
cintaku kepada Mihashi berhasil menguatkan hatiku untuk terus merawatnya.”
“[Tapi meskipun begitu! Ia tetap memilih untuk merawatnya!! Ia tetap
menjaga dan membesarkannya seorang diri!! Apanya yang ‘kedua orang tuanya pasti
sudah membuangnya’!!? Kalian tidak tahu apa-apa!! JANGAN SOK TAHU!!!!].”
Benar.
Meskipun begitu...
Ia tetap memilih untuk merawatnya.
Ia tetap menyayanginya dengan
sepenuh hati.
Karena bagaimanapun...
Mihashi adalah putri satu-satunya
yang sangat ia cintai...
“Tapi, yang
membuatku khawatir adalah, apa kalian yakin dia tidak akan merusak pertunjukkan
kita? Maksudku, bagaimana kalau tiba-tiba dia berteriak-teriak tidak jelas
seperti saat itu dan--Membuat pertunjukan kelas kita gagal!?”
Gadis berambut hitam yang diikat ponytail itu bicara.
“Apa dia tidak
sadar? Kehadirannya di sini itu sudah membuat semuanya khawatir!”
Sambil meletakkan
tangannya dipinggang, gadis berambut pirang itu menambahkan.
“Ha ha, anak
seperti dia mana mungkin memiliki kesadaran terhadap orang lain!? Dengar, ya,
kalau dia sadar diri, sekarang ini dia pasti sudah berkata ‘Maaf, aku
mengundurkan diri. Aku tidak ingin menyusahkan kalian semua’, seperti itu! Tapi
mana buktinya?? Dia justru malah sangat ingin tampil bersama kita!! Bodoh
sekali!”
Perkataan gadis
berambut coklat panjang yang ia ucapkan dengan santainya itu, tanpa peduli
dengan perasaan orang lain, terdengar dengan jelas baik oleh Chiharu dan
Mihashi.
Dan mereka
berdua, masih terdiam di tempatnya.
Perlahan,
genggaman tangan Mihashi sedikit melemah, tapi kemudian kembali menguat lagi.
Ia tak
berhentinya menggenggam tangan Chiharu yang masih melihat ke sekumpulan gadis
tidak tahu diri, yang bahkan ucapan mereka sama sekali tidak sesuai dengan usia
mereka yang masih murid SD, dengan tatapan tajam.
Chiharu sangat
ingin memberi mereka pelajaran.
Bagaimanapun
juga, tak seharusnya mereka berkata seburuk itu soal Mihashi!
Ia tidak akan
mengacau!
Ia tahu itu!
Karena Mihashi
ingin menampilkan yang terbaik untuk ayahnya!!
Mana mungkin
ia bisa mengacaukan hadiah yang sangat ia berikan pada ayah yang ia cintai!?
Perlahan, ia
menurunkan pandangannya ke arah anak itu.
Namun, Mihashi
tidak mengatakan apapun.
Dia hanya
menunduk, tanpa memperlihatkan wajahnya pada Chiharu.
Entah
ekspresi seperti apa yang dibuatnya saat ini.
Apakah marah?
Kesal?
Sakit hati?
Atau sedih?
“Hey.”
Gadis berambut
coklat itu tiba-tiba berkata dengan suara agak pelan, sedikit berbisik kepada 2
temannya, yang langsung menyita kembali perhatian Chiharu.
Apa yang akan
dia katakan selanjutnya?
“Bagaimana
kalau--Kita kunci dia di kamar mandi?”
Kalimat itu
sudah keluar dari mulutnya.
Mata Chiharu
terbuka semakin lebar.
Tubuhnya
sedikit bergetar.
Ia mengepalkan
tangannya.
Dia tidak
percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Mana mungkin--
Mereka sampai
punya pikiran sejauh itu!!?
“Eh, lalu kita
bilang pada sensei kalau dia sakit, begitu?”
“Ah, itu ide
bagus! Ide yang sangat bagus!!”
Ide yang
bagus!!?
Ia tidak tahu apa yang
merasukinya barusan.
Seolah ada aura hitam yang
berusaha mengambil alih tubuhnya dan ingin berteriak ‘DASAR ANAK-ANAK KURANG
AJAR!!!!’.
Dan kali ini, ia benar-benar
sudah tidak bisa menahan dirinya lagi--
“Kalian--“
“Hentikan pembicaraan kalian.”
“!?”
Chiharu tertegun.
Ketika ia bermaksud untuk
mendatangi para murid itu, Aragaki-sensei datang.
Tentu saja, kedatangannya yang
tiba-tiba itu membuat mereka bertiga terlihat sangat terkejut.
“S--Sensei!!?”
Aragaki-sensei menghela nafas
pelan sambil menggelengkan kepalanya.
“Sekarang, cepat kalian panggil
teman-teman kalian yang lain! Suruh mereka bersiap-siap karena setelah ini,
kelas kalian yang akan tampil!!”
Ketiga anak gadis yang sekarang
terlihat sangat ketakutan itu berkata ‘Baik, sensei’, kemudian langsung
berjalan pergi.
Tapi, ketika akan berjalan,
mereka tidak sengaja melihat ke arah Chiharu dan Mihashi.
“!!! Dia ada di sini!”
Gadis berambut kuning yang
memasang wajah paling kaget itu terkejut kertika matanya tidak sengaja melihat
ke arah Chiharu dan Mihashi.
Chiharu yang melihat mereka
tiba-tiba melihat ke arahnya juga agak sedikit terkejut.
Gadis-gadis itu memasang ekspresi
wajah aneh, kaget, terkejut, bingung, takut dan malu serta mungkin sedikit rasa
bersalah.
Mereka tidak tahu kalau ternyata
orang yang dari tadi mereka bicarakan dengan buruk, ternyata berdiri di sana
dan mendengar semua percakapan mereka.
Semuanya, dari awal sampai akhir.
Namun, mereka tidak mengatakan apapun,
dan hanya berlalu pergi.
Bahkan sama sekali tidak ada kata
maaf terucap dari mulut kotor mereka.
Begitu anak-anak itu pergi,
aragaki-sensei menoleh ke arah Chiharu dan Mihashi yang masih berdiri di
tempatya dengan eskpresi sedih dan juga kecewa.
Perlahan, ia berjalan mendekati
mereka berdua.
“............Apa kalian mendengar
semua itu...?”
Ia bertanya dengan suara pelan.
Chiharu terdiam sesaat kemudian
memejamkan matanya sambil menghela nafas.
“Sayangnya...Ya, kami mendengar
semuanya.”
Mengetahui itu, Aragaki-sensei
langsung terlihat kaget sambil menutupu mulut dengan tangan seolah ingin
menghentikan dirinya untuk berteriak.
Ia kemudian menunduk dengan
ekspresi menyesal.
“.............Maaf, seharusnya
kuberikan mereka peringatan yang lebih keras lagi. Tidak seharusnya mereka
berkata buruk soal Mihashi-chan seperti itu.”
Ia berkata sambil sedikit melirik
ke arah Mihashi.
“Ti--Tidak usah minta maaf. Ini
bukan salah Aragaki-sensei. Tapi terima kasih, karena kalau anda tidak
menghentikannya duluan, mungkin rambut anak-anak itu sudah habis di tanganku.”
Chiharu berkata sambil sedikit
tertawa.
“...............Hah, andai saja
mereka tahu yang sebenarnya tentang Mihashi-chan...”
“?”
perkataan Aragaki-sensei membuat
Chiharu tertegun.
“Saya yakin, kalau mereka tidak
akan mengatakan hal seperti--“
“Tunggu...Apa, Sensei tahu
tentang Mihashi?”
Tanya Chiharu penasaran, menyela
perkataan Aragaki-sensei.
Aragaku sensei terdiam sesaat
kemudian kembali bicara.
“Ya, saya tahu soal Mihashi-chan.
Matsuyuki Chiaki-san, ayahnya sudah menceritakannya semuanya. Karena di sekolah
ini, harus ada orang yang menjaga Mihashi-chan. Dan Matsuyuki-san mempercayakan
putrinya padaku. Tapi, aku--Justru sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa.”
“Aragaki-sensei...”
“Mihashi-chan akan berteriak
memanggil-manggil Matsuyuki-san. Kalau seandainya tidak ada yang menjaganya,
bisa saja ia melarikan diri dari sekolah dan terjadi sesuatu padanya.”
Cerita Aragaki-sensei.
“Sampai seperti itu...”
Kata Chiharu pelan.
Aragaki-sensei lalu membungkukkan tubuhnya.
“Maaf, saya harus pergi sekarang.
Saya juga minta maaf yang sebesar-besarnya.”
Katanya kemudian berbalik pergi
meninggalkan Chiharu dan Mihashi seorang diri.
“.............”
Chiharu terdiam, kemudian ia
melihat ke arah Mihashi.
“Sebentar lagi kelas kalian akan
tampil. Jangan biarkan perkataan anak-anak itu membuat penampilanmu jadi bu--“
“Bibi.”
“?!”
Chiharu terkejut ketika Mihashi
yang dari tadi terus terdiam sambil menggenggam tangannya, tiba-tiba berbicara.
“Y--Ya...?”
Jawabnya pelan dan ragu.
.......................
...............................................
..................................................................................
Tidak ada jawaban.
Chiharu yang bingung karena tak
ada jawaban dari Mihashi, memanggil namanya,
“Mihashi-ch--“
“Tolong rekam aku lagi!!”
“...............H--Ha!!?”
Sekali lagi, ia terkejut.
Tubuhnya sedikit mundur ke
belakang dengan mata dan mulut terbuka lebar ketika Mihashi tiba-tiba berteriak
ke arahnya.
Alisnya menukik tajam.
Dan matanya memancarkan
keseriusan yang besar.
“T--Tuggu dulu! Apa yang
tiba-tiba kau kata--“
“Bibi, tolong rekam aku lagi!”
Ia kembali berteriak, kali ini
lebih keras.
Chiharu terdiam dan meskipun
kepalanya masih dipenuhi oleh berbagai macam tanda tanya, ia tidak melakukan
hal lain seperti kembali bertanya atau apapun.
Dengan perlahan, ia membuka
tasnya, kemudian mengeluarkan kamera yang berada di dalamnya.
Ia lalu mengarahkan kameranya ke
arah Mihashi.
“...........Halo, aku Matsuyuki
Mihashi.”
Ia memulai dengan memperkenalkan
dirinya.
“[Apa yang sedang ia lakukan...?].”
Batin Chiharu penasaran.
“Papa, hari ini adalah hari
pertunjukkan itu. Sekarang aku sudah ada di belakang panggung dan bersiap untuk
tampil.”
Perlahan, ia sedikit berputar.
“Papa, coba papa lihat gaun ini!
Ini adalah gaun yang akan aku dan teman-temanku kenakan! Bagaimana? Bagus’kan?”
Katanya sambil tersenyum.
Ia lalu melanjutkan.
“Sebentar lagi, aku akan tampil
bersama dengan teman-temanku di atas panggung. Papa, aku ingin menampilkan yang
terbaik untukmu. Karena itu, aku tidak akan mengecewakanmu! Aku akan--“
Mihashi menghentikan ucapannya
lalu menggelengkan kepalanya.
“Bukan akan, tapi Pasti
menampilkan yang terbaik!!”
Ia berkata dengan suara yang
penuh dengan leyakinan yang besar.
Sepertinya, ini adalah
kesungguhan yang berusah ia tunjukkan.
Kesungguhan bahwa ia akan
menampilkan yang terbaik dan tidak akan merusak penampilan kelasnya seperti
yang gadis-gadis itu katakan.
Di sini, di rekaman ini, Mihashi
ingin membuktikan bahwa ia bisa melakukannya lebih baik dari mereka semua.
Dengan cara seperti ini, ia
berusaha mengembalikan rasa percaya dirinya yang sempat hilang.
Tadi dia mungkin merasa kecewa,
hatinya seperti dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil.
Namun sekarang, ia kembali
bangkit lagi.
Dan berusaha untuk menunjukkan
pada gadis-gadis tadi, bahwa ‘Itu tidak benar! Aku bisa melakukannya tanpa
merusak pertunjukkan kita!’, dengan suara lantang.
Perlahan, Chiharu menurunkan
kameranya.
Aneh...Ini benar-benar aneh.
Itulah yang ada dipikiran Chiharu.
Anak itu sama sekali tidak
menunjukkan rasa kesal atau bencinya terhadap anak-anak tadi.
Padahal mereka sudah berkata
sangat buruk tentangnya.
Bukan jadi suatu masalah kalau
mereka bercakap-cakap di tempat yang sangat jauh seperti Menara Tokyo atau
Gunung Fuji.
Hanya saja, mereka bicara di
tempat yang bisa saja terdengar oleh Mihashi.
Yang tidak terpikirkan oleh
Chiharu adalah ketika ia terus saja menggenggam tangannya, seolah berusaha
mengatakan ‘Jangan dekati mereka. Biarkan saja’, pada Chiharu yang bisa saja
mengamuk setiap waktu.
Dan bisa-bisanya, bahkan setelah
mendengar semua hal yang menyakiti perasaannya itu, ia bersikap seolah tidak
terjadi apapun dan justru--
Tersenyum seperti ini!
Apa yang anak ini sebenarnya
sedang pikirkan!!?
Hal itu sangat aneh!
Bahkan sangat aneh sampai-sampai
membuat Chiharu ingin tertawa keras seperti orang gila!
Tapi--
Entah kenapa, hal itu juga sangat
luar biasa.
Mihashi memang tidak membenci
orang yang sudah menghinanya seperti itu.
Marah dan membalas balik semua
perkataan mereka tidak akan ada gunanya dan hanya akan menghabiskan tenaga.
Tapi, yang bisa kau lakukan
adalah, memperlihatkan bahwa dirimu tidak seperti yang mereka katakan.
Bukan dengan ucapan, tapi dengan
tindakan.
Itulah yang Chiahru pelajari dari
sikap Mihashi yang terlihat tenang tapi penuh dengan kekuatan.
Perlahan, Chiharu sedikit
tersenyum.
“Sudah selesai? Atau masih ada
yang ingin kau katakan?”
“Sudah selesai!”
Jawabnya sambil tersenyum riang.
Dia sudah kembali ke dirinya yang
biasanya.
“Kalau begitu, bersiaplah!
Sebentar lagi kau akan tampil’kan? Tampilkan yang terbaik seperti apa yang kau
katakan barusan. Buat ayah dan ibumu bangga padamu.”
Dan Mihashi menanggapinya dengan
sebuah anggukan.
“Semuanya sudah berkumpul?”
Aragaki-sensei berteriak dengan suara keras.
Di hadapannya sekarang, sudah ada
murid-murid yang mengenakan pakaian yang seragam dan berteriak ‘Sudah,
sensei!’.
Beberapa dari mereka ada yang
berbicara pada teman di belakangnya, mengatakan bahwa ‘ia sedikit gugup’,
kemudian temannya menanggapi dengan ‘Tenang saja. Ini’kan cuma festival
sekolah’.
Beberapa murid lain masih ada
yang terlihat ragu dan gelisah, takut untuk naik ke atas panggung.
“Sebentar lagi kita akan tampil.
Aku deg-degan sekali.”
Gadis berambut kuning itu berkata sambil
meletakan tangan di dadanya, berusaha merasakan jantungnya yang terus saja
berdebar dengan kencang.
“Tenang, tenang, rileks saja.
Lakukan seperti saat kita latihan waktu itu.”
Gadis berambut hitam di belakangnya berusaha
memberi semangat.
Tapi, gadis berambut coklat di
depan gadis berambut pirang itu, justru memasang wajah sinis.
“Hmph! Kau gugup atau tidak,
pertunjukkan kita sudah pasti gagal!”
Ia berkata sambil melemparkan
tatapan tajam ke arah seorang murid yang berdiri di barisan paling belakang.
Teman-temannya juga mengikuti
melihat ke arah tersebut.
Di sana, berdiri seorang gadis
berambut coklat twintail.
Di sana, Mihashi sedang berdiri.
Sambil memejamkan matanya, Mihashi
menghela nafas beberapa kali.
“................[Aku pasti bisa. Ya, aku pasti bisa!].”
Ia terus mengulangi kata-kata itu
di dalam hati seperti sebuah doa.
“Baiklah, kalau semua sudah siap,
ayo, satu-satu naik ke atas panggung.”
Aragaki-sensei sedikit menyingkir
ke samping kemudian membuka jalan menuju panggung.
Perlahan, antrian yang sebelumnya
belum bergerak, mulai bergerak maju sedikit demi sedikit.
Satu anak, kemudian 2 anak sudah
berada di atas panggung.
Mihashi berjalan perlahan,
mengikuti teman di depannya.
Ia yakin ia pasti bisa.
Apapun yang terjadi, ia tidak
boleh mengecewakan ayahnya.
“[Aku tidak ingin mengecewakan papa].”
“!!!!”
Tiba-tiba, Mihashi tertegun.
Tubuhnya berhenti bergerak
mengikuti murid di depannya yang sudah selangkah maju ke depan.
“.......................”
Ia hanya terdiam di tempat.
Seolah waktu di sekitarnya
membeku.
Bola matanya terbuka lebar.
Aragaki-sensei yang melihat
Mihashi diam di tempatnya dengan wajah agak pucat, langsung mendekatinya dan
menepuk pundaknya dengan lembut.
“Mihashi-chan.”
“Sensei...”
Mihashi berkata pelan sambil menoleh ke arah
Aragaki-sensei yang kini tersenyum.
“Jangan gugup. Ayo, maju.”
Katanya sambil mendorong tubuh
Mihashi dengan pelan.
Di luar, Chiharu sudah berdiri di
dekat panggung sambil menyiapkan kameranya, bersiap untuk merekam Mihashi yang
sebentar lagi akan tampil.
Kerumunan orang semakin banyak
saja dan agak sulit baginya untuk bergerak.
Tapi, apapun yang terjadi, ia
harus bisa mendapatkan gambar Mihashi dengan sempurna.
“[Kau bisa melakukan yang terbaik. Ayo, tunjukkan pada mereka semua,
bocah kecil!].”
Di belakang panggung,
Aragaki-sensei masih mendampingi murid-murid untuk naik satu per satu ke atas
panggung.
Dan akhirnya tiba giliran Mihashi
untuk berjalan naik.
Dengan perlahan, dia melangkah
menaiki anak tangga untuk menuju ke panggung utama.
Sambil melangkah, perlahan
mulutnya terbuka, mengatakan sesuatu dengan suara yang sangat pelan,
..........................
............................................................
....................................................................................
“...............Aku ingin bertemu
dengan papa...”
***-***
A/N : Hai, minna XDD
Waah, Mihashi mulai lagi nih...
Akhirnya udah ch 7, tinggal 2 ch lagi menuju ending pertama XDDD
Mungkin cerita ini agak gaje plus aneh bin bosenin, tapi apapun yang terjadi, meski ga ada yang baca sekalipun, aku bakal terus ngetik sampai tamat ha ha ha XDDD
Sankyuu buat yang udah mampir baca cerita ini :)
Sankyuu!!
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar