Kamis, 06 November 2014

Story : Mihashi Chapter 7

Story : Mihashi Chapter 7

*Read :
            Prologue

            Chapter 1

            Chapter 2

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 5

            Chapter 6 

             Chapter 8


            Chapter 9

            Chapter 10

            Epilogue


* Read Another Stories :


MIHASHI
- Chapter 7 -


Bibi, Bagaimana Penampilanku? Apa Aku Sudah Terlihat Cantik Dengan Gaun ini?
 

“................................”
Hari yang ditunggu akhirnya datang juga.
“Takoyaki! Takoyaki!! Masih panas!”
Chiharu tahu kalau hari ini pasti akan segera datang cepat atau lambat.
“Dorayaki! Dorayaki!! Ayo, beli! 3 gratis 1!!
Hari ini adalah perayaan festival ulang tahun sekolah yang ke-57.
“Roti melonnya! Ayo, beli! Enak tanpa perasa buatan!!”
Ia pikir ‘Ah, tidak akan seramai itu. Ini cuma festival sekolah yang tidak penting’.
Cuma festival sekolah.
Yup, ini cuma festival sekolah.
 “Crepes! Ada rasa coklat, vanilla, strawberry, blueberry, dan masih banyak rasa lainnya!”
 “Es krimnya! Bisa pilih mau yang cup, cone atau stick!!”
Tapi--
“[APA-APAAN KERUMUNAN ORANG-ORANG INI!!!!!!!!!!? SEPERTI LAUTAN MANUSIA SAJA!!!!??].”
Tempat itu ramai sekali.
Sampai-sampai tanah saja sudah tidak kelihatan tertutup oleh orang-orang yang berjalan di atasnya.
Chiharu hanya bisa sweat drop dan terdiam sambil membawa tas berisi kameranya diantara kerumunan orang-orang itu.
“..........[Ke--Ke--Ke--Ke--Kenapa bisa seramai ini!!! Bukannya ini cuma festival sekolah anak SD!!!?].”
“Nona, Soft drink-nya???”
Tiba-tiba penjual soft drink sudah ada di sampingnya.
“E--Eh--T--Ti--Tidak...”
“Takoyaki-nya!!”
“Eh--Nanti saja--“
“Crepes-nya, Nona~~~”
“N--Nanti saja...”
“Melon pan-nya~~ Manis tanpa perasa buatan!!”
“A--Aku tidak suka roti melon--“
“Tapi, nona pasti suka es krim’kan~~? Ayolah, tidak ada yang tidak menyukai es krim!”
“Ku--Kurasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk makan es krim--“
Para pedagang stan itu semakin berkumpul dan berkumpul di sekitar Chiharu sampai-sampai ia tidak bisa bergerak ke sana dan kemari.
Di sekelilingnya benar-benar penuh dengan orang yang berteriak-teriak ‘Ayo, beli ini’, ‘Ayo, ini enak’, ‘Ayo, masih panas’, dan bla bla bla lainnya.
“[Huwaaa pusiiing!!!! Satu-satu dong!!].”
“Ah, maaf.”
Tiba-tiba, Ia dikejutkan oleh tangan seseorang yang menariknya ke belakang.
“[Eh, siapa ini tiba-tiba narik tangan orang sembarangan??! Jangan-jangan Mihashi-chan...?].”
Setelah tubuhnya tertarik keluar dari kerumunan, ia segera menoleh dan--
“Lama sekali kau itu baru datang!!? Apa kau tidak melihat bibi mu ini sedang dikerumuni oleh--Lho...?”
Ia kaget karena ketika sosok Mihashi yang ia kenal tidak ada di sana.
Perlahan, ia menaikkan pandangannya ke atas dan--
“Ah! Si--Siapa kau!!?” Teriaknya panik begitu sadar kalau ia sudah memarahi orang yang salah.
Orang tersebut ternyata seorang pria, mungkin 1 tahun lebih tua dari Chiharu.
Rambutnya berwarna hitam dengan kulit putih.
Ia mengenakan kaos berwarna hijau dan celana panjang berwarna hitam.
Tapi yang lebih penting, ada perlu apa orang asing yang tidak jelas asal-usulnya ini dengannya!!?
“Ah, maaf kalau aku membuatmu kaget atau takut. Tadi aku melihatmu terjebak di kerumunan itu, makanya aku berpikir untuk menolongmu. Apa tindakanku itu tadi tidak perlu...?”
Ia bertanya sambil tersenyum malu dan menggaruk pipinya.
..............
Eh...?
Orang ini bermaksud menolongnya?
Tunggu!?
Bahkan mereka tidak saling mengenal sebelumnya!
Chiharu menatap mata pria itu yang menyiratkan kebaikan, namun entah kenapa wajahnya justru memerah dan ia langsung memalingkan wajahnya.
“K--Kalau begitu, terima kasih!”
Pria itu kembali tersenyum.
“Iya, sama-sama. Ngomong-ngomong, kau kemari sendirian?”
“Apa? T--Tidak, aku bersama dengan seseorang.”
Jawabnya sedikit gugup.
“Seseorang, ya? Ah, kalau aku, aku datang bersama keponakanku.”
“Keponakan? Sekolah di sini?”
Perlahan-lahan, perasaan canggung yang menyelimuti diri Chiharu mulai menghilang.
“Iya, dia sekolah di sini. Orang tuanya tidak bisa datang karena baru saja mengalami kecelakaan dan harus di rawat di rumah sakit. Karena itu aku yang menggantikan mereka.”
 Cerita pria itu sambil memperhatikan arah panggung yang cukup jauh dari tempat mereka berdiri.
Chiharu juga melihat ke arah yang dilihat oleh pria itu, kemudian terdiam dan mengalihkan kembali pandangannya ke arah pemuda itu.
“Begitu...? Pasti berat, ya, jadi anak itu...Apa dia juga akan tampil?”
Pria itu sedikit tertegun mendengar pertanyaan Chiharu yang tiba-tiba, kemudian menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil.
“Mhmm...Kelasnya akan menampilkan pertunjukkan tari.”
Chiharu menanggapinya dengan ‘Oh’.
Pandangannya tertuju ke arah kamera yang di bawa oleh pria berambut hitam itu.
“Itu...Apa kau akan merekam pertunjukkan keponakanmu untuk orang tuanya...?”
“Hm? Oho ho, kau jeli juga, ya? Iya, aku akan merekamnya kemudian memperlihatkan rekaman hasil pertunjukannya pada mereka. Bagaimana? Ide yang bagus’kan? Ini inisitiaf keponakanku sendiri, lho.”
Katanya sambil mempertunjukkan kamera miliknya.
Sama seperti dia dan Mihashi...
Tiba-tiba saja, sebuah pertanyaan melintas di pikiran Chiharu.
Ia tidak tahu apakah ia harus menanyakannya pada orang yang baru saja ia temui, tapi kalau ia tidak bertanya sekarang mungkin ia tidak akan mendapat kesempatan lain.
Apalagi mengingat kalau orang ini sedang melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan.
Tidak akan ada kesempatan selain ini.
“Ehm...”
“?”
“Hm...Aku ingin bertanya sesuatu. Yah...Aku tidak tahu ini akan jadi hal yang buruk atau hal yang bagus untuk ditanyakan. Tapi, apa kau akan membiarkan aku bertanya? Ah, maaf. Bukan maksudku untuk membuatmu bingung atau repot. Apalagi kau sudah menolongku dari kerumunan itu..Ah, lupakan saja!! Aku ini bicara apa sih!!? Kurasa lebih baik aku pergi saja kalau aku mengganggumu. [Hya ha ha! Aku tidak bisa melakukannya!!!!].”
Dia sama sekali tidak bisa menghadapi laki-laki itu!!
Meskipun sudah sering bertemu dengan para pria [yang suka menggoda gadis-gadis cantik] baik di bar maupun cafe, orang ini jelas-jelas berbeda!
Mau dilihat dari sisi manapun, dia ini orang baik-baik!!
Dan Chiharu paling tidak bisa menghadapi orang baik seperti dia!
Ketika bermaksud berbalik dan pergi dari laki-laki itu, tangan laki-laki itu tiba-tiba kembali menggenggam tangannya.
“!!!”
“Tunggu. Kau bilang ingin menanyakan sesuatu? Aku sih tidak ada masalah. Tanyakan saja.”
“...............”
Chiharu terdiam sambil memandangi pria itu.
Mata mereka berdua saling bertatapan.
“.............Serius? Tidak apa-apa kalau menanyakan hal ini? Ini bukan pertanyaan bagus, lho.”
Kata Chiharu pelan.
Pemuda itu menggeleng kemudian tersenyum.
“Tidak apa-apa. Aku ingin bicara denganmu lebih lama lagi.”

DEG

Dan ketika pria itu tersenyum manis ke arahnya dan berbicara dengan nada yang lembut, Chiharu bisa merasakan wajahnya mulai terasa panas.
Tiba-tiba rasa gugup yang sangat besar menyelimuti tubuhnya dan membuat tubuhnya terasa kaku.
Ia ingin berkata ‘Baiklah’ tapi seberapa kerasnya ia berusaha, kata itu tidak keluar juga.
Sampai akhirnya pria itu menyadari keanehan yang terjadi pada diri Chiharu dan menegurnya.
“Hey, kau baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali?”
Pria itu menepuk pundaknya yang langsung membuat Chiharu meloncat kaget dan berteriak--
“Ah, Y--YA!!”
“?”
Pria itu memandang Chiharu dengan tatapan bingung.
“[A--Apa yang sudah kulakukan!!!!? Kenapa tiba-tiba aku berteriak begitu!!!?].”
 Batin Chiharu sambil membuat ekspresi seperti orang yang baru saja melihat sesuatu yang mengerikan.
Baguslah. Setelah ini pria itu pasti akan berpikir ‘Kau wanita yang benar-benar aneh’ dan pergi meninggalkan dirinya sendirian.
Membayangkan itu saja sudah membuat tubuh Chiharu gemetaran dan bisa saja berubah jadi putih.
Bahkan rohnya sudah akan terbang keluar dari tubuhnya.
Pria itu terus saja memandang ke arahnya.
“[Tolong bunuh saja aku!!!!].”
 Kata Chiharu dalam hati histeris.
Setelah ini, dia pasti benar-benar akan meninggalkannya dan--
“Fuh, kalau begitu, ayo kita duduk di sana sambil minum kopi dulu.”
Ajak pemuda itu sambil tersenyum dan menunjuk ke arah stan yang menyediakan kopi panas.
Lho?
Kok...Reaksinya berbeda dengan yang ada di bayangan Chiharu.
“Eh...? Eh?????”
Tanya Chiharu bingung dengan tanda tanya yang sangat banyak di atas kepalanya.
“Kenapa? Kuanggap yang tadi itu sebagai jawaban ‘Ya’. Jadi, tunggu apalagi? Ayo, aku yang traktir.”
 Ia berkata sambil tersenyum ramah.
Chiharu terdiam sesaat.
Entah kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi lega setelah melihat reaksi pria itu.
Tiba-tiba ia tertegun.
Kenapa ia merasa lega?
Ia tidak pernah peduli apa reaksi orang terhadap dirinya, karena selama ini orang-orang selalu menilai buruk dirinya.
Tapi kenapa ia merasa takut kalau pria itu akan berpikiran negatif tentangnya?
Kenapa...Sepertinya ia ingin dirinya memberi kesan pertama yang baik untuk pria itu...?
“[Ah, apa yang sebenarnya sedang aku pikirkan!].”
 Sambil berpikir seperti itu, Chiharu menggelengkan kepalanya kemudian tersenyum ke arah pria itu.
“Oke, baiklah.”

Mereka berdua kemudian duduk di kursi yang disediakan [Tentu saja dengan segelas kopi hangat yang sudah ada di tangan mereka masing-masing.].
Pria itu meminum sedikit kopinya.
“Haah...Musim dingin seperti ini memang paling enak minum yang panas-panas.”
Sementara Chiharu hanya menatap ke arah kopi yang belum ia sentuh sedikitpun.
“[Duh...Padahal cuma minum kopi tapi kenapa jadi deg-degan seperti ini, ya...?].”
Batinnya dengan wajah merona.
Pria tersebut memperhatikan Chiharu yang hanya terus-terusan terdiam sambil memandangi kopi di tangannya.
Perlahan ia tersenyum.
“Ada apa denganmu? Kok canggung begitu? Nanti kopinya lari, lho.”
“Eh?! I--Iya...”
 Kata Chiharu agak kaget sambil meminum kopinya--

BRUUUUUUSH

Pancaran air berwarna coklat dari kopi itu...
Melambung dengan indah di hadapan pria itu.
Ah...
Berkilauan...
Seperti air mancur yang diturunkan oleh malaikat dari surga...
Benar-benar indah...
PANAAAAAAZZZZZ!!!!!
Teriak Chiharu yang langsung membuyarkan lamunan pria itu.
“K--Kau baik-baik saja? [T--Terlalu panas, ya? Maaf].”
Kata pria itu dengan nada khawatir.
“T--Tidak apa-apa, kok!”
Chiharu berkata sambil mengipas-ngipas mulutnya yang serasa di bakar dengan api.
“Ini, sapu tangan.”
Pria itu merogoh sakunya dan mengambil sapu tangan kemudian menyodorkannya kepada Chiharu.
“Te--Terima kasih.”
Jawab Chiharu yang sejujurnya agak ragu, namun akhirnya memutuskan untuk menerimanya.
“Kau tidak usah malu-malu seperti itu.”
Kata pria itu menertawakan sikap Chiharu yang kaku seperti robot.
“Aku tidak malu, kok.”
Jawab Chiharu sambil memalingkan wajah.
“Hmmm...Benarkah? Tapi wajahmu yang merah itu kelihatan jelas, lho. Ah...Atau jangan-jangan kau mulai jatuh ke pelukanku??”
“Uhuk! Uhuk!!”
“!!?”
Mendengar ucapan pria itu, Chiharu langsung terkejut dan terbatuk-batuk.
“A--Apaan!?”
Teriaknya dengan tatapan tajam.
Wajahnya benar-benar merah seperti tomat.
Pria tersebut sedikit tertawa melihat reaksi Chiharu yang seperti itu.
“Aha ha ha, bercanda.”
 Katanya tanpa rasa bersalah ketika Chiharu sudah siap dengan tinjunya.
“Itu tadi lucu sekali! Terima kasih atas hiburannya!”
 Chiharu berkata sambil tersenyum. [Senyum yang sangat tidak ikhlas].
Pria itu berkata ‘Sama-sama’ kemudian melihat ke arah lain sambil meminum kopinya sekali lagi.
“Jadi, apa hal yang mau kau tanyakan padaku itu?”
Tanyanya tanpa menoleh ke arah Chiharu.
Chiharu yang sedang mengelap mulut dengan sapu tangan itu, langsung menghentikannya dan melihat ke atas.
“...............Kau...Ini sebenarnya bukan tanggung jawabmu’kan?”
“............Ha?”
Pria itu memasang wajah bingung dan tidak paham begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Chiharu.
Chiharu sendiri, juga merasa bingung dengan apa yang ia katakan kemudian langsung melanjutkan,
“M--Maksudku itu--Ini semua bukan tanggung jawabmu’kan? Datang ke festival yang berisik ini, kemudian merekam pertunjukan keponakanmu.”
 Jelas Chiharu yang langsung membuat pria itu mengangguk paham.
“Oh, iya, ini memang bukan tanggung jawabku. Lalu?”
“..........Apa kau tidak merasa repot? Apa kau benar-benar tidak masalah harus membuang waktumu dan melakukan hal ini demi kedua orang tua keponakanmu dan keponakanmu sendiri?”
“.......................”
Pria berkulit putih itu tidak menjawab, melainkan hanya melihat ke arah Chiharu, yang langsung membuat wajah Chiharu berubah menjadi merah.
Dengan cepat, ia segera memalingkan wajahnya dari pria itu kemudian menundukkan kepala dan,
“Y--Yah, kalau tidak mau menjawab juga tidak apa-apa. Sejak awal, aku sudah bilang kalau ini bukan pertanyaan yang baik’ka--“
“Tidak.”
“..........Eh?”
Jawaban pria yang terkesan tiba-tiba itu membuat Chiharu kaget.
“Aku tidak merasa repot, kok. Kan aku melakukan ini demi kakakku sendiri dan juga keponakanku. Lagipula, aku juga sedang senggang, kok. Jadi, tidak apalah sesekali menenami keponakan seperti ini.”
Jawabnya sambil tersenyum.
Chiharu bisa merasakan kebaikan dari kata-katanya barusan.
“Ah, dan bukannya...”
Pria itu melanjutkan,
“Kita ini adalah keluarga?”

DEG

Keluarga...?

“Karena kita adalah Keluarga Matsuyuki!”

KARENA KITA ADALAH SATU KELUARGA!! KELUARGA MATSUYUKI!!!”
“...........Kalau tidak ada Chi-chan...Berarti kita bukan Keluarga Matsuyuki!!”

Apa hanya karena ‘Kita keluarga’,
Setiap orang rela melakukan apapun...?
“Selain itu, keponakanku ini sangat menyanyangi  kedua orang tuanya, karena itu setidaknya, meskipun orang tuanya tidak bisa hadir, ia ingin memperlihatkan pertunjukkannya pada mereka. Untuk itulah aku berada di sini.” Pria itu menambahkan.
“....................”

“Papa, sebentar lagi di sekolahku akan ada festival untuk merayakan ulang tahun sekolah yang ke-57. Aku akan menyanyi di atas panggung! Aku sudah tidak sabar saat itu tiba!! Aku ingin memakai kostum yang disiapkan oleh sensei! Ah...”
“Sebenarnya...Aku ingin papa datang dan melihatku menyanyi di atas panggung. Tapi, aku tahu kalau papa sangat sibuk dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan papa begitu saja hanya untuk datang melihat penampilanku.”

Sayang, ya?
Mihashi juga pasti sebenarnya sangat ingin ayahnya datang, kemudian meneriakkan namanya dan bertepuk tangan untuknya seperti yang pernah dia katakan pada saat itu.
Saat ia berkata seperti itu, rasa sayangnya terhadap Chiaki benar-benar terasa seolah membelai lembut perasaan Chiharu.
Ia sangat ingin Chiaki datang.
Tapi ia bisa menerima semua itu dengan lapang dada.
Kenapa?
Karena...

“Tapi...”
“Tapi, Bibi Chiharu janji akan merekamku! Jadi, papa tetap bisa melihat penampilanku meskipun tidak datang!!”

Chiharu ada di sini untuk merekamnya supaya Chiaki bisa melihat pertunjukkannya.
Karena itu ia bisa tersenyum dan tidak mempermasalahkan ketidakhadiran Chiaki di sisinya.
Lagipula...

“Aku akan menampilkan yang terbaik! Jadi...Papa!”
“Lihat aku, ya!!”

Kalau ingin Chiaki melihat dirinya, bukannya ia tidak boleh bersedih dan menangis?
Melainkan harus menampilkan yang terbaik.
Itulah alasan kenapa ia berada di sini sekarang.
Di festival super ramai dan super ribut yang belum pernah ia datangi sebelumnya.
Ia rela datang dan menyempatkan waktunya untk datang ke tempat ramai yang ia benci hanya untuk satu hal--
Supaya Chiaki bisa melihat pertunjukkan Mihashi.
Supaya ia bisa merasa bangga terhadap putrinya sendiri.
Dan, kenapa ia melakukan itu?
“[Karena kita adalah keluarga?].”
Chiharu memejamkan mata sambil menghela nafas pendek.
“[Jangan bodoh. Aku melakukan hal ini bukan karena kita adalah keluarga atau apapun. Itu hanya karena aku tidak ingin bocah itu merengek dan membanjiri rumahku dengan air matanya.]”
Ia lalu tersenyum.
“Terima kasih atas jawabannya. Sebenarnya aku hanya sedikit penasaran bagaimana opini orang lain tentang hal itu.”
Pria itu juga menanggapinya dengan senyuman.
“Iya, semoga opiniku membantumu. Apa ada hal lain yang kau butuhkan?”
“Tidak ada. Itu tadi sudah lebih dari cukup.”
Chiharu berterima kasih.
“Ah, kalau begitu aku duluan. Sepertinya sebentar lagi pertunjukan keponakanku akan segera di mulai.”
Katanya sambil bangkit dari bangkunya.
“Hoo...Pasti sudah tidak sabar lagi untuk melihatnya’kan?” Chiharu berkata sambil ikut bangkit berdiri.
Pria itu terdiam sesaat kemudian tersenyum.
“............Sudah pasti.”
 Jawabnya yang langsung membuat jantung Chiharu berdebar-debar.
Pria itu berbalik sambil melambaikan tangannya ke arah Chiharu.
“Sampai jumpa.”
Chiharu membalasnya dengan senyuman kecil.
“Y--Ya, sampai jumpa.”
Sampai jumpa...
Berarti mereka akan bertemu lagi suatu saat nanti’kan...?
 Chiharu menghela nafas kemudian melihat sekelilingnya.
 “Ah...Kalau seramai ini, akan susah mengambil gambarnya...”
 Gumam Chiharu pelan sambil melihat ke arah panggung yang agak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Kelas pertama sudah mulai menampilkan pertunjukan mereka.
Orang-orang baik yang menonton maupun yang sibuk mendatangi stan-stan ada banyak sekali.
“Permisi.”
Tiba-tiba Chiharu mendengar seseorang berbicara di belakangnya.
Perlahan, ia menoleh.
Ia mendapati seorang wanita muda dengan rambut coklat pendek sudah berdiri di hadapannya.
Sepertinya tidak asing.
Wanita yang mengenakan kaca mata itu tersenyum ke arahnya.
“Permisi, anda yang biasanya selalu mengantar-jemput Mihashi-chan’kan?”
Tanyanya dengan ramah.
Chiharu tertegun.
“Ah, kau guru Mihashi-chan, yang waktu itu’kan?”

“Permisi, apa kau guru di sini?”
“Iya, saya adalah salah seorang guru di sini. Apa ada yang bisa saya bantu?”

Ya, melihat reaksi wanita itu yang langsung tersenyum, ia pasti benar guru yang waktu itu.
“Iya, nama saya Aragaki Tohka. Senang bisa bertemu anda lagi di sini.”
Ia berkata sambil membungkukkan badannya.
“Oh, Aragaki-sensei. Sa--Saya Matsuyuki Chiharu. Senang bisa bertemu anda.”
Jawab Chiharu canggung sambil membungkukkan tubuhnya.
Aragaki-sensei tersenyum sambil membenarkan kacamatanya.
“Matsuyuki-san pasti datang untuk melihat Mihashi-chan tampil’kan?”
“Eh...Y--Ya, begitulah.”
 Chiharu berkata sambil memalingkan wajah dan menggaruk pipinya.
“Aha ha, anda ibu yang sangat baik.”
 Ia berkata dengan wajah berbunga-bunga yang seandainya saja Chiharu sedang meminum sesuatu, minuman itu pasti akan tersembur dari mulutnya ke wajah Aragaki-sensei.
Dengan cepat, Chiharu mengibas-ngibaskan tangannya.
“Aha ha, mana mungkin, mana mungkin, anda jangan bercanda seperti itu. Aku bahkan belum menikah.”
“Kalau begitu...Anda siapanya Mihashi-chan?”
 Tanyanya dengan wajah bingung.
“[Sialan! Berarti selama ini dia terus mengira aku ibunya!!?]. A--Aku bibinya, ayahnya itu adalah kakakku...jadi--“
“Ha ha, iya saya tahu.”
“He?”
“Saya tahu kalau ibu Mihashi-chan sudah lama meninggal.”
Aragaki-sensei berkata dengan senyuman di wajahnya yang langsung membuat Chiharu berteriak ‘Sialaaaan!!! Aku dikerjaiiii!!!!!!’ [Di dalam hati tentunya].
“Apa anda mau ikut dengan saya ke backstage? Di sana kita bisa melihat persiapan para murid yang akan tampil. Sebentar lagi kelas Mihashi-chan akan tampil, jadi dia dan teman-temannya sekarang pasti ada di sana. Apa anda mau ke sana?”
Tanyanya dengan ramah.
“Oh, b--boleh saja. Tolong antarkan saya.”
 Jawab Chiharu dengan senyuman yang dipaksakan.
***-***
“.........Ah, Bibi Chiharu!”
Begitu melihat sosok Chiharu berjalan ke arahnya, Mihashi langsung berlari mendekatinya.
“Bibi, sedang apa bibi di sini? Ah, Bibi pasti mau melihatku sebelum aku tampil’kan??”
Mihashi berkata dengan senyuman di wajahnya.
Sekarang dia terlihat makin bahagia saja.
Tapi dari mana datangnya kepercayaan diri itu?
Mendengar perkataan Mihashi, Chiharu langsung memalingkan wajah sambil berkata ‘Heh’ dengan suara pelan kemudian menoleh kembali ke arah Mihashi.
“Jangan senang dulu, kau bocah! Aku bukan kemari untuk melihatmu atau apapun. Aragaki-sensei yang mengajakku kemari.”
 Katanya sambil menunjuk ke arah wajah Mihashi.
“Aragaki-sensei? Di mana dia sekarang?”
Tanya Mihashi.
Chiharu sedikit tertegun ketika mendengar pertanyaan Mihashi.
Perlahan, ia menoleh ke sana-kemari berusaha mencari keberadaan Aragaki-sensei.
“Nah, setelah ini giliran kelas kalian yang tampil. Apa semuanya sudah ada di backstage?”
Aragaki-sensei berkata dengan sebuah buku di tangannya.
Murid-murid di sekitarnya mulai berdatangan untuk absensi.
Melihat bahwa Aragaki-sensei sedang sibuk mengecek murid-muridnya, Chiharu berkata pada Mihashi,
“Sepertinya dia sedang sibuk.”
“Oh. Eh, Bibi, Bibi!”
Mihashi berkata sambil menarik-nari tangan Chiharu.
Chiharu menjadi agak sedikit kesal dengan ulah Mihashi.
“Ada apa lagi?”
Ia berkata dengan wajah yang kesal.
Tapi Mihashi masih tersenyum menghadapinya.
Perlahan, gadis itu melepas tangan Chiharu kemudian mundur beberapa langkah.
“Bibi, bagaimana penampilanku? Apa aku sudah terlihat cantik dengan gaun ini?”
Mihashi berputar dengan riang sambil memamerkan kostumnya.
Sebuah gaun berwarna merah dengan hiasan bunga mawar yang indah.
Mihashi terlihat sangat serasi dengan gaun itu dan membuatnya terlihat manis.
“Hmm...Tidak buruk.”
 Jawabnya singkat sambil sedikit mengangguk.
“Benarkah? Tidak buruk?”
Mihashi berusaha memastikan.
“Mhmm. Tidak buruk.”
 Ulang Chiharu.
Mihashi kemudian menghela nafas lega sambil meletakan tangan di dadanya.
“Huff...Syukurlah...”
Chiharu terdiam sesaat.
Pandangannya tertuju ke arah Mihashi.
“[Dia pasti gugup sekali. Iya, ya, bagaimanapun juga, ia ingin agar ayahnya menonton pertunjukkan pertamanya. Mana mungkin ia tidak gugup memikirkan kalau ia harus melakukan yang terbaik supaya ia bisa membuat ayahnya terpesona dan ibunya di surga merasa bangga].”
Perlahan, Chiharu mengangkat kepalanya dan melihat ke atas kemudian sedikit tersenyum.
“[Satone-san, putrimu sangat luar biasa. Yah...Terkadang dia bisa sangat berisik dan merepotkan. Tapi, dia tetap putrimu’kan? Semoga kau bisa melihat pertunjukkan Mihashi-chan dari atas sana. Aku yakin, dia pasti akan menampilkan sesuatu yang sangat luar biasa untukmu dan untuk Chiaki].”
Setelah berpikir seperti itu, Chiharu menghela nafas kemudian menurunkan pandangannya ke arah gadis berambut coklat twintail itu.
“Mihashi-chan.”
Panggilnya.
Mihashi yang mendengar namanya dipanggil, langsung menoleh ke arah Chiharu yang sedang tersenyum kecil sambil mengacungkan ibu jarinya.
“Nah, semoga kau berha--“
“Apa kau yakin si Mihashi itu tidak akan mengacaukan pertunjukkan kelas kita?”
“!?”
“Benar juga. Mihashi itu’kan aneh!! Dia selalu saja mengacaukan semuanya!”
Chiharu dan Mihashi sama-sama tertegun ketika mendengar kalimat itu.
Ketika mereka menoleh ke arah sumber suara itu, ada 3 orang anak perempuan berdiri di sudut ruangan.
Salah satunya ada yang berambut coklat panjang, berambut pirang pendek dengan jepit berwarna merah di sampingnya dan yang terakhir seorang gadis berambut hitam yang dikuncir ponytail di bagian bawah agak ke samping.
Dan yang membuat mata Chiharu terbelalak kaget adalah--
Gaun merah dengan hiasan mawar yang dikenakan oleh anak-anak tersebut--
Itu adalah gaun yang dikenakan oleh kelas Mihashi dalam pertunjukkan mereka.
Kalau begitu, bukannya mereka bertiga adalah teman-teman satu kelasnya?
Teman-temannya...
Tapi apa maksud dari kata-kata barusan itu?!
 “Semua hal, kalau ada dia, pasti akan berakhir berantakan! Kalau bukan karena Aragaki-sensei yang memaksa kita untuk menyertakan anak itu di pertunjukkan kali ini,  sudah pasti dia akan ditinggalkan! Mihashi itu hanyalah seorang pengacau!!”
Mihashi--
 “Apa yang...?”
Chiharu berkata dengan suara pelan.
Namun wajahnya jelas rasa kesal yang amat sangat.
Entah kenapa, tapi ia bisa merasakan darahnya mulai mendidih seolah akan naik ke kepalanya dan meledak.
Tangannya mengepal, ingin sekali memukul anak-anak tersebut satu-persatu, kemudian menarik rambut mereka sampai mereka berteriak kesakitan dan minta maaf.
Apa yang mereka maksud?
Kenapa bisa-bisanya mereka mengatakan hal sekejam itu padahal Mihashi berada di jarak yang tidak terlalu jauh dari mereka dan--dan--Bisa saja ia mendengarnya!!
Apa mereka tidak peduli dengan perasaan Mihashi!?
Tunggu...?
Peduli?
Apa ia baru saja memikirkan sesuatu yang membuatnya seolah peduli pada anak itu?
“.....................”
Ia tidak tahu.
Yang ia tahu saat ini hanyalah--
Ketika seseorang berbicara buruk tentang orang lain, maka orang itu tidak bisa dibiarkan  begitu saja!
Harus ada yang memberi mereka pelajaran di sini!!
“Anak-anak itu harus belajar untuk menjaga mulut mereka.”
Ketika ia bermaksud untuk berjalan ke arah mereka--

Grep

“!?”
Ia bisa merasakan tangan yang kecil itu menggenggam tangannya dengan sangat erat.
Meskipun begitu, ia bisa merasakan tangan tersebut gemetaran sambil berusaha mati-matian untuk menahannya.
“....................”
Perlahan, ia menoleh ke bawah, melihat ke arah Mihashi yang tertunduk.
Tubuhnya bergetar, tapi tidak ada maksud untuk melepaskan tangan Chiharu.
“....................Mihashi-chan...”
Ia tahu, mendengar seseorang berkata buruk tentag dirimu di belakangmu...
Benar-benar hal yang sangat menyakitkan.
Namun, Mihashi berusaha menahan diri.
Ekspresi wajah Chiharu berubah menjadi campuran antara sedih ketika ia melihat Mihashi yang langsung kehilangan senyuman yang dari tadi ia tunjukkan.

“Bibi, sedang apa bibi di sini? Ah, Bibi pasti mau melihatku sebelum aku tampil’kan??”

Semangatnya yang sangat besar itu tiba-tiba saja menghilang, soelah ia adalah gadis yang berbeda.


“Bibi, bagaimana penampilanku? Apa aku sudah terlihat cantik dengan gaun ini?”

Ke mana wajah riangnya yang ia perlihatkan semenjak menginjakkan kaki di festival ini?
Tidak tahu harus berbuat apa, Chiharu hanya berdiri terdiam sambil melemparkan tatapan tajam ke arah segerombolan murid-murid itu.
Mereka sepertinya melanjutkan percakapan mereka.
“Hey, kau ingat tidak yang terjadi beberapa hari yang lalu itu? Pada hari hujan itu?”
Gadis berambut pirang itu berkata pada anak berambut coklat panjang.
Gadis itu terlihat berpikir.
“Yang mana?”
Kemudian gadis berambut hitam itu menanggapi.
“Ck! Kau itu ternyata pelupa sekali. Yang di maksud Ami itu, saat Mihashi tiba-tiba berteriak-teriak ‘Papa! Papa!! Aku ingin bertemu dengan papa’, dan bla bla bla lainnya yang menyebalkan itu!”
“Oh...Ya, itu aku ingat. Tapi...Sebenarnya bukan aku yang pelupa. Masalahnya, dia sudah sering sekali berteriak-teriak tidak jelas seperti itu! Aku sampai tidak bisa mengingat lagi ‘Yang mana’ dan ‘Di hari apa’ si gadis freak itu melakukan tindakan gilanya!”
Gadis berambut coklat panjang itu berkata tanpa perasaan bersalah sedikitpun yang langsung di sambut dengan tawa keras oleh kedua sahabatnya.
“Ha ha ha!! Benar sekali! Aku sampai pusing dibuatnya gara-gara aksi teater-nya yang berjudul ‘Papa, papa’, dan dialog-nya isinya memang cuma ‘Papa, papa, aku ingin bertemu!’, Ampun deh!!  Serius, ada apa sih dengan anak itu!?”
Gadis berambut kuning itu berkata dengan suara sedikit keras.
“Kurasa sudah waktunya anak itu di bawa ke psikiater!!”
Gadis berambut hitam itu ikut menanggapi.
“..................”
Mihashi masih menggenggam erat tangan bibi-nya itu.
“Tapi, yang terakhir kali itu gawat sekali’kan?”
Ekspresi gadis berambut pirang itu berubah menjadi agak serius begitu pula dengan nada bicaranya yang sebelumnya terdengar merendahkan.
“Iya, iya, dia sampai lari kemudian keluar dari kelas seperti itu. Bukannya bahaya sekali tuh!”
Kata gadis berambut hitam dengan wajah cemas.
Sementara itu, gadis berambut coklat itu muda berkata ‘Hah!’ sambil mengibaskan rambutnya kemudian berbicara dengan nada sombong.
“Gawat apanya? Justru akan lebih baik kalau dia pergi dan tidak kembali ke sekolah lagi! Akan lebih baik kalau papa-nya yang sangat ia sayangi dengan sepenuh hati sampai ia jadi gila karenanya itu, membawanya pergi dari sini, sekarang juga!!”
“Hey, hey, tapi aku dengar, Mihashi tidak tinggal bersama dengan ayahnya lagi. Aku juga tidak tahu ia tinggal dengan siapa. Kurasa orang tuanya membuangnya.”
Anak berambut hitam itu kini berkata dengan suara lebih pelan.
“Hah!! Sudah pasti’kan! Bahkan ayahnya sendiri sudah tidak mau merawatnya lagi karena sikapnya yang seperti gadis tidak waras yang suka berteriak-teriak tanpa alasan jelas dan bodoh itu!! Aku yakin, ayahnya pasti sudah tidak tahan dengan sikapnya dan membuangnya begitu saja!! Apa gunanya punya anak yang hanya bisa merepotkan kita?? Sama sekali tidak ada gunanya!!”
Gadis berambut coklat panjang itu berkata dengan santainya sementara itu, genggaman tangan Mihashi menjadi semakin erat.
“....................................”
Chiharu terdiam.
Pikirannya terbawa menuju masa lalu.

“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!!? Aku sama sekali tidak sanggup menghadapi anak itu lagi!! Apa itu!!? Ia bersikap normal kemudian beberapa menit kemudian ia berteriak bahwa aku pembunuh!! setelah itu ia kembali bersikap layaknya gadis normal!!! Apa itu!!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”

“..........[Ya. Apa yang mereka katakan memang benar. Chiaki memang merasa seperti itu. Ia sudah tidak tahan lagi dengan sikap anak ini yang bisa membuat kepala seseorang meledak kapan saja!!!].”
Ia sudah tidak tahan lagi.
Setiap saat selalu disebut sebagai orang yang telah membunuh istrimu sendiri.
Siapa yang tidak akan kesal atau marah ketika mendapat perlakuan seperti itu!?
Apalagi--
Yang mengatakan semua itu bukanlah sahabatmu, atau orang lain yang dekat denganmu.
Melainkan--
Putrimu sendiri.
Tidak ada rasa sakit yang melebihi hal itu.

“Tapi...”

Tapi--
“.........[Tapi...!!!].”


“Aku memutuskan untuk merawat dan membesarkan Mihashi seorang diri. Aku mencurahkan segala yang aku miliki dan memberikan semua kasih sayangku padanya. Tapi, kejadian itu tetap saja berulang! Aku tahu, Mihashi memang sangat menyayangi Satone... Aku tahu berat bagi anak seperti dia untuk menerima kenyataan, apalagi usianya yang masih sangat kecil!! Aku paham semua itu! Ada saat-saat di mana aku kembali merasa stress, ingin membuangnya, tapi rasa cintaku kepada Mihashi berhasil menguatkan hatiku untuk terus merawatnya.”


“[Tapi meskipun begitu! Ia tetap memilih untuk merawatnya!! Ia tetap menjaga dan membesarkannya seorang diri!! Apanya yang ‘kedua orang tuanya pasti sudah membuangnya’!!? Kalian tidak tahu apa-apa!! JANGAN SOK TAHU!!!!].”
Benar.
Meskipun begitu...
Ia tetap memilih untuk merawatnya.
Ia tetap menyayanginya dengan sepenuh hati.
Karena bagaimanapun...
Mihashi adalah putri satu-satunya yang sangat ia cintai...
“Tapi, yang membuatku khawatir adalah, apa kalian yakin dia tidak akan merusak pertunjukkan kita? Maksudku, bagaimana kalau tiba-tiba dia berteriak-teriak tidak jelas seperti saat itu dan--Membuat pertunjukan kelas kita gagal!?”
 Gadis berambut hitam yang diikat ponytail itu bicara.
“Apa dia tidak sadar? Kehadirannya di sini itu sudah membuat semuanya khawatir!”
Sambil meletakkan tangannya dipinggang, gadis berambut pirang itu menambahkan.
“Ha ha, anak seperti dia mana mungkin memiliki kesadaran terhadap orang lain!? Dengar, ya, kalau dia sadar diri, sekarang ini dia pasti sudah berkata ‘Maaf, aku mengundurkan diri. Aku tidak ingin menyusahkan kalian semua’, seperti itu! Tapi mana buktinya?? Dia justru malah sangat ingin tampil bersama kita!! Bodoh sekali!”
Perkataan gadis berambut coklat panjang yang ia ucapkan dengan santainya itu, tanpa peduli dengan perasaan orang lain, terdengar dengan jelas baik oleh Chiharu dan Mihashi.
Dan mereka berdua, masih terdiam di tempatnya.
Perlahan, genggaman tangan Mihashi sedikit melemah, tapi kemudian kembali menguat lagi.
Ia tak berhentinya menggenggam tangan Chiharu yang masih melihat ke sekumpulan gadis tidak tahu diri, yang bahkan ucapan mereka sama sekali tidak sesuai dengan usia mereka yang masih murid SD, dengan tatapan tajam.
Chiharu sangat ingin memberi mereka pelajaran.
Bagaimanapun juga, tak seharusnya mereka berkata seburuk itu soal Mihashi!
Ia tidak akan mengacau!
Ia tahu itu!
Karena Mihashi ingin menampilkan yang terbaik untuk ayahnya!!
Mana mungkin ia bisa mengacaukan hadiah yang sangat ia berikan pada ayah yang ia cintai!?
Perlahan, ia menurunkan pandangannya ke arah anak itu.
Namun, Mihashi tidak mengatakan apapun.
Dia hanya menunduk, tanpa memperlihatkan wajahnya pada Chiharu.
Entah ekspresi seperti apa yang dibuatnya saat ini.                                                                                                         
Apakah marah?
Kesal?
Sakit hati?
Atau sedih?
“Hey.”
Gadis berambut coklat itu tiba-tiba berkata dengan suara agak pelan, sedikit berbisik kepada 2 temannya, yang langsung menyita kembali perhatian Chiharu.
Apa yang akan dia katakan selanjutnya?
“Bagaimana kalau--Kita kunci dia di kamar mandi?”
Kalimat itu sudah keluar dari mulutnya.
Mata Chiharu terbuka semakin lebar.
Tubuhnya sedikit bergetar.
Ia mengepalkan tangannya.
Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Mana mungkin--
Mereka sampai punya pikiran sejauh itu!!?
“Eh, lalu kita bilang pada sensei kalau dia sakit, begitu?”
“Ah, itu ide bagus! Ide yang sangat bagus!!”
Ide yang bagus!!?
Ia tidak tahu apa yang merasukinya barusan.
Seolah ada aura hitam yang berusaha mengambil alih tubuhnya dan ingin berteriak ‘DASAR ANAK-ANAK KURANG AJAR!!!!’.
Dan kali ini, ia benar-benar sudah tidak bisa menahan dirinya lagi--
“Kalian--“
“Hentikan pembicaraan kalian.”
“!?”
Chiharu tertegun.
Ketika ia bermaksud untuk mendatangi para murid itu, Aragaki-sensei datang.
Tentu saja, kedatangannya yang tiba-tiba itu membuat mereka bertiga terlihat sangat terkejut.
“S--Sensei!!?”
Aragaki-sensei menghela nafas pelan sambil menggelengkan kepalanya.
“Sekarang, cepat kalian panggil teman-teman kalian yang lain! Suruh mereka bersiap-siap karena setelah ini, kelas kalian yang akan tampil!!”
Ketiga anak gadis yang sekarang terlihat sangat ketakutan itu berkata ‘Baik, sensei’, kemudian langsung berjalan pergi.
Tapi, ketika akan berjalan, mereka tidak sengaja melihat ke arah Chiharu dan Mihashi.
“!!! Dia ada di sini!”
Gadis berambut kuning yang memasang wajah paling kaget itu terkejut kertika matanya tidak sengaja melihat ke arah Chiharu dan Mihashi.
Chiharu yang melihat mereka tiba-tiba melihat ke arahnya juga agak sedikit terkejut.
Gadis-gadis itu memasang ekspresi wajah aneh, kaget, terkejut, bingung, takut dan malu serta mungkin sedikit rasa bersalah.
Mereka tidak tahu kalau ternyata orang yang dari tadi mereka bicarakan dengan buruk, ternyata berdiri di sana dan mendengar semua percakapan mereka.
Semuanya, dari awal sampai akhir.
Namun, mereka tidak mengatakan apapun, dan hanya berlalu pergi.
Bahkan sama sekali tidak ada kata maaf terucap dari mulut kotor mereka.
Begitu anak-anak itu pergi, aragaki-sensei menoleh ke arah Chiharu dan Mihashi yang masih berdiri di tempatya dengan eskpresi sedih dan juga kecewa.
Perlahan, ia berjalan mendekati mereka berdua.
“............Apa kalian mendengar semua itu...?”
Ia bertanya dengan suara pelan.
Chiharu terdiam sesaat kemudian memejamkan matanya sambil menghela nafas.
“Sayangnya...Ya, kami mendengar semuanya.”
Mengetahui itu, Aragaki-sensei langsung terlihat kaget sambil menutupu mulut dengan tangan seolah ingin menghentikan dirinya untuk berteriak.
Ia kemudian menunduk dengan ekspresi menyesal.
“.............Maaf, seharusnya kuberikan mereka peringatan yang lebih keras lagi. Tidak seharusnya mereka berkata buruk soal Mihashi-chan seperti itu.”
Ia berkata sambil sedikit melirik ke arah Mihashi.
“Ti--Tidak usah minta maaf. Ini bukan salah Aragaki-sensei. Tapi terima kasih, karena kalau anda tidak menghentikannya duluan, mungkin rambut anak-anak itu sudah habis di tanganku.”
Chiharu berkata sambil sedikit tertawa.
“...............Hah, andai saja mereka tahu yang sebenarnya tentang Mihashi-chan...”
“?”
perkataan Aragaki-sensei membuat Chiharu tertegun.
“Saya yakin, kalau mereka tidak akan mengatakan hal seperti--“
“Tunggu...Apa, Sensei tahu tentang Mihashi?”
Tanya Chiharu penasaran, menyela perkataan Aragaki-sensei.
Aragaku sensei terdiam sesaat kemudian kembali bicara.
“Ya, saya tahu soal Mihashi-chan. Matsuyuki Chiaki-san, ayahnya sudah menceritakannya semuanya. Karena di sekolah ini, harus ada orang yang menjaga Mihashi-chan. Dan Matsuyuki-san mempercayakan putrinya padaku. Tapi, aku--Justru sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa.”
“Aragaki-sensei...”
“Mihashi-chan akan berteriak memanggil-manggil Matsuyuki-san. Kalau seandainya tidak ada yang menjaganya, bisa saja ia melarikan diri dari sekolah dan terjadi sesuatu padanya.”
Cerita Aragaki-sensei.
“Sampai seperti itu...”
 Kata Chiharu pelan.
 Aragaki-sensei lalu membungkukkan tubuhnya.
“Maaf, saya harus pergi sekarang. Saya juga minta maaf yang sebesar-besarnya.”
Katanya kemudian berbalik pergi meninggalkan Chiharu dan Mihashi seorang diri.
“.............”
Chiharu terdiam, kemudian ia melihat ke arah Mihashi.
“Sebentar lagi kelas kalian akan tampil. Jangan biarkan perkataan anak-anak itu membuat penampilanmu jadi bu--“
“Bibi.”
“?!”
Chiharu terkejut ketika Mihashi yang dari tadi terus terdiam sambil menggenggam tangannya, tiba-tiba berbicara.
“Y--Ya...?”
Jawabnya pelan dan ragu.
.......................
...............................................
..................................................................................
Tidak ada jawaban.
Chiharu yang bingung karena tak ada jawaban dari Mihashi, memanggil namanya,
“Mihashi-ch--“
“Tolong rekam aku lagi!!”
“...............H--Ha!!?”
Sekali lagi, ia terkejut.
Tubuhnya sedikit mundur ke belakang dengan mata dan mulut terbuka lebar ketika Mihashi tiba-tiba berteriak ke arahnya.
Alisnya menukik tajam.
Dan matanya memancarkan keseriusan yang besar.
“T--Tuggu dulu! Apa yang tiba-tiba kau kata--“
“Bibi, tolong rekam aku lagi!”
Ia kembali berteriak, kali ini lebih keras.
Chiharu terdiam dan meskipun kepalanya masih dipenuhi oleh berbagai macam tanda tanya, ia tidak melakukan hal lain seperti kembali bertanya atau apapun.
Dengan perlahan, ia membuka tasnya, kemudian mengeluarkan kamera yang berada di dalamnya.
Ia lalu mengarahkan kameranya ke arah Mihashi.
“...........Halo, aku Matsuyuki Mihashi.”
Ia memulai dengan memperkenalkan dirinya.
“[Apa yang sedang ia lakukan...?].”
Batin Chiharu penasaran.
“Papa, hari ini adalah hari pertunjukkan itu. Sekarang aku sudah ada di belakang panggung dan bersiap untuk tampil.”
Perlahan, ia sedikit berputar.
“Papa, coba papa lihat gaun ini! Ini adalah gaun yang akan aku dan teman-temanku kenakan! Bagaimana? Bagus’kan?”
Katanya sambil tersenyum.
Ia lalu melanjutkan.
“Sebentar lagi, aku akan tampil bersama dengan teman-temanku di atas panggung. Papa, aku ingin menampilkan yang terbaik untukmu. Karena itu, aku tidak akan mengecewakanmu! Aku akan--“
Mihashi menghentikan ucapannya lalu menggelengkan kepalanya.
“Bukan akan, tapi Pasti menampilkan yang terbaik!!”
Ia berkata dengan suara yang penuh dengan leyakinan yang besar.
Sepertinya, ini adalah kesungguhan yang berusah ia tunjukkan.
Kesungguhan bahwa ia akan menampilkan yang terbaik dan tidak akan merusak penampilan kelasnya seperti yang gadis-gadis itu katakan.
Di sini, di rekaman ini, Mihashi ingin membuktikan bahwa ia bisa melakukannya lebih baik dari mereka semua.
Dengan cara seperti ini, ia berusaha mengembalikan rasa percaya dirinya yang sempat hilang.
Tadi dia mungkin merasa kecewa, hatinya seperti dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil.
Namun sekarang, ia kembali bangkit lagi.
Dan berusaha untuk menunjukkan pada gadis-gadis tadi, bahwa ‘Itu tidak benar! Aku bisa melakukannya tanpa merusak pertunjukkan kita!’, dengan suara lantang.
Perlahan, Chiharu menurunkan kameranya.
Aneh...Ini benar-benar aneh.
Itulah yang ada dipikiran Chiharu.
Anak itu sama sekali tidak menunjukkan rasa kesal atau bencinya terhadap anak-anak tadi.
Padahal mereka sudah berkata sangat buruk tentangnya.
Bukan jadi suatu masalah kalau mereka bercakap-cakap di tempat yang sangat jauh seperti Menara Tokyo atau Gunung Fuji.
Hanya saja, mereka bicara di tempat yang bisa saja terdengar oleh Mihashi.
Yang tidak terpikirkan oleh Chiharu adalah ketika ia terus saja menggenggam tangannya, seolah berusaha mengatakan ‘Jangan dekati mereka. Biarkan saja’, pada Chiharu yang bisa saja mengamuk setiap waktu.
Dan bisa-bisanya, bahkan setelah mendengar semua hal yang menyakiti perasaannya itu, ia bersikap seolah tidak terjadi apapun dan justru--
Tersenyum seperti ini!
Apa yang anak ini sebenarnya sedang pikirkan!!?
Hal itu sangat aneh!
Bahkan sangat aneh sampai-sampai membuat Chiharu ingin tertawa keras seperti orang gila!
Tapi--
Entah kenapa, hal itu juga sangat luar biasa.
Mihashi memang tidak membenci orang yang sudah menghinanya seperti itu.
Marah dan membalas balik semua perkataan mereka tidak akan ada gunanya dan hanya akan menghabiskan tenaga.
Tapi, yang bisa kau lakukan adalah, memperlihatkan bahwa dirimu tidak seperti yang mereka katakan.
Bukan dengan ucapan, tapi dengan tindakan.
Itulah yang Chiahru pelajari dari sikap Mihashi yang terlihat tenang tapi penuh dengan kekuatan.
Perlahan, Chiharu sedikit tersenyum.
“Sudah selesai? Atau masih ada yang ingin kau katakan?”
“Sudah selesai!”
 Jawabnya sambil tersenyum riang.
Dia sudah kembali ke dirinya yang biasanya.
“Kalau begitu, bersiaplah! Sebentar lagi kau akan tampil’kan? Tampilkan yang terbaik seperti apa yang kau katakan barusan. Buat ayah dan ibumu bangga padamu.”
Dan Mihashi menanggapinya dengan sebuah anggukan.

“Semuanya sudah berkumpul?”
 Aragaki-sensei berteriak dengan suara keras.
Di hadapannya sekarang, sudah ada murid-murid yang mengenakan pakaian yang seragam dan berteriak ‘Sudah, sensei!’.
Beberapa dari mereka ada yang berbicara pada teman di belakangnya, mengatakan bahwa ‘ia sedikit gugup’, kemudian temannya menanggapi dengan ‘Tenang saja. Ini’kan cuma festival sekolah’.
Beberapa murid lain masih ada yang terlihat ragu dan gelisah, takut untuk naik ke atas panggung.
“Sebentar lagi kita akan tampil. Aku deg-degan sekali.”
 Gadis berambut kuning itu berkata sambil meletakan tangan di dadanya, berusaha merasakan jantungnya yang terus saja berdebar dengan kencang.
“Tenang, tenang, rileks saja. Lakukan seperti saat kita latihan waktu itu.”
 Gadis berambut hitam di belakangnya berusaha memberi semangat.
Tapi, gadis berambut coklat di depan gadis berambut pirang itu, justru memasang wajah sinis.
“Hmph! Kau gugup atau tidak, pertunjukkan kita sudah pasti gagal!”
Ia berkata sambil melemparkan tatapan tajam ke arah seorang murid yang berdiri di barisan paling belakang.
Teman-temannya juga mengikuti melihat ke arah tersebut.
Di sana, berdiri seorang gadis berambut coklat twintail.
Di sana, Mihashi sedang berdiri.
Sambil memejamkan matanya, Mihashi menghela nafas beberapa kali.
“................[Aku pasti bisa. Ya, aku pasti bisa!].”
Ia terus mengulangi kata-kata itu di dalam hati seperti sebuah doa.
“Baiklah, kalau semua sudah siap, ayo, satu-satu naik ke atas panggung.”
Aragaki-sensei sedikit menyingkir ke samping kemudian membuka jalan menuju panggung.
Perlahan, antrian yang sebelumnya belum bergerak, mulai bergerak maju sedikit demi sedikit.
Satu anak, kemudian 2 anak sudah berada di atas panggung.
Mihashi berjalan perlahan, mengikuti teman di depannya.
Ia yakin ia pasti bisa.
Apapun yang terjadi, ia tidak boleh mengecewakan ayahnya.
“[Aku tidak ingin mengecewakan papa].”
“!!!!”
Tiba-tiba, Mihashi tertegun.
Tubuhnya berhenti bergerak mengikuti murid di depannya yang sudah selangkah maju ke depan.
“.......................”
Ia hanya terdiam di tempat.
Seolah waktu di sekitarnya membeku.
Bola matanya terbuka lebar.
Aragaki-sensei yang melihat Mihashi diam di tempatnya dengan wajah agak pucat, langsung mendekatinya dan menepuk pundaknya dengan lembut.
“Mihashi-chan.”
“Sensei...”
 Mihashi berkata pelan sambil menoleh ke arah Aragaki-sensei yang kini tersenyum.
“Jangan gugup. Ayo, maju.”
Katanya sambil mendorong tubuh Mihashi dengan pelan.
Di luar, Chiharu sudah berdiri di dekat panggung sambil menyiapkan kameranya, bersiap untuk merekam Mihashi yang sebentar lagi akan tampil.
Kerumunan orang semakin banyak saja dan agak sulit baginya untuk bergerak.
Tapi, apapun yang terjadi, ia harus bisa mendapatkan gambar Mihashi dengan sempurna.
“[Kau bisa melakukan yang terbaik. Ayo, tunjukkan pada mereka semua, bocah kecil!].”
Di belakang panggung, Aragaki-sensei masih mendampingi murid-murid untuk naik satu per satu ke atas panggung.
Dan akhirnya tiba giliran Mihashi untuk berjalan naik.
Dengan perlahan, dia melangkah menaiki anak tangga untuk menuju ke panggung utama.
Sambil melangkah, perlahan mulutnya terbuka, mengatakan sesuatu dengan suara yang sangat pelan,
..........................
............................................................
....................................................................................
“...............Aku ingin bertemu dengan papa...”
***-***

A/N : Hai, minna XDD

Waah, Mihashi mulai lagi nih...
Akhirnya udah ch 7, tinggal 2 ch lagi menuju ending pertama XDDD

Mungkin cerita ini agak gaje plus aneh bin bosenin, tapi apapun yang terjadi, meski ga ada yang baca sekalipun, aku bakal terus ngetik sampai tamat ha ha ha XDDD

Sankyuu buat yang udah mampir baca cerita ini :)


Sankyuu!!

Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar