Jumat, 09 Januari 2015

Story : Mihashi Chapter 9

Story : Mihashi Chapter 9

*Read : 
              Prologue

            Chapter 1

            Chapter 2

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 5

            Chapter 6

            Chapter 7

           Chapter 8

          Chapter 10

         Epilogue

*Read Another Stories




MIHASHI
- Chapter 9 -
Aku Ingin Semuanya Berakhir dengan Baik

“.......................”
Malam harinya, salju lembut berwarna putih turun mengiringi langkah Chiharu dan juga Mihashi.
“.........Hari yang melelahkan.”
Chiharu berkata dengan suara pelan dan Mihashi mengangguk.
“Ya.”
Perlahan, Chiharu melirik ke arah Mihashi yang berjalan dengan wajah lesu sambil memakan sebatang coklat pemberian Chiharu [Coklat yang biasa ia berikan untuknya sebagai hadiah tiap harinya].
Ia kemudian menghela nafas kemudian melihat ke atas langit.
Terlihat bintang-bintang yang bersinar dengan indahnya menerangi langit malam, berdampingan dengan bulan.
Entah kenapa bintang-bintang itu terasa luar biasa di mata Chiharu saat ini.
Bukan berarti ini baru pertama kalinya ia melihat langit penuh bintang seperti itu.
Hanya saja--
Langit yang begitu luas dan juga jelap, bisa terlihat indah hanya karena cahaya kecil bintang-bintang itu.
Apa alasan bintang yang ukurannya tidak bisa dibandingkan dengan langit itu, bisa menerangi seluruh langit seperti itu?
Mungkinkah karena jumlahnya yang sangat banyak?
Mereka bekerja sama untuk menerangi langit malam ini--
“Ah, apa yang aku pikirkan sebenarnya...?”
Gumam Chiharu pelan sambil menggelengkan kepalanya.
Mihashi sepertinya tidak mendengar ucapannya barusan karena dari ekspresi wajahnya, terlihat bahwa ia sedang memikirkan sesuatu.
Coklat itu juga baru termakan sedikit, tidak sampai separuhnya.
Ketika pandangan Chiharu tak sengaja terarah pada tas yang ia bawa, perlahan ia memasukkan tangan ke dalamya, hendak mengambil sesuatu.
Ia tertegun begitu tangannya sudah menyentuh barang yang sedang ia cari.
Dengan pelan-pelan, ia mengeluarkan tangannya dari dalam tas.
Di tangannya sekarang sudah ada sebuah kamera berwarna hitam.
Sayangnya, kamera itu sudah hancur berantakan.
Mata Chiharu tidak bisa lepas dari kamera itu untuk beberapa saat.
Festival sekolah tersebut, berakhir sampai kira-kira pukul 20.34 P.M.
Setelah Chiharu mengajak Mihashi turun, pertunjukkan kelas Mihashi dibatalkan dan segera dilanjutkan oleh penampilan kelas lain.
Kepala sekolah sangat menyayangkan hal ini.
Hampir saja seluruh acara festival sekolah yang sudah disiapkan dari minggu-minggu sebelumnya, hancur bernatakan hanya karena ulah seorang gadis yang sangat tidak masuk di akal.
Tentu saja, karena ia tidak tahu apapun tenang Mihashi.
Karena kalau dia tahu, dia tidak mungkin berkata ‘Anak itu hanya akan membawa bencana besar untuk sekolah kita! Lihat apa saja yang sudah ia perbuat!?’.
Teman-teman Mihashi yang lain juga berkata buruk tentang Mihashi di belakangnya.
Dengan provokasi Ringo, semua murid esoknya pasti akan semakin memusuhi Mihashi.
Aragaki-sensei berkali-kali minta maaf atas kejadian ini.
Kepala sekolah akhirnya melepaskan kejadian ini, dengan satu syarat.
Aragaki-sensei sebagai koordinator acara dan juga wali kelas Mihashi, kepala sekolah menganggap ia lalai dalam melaksanakan tugas dan menjaga Mihashi untuk bertingkah aneh, sehingga ia harus mendapatkan hukuman atas perbuatannya tersebut.
Dan sebagai gantinya, gaji Aragaki-sensei akan dipotong setengah bulan ini.
Chiharu bersikeras mengatakan kalau ini bukan kesalahan Aragaki-sensei, dan dia tidak perlu mendapat hukuman seperti itu.
Ia memutuskan untuk bertanggung jawab atas semuanya.
Namun, Aragaki-sensei menolak dan tersenyum sambil berkata ‘Tidak apa-apa. Serahkan semuanya padaku.’
Ah, dia terlalu serius dalam pekerjaannya, sampai-sampai harus menanggung semua tanggung jawab itu sendiri.
Memang benar-benar orang yang patut dicontoh.
Sementara itu, Mihashi terus saja menangis sambil memeluk Chiharu dan terus memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’.
Tiap kali Chiharu berusaha melepaskan pelukannya, Mihashi tidak mau dan justru memeluknya semakin erat.
‘Benar-benar deh. Ada apa lagi dengan anak ini...?’
Begitulah kira-kira yang Chiharu pikirkan saat itu.
Namun ia tidak bisa berbuat banyak sehingga membiarkannya begitu saja.
Setelah itu, festival ulang tahun sekolah yang ke-57 berlangsung dengan baik.
Semua pengunjung mengatakan puas dan akan datang lagi di acara ulang tahun sekolah yang berikutnya di tahun yang akan datang.
Bisa dibilang, festival tahun ini cukup sukses jika dibandingkan dengan tahun yang sebelumnya.
Tentu saja, kalau tidak ada perisitiwa dengan Mihashi, festival tahun ini akan berkali-kali lipat jauh lebih baik dan sekolah tidak harus menanggung malu.
Mihashi juga sepertinya sudah kembali normal.
Ia berhenti memeluk Chiharu dan kembali memanggilnya dengan sebutan ‘Bibi’.
Mendengar itu, Chiharu menghela nafas sangat lega.
Tidak ada yang sangat ia syukuri selain Mihashi berhenti memeluknya seperti seekor monyet tersebut.
‘Terima kasih, Tuhan’.
Itulah yang ia ucapkan pertama kali dari lubuk hatinya yang terdalam.
“Tapi--“
Ya, tapi--
“Pada akhirnya aku sama sekali tidak mendapat gambar apapun...Kameraku satu-satunya juga rusak...Ukh...” Chiharu berkata dengan suara pelan supaya Mihashi tidak mendengarnya.
Bagaimanapun juga, ia tidak bisa mengambil gambar karena Mihashi yang tiba-tiba berteriak-teriak memanggil Chiaki, dan kameranya rusak karena ia berusaha mengajak Mihashi turun dari atas panggung.
Ia tidak ingin anak itu mendengar perkataannya barusan dan merasa bersalah sambil berkata “Maaf, itu semua gara-gara itu’, sambil memasang ekspresi sedih.
Namun, Mihashi ternyata jauh lebih peka dari yang ia kira.
“Bibi...”
Mihashi yang dari tadi terus terdiam, akhirnya mengeluarkan suaranya yang kecil.
Agak sedikit kaget, Chiharu menjawab dengan ‘Ya?’.
“...........................”
Mihashi tidak menjawab.
Ia terdiam sesaat seolah sedang mempersiapkan dirinya untuk mengatakan sesuatu yang besar.
Kemudian, sambil tertunduk malu, ia berkata dengan suara pelan,
“Maaf.”
“He?”
Suaranya sangat pelan sampai-sampai Chiharu tidak bisa mendnegar apa yang ia katakan.
Tapi ia paham dan berkata pelan pada dirinya sendiri sambil menghela nafas ‘Akhirnya kejadian juga deh’.
Chiharu lalu menoleh ke arah Mihashi sambil terus berjalan di sampingnya.
“Tidak usah minta maaf. Kau tidak berbuat sesuatu yang sal--“
“Itu tidak benar!”
“!!?”
Sambil berteriak, Mihashi menghentikan langkahnya , membuat Chiharu melompat kaget.
Mihashi lalu berjalan pelan dan berhenti di hadapan Chiharu.
“.............Ini semua salahku...Festival sekolah berantakan...”
Ia berkata pelan, menyesali semua perbuatannya, namun ia tidak menangis seperti sebelumnya.
Ia pasti merasa sangat bersalah sekali...
Mihashi sudah berlatih dengan keras tiap harinya di sekolah dan bahkan di rumah, ia terus mengganggu Chiharu dengan menyanyikan lagu tersebut dengan suara super keras.
Ia juga sangat menantikan hari ini.
Ia ingin tampil di atas panggung, bersenang-senang dengan teman-temannya.
Bukan membuat semuanya berantakan seperti ini.
Mendengar itu, Chiharu berusaha meyakinkan Mihashi kalau ini bukan kesalahannya.
“.........Sudahlah, Mihashi-chan. Yang penting, semuanya berakhir dengan baik’kan? Kau tidak lihat senyum orang-orang berisik yang terlihat sangat puas ketika mereka keluar dari gerbang sekolah? Mereka bahkan berkata akan datang lagi tahun depan? Bukannya itu hal yang bagus? Dan--“
“Itu bukanlah hal yang bagus.”
Ia berkata sambil menggeleng pelan.
“Kalau aku tidak tampil--Maka semua itu tidak akan terjadi! Teman-teman yang lain sudah berusaha dengan baik...Tapi aku merusak semuanya. Aku--Aku benar-benar teman yang buruk!!”
Mihashi berteriak dengan suara keras.
Mendengar semua itu, Chiharu hanya bisa membeku di tempatnya.
Teman yang buruk?
Siapa yang lebih buruk?
Orang yang berkata buruk tentangmu di belakang mereka jauh jauh jauh bahkan jauh lebih buruk lagi!!
Dan dia masih menyebut orang-orang seperti itu sebagai teman?!
“H--Hati seperti apa yang sebenarnya kau miliki ini...?”
Gumam Chiharu pelan.
“..............Bukan hanya itu--Gara-gara aku juga, kamera bibi jadi rusak. Maaf, Bi! Aku benar-benar minta maaf!!”
Ia berkata sambil menundukkan tubuhnya.
Chiharu yang melihat itu, terdiam kemudian tersenyum kecil.
Chiharu menunjukkan kameranya itu kepada Mihashi.
“Coba kau lihat kamera ini.”
“?”
Mihashi mengangkat wajahnya dan melihat ke arah kamera yang dipegang oleh Chiharu.
“Bukan salahmu kameraku jadi seperti ini. Sejak awal ini memang cuma kamera tua dan aku sendiri yang tidak sengaja menjatuhkannya. Yah...Aku juga tidak terlalu butuh sih.”
Ia lalu menoleh ke sana kemari, seperti orang sedang mencari sesuatu.
Kemudian , ia lalu berjalan ke sebuah tempat sampah yang terletak di pinggir jalan, dan membuang kamera itu ke sana.
“Nah, kamera ini sudah rusak. Jadi, lebih baik di buang saja.
Katanya sambil sedikit tersenyum.
“Jangan!!”
“Apa?”
Tiba-tiba, Mihashi berlari ke arah Chiharu, kemudian ia mengambil kamera yang telah hancur tersebut dari dalam tempat sampah.
“A--Apa yang kau lakukan!? Kenapa memungut sampah seperti itu!?”
“.................Ini bukan sampah.”
Perlahan, ia berkata pelan sambil memeluk erat kamera itu.
“T--Tunggu dulu! Tapi itu sudah kotor--“
“Ini tidak kotor...”
“...................”
Chiharu tidak tahu harus melakukan apa lagi, jadi ia hanya menghela nafas pasrah.
“Iya, iya, terserah padamu. Tapi...Kenapa kau memungutnya lagi? Bukannya kamera itu sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi?”
Mihashi terdiam.
“.................................”
“Karena kamera menyimpan banyak kenangan.”
Chiharu tertegun.
“Ha? Maksudmu? Kenangan apa?”
“Kenangan antara aku dan papa.”
Mihashi berkata dengan suara yang terdengar lemah dan sedikit tersenyum.
Dan kenapa, Chiharu merasakan sesuatu yang aneh begitu melihat senyuman anak itu.
“Kau menggunakan kamera ini untuk merekamku. Supaya papa bisa melihat penampilanku. Sudah ada beberapa video di dalamnya dan aku sebenarnya sudah tidak sabar untuk menunjukkannya kepada papa. Dan...Meskipun akhirnya kamera ini rusak dan hancur, meskipun aku tidak bisa menampilkan pertunjukkan terbaik untuk papa, dan meskipun papa sudah tidak bisa meonton video di dalamnya lagi, bagiku, kamera ini penuh dengan perasaanku terhadap papa. Karena itu, sampai kapanpun, aku tidak ingin kamera ini di buang. Kalau tidak mau menyimpannya, setidaknya, biarkan aku yang menjaganya.”
“...................terserah padamu.”
Akhirnya ia hanya bisa mengalah dan membiarkan anak itu melakukan apa yang ia inginkan.
Tapi, ketika ia kembali melihat wajah Mihashi, air mata sudah membasahi wajahnya.
Chiharu berlutut, berusaha menyamakan tingginya dengan tinggi Mihashi dan menatapnya sambil meletakkan tangannya di pundak anak itu.
“Ada apa?”
“......................Aku--Aku--Aku sudah berjanji pada papa...Kalau suatu saat nanti, aku akan tampil di atas panggung dan bernyanyi untuknya. Aku akan menampilkan yang terbaik untuknya! Tapi--Tapi--!! Dengan bodohnya, aku justru merusak semuanya! Kalau seperti ini--Maka sampai kapanpun, papa tidak akan bisa melihat aku menyanyi di atas panggung seperti yang ia inginkan!!”
Ia menangis semakin erat.
Tangan Mihashi berusaha menghapus air matanya sambil terus memeluk kamera itu dengan sebelah tangan.
Perlahan, dekapannya menjadi semakin erat.
“Aku--Aku tisak tahu apa yang harus aku lakukan!! Kenapa aku selalu mengacau di saat-saat penting seperti ini!? Kenapa aku tidak bisa menjalani hidup dengan normal seperti anak-anak yang lain!? Kenapa aku terus seperti ini!!!? KENAPA!!!!?
“..........................”
Chiharu tahu.
Cepat atau lambat--
perlahan-lahan, Mihashi mulai sadar akan tindakan yang selama ini terasa seperti mimpi yang tidak nyata baginya.
Perlahan, ia mulai bangun dan di bawa menuju ke kenyataan.
Seolah seperti roh yang terpisah dari tubuhnya, ia bisa melihat dirinya yang lain, ketika berteriak memanggil ayahnya di atas panggung, membuat para penonton kecewa dan teman-temannya yang lain menderita serta telah merepotkan semua orang.
Ketika ia sudah kembali normal, kejadian itu seolah menghilang dari kepalanya.
Tapi, samar-samar, ia bisa mendengar suara teriakan penonton yang menyuruhnya untuk turun dan menghentikan pertunjukkan, suara teman-temannya yang lain yang berteriak ‘semua ini gara-gara kau!!!’, suara kamera yang hancur dan pecah, serta bayangan seorang anak perempuan di atas panggung dengan ekspresi yang terlihat sangat menyedihkan.
Ia tidak paham dengan semua itu.
Tapi ia bisa merasakan bahwa ialah gadis kecil kecil di atas panggung itu.
Ia tidak paham kenapa ia bisa mengacaukan seluruh pertunjukkan kelasnya.
Yang jelas, ia paham kalau ia sudah melakukan sesuatu yang sangat buruk.
Benar-benar buruk dan tidak bisa dimaafkan lagi.
“Aku benar-benar tidak berguna!! Aku hanya bisa merusak! Aku merusak kamera mama, kemudian merusak kamera bibi!!”
“!?”
Chiharu tertegun.
‘Kamera mama’?
“Aku menghancurkan pertunjukkan dan mengecewakan mama!! Dan sekarang, aku mengacau lagi dan mengecewakan lebih banyak orang lagi!!!”
Mihashi berteriak marah sambil memegang kepala dengan kedua tangan.
“Tunggu...? Apa kau dulu pernah mengikuti festival sebelum ini...?”
“!!”
Mihashi tertegun.
Sepertinya ia tidak sengaja membicarakan soal masa lalu.
Perlahan, ekspresi kesal di wajahnya menghilang.
Ingatan masa lalu yang entah seperti apa, terbayang kembali dipikirannya.
“Oh ya...Aku belum pernah memberitahumu soal ini...”
Ia berkata dengan suara pelan.
Terdengar kesedihan dari nada bicaranya barusan.
“............Dulu, aku pernah datang ke festival ini bersama dengan mama...”
“Satone-san...”
Chiharu berkata pelan.
“...........Papa sibuk, dia tidak bisa datang dan menontonku. Tapi dia bilang sangat ingin melihatku tampil bernyanyi di atas panggung. Papa bilang suaraku bagus, makanya aku suka menyanyi. Saat itu, aku menyuruh mama untuk merekamku, kemudian menunjukkan video-nya pada papa supaya ia bisa menontonnya. Di festival itu, aku akan tampil di atas panggung dan bernyanyi secara solo.”
Mihashi menghentikan ucapannya.
Terlihat tangannya yang mengepal sedikit bergetar.

“Mama, mama!”
“Ya, ada apa Mihashi?”
“Hari ini Mihashi akan tampil! Pastikan mama melihat penampilan Mihashi nanti, ya!”
“Sudah pasti mama akan melihatnya. Mama juga sudah menyiapkan kamera untuk merekam pertunjukkan Mihashi. Nanti, kita tunjukkan sama-sama pada papa, ya?”
“Hm! Mihashi akan menampilkan yang terbaik!!”


Kemudian ia melanjutkan.
“Aku senang sekali. Karena bisa tampil seperti yang papa inginkan. aku tidak bisa mengecewakan mereka dan berjanji akan menampilkan yang terbaik. Atau--Itulah yang sangat ingin aku lakukan...”
“Lalu, apa yang terjadi?”
Tanya Chiharu.
Meskipun ia bertanya, ia sudah tahu garis besar dari cerita Mihashi.
Tapi bagaimanapun juga, ia ingin mendengar hal itu langsung dari mulut anak itu sendiri.
“.............Pada saat aku ingin tampil...”


 “....................................”
“Ada apa, Mihashi-chan? Ayo, naik ke atas panggung.”
“.................Tapi mama tidak ada di sini.”
“Ibumu bilang dia ingin membeli minuman sebentar.”
“Tapi, aku ingin mama melihatku.”
“Ibumu akan kembali saat kau tampil. Ia hanya pergi sebentar.”

“Sensei berkata padaku bahwa mama sedang pergi sebentar untuk membeli minuman. Aku tidak tahu kenapa, tapi pada saat itu, aku hanya ingin bertemu dengan mama. Muncul rasa takut di dalam hatiku, kalau mama tidak sempat kembali dan datang menontonku serta merekamku...Aku tidak tahu! Aku hanya takut!!”
“....................................”
“Aku tidak begitu ingat dengan detail kejadiansaat aku tampil. Dan jujur saja, aku sama sekali tidak ingat apa yang aku di lakukan di atas panggung. Sadar-sadar, aku sudah berada di pelukan mama yang berusaha menenangkanku.”
“...................................”
“Tapi aku--“


“..................................”
“Hey, ada apa dengan anak itu?”
“Mama...di mana mama?”
“Kenapa dia hanya diam saja?”
“Mama--Mama--Aku ingin kau melihatku...Di mana kau...?”
“Suruh anak itu turun!”

“Samar-samar bisa mendengar suara seseorang, berteriak dengan keras...”

“.................................”
“Turun!! Turun!!”
“Ah, mama--Bukannya mama sudah janji akan melihatku...Kenapa mama meninggalkanku sendiri di sini...”
“Turun!! Huuuu!!”
“Mama...Kenapa mama--Mama...”

“Dan di saat bersamaan, aku melihat bayangan seorang gadis jatuh terduduk di atas panggung sambil menangis dan berteriak keras memanggil ibunya...”


“.............Mama--“
“Kalau tidak bisa menyanyi, jangan maju!! Huuuuu!!!”
“Turun kau!! Turun!!!!”


“Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Tapi, suara-suara itu terdengar sangat nyata, seolah aku pernah mendengar dan melihatnya sebelumnya. Seberapa kerasnya aku berpikir, aku sama sekali tidak bisa mengingatnya! Hingga aku mendengar suara orang berteriak--“

“Mihashi-chan! Cepat turun!”

“!!?”
“Saat itu aku langsung kaget. Nama yang di sebut itu adalah namaku. Suara itu berteriak supaya anak yang menangis di atas panggung itu turun. Dari situlah aku menyadari, kalau gadis itu ternyata adalah diriku sendiri...

“Mama--“
“MAMA!!!!!!!!!!”

BRUUUKH!!!!

“Mihashi-chan!!”
Chiharu langsung tertegun ketika Mihashi jatuh terduduk.
Di tengah salju putih yang turun, jeritan hatinya seolah terdengar jelas sampai ke angkasa yang luas.
“Aku tidak mau seperti ini!!! Aku tidak ingin membuat siapapun khawatir!! Aku tidak mau!! Tapi aku tidak bisa menghentikannya!!! Aku--Aku--!!! Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa!!”
Teriaknya sambil terus menangis.
“..........................”
Perlahan, ia berusaha mengusap air matanya, kemudian kembali berkata, kali ini dnegan suara lebih pelan.
“.........Ya, ya...Aku paham sekarang...”
“?”
“............Papa menitipkanku--membuangku, pasti karena masalah ini juga’kan...? Ia tidak tahan denganku yang selalu berteriak aneh seperti orang tidak waras...Papa tidak ingin menemuiku lagi’kan!!? Ia membenciku! Karena itu ia memberikanku pada bibi!!! IYA’KAN!!?”
Mihashi berteriak, sambil menatap tajam ke arah Chiharu.
Chiharu membalasnya dengan tatapan yang sama.
“Dari mana kau tahu kalau ayahmu berpikiran seperti itu!!? Kau sama sekali tidak tahu apa-apa tentang perasaannya! Bagaimana sedihnya dia ketika terpaksa meninggalkanmu pada--“
“Aku tahu saja!! Ringo-chan juga bilang’kan!? ‘

“ ‘Papa’ apanya!!? Dia tidak ada di sini tahu! Bukannya, AYAHMU SENDIRI YANG SUDAH MEMBUANGMU, YA!!?
ANAK SEPERTIMU SUDAH SEPANTASNYA DI BUANG!!!!!

“Dia bilang papa yang sudah membuangku karena ia menganggapku seperti sampah yang tidak berguna!! Bukannya anak tidak berguna sepertiku ini hanya akan menyusahkan dan memang pantas untuk di buang!!!?”
“.................K--Kenapa kau mau saja mendengar apa yang anak itu katakan!!? Siapa yang kau percaya!? Dia!! Atau ayahmu sendiri!!?”
Chiharu berteriak sambil memegang pundak Mihashi lebih erat lagi.
“Aku tidak tahu!!! Aku ingin percaya pada papa! Tapi--Tapi semuanya sudah jelas menunjukkan kalau papa memang membuangku!!!”

“Iya, apa yang dia bilang benar.”
“Semua ini gara-gara Mihashi!”
“Sejak awal seharusnya tidak kita biarkan dia ikut.”
“Dia hanya bisa merusak.”
“Tidak aneh kalau ayahnya membuangnya seperti sampah yang tidak ada gunanya!!”

“...........Hentikan--”
“Aku ini hanya bisa merusak!!! Semua ini terjadi gara-gara aku!!! Bahkan Aragaki-sensei juga terpaksa harus bertanggung jawab!! Kalau saja...seandainya aku tidak ikut--!! Aku yakin pertunjukkan kelas kita akan berhasil dengan sukses!!! Aku sudah mengacaukan semuanya!! Aku sudah mengacaukan semuanya!!!!!!”

“Hah! Ternyata kau memang tidak berguna!! Kalau aku jadi, ayahmu--Tanpa harus berpikir untuk yang kedua kalinya, aku akan membuangmu!!! Dan seandainya aku diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya, Maka aku--Tanpa ragu--PASTI AKAN MEMBUANGMU LAGI!!!

“...........Aku bilang hentikan--“”
“Itu benar...”
Mihashi berkata dengan kepala tertunduk.
Air matanya terjatuh dengan perlahan, ke atas tanah yang dingin.
“Papa sudah membuangku karena aku hanya menjadi perusak hidupnya...Ia tidak menginginkan anak sepertiku... Ia menginginkan anak yang jauh lebih dari aku!! Tapi ia terpaksa merawatku! terpaksa membesarkanku!!! Kenapa tidak ia buang dari dulu saja aku!!!? Buang saja aku!!! Buang saja aku lagi!!!”
“.........Aku bilang hentika--“
“Bahkan bibi-pun!! Aku yakin, bibi sebenarnya tidak ingin merawatku’kan!!? Bibi sebenarnya tidak ingin aku ada di sini bersama denganmu’kan!!? Bibi selalu merasa repot, benci dan juga tidak suka dengan sikapku’kan!!!? Aku hanya menjadi perusak dalam hidupmu!!!! Bukannya benar--KALAU BIBI  LEBIH MEMILIH UNTUK MEMBUANG ANAK SEPERTIKU IN--
AKU BILANG HENTIKAN, DASAR BODOH!!!!!”
“!!!”
“Ya, memang benar!! Aku memang tidak suka kehadiranmu di hidupku!!! Bagiku, kau memang hanya anak yang merepotkan!!!”
Mihashi terkejut ketika mendengar teriakan keras Chiharu yang tepat berada di hadapannya.
Ia tidak bergerak, perasaan ketakutan muncul di dalam dirinya.
Chiharu berusaha mengatur nafasnya yang berantakan, tak peduli apakah ekspresi anak yang berada di depannya saat ini, tengah memandangnya seperti memandang seekor monster yang haus darah.
Ia tidak peduli tentang pandangan Mihashi terhadap dirinya.
Tapi setidaknya, ada hal yang harus ia katakan di sana.
Mihashi harus tahu, bagaimana perasaan Chiaki yang sebenarnya.
“Tapi....Bukan itu hal yang ingin aku bahas sekarang...Kau tidak tahu’kan...? Kau tidak pernah tahu bagaimana perasaan ayahmu yang sebenarnya’kan!!?”
“.......A--Aku--!!”
“Diam!! Aku sedang bicara di sini, jadi jangan seenaknya menyelaku seperti itu!!!”
“....................”
Mihashi terdiam dengan mata terbuka lebar.
Sepertinya ia kaget karena Chiharu yang tiba-tiba berteriak keras.
Perlahan, Chiharu menatap ke arah anak itu yang masih di basahi oleh air mata.
“Iya, apa yang temanmu katakan itu memang benar.”
“!!?”
Perkataannya membuat Mihashi terlihat lebih terkejut lagi.
Apa yang temannya katakan itu benar?
Itu artinya--
“Papa--Benar-benar membuangku...?”
Ekspresi tidap percaya kini tergambar dengan sangat jelas di wajah Mihashi.
“Iya!! Ayahmu itu, sudah tidak tahan lagi merawatmu!!! Ia tidak sanggup merawatmu lagi!!!”

“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!!? Aku sama sekali tidak sanggup menghadapi anak itu lagi!! Apa itu!!? Ia bersikap normal kemudian beberapa menit kemudian ia berteriak bahwa aku pembunuh!! setelah itu ia kembali bersikap layaknya gadis normal!!! Apa itu!!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”

“Tu--Tunggu--Pa--“
“Ia bahkan hampir menyerah mengurusmu dan bermaksud untuk menitipkanmu pada orang tua kami!!!”
“.......................”

“Aku bahkan hampir menyerah mengurusnya dan berniat untuk menitipkannya pada orang tua kita!!”

“Ia berteriak dengan jelas dan sangat keras di hadapanku--“

AKU SUDAH TIDAK TAHAN LAGI!!!!!!!!

“............Papa --Sudah tidak ingin lagi merawatku--Papa--Membuangku...?......................”
“Iya, ayahmu itu suuuuuudah sangat putus asa!!! Kau paham!!? Ia seputus asa itu!!!”
Teriak Chiharu tidak sabaran dengan ekspresi dan gerakan-gerakan tangan yang sebenarnya sangat tidak perlu.
“.........................”
Chiharu terus saja berteriak, apapun yang terjadi, ia harus bisa menyampaikan perasaan Chiaki yang sebenarnya kepada putrinya sendiri.
“Tapi, kau tahu!!?”

“Tapi...”

“Ia mengurungkan niatnya dan tetap merawatmu seorang diri, KARENA IA SANGAT SAYANG PADAMU!!!!!

DEG!!!

Mihashi kembali tertegun.
Entah sudah berapa kali ia memasang ekspresi seperti itu.
“Ia benar-benar sayang padamu!!! Bahkan ia sampai mengutuk dirinya sendiri yang bermaksud untuk melakukan hal kotor dan menjijikan seperti itu pada putrinya sendiri!!!!!!!”
“........................”

“Tapi--Tapi...Bagaimana bisa...? Setelah semua hal yang ia lalui, setelah ia berkata seperti itu dengan wajah paling menyedihkan yang aku pernah lihat...Bagaimana kau--“

“Aku mengurungkan niatku karena aku sangat sayang pada Mihashi!! Aku bahkan mengutuk diriku berkali-kali atas keinginanku untuk membuang Mihashi!! Aku tidak percaya kalau aku, ayahnya sendiri akan melakukan hal kotor dan menjijikan seperti itu kepada putriku sendiri!”

BISA BERPIKIRAN BAHWA AYAHMU BENAR-BENAR MEMBUANGMU!!!!!?
“!!!!”
“Dia sangat menyayangimu lebih dari apapun!! Ia menahan keinginannya untuk membuangmu karena ia sangat sayang padamu!!! Tapi, kenapa--Kau!! Justru anak yang ia lindingi dan besarkan dengan sepenuh hati--“

“Aku memutuskan untuk merawat dan membesarkan Mihashi seorang diri. Aku mencurahkan segala yang aku miliki dan memberikan semua kasih sayangku padanya. Tapi, kejadian itu tetap saja berulang! Aku tahu, Mihashi memang sangat menyayangi Satone... Aku tahu berat bagi anak seperti dia untuk menerima kenyataan, apalagi usianya yang masih sangat kecil!! Aku paham semua itu! Ada saat-saat di mana aku kembali merasa stress, ingin membuangnya, tapi rasa cintaku kepada Mihashi berhasil menguatkan hatiku untuk terus merawatnya.”

BISA MENGATAKAN HAL MENGERIKAN SEPERTI ITU TENTANG AYAHMU SENDIRI!!!!?
“.........A--Aku--Aku--“
“.........Kenapa kau lebih percaya dengan kata-kata mereka!? Kenapa kau tidak percaya pada ayahmu!? Bukannya--Kau sangat sayang padanya!!?”
Kata-kata Chiharu terdengar menggema dengan keras di hati Mihashi.
Ia tidak tahu kenapa, tapi ia bisa merasakan perasaan ayahnya yang sangat hangat dari kata-katanya itu.
Seolah ia merasakan bahwa yang berdiri di hadapannya sekarang ini dan yang mengatakan semua hal itu adalah ayahnya sendiri.
“Dengar’kan aku!! Ayahmu menitipkanmu padaku--Itu karena ia peduli padamu!! Ia ingin kau hidup normal seperti anak-anak yang lain!!! Bukannya bermaksud untuk membuangmu atau apapun!!!”
“......................”
Ketika membayangkan hal itu, Mihashi kembali meneteskan air mata.
Ia tidak percaya dengan apa yang ia lakukan dan katakan.
Ayahnya sangat menyayangi dirinya.
Ia tidak mungkin membuangnya seperti itu...
Kenapa ia bisa-bisanya mengatakan hal bodoh seperti itu?
Bagaimana kalau ayahnya mendengar perkataannya barusan?
Ia yakin, perasaannya pasti akan hancur berkeping-keping mendengar putri yang ia besarkan dan rawat dengan sepenuh hai berkata bahwa ia telah membuangnya.
Ia benar-benar merasa kecewa pada dirinya sendiri...
Dengan perasaan seperti itu, Mihashi berteriak dengan keras,
“P--Papa!!!!”
“!!?”
Kini giliran Chiharu yang meloncat kaget ketika Mihashi berteriak dengan keras seperti itu.
“Aku minta maaf karena sudah berkata buruk tentang papa!!! Aku seharusnya percaya pada papa, kalau papa tidak akan pernah membuangku!! Aku harusnya percayaaaaaa!!!”
Mihashi bangkit berdiri, kemudian berteriak keras ke arah langit malam.
“......................”
Melihat itu, Chiharu hanya terdiam, kemudian sedikit tersenyum.
Mungkin saja, perlahan-lahan Mihashi bisa hidup dengan normal seperti anak-anak yang lain.
”Iya, apapun yang terjadi...Aku akan terus percaya pada papa! Papa bukannya membuangku! Papa melakukan semua ini demi aku!! Supaya aku pelan-pelan bisa hidup dengan normal!!”
Terdengar keyakinan yang sangat besar dari kata-katanya.
Lalu,
“Bibi Chiharu, tolong rekam aku!!”
Mihashi menatap ke arah Chiharu.
Bola matanya terlihat lebih bersinar dibanding dengan biasanya.
“Apa!? Ta--Tapi kamera-nya--“
“Bibi bawa ponsel’kan?”
Mihashi bertanya pada Chiharu, yang langsung membuatnya tertegun.
Perlahan, ia kembali merogoh tas-nya.
“Ah, iya, aku bawa. Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?”
Chiharu bertanya dengan nada penasaran.
Apa yang akan Mihashi lakukan.
“.....Hal yang harusnya kulakukan sejak dulu.”
Ia mengatakan sesuatu yang bagi Chiharu sangat sulit untuk menangkap makna di balik senyumannya yang terkesan misterius itu.
Tapi ia tahu, yang berusaha ia lakukan, hanyalah menyampaikan perasaannya pada ayah dan ibunya.
Chiharu lalu mulai mengarahkan ponsel-nya ke arah Mihashi dan mulai merekamnya.
Butiran salju yang turun ikut menghiasi sekeliling Mihashi, sehingga membuat suasan nampak begitu indah dan cantik.
Mihashi menghela nafas kemudian memejamkan mata, lalu merapatkan kedua tangannya di depan dada, seperti orang sedang berdoa.
Beberapa detik kemudian, ia kembali membuka matanya dan mulai mengeluarkan seluruh isi hatinya.
“Papa, Papa bisa melihatku sekarang? Ini aku, Mihashi. Hari sudah malam dan udara juga sangat dingin. Tapi, hari ini salju turun dengan indahnya. Papa tahu’kan, aku selalu menyukai musim salju! Aku senang saat bisa bermain lempar bola salju bersama teman-temanku, membuat manusia salju bersama, kemudian, membuat benteng dari salju dan bersenang-senang! Ah, jangan lupa minum coklat panas yang sangat lezat!”
Mihashi tersenyum, terlihat sangat gembira ketika menceritakan semua hal yang sangat suka ia lakukan saat musim salju.
Tapi, entah kenapa, ia menundukkan kepalanya dan terdiam beberapa saat, kemudian kembali bersuara dengan pelan.
“.............Tapi...Mungkin setelah ini aku tidak akan bisa melakukan hal itu bersama dengan teman-teman yang lain...Papa aku--Aku mengacau di festival lagi...Sama seperti saat itu. Saat mama masih hidup. Aku mengecewakan teman-teman dan juga seluruh sekolah. Aku mengecewakan papa dan mama serta membuat semua orang jadi semakin membenciku. Aku benar-benar tidak berguna.”
“...........................”
Chiharu hanya bisa terdiam sambil terus merekam semua yang ingin Mihashi katakan.
Ia bahkan tidak punya sedikit kekuatan untuk membuka mulutnya dan berkomentar atau sekedar berkata sesuatu seperti ‘Sudahlah, tidak apa-apa’.
“Padahal...Aku sudah janji kalau papa pasti bisa melihatku tampil menyanyi di atas panggung saat festival sekolah nanti. Aku ingin papa melihatku mengenakan gaun merah yang cantik itu.”
Dari kata-katanya itu, terdengar keinginan Mihashi yang sangat kuat untuk menunjukkan penampilan terbaiknya pada ayahnya.
Sudah sangat lama ia ingin menunjukkan penampilannya di atas panggung kepada ayahnya, hanya saja, waktu itu sudah gagal dan kini ia kembali gagal untuk yang kedua kalinya.
Apakah...
Ia juga akan gagal untuk yang ketiga kalinya...?
“Aku juga meminta Bibi Chiharu untuk datang dan merekamku supaya bisa menunjukkannya pada papa! Tapi--Tapi aku--Justru membuat kamera itu hancur sehingga tidak ada yang tersisa dari rekamanku waktu itu!!”
Mihashi mengepalkan kedua tangannya dan berteriak dengan suara keras.
“..........................”
Chiharu hanya memperhatikan.
Mihashi kembali berteriak, air mata itu kembali bercucuran.
Sudah berapa banyak air mata yang tertumpah dari mata anak itu?
“Papa...Aku minta maaf karena tidak bisa menyanyi di atas panggung dengan kostum seperti yang papa selalu inginkan...Aku paham papa pasti sangat kecewa padaku. Aku juga sudah berkata buruk pada papa! Aku minta maaf karena sudah berpikir kalau papa membuangku!! Aku tahu papa meninggalkanku bukan tanpa sebab! Aku juga--Ingin jadi lebih dewasa lagi dan bisa memahami perasaan papa...”
perlahan, nada bicaranya terdengar semakin melemah.
Ia mengangkat wajahnya kemudian terlihat sekilas senyuman di wajahnya.
Senyuman itu ditujukan kepada Bibi Chiharu-nya.
“Bibi Chiharu sudah menyampaikan sedikit perasaan papa yang sebenarnya padaku. Papa sangat sayang padaku. Dan tidak mungkin membuangku seperti yang Ringo-chan katakan. Tapi, suatu saat nanti, semoga papa bisa mengatakan bagaimana perasaan papa yang sebenarnya padaku, supaya aku tidak kalah oleh Bibi Chiharu!”
Mendengar itu, Chiharu agak terkejut ketika mendengar kata-kata yang dipenuhi dengan perasaan seorang putri kepada ayahnya itu dari mulut Mihashi.
Ia tidak tahu kenapa, tapi ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum.
“...........[Chiaki...]”
“Selama ini mungkin aku kira kalau aku dekat dengan papa. Baru sekarang aku menyadari kalau aku sama sekali tidak tahu apa yang papa rasakan dan pikirkan tentang aku. Aku tahu papa sayang padaku. Tapi di saat yang bersamaan, aku sama sekali tidak tahu kalau papa juga merasa sedih dan terluka, ketika bersama denganku dan karena harus merawatku yang ‘tidak bisa lepas’ dari papa. Karena itu--“
“..........[Aku rasa...Semua pengorbanan yang kau lakukan demi putrimu ini sama sekali tidak sia-sia].”
“Aku akan berusaha sebisaku, untuk bersikap baik dan tidak merepotkan semuanya!! Aku akan berusaha untuk mengontrol diri dan emosiku!! Aku akan menunjukkan pada papa kalau aku bisa hidup normal seperti anak-anak kebanyakan! Seperti yang papa inginkan!”
“.............[Pelan-pelan...]”
“Aku juga tidak akan merepotkan Bibi Chiharu! Aku akan meminta maaf pada teman-teman dan berjanji tidak akan mengulangi semua kesalahanku!! Meskipun mereka tidak memaafkanku, aku tidak akan menangis dan terus bersedih! Aku akan terus meminta maaf beribu-ribu kali pada mereka!! Karena kalau aku tidak memiliki teman seorangpun, papa pasti akan khawatir’kan? Aku tidak ingin membuat papa khawatir! Karena itu, papa sudah berbuat banyak--Dan juga berjuang sangat keras demi aku! Aku--AKU JUGA INGIN BERJUANG DEMI DIRIKU SENDIRI!!!
“.....[Tapi pasti!]”
“Dan, akan kubuktikan pada Ringo-chan dan yang lainnya--KALAU PAPA SAMA SEKALI TIDAK MEMBUANGKU!!! SAMA SEKALI TIDAK!!!!
“Bagiku--Papa adalah--Papa adalah--“
“.......[Putrimu...].”
“PAPA PALING KEREN DI SELURUH DUNIAAAA!!!!
“Dia sudah semakin melangkah maju...”
“[Akan kutunjukkan pada papa...Kalau aku sendiri, juga bisa merubah diriku!] Karena itu--meskipun pertunjukkan sudah berakhir-- Papa, tetap--“
Mihashi menghentikan ucapannya.
Ia memalingkan wajahnya dari kamera dan tersipu malu.
“??”
Tiba-tiba, Chiharu merasakan suatu perasaan aneh dari senyuman Mihashi.
“Apa yang akan dia lakukan...?”
Dengan wajah sedikit merah, Mihashi kembali menatap ke arah kamera.
Kemudian tersenyum manis,
“Lihat aku, ya!”
“..............”
Mihashi kemudian memejamkan mata, dengan kedua tangan merapat di dadanya.
Kemudian--
“ ‘Coba kau lihat’
“!?”
Chiharu tertegun.
Kedua matanya terbelalak kaget.
Tanpa ia sadari, tubuhnya sedikit mundur ke belakang beberapa senti.
Di langit malam yang gelap
Sebuah cahaya kecil nampak di tengah kegelapan yang menyelimuti

“...........[Lagu ini--!!?].”

Cahayanya sangat kecil
Namun mampu menerangi seluruh dunia

“[Papa, terima kasih].”

Sebuah cahaya kecil dari bintang di langit malam
Yang menyebarkan kebahagiaan

“.................[Ini lagu yang selalu dinyanyikan kedua orang tua kami setiap malam untuk kita berdua!].”

“ ‘Apa kau lihat?’
Cahaya keemasan yang terlihat seperti ‘glitter’ itu?

“[Selama ini, aku sama sekali tidak tahu kalau papa merasakan perasaan seperti itu ketika merawatku. Aku sendiri, tanpa mengerti tentang apa yang sebenarnya sudah aku lakukan--telah menyakiti perasaan papa tiap kalinya--]”

“ ‘Ucapkan sebuah permohanan’
‘Maka akan menjadi kenyataan’

“....................[Ini adalah...Lagu favorit Chiaki...].”

Hal yang selalu dikatakan oleh kedua orang tuaku padaku
Seperti sebuah dongeng di malam hari


“[Tapi meskipun begitu, aku bersyukur bisa memiliki orang tua seperti papa. Meskipun aku mungkin menjadi beban untuk papa, meskipun papa berulang kali ingin membuangku..Tapi pada akhirnya papa memilih untuk merawatku. Aku senang...Benar-benar senang...Aku jadi semakin paham, bahwa perasaan sayang papa padaku adalah sesuatu ‘yang nyata’, bukan hanya ilusi].”

Kakek mendoakan ‘Kesehatan untuk semuanya’
Nenek mendoakan ‘Kebahagiaan untuk semuanya’

“[Aku percaya, bahwa apapun yang terjadi, papa tidak akan meninggalkanku. Seperti yang dikatakan oleh Bibi Chiharu, ‘Papa tetap ada di sini memperhatikanku, meskipun aku tidak bisa melihat sosokmu’ Sama seperti yang papa katakan tentang mama bahwa mama akan selalu menjagaku dari surga].”

 Papa mendoakan ‘Supaya anak-anaknya tumbuh jadi anak yang baik’ “

“[Ngomong-ngomong tentang mama, saat festival tadi berlangsung, aku seperti melihat suara mama, memanggil dan berkata ke arahku untuk melompat ke pelukannya. Samar-samar juga aku bisa melihat bayangan mama. Mama masih cantik, rambutnya masih panjang. Tapi, ia memiliki sepasang sayap di punggungnya. Papa, apa itu berarti mama benar-benar menjadi malaikat dan melindungiku dari atas sana?]

“Mama mendoakan ‘Supaya anak-anaknya jadi lebih bertanggung jawab dan dewasa’ “

“[Tapi, begitu sadar, orang yang sedang kupeluk adalah Bibi Chiharu. Aneh, rasanya aku seperti merasakan kehangatan dan belaian lembut dari mama. Bibi Chiharu juga, dia orang yang baik. Meskipun kadang tidak mau bersikap jujur, tapi aku mulai menyukainya. Yah, meski kadang ia suka melarangku ini dan itu kemudian memarahiku, tapi ia juga selalu menyemangatiku dan melakukan semua yang ia bisa untukku. Menurutku, ia sebenarnya orang yang suka bekerja keras. Entah itu benar atau hanya persepsiku sendiri...].”

“Adik berdoa ‘Supaya mendapat mainan baru’

“[........Oh ya, ada yang ingin aku katakan tapi ini mungkin akan membuat papa sedikit merasa kecewa. Bagaimana kalau seandainya, ‘Aku ingin datang ke festival sekolah bersama Bibi Chiharu supaya ia bisa merekamku dan menunjukkannya pada papa’...Adalah bohong...? Bukan berarti aku tidak ingin papa melihatku. Aku sungguh ingin papa menonton pertunjukkanku. Tapi lebih di atas itu semua, aku ingin pergi bersama dengan Bibi Chiharu. Aku juga ingin jadi lebih dekat dengannya dan ingin mengenalnya lagi. Ia yang sekarang, mungkin masih belum bisa menerima keberadaanku di sisinya. Tapi, aku berpikir, apakah suatu saat nanti...Dia akan menerimaku? Dan mungkin...Ia akan mengijinkanku untuk memanggilnya ‘Mama’?............Yah, kurasa itu tidak mungkin. Ia pasti akan langsung berkata ‘Itu mengerikan!’, ha ha ha. Aku hanya bisa membayangkannya saja. Di liburan musim dingin kali ini, kita juga sama sekali tidak berlibur ke manapun. Aku tidak masalah dengan itu. Tapi setidaknya, aku ingin bisa berlibur bersama Bibi Chiharu dan membuat kenangan bersamanya. Apa suatu saat nanti...Aku bisa pergi berlibur dengannya dan berfoto bersama? Ah, aku sudah tidak sabar ingin mengisi album itu!].”

Banyak yang ingin aku katakan pada ribuan bintang di atas sana

“[Papa...Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin kukatakan pada ribuan bintang di atas sana].”

Banyak yang ingin aku minta pada ribuan bintang yang berkilau di atas sana

“[Ada banyak hal juga yang ingin aku minta pada ribuan bintang yang berkilauan di atas sana].”

Namun

“[Tapi...].”

Aku hanya menginginkan satu

“[Apakah sesuatu yang salah kalau aku hanya menginginkan satu...?].”    

Dari sekian banyak permohonan yang semua orang ucapkan”

 “[Aku ingin semuanya berakhir dengan baik].”

“Tidak akan gunanya kalau itu semua tidak terkabul pada akhirnya

“[Dengan papa, dengan mama...Dan--].”

Maka aku berdoa dari lubuk hatiku yang terdalam

“[Dengan Bibi Chiharu...].”

‘Semoga semua permohonan itu dikabulkan’

“[Terima kasih...Walaupun aku tidak bisa melihat papa dan mama, walau aku tidak bisa melihat sosokmu di sini, walau kita harus terpisah sangat jauh, tapi samar-samar aku bisa merasakan kehangatan dari kalian berdua, suara kalian yang seolah berkata ‘Kami baik-baik saja di sini’. Aku yakin, kalian akan selalu melihatku,kalian akan selalu menjagaku dari kejauhan...Dan kalian--].”
..............
......................................
.............................................................
“Akan selalu mencintaiku...Terima kasih, papa, mama...Benar-benar--Aku ucapkan rasa terima kasihku yang sedalam-dalamnya untuk kalian berdua!”
Mihashi berkata, kemudian membungkukkan tubuhnya, mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar untuk kedua orang tua yang sudah mau merawatnya selama ini, yang sudah membesarkannya seperti ini.
Melihat semua itu, Chiharu sedikit tersenyum, kemudian berjalan ke arah Mihashi dan meletakkan tangan di atas kepalanya dengan lembut.
“Udara sudah semakin dingin. Ayo, kita pulang.”
Mihashi menatap ke arahnya, kemudian membalasnya dengan sebuah senyuman manis.
“Ya, aku juga sudah merasa kedinginan!”
Dengan begitu, mereka berdua kembali berjalan di tengah dinginnya salju.
“Suara jangkrik yang merdu terdengar menggema sampai ke angkasa
Kembang api yang indah terbang dan menghilang di langit malam
Bulan September
Awal musim gugur yang penuh canda tawa”
Mihashi berjalan sedikit di depan sambil bersenandung kecil.
Sepertinya itu lagu yang seharusnya ia nyanyikan di festival tadi.
Yah, memang sayang sekali tidak jadi menyanyikannya...
“..........................”
Chiharu berjalan pelan di belakangnya.
Perlahan, ia mengangkat tangan kanannya.

“Tanganmu sangat hangat. Aku suka.”

“.......................”

“Hmm~ Hmm~~
Daun-daun berguguran
Berubah menjadi kecoklatan
Angin terasa lebih dingin dari musim sebelumnya
Tiap kali aku berbicara, aku bisa melihat embun keluar dari mulutku
Namun bersama dengan teman
Tertawa, bercanda bersama
Adalah sumber kehangatan yang sangat luar biasa--
Huh?”
Mihashi tertegun.
lagu yang ia nyanyikan tiba-tiba berhenti.
Ia bisa merasakan seseorang sedang menggenggam tangannya.
Ia menoleh ke belakang perlahan, hanya untuk melihat Chiharu yang sedang memegang tangannya.
Chiharu yang menyadari kalau ia, sudah tanpa sadar menggenggam tangan Mihashi, langsung memasang ekspresi kaget dan melepaskan genggamannya.
“Ti--Tidak--! A--Aku--!!”
Chiharu berusaha menjelaskan tindakannya dengan wajah merah karena malu.
Tetapi, daripada mendengar penjelasannya, Mihashi hanya tersenyum, lalu menggenggam tangan Chiharu.
“Sudah, aku paham! Ayo, kita pulang! Bintang itu akan menuntun kita!!”
Mihashi berkata, sambil berlari, menunjuk ke arah bintang berwarna keemasan yang bersinar di langit.
“Wa--Hey! Jangan menarik tanganku seperti itu! Akh, hey!! Pelan-pelan saja!”
“[Kalau seandainya ada yang bisa kuminta pada bintang di atas sana...].”
Sambil berlari mengikuti Mihashi yang menarik tangannya, Chiharu berkata dalam hati, sesekali melirik bintang yang bersinar di atas langit.
“Aha ha! Ayo, Bi! Salju sudah semakin turun! Kita harus cepat-cepat pulang!!”
“[Apa yang akan aku minta, ya...?].”
“Iya, aku paham itu! Tapi, lepaskan tanganku sekarang juga! Hey, anak kecil!!”
“[Aku tidak tahu, apa yang aku inginkan saat ini...].”
“Huuu! Bibi Chiharu lemot sih!! Sudah tua!”
“[Tapi, apa mungkin suatu saat nanti...].”
“Apa kau bilang!!? Aku masih 20 tahunan tahu!”
“[Aku bisa tahu apa yang paling aku inginkan, dalam hidupku yang singkat ini...].”

“..........................”
Tanpa mereka sadari, seseorang memperhatikan mereka berdua dari balik kegelapan.
Ia berambut pendek dan mengenakan jaket tebal  berwarna hijau tua serta sebuah syal berwarna merah.
“.........Sudah lama sekali...Aku tidak mendengar lagu itu...”
Orang itu berkata dengan suara pelan.
Perlahan, ia menyandarkan dirinya pada dinding.

“Bibi, bagaimana penampilanku? Apa aku sudah terlihat cantik dengan gaun ini?”

“Kau terlihat sangat manis pada saat itu. Aku bahkan sampai tidak mengenalimu lagi...”
Kemudian ia jatuh terduduk.

“Selama ini mungkin aku kira kalau aku dekat dengan papa. Baru sekarang aku menyadari kalau aku sama sekali tidak tahu apa yang papa rasakan dan pikirkan tentang aku. Aku tahu papa sayang padaku. Tapi di saat yang bersamaan, aku sama sekali tidak tahu kalau papa juga merasa sedih dan terluka, ketika bersama denganku dan karena harus merawatku yang ‘tidak bisa lepas’ dari papa. Karena itu--“

“.......................”
Tanpa ia sadari, air mata mulai mengalir dari wajahnya.

“Aku akan berusaha sebisaku, untuk bersikap baik dan tidak merepotkan semuanya!! Aku akan berusaha untuk mengontrol diri dan emosiku!! Aku akan menunjukkan pada papa kalau aku bisa hidup normal seperti anak-anak kebanyakan! Seperti yang papa inginkan!”

“......................”

“Dan, akan kubuktikan pada Ringo-chan dan yang lainnya--KALAU PAPA SAMA SEKALI TIDAK MEMBUANGKU!!! SAMA SEKALI TIDAK!!!!

“......................”

“Bagiku--Papa adalah--Papa adalah--“
“PAPA PALING KEREN DI SELURUH DUNIAAAA!!!!

“..........................”

“Karena itu--meskipun pertunjukkan sudah berakhir-- Papa, tetap--“
“Lihat aku, ya!”

“Ya, ya!! Aku--Aku akan selalu melihatmu...Aku akan selalu--“
..........................
..........................................
..............................................................
“Mencintaimu...Mihashi...”

 Walau aku tidak bisa melihat sosokmu di sini, walau kita harus terpisah sangat jauh, tapi samar-samar aku bisa merasakan kehangatan dari dirimu, suaramu yang seolah berkata ‘Aku baik-baik saja di sini’. Aku yakin kau akan selalu melihatku,kau akan selalu menjagaku dari kejauhan...Dan kau--
Akan selalu mencintaiku...
***-***

A/N : Hai, minna XDD

Maaf ya, chapternya aku tambahin. Aku pisah yang ch 8 itu jadi 2 , jadi nambah ch 9, sama ada prologue sama epiloguenya :)

Sankyuu!!

Visit :  Ngomik
       
          DA
Author, 
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar