Rabu, 01 Oktober 2014

Story : Mihashi Chapter 2

Story : Mihashi Chapter 2

Read : Prologue

            Chapter 1

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 5

            Chapter 6 

           Chapter 7

            Chapter 8

             Chapter 9

            Chapter 10

              Epilogue

* Read Another Stories :





 MIHASHI
- Chapter 2 -
Namanya Mihashi

Chiharu menyalakan lampu untuk membuat ruangan terlihat lebih terang.
“Ah, maaf kalau berantakan. Aku tinggal sendiri jadi...”
“Tidak apa-apa. Aku suka tempat ini.”
Chiharu tertegun dengan jawaban gadis kecil itu.
Ia memalingkan kepalanya dan berkata ‘Yang benar saja’ dengan suara pelan agar anak itu tidak mendengarnya.
Rumah Chiharu memang sangat kecil.
Hanya terdiri atas satu lantai dengan satu ruangan untuk tempat tidur, kamar mandi dan dapur yang kecil juga berantakan serta sebuah ruang tamu yang mungkin hanya muat untuk 2 sampai 3 orang saja.
Chiharu melepas sepatunya kemudian berjalan masuk, meninggalkan Mihashi yang berusaha melepaskan sepatunya sendiri.
Ia sangat mandiri.
Dan sepertinya juga sangat dewasa.
Buktinya ia bisa dengan cepat menerima kenyataan bahwa ayahnya sendiri telah membuangnya dan menitipkannya pada Chiharu.
Tidak ada komplain ataupun air mata yang menetes dari mata Mihashi.
Chiharu memperhatikan Mihashi dengan seksama.
Biasanya anak-anak akan merengek ketika orang tua mereka meninggalkan mereka sendirian.
Tapi tidak dengan dia.
Apa yang sebenarnya dia pikirkan?
Apa yang sebenarnya dia rasakan?
Saat itulah ia menyadari kalau ia sama sekali tidak bisa membaca apa yang dipikirkan oleh anak itu.
Beberapa saat kemudian, Mihashi berlari masuk dan berjalan ke arah Chiharu.
“Aku sudah melepas sepatuku.”
“Ya...Terus?”
Jawabnya dingin.
“Aku ingin kau memujiku.”
 Katanya polos.
“Hah?!”
Memujinya hanya karena ia melepas sepatunya sendiri?
Tidakkah itu terlalu berlebihan.
“Ugh...Tapi, maaf, aku tidak akan memuji seseorang hanya karena dia melepas sepatunya sendiri...” Jawab Chiharu sambil melihat ke langit-langit rumahnya.
“....................”
Mihashi yang dari tadi menatap Chiharu yang kini tidak lagi menatapnya, menundukkan kepala perlahan dengan wajah sedih.
Chiharu sedikit melirik ke bawah.
“[Ekspresi gadis ini tidak bisa membuatku tenang].”
Ia menghela nafas kemudian dengan perlahan, ia menundukkan tubuhnya.
Matanya bertatapan dengan wajah Mihashi yang hampir basah karena air mata.
“[Jangan menangis karena hal seperti ini dong!!]”
Batin Chiharu sambil meletakkan tangannya di atas kepala Mihashi dengan lembut.
Ia mengusap kepala gadis berambut coklat itu, kemudian berkata,
“Mihashi-chan, kau pintar. Bibi bangga padamu.”
Chiharu mengatakan itu dengan senyuman yang dibuat-buat.
Yah...Setidaknya gadis itu akan merasa senang dan tidak membanjiri lantai rumahnya dengan air matanya.
Sesuai dengan yang diperkirakan oleh Chiharu, wajah Mihashi perlahan-lahan terlihat lebih cerah.
Ia tersenyum dan mengangguk dengan mantap.
“Hm! Mihashi memang anak pintar, he he he.”
“[Yah...Sebenarnya kau tidak sepintar itu. Aku mengatakannya hanya supaya kau senang. Jadi, jangan besar kepala dulu, dasar anak kecil].”
Setelah membuat Mihashi merasa senang, Chiharu kembali berdiri dan berjan menuju dapur.
Etto...Apa yang bisa dimakan, ya...? Hm...”
 Katanya sambil melihat-lihat isi kulkasnya.
Ia kemudian teringat akan uang yang diberikan oleh Chiaki kepadanya dan merogoh sakunya.
“Aha, benar juga. Aku sekarang sudah punya uang banyak. Aku bisa membeli makanan apapun yang aku mau dan juga makan di restoran terkenal yang hanya mampu didatangi oleh orang-orang kaya. Hm? Persediaan minuman kerasku juga sudah mulai habis. Apa lebih baik aku beli yang baru, ya? Hm! Itu pasti ide yang sangat bagus.”
Chiharu tersenyum bahagia, tapi senyuman itu lenyap begitu ia tidak sengaja melihat Mihashi yang sedang duduk dengan santainya di ruang tamu.
Ia menutup kulkasnya.
“Oh ya, anak itu lebih baik kuberi makan apa, ya?”
Chiharu berpikir sesaat.
Ia lalu melihat  sebungkus mie instan di meja dapur.
 “Lebih baik ini kuberikan untuknya.”
Chiharu mengeluarkan mie instan itu dari bungkusnya kemudian membuang bungkusnya ke lantai begitu saja.
Ia lalu menyiapkan panci dan air untuk memasak mie instan tersebut.
“Selama ini, aku sering sekali makan dengan menggunakan mie instan. Karena kau tidak mampur membeli bahan makanan lain yang bisa kumakan. Sekarang, coba kita lihat Chiaki, apa putrimu ini adalah tuan putri manja yang tidak bisa makan makanan murah sepertimu?”
Beberapa menit kemudian, mie instan itu telah siap.
Sesekali Chihaur melirik ke arah ruang tamu, melhat apa yang dilakukan oleh gadis itu.
Ia tidak melakukan hal lain keduali hanya duduk-duduk sambil melihat ke sana-kemari.

“[Tapi, ingat. Jangan kotori rumahku dan sentuh apapun!].”

DEG!!

Tiba-tiba Chiharu tertegun.
Apa mungkin ia bersikap tenang seperti itu...
Karena perkataannya saat itu?
“......................”
Chiharu juga sebenarnya tidak berniat menyuruh Mihashi untuk duduk diam tanpa melakukan apapun.
Bagaimanapun juga dia adalah anak kecil yang tidak bisa diam dan akan cepat bosan.
Sekali lagi, Chiharu menghela nafasnya kemudian segera menyajikan mie itu supaya Mihashi bisa cepat makan dan pergi tidur.
Ia berjalan perlahan ke arahnya dan meletakkan mie yang masih panas itu di atas meja.
Ia menatap Mihashi dingin.
“Kau makanlah ini. Hanya ini  yang aku punya. Jadi, jangan minta yang macam-macam. Ingat itu?”
Mihashi memperhatikan ekspresi tidak suka di wajah Chiharu.
Tapi bukannya ketakutan, ia membalasnya dengan senyuman manis.
“Iya.”
 Ia berkata singkat yang langsung membuat Chiharu tertegun.
“[Anak ini...]”
Chiharu memperhatikan Mihashi yang makan dengan lahapnya kemudian duduk di sampingnya.
Tidak seperti yang ada dipikiran Chiharu bahwa Mihashi akan menolak makanan yang ia berikan.

“Tidak, aku tidak mau makan-makanan murah seperti ini! Cepat, berikan aku steak, pizza atau hambuger!!”

Mihashi justru menyantap makanan murah itu dengan perasaan bahagia.
Terlihat dari senyuman yang mengembang di wajahnya.
“Hey, kau...”
Mihashi berhenti memakan mie itu, kemudian menatap Chiharu.
“Aku?”
“Iya, siapa lagi kalau bukan kau yang kuajak bicara di rumah sempit ini.”
“Oh.”
“..........Apa kau benar-benar mau makan mie instan ini atau--“
“Ya, aku suka mie. Papa juga suka, makanya aku suka.”
Jawab Mihashi, menyela pertanyaan Chiharu yang belum selesai.
Chiharu terdiam kemudian sedikit tersenyum.
“[Jadi begitu...Sepertinya dia sangat menyayangi Chiaki...Ayah yang sudah membuangnya...].”
Selama beberapa saat, Chiharu memperhatikan Mihashi.
“[Namanya Mihashi. Dia gadis yang baik, manis dan juga sangat penurut. Ia juga mandiri dan juga dewasa, serta menerima semua apa adanya dan tidak meminta lebih].”
“[Tapi...].”
“[Kenapa Chiaki justru membuangnya seperti ini...?].”
“Haaah...Sudahlah, itu juga bukan urusanku.”
Ia kemudian berkata pelan kemudian bangkit berdiri sambil menggaruk rambutnya yang sedikit panjang.
Ia berjalan perlahan keluar dari ruang tamu dan meninggalkan Mihashi sendirian.
“Ah, ya.”
Chiharu berbalik dan berkata pada Mihashi,
“Aku mau keluar dulu. Mungkin pulang agak malam. Setelah makan, kau harus tidur. Mengerti?”
“Ya, Bibi Chiharu.”
 Jawabnya.
“Hm, baguslah. Dia memang anak yang baik.” Chiharu berkata pelan kemudian segera melangkah keluar rumah.
***-***
“Aaah!!! Senangnya!”
Sekarang pukul 22.43 P.M...
Bahkan setelah selarut ini, masih banyak yang dilakukan oleh orang-orang di luar rumah seperti pesta atau sekedar jalan-jalan dan menghabiskan malam yang panjang.
Lampu-lampu kota menerangi pada pejalan kaki dan membuat suasana yang seharusnya gelap jadi lebih terang dan juga indah.
Sambil meletakkan gelas untuk meminum minuman keras itu ke meja dengan keras, Chiharu tertawa bahagia.
Belum pernah ia merasa sesenang ini sebelumnya.
“Aha ha ha, ini benar-benar luar biasa! Banyak sekali yang bisa kudapatkan dengan uang ini!! Sepertinya sangat menyenangkan bisa menjadi seorang ‘Chiaki’. Hmph, menjadi ‘Chiharu’ sangat menyebalkan.”
Ia berkata kemudian kembali menuang minuman itu ke gelasnya.
“Fuuh...Tapi, ini justru jauh lebih menyenangkan daripada harus menjadi ‘Chiaki’ yang gila kerja itu. Bisa mendapat uang tanpa harus melakukan pekerjaan besar yang keras, itu baru namanya hebat! Aku sekarang baru merasakan senangnya menjadi seorang ‘Chiharu’. Hanya dengan menjaga anak tidak penting itu, aku bisa mendapatkan uang sebanyak ini!!! Aha ha ha ha!!!”
Sekali lagi, ia meminum minuman keras yang ada di gelasnya dan berpesta sepanjang malam.
Setelah puas berpesta ria, ia pergi ke supermarket untuk berbelanja bahan makanan dan juga membeli beberapa botol minuman keras.
Ia lalu kembali berjalan dan bermaksud untuk segera pulang karena ia sudah sangat lelah dan mengantuk.
Jalanan terasa sangat sepi dan juga dingin.
“Haaah...Aku harus cepat-cepat pulang dan segera tidur. Nggh...Hari ini benar-benar melelahkan...”
“[Apa anak itu sudah tidur, ya?].”
“Ah!!”
Chiharu tiba-tiba tertegun.
Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri.
“Apa yang baru saja aku pikirkan!? Apa kau baru saja mengkhawatirka anak itu? Yang benar saja!” Gerutunya sambil menendang sebuah batu kecil di pinggir jalan dengan keras.
Batu itu memantul beberapa kali di atas tanah, sebelum akhirnya berhenti.
“..........................”

“‘Chiaki’ yang gila kerja itu.”

“.....................Apa karena itu...?”
Chiharu berkata pelan tidak kepada siapapun.
“Karena itu ia meninggalkan Mihashi dan menyuruhku untuk merawatnya...”
“.....................................”
Untuk beberapa saat, Chiharu terdiam.
“Apa itu...”
“Apa itu...!?”
APA-APAAN ALASAN BODOH DAN TIDAK MASUK AKAL ITU!!!!?
Chiharu berteriak sekuat tenaga.
Suaranya bergema di jalanan yang sepi.
Ia berusaha mengatur nafasnya.
“Haah...Hah...Hanya karena ia sibuk dengan pekerjaannya...Ia jadi...”
Chiaki yang memang selalu sibuk dengan pekerjaannya setiap saat, memang tidak mungkin memiliki waktu yang cukup untuk merawat maupun menjaga Mihashi.
Ia tidak bisa percaya menitipkan Mihashi pada pembantu ataupun menyewa seorang baby sitter, makanya ia menitipkan Mihashi pada Chiharu, adiknya sendiri.
Meskipun hubungan mereka tidak baik, tapi Chiaki tetap mempercayai Chiharu dengan sepenuh hati, berharap bahwa ia bisa merawat Mihashi dengan baik menggantikannya.
Tapi...
Tapi...!
“Tapi bukan itu masalahnya!!!!!!”
Ya, bukan itu masalahnya.
Chiharu memang tidak bisa berkomentar apapun tentang ini.
Karena mau dilihat dari sisi manapun, ia bukanlah sosok wanita yang baik yang mampu membesarkan seorang anak sendirian.
Tapi meskipun begitu...
Ia tetaplah manusia yang bisa merasakan kekejaman perasaan dari seorang ayah yang meninggalkan putrinya hanya karena pekerjaannya.
Sejak kecil Chiharu tidak pernah mendapat perhatian dari kedua orang tuanya.
Hal itu membuatnya tumbuh membenci kakaknya yang selalu mendapat semua perhatian yang ia inginkan.
Kedua orang tuanya selalu sibuk seolah tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain bekerja dan bekerja.
Tapi, mereka tetap bisa memberi perhatian pada Chiaki.
Mereka tetap bisa memberi apapun yang dia inginkan.
Kalau begitu...
“Kalau begitu kenapa Chiaki tidak bisa bersikap seperti orang tua kita dulu!!!?”
Sesibuk apapun mereka, seorang orang tua yang baik tidak akan pernah meninggalkan anak kandungnya seorang diri.
Apa itu artinya Chiaki  bukanlah orang tua yang baik?
“Tidak...Dia orang tua yang baik...”
Meskipun Chiaki telah berbuat sesuatu yang sangat kejam dan tak masuk akal, tapi dia bisa melihat kelembutan dan kasih sayang pada saat tangan pria itu mengelus kepala Mihashi dengan lembut.
Chiaki juga terlihat peduli dan sangat sayang pada Mihashi.
Terlihat kesedihan yang amat sangat dari matanya saat harus meninggalkan putrinya bersama Chiharu.
Kalau begitu hanya ada satu pertanyaan...
“Kenapa dia melakukannya...?”
Kenapa dia melakukannya?
Kenapa ia meninggalkan putri yang sangat ia sayangi dan cintai sepenuh hati...
Seorang diri seperti itu...?
Namanya Mihashi.
Dia adalah gadis yang baik dan juga penurut.
Dia juga terlihat dewasa dan tidak menuntut macam-macam.
Lalu, apa alasan dia meninggalkannya?
Apa alasan dia meninggalkan putrinya yang selalu bersikap baik itu?
Tidak ada.
Sama sekali tidak ada alasan yang jelas kenapa Chiaki menitipkan Mihashi kepadanya.
“Ah...Sudahlah, kepalaku sudah pusing. Lebih baik aku pulang saja.”
Chiharu akhirnya kembali berjalan sambil sesekali memegangi kepalanya yang pusing akibat terlalu banyak minum dan akhirnya sampai di rumahnya dengan selamat.
“Hm?”
Chiharu tidak sengaja mengalihkan pandangannya ke arah tempat sampah di rumahnya.
Beberapa kantong sampah palastik berwarna putih terlihat di sana.
“Apa-apaan ini?! Siapa yang seenaknya membuang sampahnya di tempat sampahku!??”
 Gerutunya kesal.
Itu karena Chiharu jarang sekali membersihkan rumahnya sehingga hampir seisi rumahnya penuh dengan sampah-sampah yang berserakan.
Jadi, akan terasa aneh kalau tempat sampah yang biasanya kosong itu, sekarang ada isinya.
“Ah, besok pagi saja kucari tahu siapa yang melakukannya.”
Ia membuka pintu perlahan.
Lampu sudah dimatikan sehingga keadaaan menjadi sangat gelap.
“[Lampunya mati...Apa dia sudah tidur, ya?]”
Sambil berjalan perlahan, Chiharu yang tidak ingin membangunkan Mihashi, membuka pintu kamar yang biasanya ia pakai, kemudian sedikit mengintip.
Di sana, terbaring Mihashi yang tertidur dengan nyenyaknya.
Futon tua itu cukup nyaman bagi Mihashi.
Dengan selimut tebal yang menyelimuti tubuhnya, menjaganya dari udara musim dingin.
Wajahnya terlihat polos, seperti seorang malaikat kecil yang jatuh dari surga.
Ketika melihat Mihashi tertidur, ia sedikit tersenyum.
“Anak itu...Manis juga ketika sedang tertidur.”
Dan menutup kembali pintu kamar tersebut.
Ia berjalan perlahan menuju ke ruang tamu kemudian duduk dan memasukkan kainya yang kedinginan ke dalam kotatsu supaya lebih hangat.
Ketika ia ingin memejamkan mata, pandangannya tiba-tiba tertuju ke arah dapur yang jaraknya sangat dekat dengan ruang tamunya.
Ia melihat ke bawah.
Ia sedikit tertegun ketika ia tidak lagi mendapati bungkus mie instan yang ia buang begitu saja di atas lantai dapur tadi.
Chiharu juga baru sadar bahwa rumahnya terlihat sedikit bersih, tanpa adanya sampah-sampah itu.
Mungkin karena suasananya yang gelap ia jadi tidak bisa melihat ke sekeliling dengan jelas, dan tidak menyadari kalau rumahnya sudah terbebas dari sampah-sampah yang menumpuk itu.
Tapi,
Siapa yang melakukannya...?
“Ah...Tidak mungkin...”
Chiharu berkata pelan.
Kemudian ia sedikit menoleh ke arah kamar Mihashi.
“Tidak mungkin’kan...Anak itu yang melakukan semua ini...? Tapi...Kenapa...?”

“Tanganmu sangat hangat. Aku suka.”

“!!!”
Ia tertegun.
Perlahan, ia mengangat sebelah tangannya.
Tangan itu, yang waktu itu digenggam oleh Mihashi.
Ia terdiam kemudian tersenyum
Chiharu mendekatkan tangannya ke dadanya.
Ia bisa merasakan kehangatan perasaaan Mihashi.
Chiharu menghela nafas kemudian meletakkan kepalanya ke atas meja berbentuk lingkaran itu.
“Haah...Mungkin...Dia...Memang benar-benar anak yang baik...”
Sambil berkata seperti itu, ia memejamkan mata perlahan dan tersenyum.
“Selamat malam.”
Kemudian tertidur...

TIDAAAAAAK!!!!!!!

DEG
!!

“Apa itu!!?”
Chiharu berteriak dengan keras sambil bangkit berdiri.
Ketika ia baru saja ingin menutup matanya dan pergi tidur, sebuah suara yang sangat keras mengaggetkannya.
Ia berusaha melihat ke sekeliling, berusaha menemukan asal suara yang tiba-tiba itu.
TIDAAAK!!! PAPAAAA!!!!!!
“!!!! [Papa...?].”
Chiharu yang masih belum paham tentang situasi yang terjadi, segera berlari dengan kencang ke tempat yang ia tuju.
Ia membuka pintu tersebut dengan keras dan--
“Mihashi-chan!!!?”
“A--A--“
“..................”
Chiharu terdiam seolah tidak mampu berkata apapun.
Bola matanya melebar melihat kejadian ini.
Di sana, di tengah kegelapan yang menyelimuti ruangan...
Mihashi sedang terduduk, sambil memegangi kepala dengan kedua tangannya.
Ekspresinya terlihat sangat menderita...Sangat tersiksa...
Air mata yang dari tadi tidak nampak, tiba-tiba mengalir dengan derasnya.
“Papa...Papa, di mana kau...? PAPA!!
Chiharu berjalan perlahan mendekati Mihashi yang terlihat sangat ketakutan.
Kenapa ia memanggil ayahnya?
Bukannya ayahnya sudah meninggalkannya begitu saja...?
Perlahan, ia mendekatkan tangannya ke arah gadis itu.
“Mihashi-chan, ada a--“
JANGAN SENTUH AKU!!!!!!!!
“!!!!!!”
“Papa...Papa di mana...? Kenapa papa meninggalkan Mi--Mihashi sendirian...Hiks...? Apa karena Mihashi anak yang nakal...? Papa, Mihashi janji tidak akan nakal lagi...Karena itu...Papa, kembalilah...Mihashi akan jadi anak yang baik dan menuruti semua perkataan papa...Tolong, Mihashi takut!!! MIHASHI TIDAK INGIN BERPISAH DARI PAPA!!!!!
.................
....................................
............................................................
“...........Apa...”
“..........Yang sebenarnya terjadi di sini...?”
***-***

A/N : Ohoho hai minna XDD
Mihashi ch-2 :)
pada akhirnya, cerita ini sudah sampai 200 halaman...//aku ga ngerti kenapa cerita yang aslinya one-shot, bisa jadi sepanjang ini//mungkin karena kebanyakan dialog kali ya??
Lalu perubahan sikap Mihashi yang sebelumnya normal-normal aja...tiba-tiba jadi aneh gitu...
Hmm...Ada apa, ya??
Di next chap- mungkin ada penjelasannya

Terakhir, aku cuma mau makasih aja buat yang udah mau baca ceritaku. Mungkin masih banyak typo atau ceritanya masih datar//waktu bikin cerita ini, aku berusaha keras supaya feel-nya bisa masuk...Tapi kayaknya ga deh...

Oke, sekali lagi, makasih ya!

Next Chapter :


 Author,
 Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar