Story : Mihashi Epilogue
*Read :
Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
*Read Another Stories
MIHASHI
- Epilogue -
Aku Kembali Untuk Menyampaikan Pesan Yang Seharusnya Disampaikan 23
Tahun Yang Lalu
“....................”
“Anda sudah tiba?”
“Ya, jadwal penerbangannya tadi
sedikit berubah, makanya aku sedikit terlambat.”
“Tidak masalah. Mau aku bawakan
koper Anda sampai ke mobil?”
“Ha ha, tidak perlu repot-repot.
Usiaku mungkin sudah tua, tapi bukan berarti aku tidak bisa membawa
barang-barangku sendiri.”
Sambil berkata seperti itu, aku
membenarkan topi kemudian menggeret koperku menuju ke mobil yang telah
disiapkan oleh asistenku.
Dan dalam perjalanan yang tidak
sampai beberapa kilometer itu, orang-orang sudah memandangku dengan tatapan
waspada. Tentu saja, jika kalian melihatku saat ini, mungkin kalian akan
mengira aku seorang pembunuh bayaran atau mungkin agen rahasia ang sedang
bertugas, dilihat dari topi dan juga jas hitam panjang yang biasanya banyak
dikenakan oleh para detektif di dalam film-film.
“............Sudah lama sekali
aku tidak kembali kemari...Sejak saat itu...”
Ujarku pelan, mengamati keadaan
di sekitarku.
Tiba-tiba saja, sehelai bunga
sakura terbang beriringan dengan hembusan angin. Benar juga, sekarang sudah
memasuki awal musim semi. Salju masih tersisa sedikit di jalanan, tapi beberapa
bunga mulai terlihat mekar.
“Bunga sakura...Sudah sangat lama
aku tidak melihatnya...”
Memajukan sebelah tanganku, aku
membiarkan sehelai bunga yang terlihat lembut itu ke atas tanganku.
Pohon-pohon sakura, meskipun
hanya ada satu atau 2 di sekeliling bandara ini, aku bisa merasakan keindahan
dan kehangatan yang sangat luar biasa di tambah dengan rasa rindu yang sangat
besar. Aku tidak bisa melakukan apapun, selain berdiri diam dan memandang
dengan takjub bunga berwarna merah muda khas Jepang itu. Hanya sebentar, aku
ingin mengamati bunga-bunga itu lebih lama lagi.
Sudah cukup lama, 23 tahun yang
lalu, adalah saat terakhir aku melihat bunga sakura. Ah, tapi, mungkin sedikit
lebih lama dari itu karena pada waktu itu adalah musim dingin, ketika aku pergi
meninggalkan Jepang dan pergi ke Amerika.
“......................”
Ini terjadi dalam waktu yang
sangat instan.
Pikiranku dipenuhi berbagai hal
tentang musim semi, tentang bunga sakura tentang seberapa besar kerinduanku
akan kampung halaman yang sudah sangat lama aku tinggalkan ini dan juga sebagainya.
Tapi tiba-tiba saja, ketika aku tak sengaja memikirkan masa lalu, semua isi
yang ada di kepalaku mendadak berubah.
Menghela nafas singkat, aku
menundukkan kepala kemudian memejamkan mata perlahan. Beberapa detik kemudian,
kedua mataku kembali terbuka, dan yang tergambar dengan jelas di depanku,
adalah sebuah jalan yang rapi menuju ke masa depan. Mungkin, bukan saatnya aku
terbawa ke masa lalu.
Yah, kurasa ini bukan saat yang
tepat untuk memikirkan itu.
Maka dengan itu, aku melanjutkan
kembali perjalananku.
“Hm?”
ketika itu, pandanganku tertuju
ke arah seorang gadis cilik berambut hitam, yang tengah bergandengan tangan
dengan ibunya.
“Ah!!”
Anak itu menatapku dengan penuh
rasa curiga, dengan penuh rasa ketakutan saat mata kami berdua bertemu. Tentu
saja, jika melihat penampilanku, ia pasti akan mengira aku orang tua yang galak
atau kejam. Bisa saja, dia menganggapku sebagai penculik anak karena
penampilanku yang terkesan misterius dan sangat tidak biasa ini.
Sejak kecil, aku sudah menggemari
berbagai macam cerita detektif. Aku berharap kalau seleraku itu tidak akan
mempengaruhi seleraku dalam memilih pakaian yang tepat untuk jalan-jalan. Tapi
tetap saja, aku selalu berpikir, kalau jas hitam panjang serta topi yang
biasanya digunakan oleh polisi atau detektif itu, sangat cocok denganku.
Justru aku sama sekali tidak bisa
membayangkan bagaimana jadinya saat aku keluar hanya dengan mengenakan kaus
oblong putih, celana pendek dan juga sandal jepit.
Kurasa, jika dibandingkan dengan
tatapan waspada yang aku dapatkan sekarang, orang-orang akan lebih
menertawakanku dalam penampilanku yang seperti orang tua pemalas, yang biasanya
hanya duduk di teras rumah sambil berjemur matahari.
“...................”
Aku tak mengindahkan tatapan
gadis itu dan terus melanjutkan langkahku, sampai tiba-tiba, boneka beruang
berwarna oranye yang ia pegang, terjatuh tepat di hadapanku. Hampir saja
sepatuku yang juga berwarna hitam menginjaknya.
“.......................”
Gadis itu nampaknya sangat ketakutan
melihatku berdiri di depannya seperti itu. Aku bisa melihat tangannya semakin
menggenggam tangan ibunya dengan erat.
Tapi tentu saja, sejak awal aku
tidak bermaksud untuk memakan atau menyakitinya, seperti yang sekarang ini ia
pikirkan.
Jadi aku membungkuk dan
berjongkok kemudian mengambil boneka itu dengan tanganku yang sudah terlihat
rapuh. Karena usiaku memang tidak muda lagi.
Untuk sesaat, mataku yang sipit
bergerak mengamati boneka yang terlihat sangat lucu, sesuai dengan kesukaan
anak gadis biasanya. Pita berwarna merah di lehernya mencuri perhatianku. Tapi
segera aku menghilangkan berbagai macam pikiran yang tiba-tiba kembali masuk
itu.
Dengan senyuman di wajahku, aku
menggerakkan tanganku, menyerahkan boneka itu kepada pemiliknya.
“Ini bonekamu.”
Kataku, dengan nada yang terdengar
cukup ramah.
Wajahku mungkin sering terlihat
serius dan juga agak menakutkan. Bahkan aku sendiri juga mengakui hal tersebut.
Bukan berarti, aku tidak bisa memasang wajah ramah di hadapan seorang anak
kecil. Aku memang cukup menyukai anak kecil, karena aku juga sering sekali
bermain dengan cucu-cucuku yang masih sangat kecil di Amerika.
Sayang aku tidak bisa mengajak
mereka kemari dan menunjukkan betapa indahnya Jepang kepada mereka. Bisa saja,
suatu saat nanti, aku akan mengajak mereka kemari. Semoga saja aku masih sempat
hidup sampai saat itu.
“................”
Gadis kecil bergaun oranye yang
senada dengan boneka teddy bear-nya
itu memandangku dengan mata bulatnya yang berwarna kecoklatan.
Ada bagian dari dirinya yang
sepertinya tidak percaya dengan apa yang baru saja aku lakukan. Ia pasti
berpikir aku akan melewatinya begitu saja atau malah menginjak boneka itu.
Jadi, aku kembali tersenyum dan
mengatakan sebuah kalimat ajaib,
“Boneka yang sangat cantik. Ini,
ambilah.”
Tepat ketika aku mengatakan itu,
seakan-akan seperti hewan liar yang kemudian membuka hatinya kepada manusia,
gadis itu melepas tangan ibunya, lalu meraih boneka yang ada di tanganku, dan
dengan cepat mendekapnya ke pelukannya dengan erat.
Ia menatapku sesaat, masih dengan
ekspresi takut-takut, saat aku merogoh sakuku.
“Julurkan tanganmu.”
“................”
Ia terlihat sedikit ragu, namun
akhirnya menuruti perkataanku.
Begitu ia mendekatkan tangannya,
aku meletakkan tanganku yang tergenggam ke atas tangannya yang terbuka,
kemudian menjatuhkan sesuatu.
“Oh, coklat!”
Seru gadis kecil itu dengan
gembira. Wajahnya yang polos terlihat sangat mempesona.
Itu hanyalah coklat murah yang
kubeli dari mesin permen di dekat cafeteria. Meski seperti itu, aku tahu kalau
anak-anak menyukai coklat.
“Nah, Narumi,--
“[Narumi?]”
“--Bilang apa ke paman ini?”
“Terima kasih, paman!”
Seperti yang sudah aku duga
sebelumnya, gadis itu tersenyum gembira menerima pemberianku. Secara tidak
langsung, aku pasti telah mengajarinya konsep ‘Jangan menilai buku dari sampulnya
saja’.
Kuharap dia menjadi lebih baik
dalam menilai orang lain.
Akupun meletakkan tanganku yang
berukuran cukup besar itu dan menepuk kepalanya dengan pelan. Tidak masalah
selama ibunya tidak mempermasalahkannya. Aku berusaha, tanpa ia sadari, melirik
ke arahnya. Ia hanya tersenyum kecil melihatku. Itu bagus, karena aku tidak
ingin dikira sebagai orang tua yang tertarik pada anak-anak kecil.
Detik kemudian, seperti ninja
yang melakukan pengamatan, aku segera melirik ke arah gadis itu lagi dan
kembali tersenyum.
“Ya, sama-sama.”
Bersamaan dengan itu, aku segera
bangkit berdiri dan berlalu meninggalkannya.
“Mama, mama!”
“Ya, sayang?”
“Paman itu baik, ya? Aku pikir
dia sangat galak!”
“Ha ha, kalau begitu, mulai
sekarang Narumi jangan melihat orang lain dari penampilannya saja, ya?”
“Iya!”
“Ah, tapi ada baiknya untuk
waspada juga... Untuk berjaga-jaga...”
“....................”
Yah, aku sedikit senang.
Awal perjalananku kembali kemari,
aku sudah memberikan kesan yang baik pada seorang gadis kecil, dan juga memberikannya
sebuah pelajaran berharga, karena tak setiap saat aku bisa melakukannya.
Mobil berwarna hitam itu
menungguku di depan bandara.
Aku dan asistenku berjalan
berdampingan, dan ia membantuku memasukkan koper coklatku ke bagasi.
“Semuanya sudah siap. Tidak ada
yang terlupa?”
“Tidak. Ayo, berangkat.”
Setelah itu, akupun masuk dan
duduk di kursi belakang, sementara asistenku duduk di kursi pengemudi. Hanya
beberapa menit selang ketika aku sampai dan meletakkan barangku, mobil akhirnya
mulai melaju di jalanan.
“.....Hm...Hari ini cukup ramai,
ya?”
Memandang ke arah jendela, aku
berkata dengan volume suara yang pelan. Yang ada di hadapanku hanyalah mobil
dan juga berbagai kendaraan lain. Pagi ini sepertinya sudah sangat sibuk.
“Iya, orang-orang banyak yang
pergi ke kantor pada jam seperti ini. Bisa dibilang, ini adalah jam-jam yang
padat.”
Asistenku yang sibuk mengemudi,
merespon perkataanku.
“Hm...Tapi...”
“Ya?”
“Aku sudah pergi selama 20 tahun
lebih. Tapi, kurasa daerah sini tidak terlalu banyak berubah. Baguslah.”
Alasannya hanya satu aku
mengatakan semua itu, karena ada banyak kenangan yang tersimpan di dalamnya.
Aku senang karena masih bisa mengenali beberapa tempat yang kami lalui, seperti
taman kota Akasaki,
“Taman kota itu...2 pohon
berbentuk spiral yang berada di samping kiri dan kanan gerbang tamannya, masih
ada, ya?”
“Tentu saja, itu merupakan daya
tarik taman itu’kan?”
“Ha ha, dulu aku selalu
bertanya-tanya bagaimana caranya memotong pohon seperti itu. Semua tanaman
ibuku habis kupotong dan aku dimarahi tanpa bisa menjawab rasa keingintahuanku.
Pada waktu itu, orang tua itu sangat galak, kau tahu? Mereka akan menguncimu di
gudang atau membiarkanmu tidur di luar dengan serigala liar yang berkelian di
sekitar hutan. Kurasa kau tidak paham, ya? Senang menjadi anak muda.”
“Taman itu pasti menyimpan banyak
kenangan untuk tuan.”
Kata asistenku dengan nada
bicaranya yang tenang. Tapi aku tahu, sebenarnya pasti dia berusaha menahan
tawa seusai mendengar ceritaku barusan.
“.............Aku bertemu dengan
istriku di sana.”
“Fu fu fu.”
“Kenapa? Terlalu drama, ya?”
“Tidak, menurutku itu sangat
romantis.”
“Jangan bohong.”
“Aku tidak bohong. Aku hanya
tidak ingin gajiku dipotong.”
“Itu sama saja.”
Mengamati keadaan sekitar, aku
dan asistenku, Ishizaki Ichijou, sedikit berbincang-bincang.
Masih banyak yang tidak berubah
di daerah sini, ada air mancur yang akan memancarkan air tujuh warna ketika
malam tiba, kebun binatang Sakura tempat favorit anak-anak kecil berlibur atau
hanya sekedar untuk melihat dan mengenal hewan-hewan. Di tempat itu kalau tidak
salah, banyak terdapat pohon sakura dan merupakan spot terbaik ketika festival
Hanami berlangsung.
Aku sudah sangat tidak sabar
untuk itu.
Perpustakaan kota, taman hiburan,
semuanya masih sama persis seperti yang aku ingat dulu.
Hanya memang sudah ada beberapa
gedung pusat perbelanjaan yang dulu tidak ada. Semakin modern saja.
“Oh ya...”
Ucapku, begitu aku teringat akan
coklat batangan yang tersimpan di saku jas-ku.
Itu seharusnya bukan sesuatu di
mana aku berkata ‘Oh ya’ atau semacamnya. Aku hanya sedikit terbiasa berkata
ketika aku sedang melakukan sesuatu, meski sebenarnya aku bisa diam tanpa
terlihat tertegun.
Kini sebatang coklat dengan
bungkus merah itu sudah ada di tanganku. Dengan perlahan, aku membuka bungkusnya
lalu memasukkan coklat itu ke dalam mulutku.
Gigitan pertama terasa sangat
empuk. Juga manis. Ukurannya memang tidak terlalu besar, tapi aku punya, bahkan
lebih dari 4 lagi di saku jas.
Mungkin kalian akan berpikir
‘Kenapa orang dewasa sepertiku makan coklat murah yang biasanya di beli
anak-anak kecil dari sebuah mesin permen di pinggir jalan’?
Apalagi, bisa mempunyai banyak
sekali stok coklat batang itu.
Itu sebuah pertanyaan mudah, tapi
sangat sulit untuk menjawabnya.
“Anda sedang memakan coklat itu lagi?”
Asistenku, yang sepertinya
melihatku dari kaca di depan mobil, melontarkan sebuah pertanyaan padaku.
“Hm...Aku ingin perjalananku
sedikit dibumbui oleh rasa manis.”
“Aku merasa kalau perjalanan yang
hanya diisi oleh 2 orang pria sangat membosankan untuk Anda.”
“Baguslah kalau kau mengerti.
Setidaknya, satu atau 2 orang gadis tidak akan memperburuk suasana.”
“Aku terkejut Anda masih
berpikiran ke arah sana.”
“Aku juga seorang pria dewasa.”
“...............”
“Tapi bahkan setelah
bertahun-tahunpun...Aku sama sekali tidak menyangka kalau coklat ini masih
ada...Rasanya juga tetap sama...”
Sekali lagi, kenangan masa lalu
berusaha merasuki pikiranku.
“Ya, itu tetap menjadi favorit
anak-anak.”
Percakapan yang terdengar bodoh
ini berlanjut sampai kami sampai di dekat kawasan perumahan elit. Bukan hanya
di namanya saja, tapi kenyataannya, perumahan di kawasan ini memang benar-benar
elit.
Hampir tiap rumah memiliki satu
kolam renang outdoor dan terdiri atas lebih dari 2 tingkat serta halaman depan
yang sangat luas. Untuk keluar menuju gerbang saja, mungkin harus menggunakan
sepeda agar tidak terlalu lama.
Anggap saja, ini adalah tempat
orang-orang kaya mendirikan istana mereka.
Dan mobilpun, masuk ke dalam
kawasan perumahan itu.
“Ngomong-ngomong, kenapa Anda
tiba-tiba kembali ke Jepang?”
Tanya asistenku sambil sesekali
melirik ke arah kaca di depan untuk melihat ekspresi seperti apa yang aku buat.
Apa dia takut kalau aku marah?
Aku tidak tahu kalau dia orang yang sangat tidak ingin kehilangan isi di dalam
amplop bulanannya barang sepeserpun. Kurasa, selama aku tidak ada di sini, dia
sedikit agak berubah. Atau itu hanya spekulasi asal-asalanku saja...
Aku menyandarkan tanganku pada
tepi jendela dan menopang dagu.
“Kenapa dengan pertanyaan itu?
Kau tidak senang aku kembali?”
Aku berkata, berusaha membuat
seakan-akan sedang kesal.
“Ah, tidak. Tentu saja saya
sangat senang ketika mendengar kabar dari tuan kalau tuan akan kembali kemari.
Saya sudah tidak sabar untuk bekerja sama lagi dengan tuan.”
Itu benar-benar bohong.
Meski ia terdengar sedikit
tertawa dan menanggapi jawabanku dengan santai, aku tahu kalau ia sedikit agak
panik.
Siapa yang akan merasa senang
bekerja sama dengan seorang kakek-kakek seperti diriku ini?
Semenjak aku tinggal di Amerika, Ishizaki
bertugas menjadi pelayan rumah salah seorang putriku yang kebetulan tinggal di
Jepang. Kali inipun, aku akan tinggal bersama dengannya, suaminya dan juga
putrinya yang masih berusia sekitar 7 tahun.
Aku memang biasa menelepon
Ishizaki. Tapi kurasa kali terakhir aku meneleponnya telah membuatnya sedikit
kesal.
Aku menelepon waktu pagi, tapi
karena adanya perbedaan waktu, Ishizaki menerima telepon dariku tepat sekitar
tengah malam. Dari nada bicaranya waktu itu, kelihatan sekali kalau dia sangat
lelah. dan aku secara tidak telah mengganggu tidurnya yang nyenyak.
Waktu itu, aku bilang ‘Ishizaki,
kau dipecat’. Ia yang biasanya selalu bersikap tenang, langsung bereaksi seolah
ini adalah akhir dari dunia. Berkali-kali ia memohon kepadaku untuk tidak
memecatnya dan bertanya apa kesalahan yang diperbuatnya. Aku membalasnya dengan,
Me : Yuuko bilang kau bersikap
genit kepadanya
Ishizaki : Tidak tuan!! Itu tidak
benar!!!
Me : Oh ya? Kalau kau jadi aku,
apa kau akan lebih percaya dengan ucapan putrimu sendiri atau dengan pelayan
setiamu yang sudah mengabdi pada keluargamu selama bertahun-tahun lamanya?
Ishizaki : Aku tahu kalau lebih
baik percaya pada ucapan putriku, tapi setidaknya, tidak ada salahnya’kan
percaya pada pelayan setiaku?? Apalagi kalau dia tampan, gigih bekerja, pandai
bela diri, bisa mas--
Me : Kau kupecat
Ishizaki : Kumohon jangan pecat
aku!! Hanya ini pekerjaan yang aku punya!
Me : Hmm...Sayang sekali, barusan
aku mendapat SMS dari Yuuko, katanya saat ini kau sedang berada di kamarnya
dengan bertelanjang dada.
Ishizaki : Mana ada yang seperti
itu, Tuan!!? Aku sekarang sudah tidur di kamarku! Dan tidak ada nona Yuuko di
sini!!
Me : Tapi kau bertelanjang dada?
Ishizaki :Tidak, tuan!! Malam ini
sangat dingin, mana mungkin aku tidak berpakaian!!?
Me : .....................
Ishizaki : Tuan?
Me : Sayang sekali Ishizaki, tapi
aku tidak akan pernah tahu yang sebenarnya terjadi kalau tidak melihatnya
dengan kedua mataku sendiri
Ishizaki : Tuan!!
Me : Bersiaplah, Ishizaki, 2 hari
lagi, aku ingin kau menjemputku di bandara. Aku akan pulang ke Jepang dan
menemui Yuuko serta menyelidiki apa yang terjadi diantara kalin.
Ishizaki : Tidak ada yang
terjadi, Tuan!! Saya berani bersumpah!
Me : Kalau begitu, bersumpahlah
di hadapan hakim besok saat kita tiba di pengadilan!
Ishizaki : T--TUAN!!!
Me : ..................
Ishizaki : Tuan!!!!!!!
Me : Oh, dan aku bohong soal
Yuuko. Aku hanya ingin memberitahumu kalau akan segera kembali. Itu saja.
Lihat?
Hanya orang aneh saja yang akan
merasa senang menerima kabar dengan cara seperti itu.
Dalam jangka waktu yang tidak
lama itu, aku seringkali menelepon dan menanyakan kabar mereka di sana melalui
Ishizaki. Dan tiap kali menelepon, jawaban yang kudapat selalu saja sama.
‘Jangan khawatir, tuan. Semuanya
baik-baik saja’.
Aku tahu, akupun akan sangat
bahagia jika semuanya memang baik-baik saja. Tapi bahkan dalam kisah dongeng
anak-anak, seorang putri tidak selamanya memperoleh kebahagiaan meski mereka
terlahir sebagai seorang putri sekalipun. Hidup itu ada naik turunnya. Tak
terkecuali kehidupan keluarga yang terkadang sering boros itu.
Harta tak terlalu berarti bagiku,
tapi bagi putriku yang paling bungsu, aku rasa itu adalah segala-galanya. Aku
masih sangat ingat, saat aku masih menemaninya tinggal di sini, hampir tiap
hari ia membawa 7 tas belanjaan penuh. Pusing tiap hari aku melihat jumlah yang
ia keluarkan untuk hobinya belanja itu. Ia hanya meletakkan kedua tangan di
pinggang dan berkata ‘Apa gunanya punya orang tua yang kaya kalau tidak
memanfaatkan uang mereka?’.
Sepertinya pikiran itu telah
membuatnya tumbuh menjadi wanita yang berkepribadian buruk. Bukannya aku mau
berkata buruk tentang putriku sendiri. Tapi bahkan akupun tidak tahu harus
menanggapinya seperti apa.
Aku bisa sedikit memahami kalau
Ishizaki hanya berusaha membuatku merasa tenang. Tapi itu justru akan menimbulkan
kesan, bahwa sesuatu memang sedang terjadi di sana...Sesuatu yang mengerikan
tentunya [dan itu adalah terkurasnya ATM-ku untuk hal yang tidak berguna].
“Sudah lama aku tinggal di
Amerika. Aku hanya ingin mengecek keadaan putri dan juga cucuku, yang bahkan
belum pernah aku lihat secera langsung.”
Aku berkata, dan bayangan tentang
cucu perempuan yang selama ini hanya kulihat lewat foto yang dikirimkan oleh Ishizaki
mulai terbayang di pikiranku.
“Keadaan nona Yuuko di sini
baik-baik saja. Begitu juga dengan cucu Anda.”
“Itu adalah hal yang selalu kau
katakan kepadaku.”
“Ha ha ha, anda ingin aku berkata
apalagi?”
“Tidak. Itu saja sudah cukup.”
Aku memejamkan kedua mataku dan
terdiam sejenak. Sebelah tanganku masuk ke dalam saku jas. Ketika tanganku
meraba sesuatu yang tipis seperti kertas, aku sedikit menariknya ke atas.
Terlihat olehku, sepucuk surat
putih.
“.....................”
Perlahan, aku sedikit menurunkan
topiku, menghalangi siapapun yang berusaha melihat seperti apa raut wajah yang
kubuat saat ini.
Tanpa mengatakan apapun, aku
sedikit memberi dorongan kepada surat tersebut sehingga masuk kembali ke dalam
saku jas-ku.
“..........................”
Yang sebenarnya adalah,
Aku kembali kemari bukan hanya
karena aku ingin bertemu dengan keluargaku yang tinggal di Jepang. Kembalinya
aku kemari, juga karena ada sebuah misi penting yang seharusnya sudah aku
selesaikan jauh bertahun-tahun yang lalu.
Aku menyesal karena aku tidak
melakukan hal ini sampai sekarang. Karena itu, mungkin sudah waktunya aku
menyelesaikan semua ini.
“Sudah sangat lama...”
Kini, tanganku bergerak masuk ke
saku jas-ku yang sebelah. Dan dari dalamnya, tanganku menarik selembar foto.
Seorang gadis kecil, berambut
hitam pendek, dengan boneka beruang oranye dan pita berwarna merah di
dekapannya.
Aku kembali untuk menyampaikan pesan
yang seharusnya disampaikan 23 tahun yang lalu...
***-***
MIHASHI -END-
A/N : Hai, minna XDD
Yey, dengan ingin, Mihashi tamat!! Sebenarnya baru ending satu aja sih...
Tapi setidaknya aku bisa merasa senang karena telah menyelesaikan satu lagi cerita selain Memories in The Winter. Setelah ini, Hide and Seek bakal tamat! PASTI!!
Tunggu kelanjutan cerita Chiharu dan Mihashi ya!!
Sankyuu!!
Visit : Ngomik
DA
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar