Read : Prologue
Chapter 1
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Epilogue
* Read Another Stories :
MIHASHI
- Chapter 2 -
Namanya Mihashi
Chiharu
menyalakan lampu untuk membuat ruangan terlihat lebih terang.
“Ah, maaf kalau
berantakan. Aku tinggal sendiri jadi...”
“Tidak apa-apa.
Aku suka tempat ini.”
Chiharu tertegun
dengan jawaban gadis kecil itu.
Ia memalingkan
kepalanya dan berkata ‘Yang benar saja’ dengan suara pelan agar anak itu tidak
mendengarnya.
Rumah Chiharu
memang sangat kecil.
Hanya terdiri
atas satu lantai dengan satu ruangan untuk tempat tidur, kamar mandi dan dapur
yang kecil juga berantakan serta sebuah ruang tamu yang mungkin hanya muat
untuk 2 sampai 3 orang saja.
Chiharu melepas
sepatunya kemudian berjalan masuk, meninggalkan Mihashi yang berusaha
melepaskan sepatunya sendiri.
Ia sangat
mandiri.
Dan sepertinya
juga sangat dewasa.
Buktinya ia bisa
dengan cepat menerima kenyataan bahwa ayahnya sendiri telah membuangnya dan
menitipkannya pada Chiharu.
Tidak ada
komplain ataupun air mata yang menetes dari mata Mihashi.
Chiharu
memperhatikan Mihashi dengan seksama.
Biasanya
anak-anak akan merengek ketika orang tua mereka meninggalkan mereka sendirian.
Tapi tidak
dengan dia.
Apa yang sebenarnya
dia pikirkan?
Apa yang
sebenarnya dia rasakan?
Saat itulah ia
menyadari kalau ia sama sekali tidak bisa membaca apa yang dipikirkan oleh anak
itu.
Beberapa saat
kemudian, Mihashi berlari masuk dan berjalan ke arah Chiharu.
“Aku sudah
melepas sepatuku.”
“Ya...Terus?”
Jawabnya dingin.
“Aku ingin kau
memujiku.”
Katanya polos.
“Hah?!”
Memujinya hanya
karena ia melepas sepatunya sendiri?
Tidakkah itu
terlalu berlebihan.
“Ugh...Tapi,
maaf, aku tidak akan memuji seseorang hanya karena dia melepas sepatunya
sendiri...” Jawab Chiharu sambil melihat ke langit-langit rumahnya.
“....................”
Mihashi yang
dari tadi menatap Chiharu yang kini tidak lagi menatapnya, menundukkan kepala
perlahan dengan wajah sedih.
Chiharu sedikit
melirik ke bawah.
“[Ekspresi gadis ini tidak bisa membuatku
tenang].”
Ia menghela
nafas kemudian dengan perlahan, ia menundukkan tubuhnya.
Matanya
bertatapan dengan wajah Mihashi yang hampir basah karena air mata.
“[Jangan menangis karena hal seperti ini
dong!!]”
Batin Chiharu sambil
meletakkan tangannya di atas kepala Mihashi dengan lembut.
Ia mengusap
kepala gadis berambut coklat itu, kemudian berkata,
“Mihashi-chan,
kau pintar. Bibi bangga padamu.”
Chiharu
mengatakan itu dengan senyuman yang dibuat-buat.
Yah...Setidaknya
gadis itu akan merasa senang dan tidak membanjiri lantai rumahnya dengan air
matanya.
Sesuai dengan
yang diperkirakan oleh Chiharu, wajah Mihashi perlahan-lahan terlihat lebih
cerah.
Ia tersenyum dan
mengangguk dengan mantap.
“Hm! Mihashi
memang anak pintar, he he he.”
“[Yah...Sebenarnya kau tidak sepintar itu. Aku
mengatakannya hanya supaya kau senang. Jadi, jangan besar kepala dulu, dasar
anak kecil].”
Setelah membuat
Mihashi merasa senang, Chiharu kembali berdiri dan berjan menuju dapur.
“Etto...Apa yang bisa dimakan, ya...?
Hm...”
Katanya sambil melihat-lihat isi kulkasnya.
Ia kemudian
teringat akan uang yang diberikan oleh Chiaki kepadanya dan merogoh sakunya.
“Aha, benar
juga. Aku sekarang sudah punya uang banyak. Aku bisa membeli makanan apapun
yang aku mau dan juga makan di restoran terkenal yang hanya mampu didatangi
oleh orang-orang kaya. Hm? Persediaan minuman kerasku juga sudah mulai habis.
Apa lebih baik aku beli yang baru, ya? Hm! Itu pasti ide yang sangat bagus.”
Chiharu
tersenyum bahagia, tapi senyuman itu lenyap begitu ia tidak sengaja melihat
Mihashi yang sedang duduk dengan santainya di ruang tamu.
Ia menutup
kulkasnya.
“Oh ya, anak itu
lebih baik kuberi makan apa, ya?”
Chiharu berpikir
sesaat.
Ia lalu
melihat sebungkus mie instan di meja
dapur.
“Lebih baik ini kuberikan untuknya.”
Chiharu
mengeluarkan mie instan itu dari bungkusnya kemudian membuang bungkusnya ke
lantai begitu saja.
Ia lalu
menyiapkan panci dan air untuk memasak mie instan tersebut.
“Selama ini, aku
sering sekali makan dengan menggunakan mie instan. Karena kau tidak mampur
membeli bahan makanan lain yang bisa kumakan. Sekarang, coba kita lihat Chiaki,
apa putrimu ini adalah tuan putri manja yang tidak bisa makan makanan murah
sepertimu?”
Beberapa menit
kemudian, mie instan itu telah siap.
Sesekali Chihaur
melirik ke arah ruang tamu, melhat apa yang dilakukan oleh gadis itu.
Ia tidak
melakukan hal lain keduali hanya duduk-duduk sambil melihat ke sana-kemari.
“[Tapi, ingat. Jangan kotori rumahku dan
sentuh apapun!].”
DEG!!
Tiba-tiba
Chiharu tertegun.
Apa mungkin ia
bersikap tenang seperti itu...
Karena
perkataannya saat itu?
“......................”
Chiharu juga
sebenarnya tidak berniat menyuruh Mihashi untuk duduk diam tanpa melakukan
apapun.
Bagaimanapun
juga dia adalah anak kecil yang tidak bisa diam dan akan cepat bosan.
Sekali lagi,
Chiharu menghela nafasnya kemudian segera menyajikan mie itu supaya Mihashi
bisa cepat makan dan pergi tidur.
Ia berjalan
perlahan ke arahnya dan meletakkan mie yang masih panas itu di atas meja.
Ia menatap
Mihashi dingin.
“Kau makanlah
ini. Hanya ini yang aku punya. Jadi,
jangan minta yang macam-macam. Ingat itu?”
Mihashi
memperhatikan ekspresi tidak suka di wajah Chiharu.
Tapi bukannya
ketakutan, ia membalasnya dengan senyuman manis.
“Iya.”
Ia berkata singkat yang langsung membuat
Chiharu tertegun.
“[Anak ini...]”
Chiharu
memperhatikan Mihashi yang makan dengan lahapnya kemudian duduk di sampingnya.
Tidak seperti
yang ada dipikiran Chiharu bahwa Mihashi akan menolak makanan yang ia berikan.
“Tidak, aku tidak mau makan-makanan murah
seperti ini! Cepat, berikan aku steak, pizza atau hambuger!!”
Mihashi justru
menyantap makanan murah itu dengan perasaan bahagia.
Terlihat dari
senyuman yang mengembang di wajahnya.
“Hey, kau...”
Mihashi berhenti
memakan mie itu, kemudian menatap Chiharu.
“Aku?”
“Iya, siapa lagi
kalau bukan kau yang kuajak bicara di rumah sempit ini.”
“Oh.”
“..........Apa
kau benar-benar mau makan mie instan ini atau--“
“Ya, aku suka
mie. Papa juga suka, makanya aku suka.”
Jawab Mihashi,
menyela pertanyaan Chiharu yang belum selesai.
Chiharu terdiam
kemudian sedikit tersenyum.
“[Jadi begitu...Sepertinya dia sangat
menyayangi Chiaki...Ayah yang sudah membuangnya...].”
Selama beberapa
saat, Chiharu memperhatikan Mihashi.
“[Namanya Mihashi. Dia gadis yang baik, manis
dan juga sangat penurut. Ia juga mandiri dan juga dewasa, serta menerima semua
apa adanya dan tidak meminta lebih].”
“[Tapi...].”
“[Kenapa Chiaki justru membuangnya seperti
ini...?].”
“Haaah...Sudahlah,
itu juga bukan urusanku.”
Ia kemudian
berkata pelan kemudian bangkit berdiri sambil menggaruk rambutnya yang sedikit
panjang.
Ia berjalan
perlahan keluar dari ruang tamu dan meninggalkan Mihashi sendirian.
“Ah, ya.”
Chiharu berbalik
dan berkata pada Mihashi,
“Aku mau keluar
dulu. Mungkin pulang agak malam. Setelah makan, kau harus tidur. Mengerti?”
“Ya, Bibi
Chiharu.”
Jawabnya.
“Hm, baguslah.
Dia memang anak yang baik.” Chiharu berkata pelan kemudian segera melangkah
keluar rumah.
***-***
“Aaah!!!
Senangnya!”
Sekarang pukul
22.43 P.M...
Bahkan setelah
selarut ini, masih banyak yang dilakukan oleh orang-orang di luar rumah seperti
pesta atau sekedar jalan-jalan dan menghabiskan malam yang panjang.
Lampu-lampu kota
menerangi pada pejalan kaki dan membuat suasana yang seharusnya gelap jadi
lebih terang dan juga indah.
Sambil
meletakkan gelas untuk meminum minuman keras itu ke meja dengan keras, Chiharu
tertawa bahagia.
Belum pernah ia
merasa sesenang ini sebelumnya.
“Aha ha ha, ini
benar-benar luar biasa! Banyak sekali yang bisa kudapatkan dengan uang ini!!
Sepertinya sangat menyenangkan bisa menjadi seorang ‘Chiaki’. Hmph, menjadi
‘Chiharu’ sangat menyebalkan.”
Ia berkata
kemudian kembali menuang minuman itu ke gelasnya.
“Fuuh...Tapi,
ini justru jauh lebih menyenangkan daripada harus menjadi ‘Chiaki’ yang gila
kerja itu. Bisa mendapat uang tanpa harus melakukan pekerjaan besar yang keras,
itu baru namanya hebat! Aku sekarang baru merasakan senangnya menjadi seorang
‘Chiharu’. Hanya dengan menjaga anak tidak penting itu, aku bisa mendapatkan
uang sebanyak ini!!! Aha ha ha ha!!!”
Sekali lagi, ia
meminum minuman keras yang ada di gelasnya dan berpesta sepanjang malam.
Setelah puas
berpesta ria, ia pergi ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan dan juga
membeli beberapa botol minuman keras.
Ia lalu kembali
berjalan dan bermaksud untuk segera pulang karena ia sudah sangat lelah dan
mengantuk.
Jalanan terasa
sangat sepi dan juga dingin.
“Haaah...Aku
harus cepat-cepat pulang dan segera tidur. Nggh...Hari ini benar-benar melelahkan...”
“[Apa anak itu sudah tidur, ya?].”
“Ah!!”
Chiharu
tiba-tiba tertegun.
Ia lalu
menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.
“Apa yang baru
saja aku pikirkan!? Apa kau baru saja mengkhawatirka anak itu? Yang benar
saja!” Gerutunya sambil menendang sebuah batu kecil di pinggir jalan dengan
keras.
Batu itu
memantul beberapa kali di atas tanah, sebelum akhirnya berhenti.
“..........................”
“‘Chiaki’ yang gila kerja itu.”
“.....................Apa
karena itu...?”
Chiharu berkata
pelan tidak kepada siapapun.
“Karena itu ia
meninggalkan Mihashi dan menyuruhku untuk merawatnya...”
“.....................................”
Untuk beberapa
saat, Chiharu terdiam.
“Apa itu...”
“Apa itu...!?”
“APA-APAAN ALASAN BODOH DAN TIDAK MASUK AKAL ITU!!!!?”
Chiharu
berteriak sekuat tenaga.
Suaranya bergema
di jalanan yang sepi.
Ia berusaha
mengatur nafasnya.
“Haah...Hah...Hanya
karena ia sibuk dengan pekerjaannya...Ia jadi...”
Chiaki yang
memang selalu sibuk dengan pekerjaannya setiap saat, memang tidak mungkin memiliki
waktu yang cukup untuk merawat maupun menjaga Mihashi.
Ia tidak bisa
percaya menitipkan Mihashi pada pembantu ataupun menyewa seorang baby sitter,
makanya ia menitipkan Mihashi pada Chiharu, adiknya sendiri.
Meskipun
hubungan mereka tidak baik, tapi Chiaki tetap mempercayai Chiharu dengan
sepenuh hati, berharap bahwa ia bisa merawat Mihashi dengan baik
menggantikannya.
Tapi...
Tapi...!
“Tapi bukan itu
masalahnya!!!!!!”
Ya, bukan itu
masalahnya.
Chiharu memang
tidak bisa berkomentar apapun tentang ini.
Karena mau
dilihat dari sisi manapun, ia bukanlah sosok wanita yang baik yang mampu
membesarkan seorang anak sendirian.
Tapi meskipun
begitu...
Ia tetaplah
manusia yang bisa merasakan kekejaman perasaan dari seorang ayah yang
meninggalkan putrinya hanya karena pekerjaannya.
Sejak kecil
Chiharu tidak pernah mendapat perhatian dari kedua orang tuanya.
Hal itu
membuatnya tumbuh membenci kakaknya yang selalu mendapat semua perhatian yang
ia inginkan.
Kedua orang
tuanya selalu sibuk seolah tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain
bekerja dan bekerja.
Tapi, mereka
tetap bisa memberi perhatian pada Chiaki.
Mereka tetap
bisa memberi apapun yang dia inginkan.
Kalau begitu...
“Kalau begitu
kenapa Chiaki tidak bisa bersikap seperti orang tua kita dulu!!!?”
Sesibuk apapun
mereka, seorang orang tua yang baik tidak akan pernah meninggalkan anak
kandungnya seorang diri.
Apa itu artinya
Chiaki bukanlah orang tua yang baik?
“Tidak...Dia
orang tua yang baik...”
Meskipun Chiaki
telah berbuat sesuatu yang sangat kejam dan tak masuk akal, tapi dia bisa
melihat kelembutan dan kasih sayang pada saat tangan pria itu mengelus kepala
Mihashi dengan lembut.
Chiaki juga
terlihat peduli dan sangat sayang pada Mihashi.
Terlihat
kesedihan yang amat sangat dari matanya saat harus meninggalkan putrinya
bersama Chiharu.
Kalau begitu
hanya ada satu pertanyaan...
“Kenapa dia
melakukannya...?”
Kenapa dia
melakukannya?
Kenapa ia
meninggalkan putri yang sangat ia sayangi dan cintai sepenuh hati...
Seorang diri
seperti itu...?
Namanya Mihashi.
Dia adalah gadis
yang baik dan juga penurut.
Dia juga
terlihat dewasa dan tidak menuntut macam-macam.
Lalu, apa alasan
dia meninggalkannya?
Apa alasan dia
meninggalkan putrinya yang selalu bersikap baik itu?
Tidak ada.
Sama sekali
tidak ada alasan yang jelas kenapa Chiaki menitipkan Mihashi kepadanya.
“Ah...Sudahlah,
kepalaku sudah pusing. Lebih baik aku pulang saja.”
Chiharu akhirnya
kembali berjalan sambil sesekali memegangi kepalanya yang pusing akibat terlalu
banyak minum dan akhirnya sampai di rumahnya dengan selamat.
“Hm?”
Chiharu tidak
sengaja mengalihkan pandangannya ke arah tempat sampah di rumahnya.
Beberapa kantong
sampah palastik berwarna putih terlihat di sana.
“Apa-apaan ini?!
Siapa yang seenaknya membuang sampahnya di tempat sampahku!??”
Gerutunya kesal.
Itu karena
Chiharu jarang sekali membersihkan rumahnya sehingga hampir seisi rumahnya
penuh dengan sampah-sampah yang berserakan.
Jadi, akan
terasa aneh kalau tempat sampah yang biasanya kosong itu, sekarang ada isinya.
“Ah, besok pagi
saja kucari tahu siapa yang melakukannya.”
Ia membuka pintu
perlahan.
Lampu sudah
dimatikan sehingga keadaaan menjadi sangat gelap.
“[Lampunya mati...Apa dia sudah tidur, ya?]”
Sambil berjalan
perlahan, Chiharu yang tidak ingin membangunkan Mihashi, membuka pintu kamar
yang biasanya ia pakai, kemudian sedikit mengintip.
Di sana,
terbaring Mihashi yang tertidur dengan nyenyaknya.
Futon tua itu cukup nyaman bagi Mihashi.
Dengan selimut
tebal yang menyelimuti tubuhnya, menjaganya dari udara musim dingin.
Wajahnya
terlihat polos, seperti seorang malaikat kecil yang jatuh dari surga.
Ketika melihat
Mihashi tertidur, ia sedikit tersenyum.
“Anak
itu...Manis juga ketika sedang tertidur.”
Dan menutup
kembali pintu kamar tersebut.
Ia berjalan
perlahan menuju ke ruang tamu kemudian duduk dan memasukkan kainya yang
kedinginan ke dalam kotatsu supaya
lebih hangat.
Ketika ia ingin
memejamkan mata, pandangannya tiba-tiba tertuju ke arah dapur yang jaraknya
sangat dekat dengan ruang tamunya.
Ia melihat ke
bawah.
Ia sedikit
tertegun ketika ia tidak lagi mendapati bungkus mie instan yang ia buang begitu
saja di atas lantai dapur tadi.
Chiharu juga
baru sadar bahwa rumahnya terlihat sedikit bersih, tanpa adanya sampah-sampah
itu.
Mungkin karena
suasananya yang gelap ia jadi tidak bisa melihat ke sekeliling dengan jelas,
dan tidak menyadari kalau rumahnya sudah terbebas dari sampah-sampah yang
menumpuk itu.
Tapi,
Siapa yang
melakukannya...?
“Ah...Tidak
mungkin...”
Chiharu berkata
pelan.
Kemudian ia
sedikit menoleh ke arah kamar Mihashi.
“Tidak
mungkin’kan...Anak itu yang melakukan semua ini...? Tapi...Kenapa...?”
“Tanganmu sangat hangat. Aku suka.”
“!!!”
Ia tertegun.
Perlahan, ia
mengangat sebelah tangannya.
Tangan itu, yang
waktu itu digenggam oleh Mihashi.
Ia terdiam
kemudian tersenyum
Chiharu
mendekatkan tangannya ke dadanya.
Ia bisa
merasakan kehangatan perasaaan Mihashi.
Chiharu menghela
nafas kemudian meletakkan kepalanya ke atas meja berbentuk lingkaran itu.
“Haah...Mungkin...Dia...Memang
benar-benar anak yang baik...”
Sambil berkata
seperti itu, ia memejamkan mata perlahan dan tersenyum.
“Selamat malam.”
Kemudian
tertidur...
“TIDAAAAAAK!!!!!!!”
DEG
!!
“Apa itu!!?”
Chiharu
berteriak dengan keras sambil bangkit berdiri.
Ketika ia baru
saja ingin menutup matanya dan pergi tidur, sebuah suara yang sangat keras
mengaggetkannya.
Ia berusaha
melihat ke sekeliling, berusaha menemukan asal suara yang tiba-tiba itu.
“TIDAAAK!!! PAPAAAA!!!!!!”
“!!!! [Papa...?].”
Chiharu yang
masih belum paham tentang situasi yang terjadi, segera berlari dengan kencang
ke tempat yang ia tuju.
Ia membuka pintu
tersebut dengan keras dan--
“Mihashi-chan!!!?”
“A--A--“
“..................”
Chiharu terdiam
seolah tidak mampu berkata apapun.
Bola matanya
melebar melihat kejadian ini.
Di sana, di tengah
kegelapan yang menyelimuti ruangan...
Mihashi sedang
terduduk, sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya.
Ekspresinya
terlihat sangat menderita...Sangat tersiksa...
Air mata yang
dari tadi tidak nampak, tiba-tiba mengalir dengan derasnya.
“Papa...Papa, di
mana kau...? PAPA!!”
Chiharu berjalan
perlahan mendekati Mihashi yang terlihat sangat ketakutan.
Kenapa ia
memanggil ayahnya?
Bukannya ayahnya
sudah meninggalkannya begitu saja...?
Perlahan, ia
mendekatkan tangannya ke arah gadis itu.
“Mihashi-chan,
ada a--“
“JANGAN SENTUH AKU!!!!!!!!”
“!!!!!!”
“Papa...Papa di
mana...? Kenapa papa meninggalkan Mi--Mihashi sendirian...Hiks...? Apa karena
Mihashi anak yang nakal...? Papa, Mihashi janji tidak akan nakal lagi...Karena
itu...Papa, kembalilah...Mihashi akan jadi anak yang baik dan menuruti semua
perkataan papa...Tolong, Mihashi takut!!! MIHASHI TIDAK INGIN BERPISAH DARI
PAPA!!!!!”
.................
....................................
............................................................
“...........Apa...”
“..........Yang
sebenarnya terjadi di sini...?”
***-***
A/N : Ohoho hai minna XDD
Mihashi ch-2 :)
pada akhirnya, cerita ini sudah sampai 200 halaman...//aku ga ngerti kenapa cerita yang aslinya one-shot, bisa jadi sepanjang ini//mungkin karena kebanyakan dialog kali ya??
Lalu perubahan sikap Mihashi yang sebelumnya normal-normal aja...tiba-tiba jadi aneh gitu...
Hmm...Ada apa, ya??
Di next chap- mungkin ada penjelasannya
Oke, sekali lagi, makasih ya!
Next Chapter :
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar