Jumat, 07 November 2014

Story : Mihashi Chapter 8

Story : Mihashi Chapter 8


*Read :
            Prologue

            Chapter 1

            Chapter 2

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 5

            Chapter 6

            Chapter 7

            Chapter 9

            Chapter 10

            Epilogue




MIHASHI
- Chapter 8 -
Putriku Tersayang, Mihashi

“Mama, mama!”
“Ya, ada apa Mihashi?”
“Hari ini Mihashi akan tampil! Pastikan mama melihat penampilan Mihashi nanti, ya!”
“Sudah pasti mama akan melihatnya. Mama juga sudah menyiapkan kamera untuk merekam pertunjukkan Mihashi. Nanti, kita tunjukkan sama-sama pada papa, ya?”
“Hm! Mihashi akan menampilkan yang terbaik!!”

“Baiklah semuanya, sekarang kita sambut persembahan dari murid kelas 2-C!”
Begitu Aragaki-sensei berkata seperti itu, semua penonton langsung berteriak dengan heboh.
Para orang tua anak-anak yang akan tampil langsung mengangkat kamera mereka untuk mengambil gambar putra-putri mereka.
Karena jumlah pengunjung yang sangat banyak, tempat itu jadi berdesak-desakan.
Tak jarang mereka saling bersenggolan satu sama lain dan bergerak ke sana kemari akibat orang-orang yang ingin melihat pertunjukkan.
“Akh, kenapa sempit sekali sih!? Kerumunannya semakin banyak saja! Aduh!”
“Maaf!”
Chiharu yang sedang komplain sendiri, tiba-tiba ada orang yang tidak sengaja menabrak dirinya dari belakang.
Baru saja orang itu sedikit menjauh dari Chiharu, ia kembali terdorong ke samping oleh orang di sebelahnya.
Melihat itu, Chiharu hanya bisa menghela nafas pasrah.
“Haaah...Kalau seperti ini caranya, sampai kapanpun aku tidak akan bisa mengambil gambar!”
Beberapa detik kemudian, semua murid sudah ada di atas panggung.
Mereka terlihat sangat manis dan juga lucu serta polos.
Chiharu melihat ke barisan anak-anak di atas panggung itu dan berusaha menemukan keberadaan Mihashi.
Kemudian, setelah melihat-lihat, akhirnya ia menemukan sosok Mihashi yang berdiri di barisan depan paling pojok.
“Mihashi-chan!! Ini Bibi Chiharu! Hoiiii!”
Chiharu berteriak di tengah kerumunan, berusaha mendapatkan perhatian Mihashi sambil sedikit melompat dan melambaikan tangannya.
Namun anehnya, Mihashi sama sekali tidak merespon panggilannya.
Bahkan ia tidak melihat sedikitpun ke arahnya.
Melihat reaksi Mihashi yang terkesan datar dan tidak mempedulikannya itu, Chiharu berhenti memanggilnya.
Wajahnya terlihat bingung.
“..............Ada apa dengan dia? Apa dia tidak mendengarku? Yah...Tempat ini memang ramai dan berisik sekali...Tapi masa dia tidak menyadari keberadaanku...? Hey! Mihashi!!!”
 Chiharu kembali berteriak memanggil gadis itu.
Tapi, gadis itu tetap saja melihat ke depan dengan tatapan yang kosong.
Tunggu...
“Kenapa wajahnya seperti itu...? Kenapa dia pucat sekali? Apa jangan-jangan--Dia sakit!?”
Chiharu tertegun dan menjadi agak khawatir begitu melihat keanehan pada diri Mihashi.
Ini aneh...
Sebelumnya dia berkata dengan yakinnya ‘Aku akan menampilkan yang terbaik!’.
Tapi...
kenapa sekarang ia bersikap seolah tidak peduli dengan pertunjukkan ini lagi?
Kenapa sekarang semangatnya seolah menghilang begitu saja?
Kenapa ia tidak terlihat tertarik untuk mengikuti pertunjukkan yang sudah ia tunggu sejak dulu ini?
Apa yang terjadi dengannya?
“Apa yang terjadi?!”
“Mereka akan menyanyikan sebuah lagu berjudul, ‘Four Season’. Selamat menikmati.”
Aragaki-sensei membungkukkan tubuhnya, kemudian berjalan turun dari panggung, meninggalkan murid-murid di sana sendirian.
Suasana menjadi agak hening, dan itu membuat beberapa murid kembali merasa canggung.
Mereka menoleh ke sana kemari dengan wajah bingung, seolah berkata ‘Apa yang harus aku lakukan’.
Aragaki-sensei berbisik pelan dari sisi lain ‘Jangan khawatir, kalian pasti bisa’.
Dan itu sukses membuat para murid mendapatkan kepercayaan diri mereka lagi.
Perlahan, musik mengalun dengan lembut.
Mereka melihat ke arah depan, melihat wajah kerumunan orang itu.
para orang tua tersenyum dan melambai.
Tapi Chiharu hanya terdiam, perasaannya entah kenapa menjadi tidak enak.
Ada 4 musim
Lagu sudah mulai dinyanyikan.
Bulan Maret yang hangat
Awal musim semi yang penuh cerita
Angin berhembus dengan tenang
Membuat rambutku sedikit berkibar
Disekelilingku adalah bunga-bunga sakura yang bermekaran dengan sangat indah
Bulan Juni yang panas”
“............................”
Semua murid bernyanyi dengan suara lembut mengikuti alunan musik piano yang mengiringi mereka.
Namun,
Mihashi hanya terdiam.
Ekspresi wajahnya terlihat seperti orang yang sedang mengalami tekanan yang luar biasa.
“.............Papa...Papa tidak ada di sini...”
Ia berkata dengan suara pelan, tersembunyi di balik suara nyanyian teman-temannya.
“Mihashi-chan...?”
Aragaki-sensei terlihat bingung karena Mihashi tidak ikut bernyanyi seperti teman-temannya yang lain.
Ia kemudian berbisik dengan pelan kepada Mihashi,
“Mihashi-chan, Mihashi-chan! Ayo, buka mulutmu dan menyanyi!”
Tapi Mihashi tak meresponnya sedikitpun.
Perlahan, Mihashi memegang roknya dengan erat.
“.................Aku...Aku...Aku ingin papa melihat penampilanku...Aku ingin ia ada di sini...”

“....................................”
“Ada apa, Mihashi-chan? Ayo, naik ke atas panggung.”
“.................Tapi mama tidak ada di sini.”
“Ibumu bilang dia ingin membeli minuman sebentar.”
“Tapi, aku ingin mama melihatku.”
“Ibumu akan kembali saat kau tampil. Ia hanya pergi sebentar.”


“Awal musim panas yang penuh dengan semangat
Cuaca yang cerah
Udara yang terasa lebih panas
Meskipun begitu, semuanya tetap semangat menjalani hari-harinya
kunang-kunang bermunculan di malam hari
Memenuhi langit malam”
“Ada dengan anak itu?”
“Kenapa dia hanya diam saja?”
“Apa dia gugup?”
“Waaa, waaa, ada apa, ya?”
Semua orang yang menonton pertunjukkan mereka, mulai ribut dan mengomentari penampilan Mihashi yang buruk.
“Tapi...Tapi kenapa papa...!”
Konsentrasi mereka yang semula terhanyut di dalam lagu yang mereka bawakan, perlahan mulai pecah.

“..................................”
“Hey, ada apa dengan anak itu?”
“Mama...di mana mama?”
“Kenapa dia hanya diam saja?”
“Mama--Mama--Aku ingin kau melihatku...Di mana kau...?”
“Suruh anak itu turun!”

“Suara jangkrik yang merdu terdengar menggema sampai ke angkasa
Kembang api yang indah terbang dan menghilang di langit malam
Bulan September
Awal musim gugur yang penuh canda tawa
Daun-daun berguguran
Berubah menjadi kecoklatan”
“............Kenapa dia tidak ikut menyanyi!?”
Chiharu bergumam pelan sambil tetap berusaha merekam penampilan Mihashi yang terbaik.
Namun, Mihashi sama sekali tidak menampilkan penampilan yang terbaik.
Sesekali, mulutnya terlihat terbuka, namun Chiharu sama sekali tidak tahu apa yang ia ucapkan.
“Apa dia terlalu gugup sampai-sampai kalimat itu tidak bisa keluar dari mulutnya...?”
“..............Papa...Kenapa ia tidak ada di sini...? Bukannya ia sudah janji...Ia sudah janji kalau akan menonton pertunjukanku...Kemudian meneriakkan namaku dan bertepuk tangan untukku...Tapi--“
Tubuhnya semakin gemetar.
Genggaman Mihashi semakin erat sampai-sampai rok itu bisa sobek kapan saja.
Bukan hanya itu, wajahnya juga semakin pucat dengan keringat yang membasahi.

“.................................”
“Turun!! Turun!!”
“Ah, mama--Bukannya mama sudah janji akan melihatku...Kenapa mama meninggalkanku sendiri di sini...”
“Turun!! Huuuu!!”

Pandangan semua orang semakin tertuju ke arah Mihashi.
“Angin terasa lebih dingin dari musim sebelumnya
Tiap kali aku berbicara, aku bisa melihat embun keluar dari mulutku
Namun bersama dengan teman
Tertawa, bercanda bersama
Adalah sumber kehangatan yang sangat luar biasa”
Teman-teman sepanggung Mihashi yang menyadari kalau orang-orang terlihat tidak begitu puas ketika menonton pertunjukkan mereka, langsung sedikit melirik satu sama lain sambil sedikit berbisik ‘Ada apa, ada apa’.
Menyadari ada yang tidak beres, gadis berambut coklat panjang sedikit mencondongkan tubuhnya maju dan melihat ke arah Mihashi yang kini terlihat sedikit gemetar dengan wajah tidak tenang dan nafas yang sangat tidak teratur.
“Apa yang dia lakukan!?”
Gumamnya pelan sambil melemparkan tatapan tajam.
“Papa--Kenapa papa tidak ada di sini--“

“Mama...Kenapa mama--Mama...”

“Bulan Desember
Awal musim dingin yang penuh perjuangan
Pohon-pohon telah kehilangan daunnya sepenuhnya
Hewan-hewan pergi tidur untuk menghadapi musim dingin yang panjang
Bunga-bunga tdak lagi nampak
Hanya salju putih yang terlihat sejauh mata memandang dengan langit yang penuh bintang
Meskipun begitu semuanya tetap berjuang untuk hidup
Supaya mereka bisa kembali pada awal musim semi yang baru
Suatu saat nanti di musim semi berikutnya
Bulan Desember, Januari, Februari
Sampai akhirnya
Lagupun sudah mencapai klimaksnya.
Tapi orang-orang terlihat tidak menikmati lagu itu karena fokus mereka sekarang terarah pada Mihashi yang semakin terlihat gugup.
“Ayo, menyanyi! Bukannya kau ingin menampilkan yang terbaik!?” Teriak Chiharu sedikit pelan, karena tidak ingin merusak pertunjukkan karena tiba-tiba berteriak.
“Mihashi-chan! Ayo, kemari.”
Tidak tahu apa yang terjadi, Aragaki-sensei menyuruh Mihashi untuk turun dari panggung supaya akhir pertunjukkan bisa berjalan lancar.
Tapi, Mihashi sama sekali tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
“Papa--Papa--Papa--“
“Mihashi-chan!”
Aragaki-sensei berteriak sedikit keras.

“.............Mama--“
“Kalau tidak bisa menyanyi, jangan maju!! Huuuuu!!!”
“Turun kau!! Turun!!!!”
“Mihashi-chan! Cepat turun!”

“Apa yang gadis itu katakan?”
“Aku sedikit mendengar sesuatu, yang jelas dia sedang tidak menyanyi.”
“Apa tidak lebih baik kalau anak itu turun?”
“.....................”
Chiharu yang mendengar komentar-komentar orang-orang di sekelilingnya tidak bisa berhenti untuk tidak gelisah.
Ia kembali menoleh ke arah Mihashi di atas panggung.
“[Apa yang terjadi denganmu!!?].”
 Bulan Maret
Awal musim semi
Pohon-pohon kembali menumbuhkan daunnya
Hewan-hewan kembali bangun dari tidur panjangnya dan mengHirup udara segar
Bunga-bunga yang indah kembali menghiasi

“Mama--“

“Papa--“
Angin berhembus dengan tenang
Membuat rambutku sedikit berkibar
Disekelilingku adalah bunga-bunga sakura yang bermekaran dengan sa--

“MAMA!!!!!!!!!!”

“PAPA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

DEG!!!

Mihashi jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya.
Orang-orang yang melihat mulai terlihat panik.
“Hey, hey! Apa yang terjadi!?”
“Apa yang anak itu lakukan!!?”
PAPA!! PAPA!!!! AKU INGIN BERTEMU DENGAN PAPA!!!!!!
Mihashi berteriak semakin keras dan histeris.
Air mata mulai turun mengaliri pipinya.
Musik berhenti.
Begitu pula dengan nyanyian yang sedang mereka bawakan.
Teman-teman Mihashi kini melihat ke arahnya satu per satu dengan wajah yang seolah berkata ‘Ada apa dengan dia!!?’.
Mata Chiharu terbuka lebar, menyadari apa yang terjadi kemudian berteriak dengan sekuat tenaga,
JANGAN SEKARANG!!!
“Papa! Papa!!! Aku ingin papa ada di sini! Bukannya papa sudah janji mau melihat pertunjukkanku!!!?”
Teriak Mihashi dengan keras.
“Mihashi!! Mihashi!!!”
Chiharu berusaha memanggil-manggil Mihashi dengan meneriakkan namanya.
Ia berusaha berjalan mendekati panggung.
“Maaf, permisi! Mihashi!! Permisi, biarkan aku lewat!! Mihashi!!!”
Tapi, orang-orang di sana justru mulai melempari panggung dengan cup bekas minuman atau plastik dan bungkus snack.
“Apa-apaan ini!!!?”
“Huuu! Payah!!!”
“Turun!! Turun!!! Turun!!!!”
Teriakkan orang-orang itu sangat keras sampai membuat telinga Chiharu terasa sakit.
Berkali-kali ia berteriak pada mereka untuk menghentikannya, tapi tidak ada yang mau mendengar.
Suaranya kalah jika dibandingkan dengan orang sebanyak ini.
“Mihashi!!! Mihashi!!!!”
“Ah!” Salah seorang murid yang terkena lemparan berusaha melindungi dirinya.
“Apa yang harus kita lakukan sekarang!!?”
Gadis berambut kuning itu panik sambil melindungi diri dengan kedua tangan di depan tubuhnya seperti membentuk sebuah pelindung.
“Aaaakh!! Ini semua gara-gara dia!!!”
Sambil menghentakkan kaki kesal, gadis berambut coklat itu berjalan ke arah Mihashi.
“Turun! Turun!!!! Cepat turun dari atas panggung!!!!”
Dengan kasar, ia menarik lengannya dan menyuruhnya berdiri.
“Ah, sakit! Lepaskan aku!”
“Ini semua gara-gara kau dasar gadis aneh!!!! Gara-gara kau, pertunjukkan kita jadi hancur seperti ini!!”
Ia berteriak dengan tatapan seperti hendak akan menelan Mihashi bulat-bulat.
“Aku tidak peduli!! Aku hanya ingin papaku ada di sini!!! Dia sudah berjanji akan melihat pertunjukkan pertamaku!!”
Mihashi berusaha melawan dan melepaskan cengkeraman gadis itu dari lengannya.
Tapi, gadis berambut coklat itu jutsru mencengkeramnya lebih erat lagi.
“ ‘Papa’ apanya!!? Dia tidak ada di sini tahu! Bukannya, AYAHMU SENDIRI YANG SUDAH MEMBUANGMU, YA!!?

BRAAAAKH!!!

“Kyaaah!!”
Terdengar suara teriakan yang cukup keras ketika Mihashi mendorong jatuh gadis tersebut.
“Mihashi!!!” Teriak Chiharu ketika melihat kejadian itu.
“Ukh!”
“Ringo! Ringo! Kau baik-baik saja!?”
Beberapa temannya langsung berjalan ke arah gadis itu dan membantunya berdiri.
“Kau tidak bisa mengatakan hal seperti itu!! Papaku--PAPAKU TIDAK MUNGKIN MEMBUANGKU!!!!
ANAK SEPERTIMU SUDAH SEPANTASNYA DI BUANG!!!!!
“A--“
Mihashi tersentak.
Gadis berambut hitam itu berteriak dengan suara keras, membuat tubuh Mihashi sedikit mundur ke belakang dengan bola mata terbelalak.
Ia berusaha membalas, berusaha mengatakan sesuatu seperti ‘Itu tidak benar’, namun, kata-kata itu seperti tersangkut di tenggorokannya.
“Kau itu tidak sadar!!? Kau sudah membuat semuanya kerepotan!!! Kau sadar tidak!!?” Gadis berambut kuning itu menambahkan.
“A--Aku--“
Tubuh Mihashi semakin mundur ke belakang.
Para murid di atas panggung mulai saling melihat satu sama lain.
“Iya, apa yang dia bilang benar.”
“Semua ini gara-gara Mihashi!”
“Sejak awal seharusnya tidak kita biarkan dia ikut.”
“Dia hanya bisa merusak.”
“Tidak aneh kalau ayahnya membuangnya seperti sampah yang tidak ada gunanya!!”
“.....................................”
Gadis berambut coklat itu mendekati Mihashi lagi sambil meletakkan tangannya di pinggang.
“Hah! Ternyata kau memang tidak berguna!! Kalau aku jadi, ayahmu--Tanpa harus berpikir untuk yang kedua kalinya, aku akan membuangmu!!! Dan seandainya aku diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya, Maka aku--Tanpa ragu--PASTI AKAN MEMBUANGMU LAGI!!!
“...........................”
“!!!!!!!!!!!”
Chiharu dan Mihashi sama-sama sangat terkejut ketika kata-kata itu akhirnya keluar dari mulut gadis itu.
Kata-kata yang terakhir itu--
Membuat Mihashi tidak mengatakan apa-apa lagi selain memandang mereka dengan tatapan yang berkata seolah tidak percaya dengan apa yang mereka ucapkan.
Namun, yang lebih tidak ia percayai lagi adalah, bahwa mereka sungguh-sungguh ketika mengatakan semua itu pada dirinya.
“...............Tidak--Tidak...Papa tidak mungkin membuangku--Tidak...”
“Mihashi!! Mihashi!!!” Chiharu melambai-lambaikan tangannya, berusaha menarik perhatian Mihashi.
“[Sudah cukup! Aku harus membawa anak itu turun!]. Mihashi! Cepat turun dari sana!!!”
Aragaki-sensei yang melihat situasinya semakin bertambah buruk, langsung memberi isyarat pada murid-murid untuk turun dari panggung.
“Semuanya! Ayo, cepat turun!!”
Semua murid langsug bergegas turun dari panggung.
Mereka berlarian tidak karuan seperti sedang dikejar  seekor anjing yang terkena rabies.
“Ayo, turun!”
“Ayo, cepat semuany--!!!”
Aragaki-sensei yang sedang menyuruh semuanya untuk turun, tiba-tiba tertegun ketika melihat Mihashi jatuh terduduk di atas panggung.
Merasa bahwa Mihashi tidak bisa menghadapi semua ini sendiri, Aragaki-sensei datang untuk menjemputnya.
“Mihashi-chan! Mihashi-chan! Ayo, kita turun.”
Kata Aragaki-sensei sambil menyodorkan tangannya ke arah Mihashi.
Tapi Mihashi terus menangis sambil berteriak’
“Aku tidak mau! Papa akan datang dan menonton pertunjukkanku!!”
“Mihashi-chan! Sekarang bukan waktunya untuk itu!”
Aragaki-sensei berteriak sambil memegang tangan Mihashi.
Mihashi terus meronta supaya dilepaskan.
“Aku tidak akan turun dari panggung ini!! Bagaimana nanti kalau papa tiba-tiba datang!!?”

“Mihashi! Ayo, turun!!”
“Aku tidak mau sensei! Bagaimana nanti kalau mama datang dan tidak melihatku di atas panggung!?”

Mendengar itu, Aragaki-sensei terdiam.
Ia tidak tahu harus berbuat apa.
Ia paham bagaimana perasaan Mihashi.
Karena ia juga tahu semua tentang anak itu.
Dan kalau sudah seperti ini, tidak ada cara lain selain mempertemukannya dengan ayahnya.
Tapi--
Aragaki-sensei berlutut, kemudian memegang pundak Mihashi dan berkata dengan pelan,
“Ayahmu--Ayahmu sekarang tidak ada di sini...”
Aragaki-sensei berkata dengan lembut, seolah berusaha memberi pengertian pada Mihashi.
“...................................”
Mihashi menatapnya dengan tatapan kosong, kemudian,
“Tidak!! Tidak!! Sensei bohong! Mana mungkin papa tidak datang untuk melihatku tampil!!? Papa pasti datang! Papa pasti datang! Papa--Papa tidak mungkin membuangku’kan!?”
Ia berteriak dengan keras, wajahnya menunjukkan rasa putus asa yang sangat besar.
Perlahan, air mata ikut mengalir dari mata Aragaki-sensei.
“............Ayahmu tidak membuangmu...Ayahmu sayang padamu...Tapi, sekarang dia tidak ada di sini...Kumohon, mengertilah, Mihashi-chan...Kumohon, ayo kita turun dari sini...Aku tidak tahan melihatmu di hina seperti ini lagi...“
Tangisnya.
“Turun!!!”
“Huuuu!!!”
“Pertunjukan apa ini!!?”
“..........Aragaki-sensei...”
Chiharu berkata pelan.
Ia bisa merasakan rasa simpati yang sangat besar dari guru SD itu.
“Tidak!! Aku tidak mau turun!!!! Aku ingin papa ada di sini!!! Papa pasti datang dan menonton pertunjukkanku!!”
Namun apapun yang terjadi, Mihashi tetap menolak.
Ia bersikeras ingin terus berada di panggung itu, menunggu ayahnya datang.
Dan kerumunan itu semakin menjadi-jadi.
“Kalian ingin mempermainkan kami!?”
“Cepat turun dari panggung!!”
“Berikan kami pertunjukkan!!”
“Huuuu!!!”
“Ah, Mihashi!! Mihashi!!!”
Teriak Chiharu yang semakin terhimpit oleh kerumunan yang marah.
“Miha--Ah!!”
Chiharu berteriak ketika ia tidak sengaja terdorong oleh orang di belakangnya, menabrak orang di depannya, dan tanpa sengaja membuat kamera di tangannya terjatuh.
“Kameranya!”
Chiharu berusaha menggapai kameranya yang jatuh ke tanah, namun tubuhnya tidak bisa bergerak dengan bebas akibat terjebak di tengah kerumunan yang ramai itu.
“Minggir!!!”

BRAAAAAAAK

“!!!”
Matanya terbelalak kaget, begitu melihat kamera tersebut telah hancur ketika tak sengaja terinjak oleh orang di depannya, kemudian oleh orang-orang lain di sekitarnya.
“H--Hentikan!!”
Teriaknya sambil berusaha melepaskan diri dari kerumunan orang itu.
Beberapa saat kemudian, ia berhasil meloloskan diri, kemudian berlutut mengambil kamera rusak yang kini tergeletak di atas tanah.
Perlahan, ia memandangi kamera yang telah hancur berantakan itu.
“...............................”

“Ah, tapi papa pasti sedang sibuk...Makanya aku ingin datang bersama bibi...Bisa’kan...? Aku ingin kau merekamku! Kemudian menunjukkannya pada papa!”

Tangannya menggenggam kamera itu dengan erat, kemudian ia melihat ke atas panggung.
Terlihat Aragaki-sensei yang terus berusaha membujuk Mihashi untuk turun dari atas panggung dan Mihashi yang terus berteriak memanggil ayahnya dengan wajah berlinangan air mata.
Ia lalu bangkit berdiri.
Tanpa mengatakan apapun, ia berjalan dengan pelan mendekati panggung, melewati kerumunan orang yang tidak berhentinya berteriak dan melempar sesuatu ke atas panggung.
“..........................”
“Mihashi-chan!! Ayo, kita turun!”
“Tidak!! Aku ingin di sini menunggu papa!! Papa!!!”

“Aku ingin di sini menunggu mama!!!”

“Papa--Papa!--PAPA!!!

MIHASHI!!!!

MIHASHI!!!

“!!!!”
Mihashi tertegun.
Ia terdiam seolah kehabisan kata-kata, kemudian ia berkata dengan suara pelan--
“...............Mama...”
“Mihashi!!”

“Mihashi!!!”

Pandangan Mihashi tertuju ke arah Chiharu yang sekarang berada tepat di dekat panggung.
“.................”
“Meskipun ayahmu tidak ada, tapi AKU ADA DI SINI!!!
“...........................”

“Mama ada di sini!!!”

“!!”
“Meskipun ayahmu tidak melihat pertunjukkanmu, tapi AKU MELIHATMU!!

“Mama melihatmu!”

“.............Mama--“
“Tidak apa! Aku akan berteriak untukmu! Memanggil namamu dan bertepuk tangan untukmu!!”

“Mama akan berteriak untukmu! Memanggil namamu dan bertepuk tangan untukmu!!”

“..........................”
“.............Mama--“
“Karena itu--“

“Karena itu--“

AYO, LOMPAT!!

LOMPAT!

“..................”
Saat itu, Mihashi tidak tahu apa yang terjadi.
Kata-kata itu seolah menggerakkan tubuhnya yang sebelumnya terasa lemah.
Dengan cepat, ia bangkit berdiri, berlari menuju tepi depan panggung dan--

TAP

Melompat turun dari atas panggung.
Di sana, Chiharu sudah mengangkat kedua tangannya, bersiap untuk menangkap Mihashi.
“............................”
“Kemarilah!”

“Kemarilah...”

Samar-samar, Mihashi melihat bayangan seorang wanita berambut panjang.
Ia mengangkat kedua tangannya, seolah ingin menangkap Mihashi jatuh ke pelukannya.
Wanita itu kelihatan sangat cantik.
Anehnya, ia memiliki sepasang sayap berwarna putih seperti seorang malaikat yang turun dari surga.
Ia tersenyum.
Dan Mihashi bisa merasakan kehangatan dari senyuman wanita itu.
Ia tidak bisa lagi menahan air matanya.
“........................”
“.............M--“
“.................Ma--“
............................
........................................................
................................................................................
MAMA!!!!
Dan ia jatuh ke pelukan wanita itu, kemudian wanita itu memeluknya dengan sangat erat, seolah tidak ingin melepaskannya...

“Putriku tersayang, Mihashi...”

***-***




A/N : Hai, minna XDD

Masih berusaha belajar masukin feel ke dalam cerita...Tapi ga tau kenapa, mesti gagal...
Oh ya, bikin cerita itu ternyata susah, ya?
Apalagi mau bikin yang anti mainstream...
Baru aja aku nonton salah salah satu anime, aku langsung 'Wah, idenya keren banget!!'.
Meski aku belum nonton sampai tamat, cuma udah ga sabar buat download lagi lanjutannya :333

Tapi dari situ, aku langsung mikir...Kalau dibandingkan sama cerita-cerita punya aku, bedanya jauh banget ya?
Jadi ga pede sama cerita sendiri...

Aku jadi rada minder buat masukin cerita ke penerbit...Ga tau kenapa akhir-akhir ini aku selalu ngerasa kalau ceritaku itu ga layak buat jadi buku...

Mungkin tujuanku sekarang bukan buat bikin novel lagi, tapi cuma berusaha mewujudkan ide yang tertimbun di dalam kepala aja.

Oke, malah jadi curhat//plaak.
Sankyuu buat yang udah mampir XDDD

Next Chapter : Aku Ingin Semuanya Berakhir Bahagia

Sankyuu!!!

Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar