*Read :
Prologue
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 10
Epilogue
*Read Another Stories
MIHASHI
- Chapter 9 -
Aku Ingin Semuanya Berakhir dengan Baik
“.......................”
Malam harinya, salju lembut
berwarna putih turun mengiringi langkah Chiharu dan juga Mihashi.
“.........Hari yang melelahkan.”
Chiharu berkata dengan suara
pelan dan Mihashi mengangguk.
“Ya.”
Perlahan, Chiharu melirik ke arah
Mihashi yang berjalan dengan wajah lesu sambil memakan sebatang coklat
pemberian Chiharu [Coklat yang biasa ia berikan untuknya sebagai hadiah tiap
harinya].
Ia kemudian menghela nafas
kemudian melihat ke atas langit.
Terlihat bintang-bintang yang
bersinar dengan indahnya menerangi langit malam, berdampingan dengan bulan.
Entah kenapa bintang-bintang itu
terasa luar biasa di mata Chiharu saat ini.
Bukan berarti ini baru pertama
kalinya ia melihat langit penuh bintang seperti itu.
Hanya saja--
Langit yang begitu luas dan juga
jelap, bisa terlihat indah hanya karena cahaya kecil bintang-bintang itu.
Apa alasan bintang yang ukurannya
tidak bisa dibandingkan dengan langit itu, bisa menerangi seluruh langit
seperti itu?
Mungkinkah karena jumlahnya yang
sangat banyak?
Mereka bekerja sama untuk
menerangi langit malam ini--
“Ah, apa yang aku pikirkan
sebenarnya...?”
Gumam Chiharu pelan sambil
menggelengkan kepalanya.
Mihashi sepertinya tidak
mendengar ucapannya barusan karena dari ekspresi wajahnya, terlihat bahwa ia sedang
memikirkan sesuatu.
Coklat itu juga baru termakan
sedikit, tidak sampai separuhnya.
Ketika pandangan Chiharu tak
sengaja terarah pada tas yang ia bawa, perlahan ia memasukkan tangan ke
dalamya, hendak mengambil sesuatu.
Ia tertegun begitu tangannya sudah
menyentuh barang yang sedang ia cari.
Dengan pelan-pelan, ia
mengeluarkan tangannya dari dalam tas.
Di tangannya sekarang sudah ada
sebuah kamera berwarna hitam.
Sayangnya, kamera itu sudah
hancur berantakan.
Mata Chiharu tidak bisa lepas
dari kamera itu untuk beberapa saat.
Festival sekolah tersebut,
berakhir sampai kira-kira pukul 20.34 P.M.
Setelah Chiharu mengajak Mihashi
turun, pertunjukkan kelas Mihashi dibatalkan dan segera dilanjutkan oleh
penampilan kelas lain.
Kepala sekolah sangat menyayangkan
hal ini.
Hampir saja seluruh acara
festival sekolah yang sudah disiapkan dari minggu-minggu sebelumnya, hancur
bernatakan hanya karena ulah seorang gadis yang sangat tidak masuk di akal.
Tentu saja, karena ia tidak tahu
apapun tenang Mihashi.
Karena kalau dia tahu, dia tidak
mungkin berkata ‘Anak itu hanya akan membawa bencana besar untuk sekolah kita!
Lihat apa saja yang sudah ia perbuat!?’.
Teman-teman Mihashi yang lain
juga berkata buruk tentang Mihashi di belakangnya.
Dengan provokasi Ringo, semua murid
esoknya pasti akan semakin memusuhi Mihashi.
Aragaki-sensei berkali-kali minta
maaf atas kejadian ini.
Kepala sekolah akhirnya
melepaskan kejadian ini, dengan satu syarat.
Aragaki-sensei sebagai
koordinator acara dan juga wali kelas Mihashi, kepala sekolah menganggap ia
lalai dalam melaksanakan tugas dan menjaga Mihashi untuk bertingkah aneh, sehingga
ia harus mendapatkan hukuman atas perbuatannya tersebut.
Dan sebagai gantinya, gaji
Aragaki-sensei akan dipotong setengah bulan ini.
Chiharu bersikeras mengatakan
kalau ini bukan kesalahan Aragaki-sensei, dan dia tidak perlu mendapat hukuman
seperti itu.
Ia memutuskan untuk bertanggung
jawab atas semuanya.
Namun, Aragaki-sensei menolak dan
tersenyum sambil berkata ‘Tidak apa-apa. Serahkan semuanya padaku.’
Ah, dia terlalu serius dalam
pekerjaannya, sampai-sampai harus menanggung semua tanggung jawab itu sendiri.
Memang benar-benar orang yang
patut dicontoh.
Sementara itu, Mihashi terus saja
menangis sambil memeluk Chiharu dan terus memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’.
Tiap kali Chiharu berusaha
melepaskan pelukannya, Mihashi tidak mau dan justru memeluknya semakin erat.
‘Benar-benar deh. Ada apa lagi
dengan anak ini...?’
Begitulah kira-kira yang Chiharu
pikirkan saat itu.
Namun ia tidak bisa berbuat
banyak sehingga membiarkannya begitu saja.
Setelah itu, festival ulang tahun
sekolah yang ke-57 berlangsung dengan baik.
Semua pengunjung mengatakan puas
dan akan datang lagi di acara ulang tahun sekolah yang berikutnya di tahun yang
akan datang.
Bisa dibilang, festival tahun ini
cukup sukses jika dibandingkan dengan tahun yang sebelumnya.
Tentu saja, kalau tidak ada
perisitiwa dengan Mihashi, festival tahun ini akan berkali-kali lipat jauh
lebih baik dan sekolah tidak harus menanggung malu.
Mihashi juga sepertinya sudah
kembali normal.
Ia berhenti memeluk Chiharu dan
kembali memanggilnya dengan sebutan ‘Bibi’.
Mendengar itu, Chiharu menghela
nafas sangat lega.
Tidak ada yang sangat ia syukuri
selain Mihashi berhenti memeluknya seperti seekor monyet tersebut.
‘Terima kasih, Tuhan’.
Itulah yang ia ucapkan pertama
kali dari lubuk hatinya yang terdalam.
“Tapi--“
Ya, tapi--
“Pada akhirnya aku sama sekali
tidak mendapat gambar apapun...Kameraku satu-satunya juga rusak...Ukh...”
Chiharu berkata dengan suara pelan supaya Mihashi tidak mendengarnya.
Bagaimanapun juga, ia tidak bisa
mengambil gambar karena Mihashi yang tiba-tiba berteriak-teriak memanggil
Chiaki, dan kameranya rusak karena ia berusaha mengajak Mihashi turun dari atas
panggung.
Ia tidak ingin anak itu mendengar
perkataannya barusan dan merasa bersalah sambil berkata “Maaf, itu semua
gara-gara itu’, sambil memasang ekspresi sedih.
Namun, Mihashi ternyata jauh
lebih peka dari yang ia kira.
“Bibi...”
Mihashi yang dari tadi terus
terdiam, akhirnya mengeluarkan suaranya yang kecil.
Agak sedikit kaget, Chiharu
menjawab dengan ‘Ya?’.
“...........................”
Mihashi tidak menjawab.
Ia terdiam sesaat seolah sedang
mempersiapkan dirinya untuk mengatakan sesuatu yang besar.
Kemudian, sambil tertunduk malu,
ia berkata dengan suara pelan,
“Maaf.”
“He?”
Suaranya sangat pelan
sampai-sampai Chiharu tidak bisa mendnegar apa yang ia katakan.
Tapi ia paham dan berkata pelan
pada dirinya sendiri sambil menghela nafas ‘Akhirnya kejadian juga deh’.
Chiharu lalu menoleh ke arah Mihashi
sambil terus berjalan di sampingnya.
“Tidak usah minta maaf. Kau tidak
berbuat sesuatu yang sal--“
“Itu tidak benar!”
“!!?”
Sambil berteriak, Mihashi
menghentikan langkahnya , membuat Chiharu melompat kaget.
Mihashi lalu berjalan pelan dan
berhenti di hadapan Chiharu.
“.............Ini semua salahku...Festival
sekolah berantakan...”
Ia berkata pelan, menyesali semua
perbuatannya, namun ia tidak menangis seperti sebelumnya.
Ia pasti merasa sangat bersalah
sekali...
Mihashi sudah berlatih dengan
keras tiap harinya di sekolah dan bahkan di rumah, ia terus mengganggu Chiharu
dengan menyanyikan lagu tersebut dengan suara super keras.
Ia juga sangat menantikan hari
ini.
Ia ingin tampil di atas panggung,
bersenang-senang dengan teman-temannya.
Bukan membuat semuanya berantakan
seperti ini.
Mendengar itu, Chiharu berusaha
meyakinkan Mihashi kalau ini bukan kesalahannya.
“.........Sudahlah, Mihashi-chan.
Yang penting, semuanya berakhir dengan baik’kan? Kau tidak lihat senyum
orang-orang berisik yang terlihat sangat puas ketika mereka keluar dari gerbang
sekolah? Mereka bahkan berkata akan datang lagi tahun depan? Bukannya itu hal
yang bagus? Dan--“
“Itu bukanlah hal yang bagus.”
Ia berkata sambil menggeleng
pelan.
“Kalau aku tidak tampil--Maka
semua itu tidak akan terjadi! Teman-teman yang lain sudah berusaha dengan
baik...Tapi aku merusak semuanya. Aku--Aku benar-benar teman yang buruk!!”
Mihashi berteriak dengan suara
keras.
Mendengar semua itu, Chiharu
hanya bisa membeku di tempatnya.
Teman yang buruk?
Siapa yang lebih buruk?
Orang yang berkata buruk tentangmu
di belakang mereka jauh jauh jauh bahkan jauh lebih buruk lagi!!
Dan dia masih menyebut
orang-orang seperti itu sebagai teman?!
“H--Hati seperti apa yang
sebenarnya kau miliki ini...?”
Gumam Chiharu pelan.
“..............Bukan hanya
itu--Gara-gara aku juga, kamera bibi jadi rusak. Maaf, Bi! Aku benar-benar
minta maaf!!”
Ia berkata sambil menundukkan
tubuhnya.
Chiharu yang melihat itu, terdiam
kemudian tersenyum kecil.
Chiharu menunjukkan kameranya itu
kepada Mihashi.
“Coba kau lihat kamera ini.”
“?”
Mihashi mengangkat wajahnya dan
melihat ke arah kamera yang dipegang oleh Chiharu.
“Bukan salahmu kameraku jadi
seperti ini. Sejak awal ini memang cuma kamera tua dan aku sendiri yang tidak
sengaja menjatuhkannya. Yah...Aku juga tidak terlalu butuh sih.”
Ia lalu menoleh ke sana kemari,
seperti orang sedang mencari sesuatu.
Kemudian , ia lalu berjalan ke
sebuah tempat sampah yang terletak di pinggir jalan, dan membuang kamera itu ke
sana.
“Nah, kamera ini sudah rusak.
Jadi, lebih baik di buang saja.
Katanya sambil sedikit tersenyum.
“Jangan!!”
“Apa?”
Tiba-tiba, Mihashi berlari ke
arah Chiharu, kemudian ia mengambil kamera yang telah hancur tersebut dari
dalam tempat sampah.
“A--Apa yang kau lakukan!? Kenapa
memungut sampah seperti itu!?”
“.................Ini bukan
sampah.”
Perlahan, ia berkata pelan sambil
memeluk erat kamera itu.
“T--Tunggu dulu! Tapi itu sudah
kotor--“
“Ini tidak kotor...”
“...................”
Chiharu tidak tahu harus
melakukan apa lagi, jadi ia hanya menghela nafas pasrah.
“Iya, iya, terserah padamu.
Tapi...Kenapa kau memungutnya lagi? Bukannya kamera itu sudah rusak dan tidak
bisa digunakan lagi?”
Mihashi terdiam.
“.................................”
“Karena kamera menyimpan banyak
kenangan.”
Chiharu tertegun.
“Ha? Maksudmu? Kenangan apa?”
“Kenangan antara aku dan papa.”
Mihashi berkata dengan suara yang
terdengar lemah dan sedikit tersenyum.
Dan kenapa, Chiharu merasakan
sesuatu yang aneh begitu melihat senyuman anak itu.
“Kau menggunakan kamera ini untuk
merekamku. Supaya papa bisa melihat penampilanku. Sudah ada beberapa video di
dalamnya dan aku sebenarnya sudah tidak sabar untuk menunjukkannya kepada papa.
Dan...Meskipun akhirnya kamera ini rusak dan hancur, meskipun aku tidak bisa
menampilkan pertunjukkan terbaik untuk papa, dan meskipun papa sudah tidak bisa
meonton video di dalamnya lagi, bagiku, kamera ini penuh dengan perasaanku
terhadap papa. Karena itu, sampai kapanpun, aku tidak ingin kamera ini di
buang. Kalau tidak mau menyimpannya, setidaknya, biarkan aku yang menjaganya.”
“...................terserah
padamu.”
Akhirnya ia hanya bisa mengalah
dan membiarkan anak itu melakukan apa yang ia inginkan.
Tapi, ketika ia kembali melihat
wajah Mihashi, air mata sudah membasahi wajahnya.
Chiharu berlutut, berusaha
menyamakan tingginya dengan tinggi Mihashi dan menatapnya sambil meletakkan
tangannya di pundak anak itu.
“Ada apa?”
“......................Aku--Aku--Aku
sudah berjanji pada papa...Kalau suatu saat nanti, aku akan tampil di atas
panggung dan bernyanyi untuknya. Aku akan menampilkan yang terbaik untuknya!
Tapi--Tapi--!! Dengan bodohnya, aku justru merusak semuanya! Kalau seperti
ini--Maka sampai kapanpun, papa tidak akan bisa melihat aku menyanyi di atas
panggung seperti yang ia inginkan!!”
Ia menangis semakin erat.
Tangan Mihashi berusaha menghapus
air matanya sambil terus memeluk kamera itu dengan sebelah tangan.
Perlahan, dekapannya menjadi
semakin erat.
“Aku--Aku tisak tahu apa yang
harus aku lakukan!! Kenapa aku selalu mengacau di saat-saat penting seperti
ini!? Kenapa aku tidak bisa menjalani hidup dengan normal seperti anak-anak
yang lain!? Kenapa aku terus seperti ini!!!? KENAPA!!!!?”
“..........................”
Chiharu tahu.
Cepat atau lambat--
perlahan-lahan, Mihashi mulai
sadar akan tindakan yang selama ini terasa seperti mimpi yang tidak nyata
baginya.
Perlahan, ia mulai bangun dan di
bawa menuju ke kenyataan.
Seolah seperti roh yang terpisah
dari tubuhnya, ia bisa melihat dirinya yang lain, ketika berteriak memanggil
ayahnya di atas panggung, membuat para penonton kecewa dan teman-temannya yang
lain menderita serta telah merepotkan semua orang.
Ketika ia sudah kembali normal,
kejadian itu seolah menghilang dari kepalanya.
Tapi, samar-samar, ia bisa
mendengar suara teriakan penonton yang menyuruhnya untuk turun dan menghentikan
pertunjukkan, suara teman-temannya yang lain yang berteriak ‘semua ini
gara-gara kau!!!’, suara kamera yang hancur dan pecah, serta bayangan seorang
anak perempuan di atas panggung dengan ekspresi yang terlihat sangat
menyedihkan.
Ia tidak paham dengan semua itu.
Tapi ia bisa merasakan bahwa
ialah gadis kecil kecil di atas panggung itu.
Ia tidak paham kenapa ia bisa
mengacaukan seluruh pertunjukkan kelasnya.
Yang jelas, ia paham kalau ia
sudah melakukan sesuatu yang sangat buruk.
Benar-benar buruk dan tidak bisa
dimaafkan lagi.
“Aku benar-benar tidak berguna!!
Aku hanya bisa merusak! Aku merusak kamera mama, kemudian merusak kamera
bibi!!”
“!?”
Chiharu tertegun.
‘Kamera mama’?
“Aku menghancurkan pertunjukkan dan
mengecewakan mama!! Dan sekarang, aku mengacau lagi dan mengecewakan lebih
banyak orang lagi!!!”
Mihashi berteriak marah sambil
memegang kepala dengan kedua tangan.
“Tunggu...? Apa kau dulu pernah
mengikuti festival sebelum ini...?”
“!!”
Mihashi tertegun.
Sepertinya ia tidak sengaja
membicarakan soal masa lalu.
Perlahan, ekspresi kesal di
wajahnya menghilang.
Ingatan masa lalu yang entah
seperti apa, terbayang kembali dipikirannya.
“Oh ya...Aku belum pernah
memberitahumu soal ini...”
Ia berkata dengan suara pelan.
Terdengar kesedihan dari nada
bicaranya barusan.
“............Dulu, aku pernah
datang ke festival ini bersama dengan mama...”
“Satone-san...”
Chiharu berkata pelan.
“...........Papa sibuk, dia tidak
bisa datang dan menontonku. Tapi dia bilang sangat ingin melihatku tampil
bernyanyi di atas panggung. Papa bilang suaraku bagus, makanya aku suka
menyanyi. Saat itu, aku menyuruh mama untuk merekamku, kemudian menunjukkan
video-nya pada papa supaya ia bisa menontonnya. Di festival itu, aku akan tampil
di atas panggung dan bernyanyi secara solo.”
Mihashi menghentikan ucapannya.
Terlihat tangannya yang mengepal
sedikit bergetar.
“Mama, mama!”
“Ya, ada apa Mihashi?”
“Hari ini Mihashi akan tampil! Pastikan mama melihat penampilan Mihashi
nanti, ya!”
“Sudah pasti mama akan melihatnya. Mama juga sudah menyiapkan kamera
untuk merekam pertunjukkan Mihashi. Nanti, kita tunjukkan sama-sama pada papa,
ya?”
“Hm! Mihashi akan menampilkan yang terbaik!!”
Kemudian ia melanjutkan.
“Aku senang sekali. Karena bisa
tampil seperti yang papa inginkan. aku tidak bisa mengecewakan mereka dan
berjanji akan menampilkan yang terbaik. Atau--Itulah yang sangat ingin aku
lakukan...”
“Lalu, apa yang terjadi?”
Tanya Chiharu.
Meskipun ia bertanya, ia sudah
tahu garis besar dari cerita Mihashi.
Tapi bagaimanapun juga, ia ingin
mendengar hal itu langsung dari mulut anak itu sendiri.
“.............Pada saat aku ingin
tampil...”
“....................................”
“Ada apa, Mihashi-chan? Ayo, naik ke atas panggung.”
“.................Tapi mama tidak ada di sini.”
“Ibumu bilang dia ingin membeli minuman sebentar.”
“Tapi, aku ingin mama melihatku.”
“Ibumu akan kembali saat kau tampil. Ia hanya pergi sebentar.”
“Sensei berkata padaku bahwa mama
sedang pergi sebentar untuk membeli minuman. Aku tidak tahu kenapa, tapi pada
saat itu, aku hanya ingin bertemu dengan mama. Muncul rasa takut di dalam
hatiku, kalau mama tidak sempat kembali dan datang menontonku serta
merekamku...Aku tidak tahu! Aku hanya takut!!”
“....................................”
“Aku tidak begitu ingat dengan
detail kejadiansaat aku tampil. Dan jujur saja, aku sama sekali tidak ingat apa
yang aku di lakukan di atas panggung. Sadar-sadar, aku sudah berada di pelukan
mama yang berusaha menenangkanku.”
“...................................”
“Tapi aku--“
“..................................”
“Hey, ada apa dengan anak itu?”
“Mama...di mana mama?”
“Kenapa dia hanya diam saja?”
“Mama--Mama--Aku ingin kau melihatku...Di mana kau...?”
“Suruh anak itu turun!”
“Samar-samar bisa mendengar suara
seseorang, berteriak dengan keras...”
“.................................”
“Turun!! Turun!!”
“Ah, mama--Bukannya mama sudah janji akan melihatku...Kenapa mama
meninggalkanku sendiri di sini...”
“Turun!! Huuuu!!”
“Mama...Kenapa mama--Mama...”
“Dan di saat bersamaan, aku
melihat bayangan seorang gadis jatuh terduduk di atas panggung sambil menangis
dan berteriak keras memanggil ibunya...”
“.............Mama--“
“Kalau tidak bisa menyanyi, jangan maju!! Huuuuu!!!”
“Turun kau!! Turun!!!!”
“Aku tidak tahu apa yang terjadi
pada diriku. Tapi, suara-suara itu terdengar sangat nyata, seolah aku pernah
mendengar dan melihatnya sebelumnya. Seberapa kerasnya aku berpikir, aku sama
sekali tidak bisa mengingatnya! Hingga aku mendengar suara orang berteriak--“
“Mihashi-chan! Cepat turun!”
“!!?”
“Saat itu aku langsung kaget.
Nama yang di sebut itu adalah namaku. Suara itu berteriak supaya anak yang
menangis di atas panggung itu turun. Dari situlah aku menyadari, kalau gadis
itu ternyata adalah diriku sendiri...
“Mama--“
“MAMA!!!!!!!!!!”
BRUUUKH!!!!
“Mihashi-chan!!”
Chiharu langsung tertegun ketika
Mihashi jatuh terduduk.
Di tengah salju putih yang turun,
jeritan hatinya seolah terdengar jelas sampai ke angkasa yang luas.
“Aku tidak mau seperti ini!!! Aku
tidak ingin membuat siapapun khawatir!! Aku tidak mau!! Tapi aku tidak bisa
menghentikannya!!! Aku--Aku--!!! Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa!!”
Teriaknya sambil terus menangis.
“..........................”
Perlahan, ia berusaha mengusap
air matanya, kemudian kembali berkata, kali ini dnegan suara lebih pelan.
“.........Ya, ya...Aku paham
sekarang...”
“?”
“............Papa
menitipkanku--membuangku, pasti karena masalah ini juga’kan...? Ia tidak tahan
denganku yang selalu berteriak aneh seperti orang tidak waras...Papa tidak
ingin menemuiku lagi’kan!!? Ia membenciku! Karena itu ia memberikanku pada
bibi!!! IYA’KAN!!?”
Mihashi berteriak, sambil menatap
tajam ke arah Chiharu.
Chiharu membalasnya dengan
tatapan yang sama.
“Dari mana kau tahu kalau ayahmu
berpikiran seperti itu!!? Kau sama sekali tidak tahu apa-apa tentang
perasaannya! Bagaimana sedihnya dia ketika terpaksa meninggalkanmu pada--“
“Aku tahu saja!! Ringo-chan juga
bilang’kan!? ‘
“ ‘Papa’ apanya!!? Dia tidak ada di sini tahu! Bukannya, AYAHMU SENDIRI YANG SUDAH MEMBUANGMU,
YA!!?”
“ANAK SEPERTIMU SUDAH
SEPANTASNYA DI BUANG!!!!!”
“Dia bilang papa yang sudah
membuangku karena ia menganggapku seperti sampah yang tidak berguna!! Bukannya
anak tidak berguna sepertiku ini hanya akan menyusahkan dan memang pantas untuk
di buang!!!?”
“.................K--Kenapa kau
mau saja mendengar apa yang anak itu katakan!!? Siapa yang kau percaya!? Dia!!
Atau ayahmu sendiri!!?”
Chiharu berteriak sambil memegang
pundak Mihashi lebih erat lagi.
“Aku tidak tahu!!! Aku ingin
percaya pada papa! Tapi--Tapi semuanya sudah jelas menunjukkan kalau papa memang
membuangku!!!”
“Iya, apa yang dia bilang benar.”
“Semua ini gara-gara Mihashi!”
“Sejak awal seharusnya tidak kita biarkan dia ikut.”
“Dia hanya bisa merusak.”
“Tidak aneh kalau ayahnya membuangnya seperti sampah yang tidak ada
gunanya!!”
“...........Hentikan--”
“Aku ini hanya bisa merusak!!!
Semua ini terjadi gara-gara aku!!! Bahkan Aragaki-sensei juga terpaksa harus
bertanggung jawab!! Kalau saja...seandainya aku tidak ikut--!! Aku yakin
pertunjukkan kelas kita akan berhasil dengan sukses!!! Aku sudah mengacaukan
semuanya!! Aku sudah mengacaukan semuanya!!!!!!”
“Hah! Ternyata kau memang tidak berguna!! Kalau aku jadi, ayahmu--Tanpa
harus berpikir untuk yang kedua kalinya, aku akan membuangmu!!! Dan seandainya
aku diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya, Maka aku--Tanpa ragu--PASTI AKAN MEMBUANGMU LAGI!!!”
“...........Aku bilang
hentikan--“”
“Itu benar...”
Mihashi berkata dengan kepala
tertunduk.
Air matanya terjatuh dengan
perlahan, ke atas tanah yang dingin.
“Papa sudah membuangku karena aku
hanya menjadi perusak hidupnya...Ia tidak menginginkan anak sepertiku... Ia
menginginkan anak yang jauh lebih dari aku!! Tapi ia terpaksa merawatku!
terpaksa membesarkanku!!! Kenapa tidak ia buang dari dulu saja aku!!!? Buang
saja aku!!! Buang saja aku lagi!!!”
“.........Aku bilang hentika--“
“Bahkan bibi-pun!! Aku yakin,
bibi sebenarnya tidak ingin merawatku’kan!!? Bibi sebenarnya tidak ingin aku
ada di sini bersama denganmu’kan!!? Bibi selalu merasa repot, benci dan juga
tidak suka dengan sikapku’kan!!!? Aku hanya menjadi perusak dalam hidupmu!!!! Bukannya
benar--KALAU BIBI LEBIH
MEMILIH UNTUK MEMBUANG ANAK SEPERTIKU IN--“
“AKU BILANG HENTIKAN,
DASAR BODOH!!!!!”
“!!!”
“Ya, memang benar!! Aku memang
tidak suka kehadiranmu di hidupku!!! Bagiku, kau memang hanya anak yang
merepotkan!!!”
Mihashi terkejut ketika mendengar
teriakan keras Chiharu yang tepat berada di hadapannya.
Ia tidak bergerak, perasaan
ketakutan muncul di dalam dirinya.
Chiharu berusaha mengatur
nafasnya yang berantakan, tak peduli apakah ekspresi anak yang berada di
depannya saat ini, tengah memandangnya seperti memandang seekor monster yang
haus darah.
Ia tidak peduli tentang pandangan
Mihashi terhadap dirinya.
Tapi setidaknya, ada hal yang harus
ia katakan di sana.
Mihashi harus tahu, bagaimana
perasaan Chiaki yang sebenarnya.
“Tapi....Bukan itu hal yang ingin
aku bahas sekarang...Kau tidak tahu’kan...? Kau tidak pernah tahu bagaimana
perasaan ayahmu yang sebenarnya’kan!!?”
“.......A--Aku--!!”
“Diam!! Aku sedang bicara di
sini, jadi jangan seenaknya menyelaku seperti itu!!!”
“....................”
Mihashi terdiam dengan mata
terbuka lebar.
Sepertinya ia kaget karena
Chiharu yang tiba-tiba berteriak keras.
Perlahan, Chiharu menatap ke arah
anak itu yang masih di basahi oleh air mata.
“Iya, apa yang temanmu katakan
itu memang benar.”
“!!?”
Perkataannya membuat Mihashi
terlihat lebih terkejut lagi.
Apa yang temannya katakan itu
benar?
Itu artinya--
“Papa--Benar-benar
membuangku...?”
Ekspresi tidap percaya kini
tergambar dengan sangat jelas di wajah Mihashi.
“Iya!! Ayahmu itu, sudah tidak
tahan lagi merawatmu!!! Ia tidak sanggup merawatmu lagi!!!”
“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!!? Aku sama sekali tidak sanggup
menghadapi anak itu lagi!! Apa itu!!? Ia bersikap normal kemudian beberapa
menit kemudian ia berteriak bahwa aku pembunuh!! setelah itu ia kembali
bersikap layaknya gadis normal!!! Apa itu!!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”
“Tu--Tunggu--Pa--“
“Ia bahkan hampir menyerah
mengurusmu dan bermaksud untuk menitipkanmu pada orang tua kami!!!”
“.......................”
“Aku bahkan hampir menyerah mengurusnya dan berniat untuk menitipkannya
pada orang tua kita!!”
“Ia berteriak dengan jelas dan
sangat keras di hadapanku--“
“AKU SUDAH TIDAK TAHAN
LAGI!!!!!!!!”
“............Papa --Sudah tidak
ingin lagi merawatku--Papa--Membuangku...?......................”
“Iya, ayahmu itu suuuuuudah sangat
putus asa!!! Kau paham!!? Ia seputus asa itu!!!”
Teriak Chiharu tidak sabaran
dengan ekspresi dan gerakan-gerakan tangan yang sebenarnya sangat tidak perlu.
“.........................”
Chiharu terus saja berteriak,
apapun yang terjadi, ia harus bisa menyampaikan perasaan Chiaki yang sebenarnya
kepada putrinya sendiri.
“Tapi, kau tahu!!?”
“Tapi...”
“Ia mengurungkan niatnya dan
tetap merawatmu seorang diri, KARENA IA SANGAT SAYANG PADAMU!!!!!”
DEG!!!
Mihashi kembali tertegun.
Entah sudah berapa kali ia
memasang ekspresi seperti itu.
“Ia benar-benar sayang padamu!!!
Bahkan ia sampai mengutuk dirinya sendiri yang bermaksud untuk melakukan hal
kotor dan menjijikan seperti itu pada putrinya sendiri!!!!!!!”
“........................”
“Tapi--Tapi...Bagaimana bisa...? Setelah semua hal yang ia lalui, setelah ia berkata seperti itu dengan wajah paling menyedihkan yang aku pernah lihat...Bagaimana kau--“
“Aku mengurungkan niatku karena aku sangat sayang pada Mihashi!! Aku
bahkan mengutuk diriku berkali-kali atas keinginanku untuk membuang Mihashi!!
Aku tidak percaya kalau aku, ayahnya sendiri akan melakukan hal kotor dan
menjijikan seperti itu kepada putriku sendiri!”
“BISA BERPIKIRAN BAHWA
AYAHMU BENAR-BENAR MEMBUANGMU!!!!!?”
“!!!!”
“Dia sangat menyayangimu lebih
dari apapun!! Ia menahan keinginannya untuk membuangmu karena ia sangat sayang
padamu!!! Tapi, kenapa--Kau!! Justru anak yang ia lindingi dan besarkan dengan
sepenuh hati--“
“Aku memutuskan untuk merawat dan membesarkan Mihashi seorang diri. Aku
mencurahkan segala yang aku miliki dan memberikan semua kasih sayangku padanya.
Tapi, kejadian itu tetap saja berulang! Aku tahu, Mihashi memang sangat
menyayangi Satone... Aku tahu berat bagi anak seperti dia untuk menerima
kenyataan, apalagi usianya yang masih sangat kecil!! Aku paham semua itu! Ada
saat-saat di mana aku kembali merasa stress, ingin membuangnya, tapi rasa
cintaku kepada Mihashi berhasil menguatkan hatiku untuk terus merawatnya.”
“BISA MENGATAKAN HAL MENGERIKAN SEPERTI ITU TENTANG AYAHMU SENDIRI!!!!?”
“.........A--Aku--Aku--“
“.........Kenapa kau lebih percaya
dengan kata-kata mereka!? Kenapa kau tidak percaya pada ayahmu!? Bukannya--Kau
sangat sayang padanya!!?”
Kata-kata Chiharu terdengar
menggema dengan keras di hati Mihashi.
Ia tidak tahu kenapa, tapi ia
bisa merasakan perasaan ayahnya yang sangat hangat dari kata-katanya itu.
Seolah ia merasakan bahwa yang
berdiri di hadapannya sekarang ini dan yang mengatakan semua hal itu adalah
ayahnya sendiri.
“Dengar’kan aku!! Ayahmu
menitipkanmu padaku--Itu karena ia peduli padamu!! Ia ingin kau hidup normal
seperti anak-anak yang lain!!! Bukannya bermaksud untuk membuangmu atau
apapun!!!”
“......................”
Ketika membayangkan hal itu,
Mihashi kembali meneteskan air mata.
Ia tidak percaya dengan apa yang
ia lakukan dan katakan.
Ayahnya sangat menyayangi dirinya.
Ia tidak mungkin membuangnya
seperti itu...
Kenapa ia bisa-bisanya mengatakan
hal bodoh seperti itu?
Bagaimana kalau ayahnya mendengar
perkataannya barusan?
Ia yakin, perasaannya pasti akan
hancur berkeping-keping mendengar putri yang ia besarkan dan rawat dengan
sepenuh hai berkata bahwa ia telah membuangnya.
Ia benar-benar merasa kecewa pada
dirinya sendiri...
Dengan perasaan seperti itu,
Mihashi berteriak dengan keras,
“P--Papa!!!!”
“!!?”
Kini giliran Chiharu yang
meloncat kaget ketika Mihashi berteriak dengan keras seperti itu.
“Aku minta maaf karena sudah berkata
buruk tentang papa!!! Aku seharusnya percaya pada papa, kalau papa tidak akan
pernah membuangku!! Aku harusnya percayaaaaaa!!!”
Mihashi bangkit berdiri, kemudian
berteriak keras ke arah langit malam.
“......................”
Melihat itu, Chiharu hanya
terdiam, kemudian sedikit tersenyum.
Mungkin saja, perlahan-lahan
Mihashi bisa hidup dengan normal seperti anak-anak yang lain.
”Iya, apapun yang terjadi...Aku
akan terus percaya pada papa! Papa bukannya membuangku! Papa melakukan semua
ini demi aku!! Supaya aku pelan-pelan bisa hidup dengan normal!!”
Terdengar keyakinan yang sangat
besar dari kata-katanya.
Lalu,
“Bibi Chiharu, tolong rekam
aku!!”
Mihashi menatap ke arah Chiharu.
Bola matanya terlihat lebih
bersinar dibanding dengan biasanya.
“Apa!? Ta--Tapi kamera-nya--“
“Bibi bawa ponsel’kan?”
Mihashi bertanya pada Chiharu,
yang langsung membuatnya tertegun.
Perlahan, ia kembali merogoh
tas-nya.
“Ah, iya, aku bawa. Jadi, apa
yang akan kau lakukan sekarang?”
Chiharu bertanya dengan nada
penasaran.
Apa yang akan Mihashi lakukan.
“.....Hal yang harusnya kulakukan
sejak dulu.”
Ia mengatakan sesuatu yang bagi
Chiharu sangat sulit untuk menangkap makna di balik senyumannya yang terkesan
misterius itu.
Tapi ia tahu, yang berusaha ia
lakukan, hanyalah menyampaikan perasaannya pada ayah dan ibunya.
Chiharu lalu mulai mengarahkan
ponsel-nya ke arah Mihashi dan mulai merekamnya.
Butiran salju yang turun ikut
menghiasi sekeliling Mihashi, sehingga membuat suasan nampak begitu indah dan
cantik.
Mihashi menghela nafas kemudian
memejamkan mata, lalu merapatkan kedua tangannya di depan dada, seperti orang
sedang berdoa.
Beberapa detik kemudian, ia
kembali membuka matanya dan mulai mengeluarkan seluruh isi hatinya.
“Papa, Papa bisa melihatku
sekarang? Ini aku, Mihashi. Hari sudah malam dan udara juga sangat dingin.
Tapi, hari ini salju turun dengan indahnya. Papa tahu’kan, aku selalu menyukai
musim salju! Aku senang saat bisa bermain lempar bola salju bersama teman-temanku,
membuat manusia salju bersama, kemudian, membuat benteng dari salju dan
bersenang-senang! Ah, jangan lupa minum coklat panas yang sangat lezat!”
Mihashi tersenyum, terlihat
sangat gembira ketika menceritakan semua hal yang sangat suka ia lakukan saat
musim salju.
Tapi, entah kenapa, ia
menundukkan kepalanya dan terdiam beberapa saat, kemudian kembali bersuara
dengan pelan.
“.............Tapi...Mungkin
setelah ini aku tidak akan bisa melakukan hal itu bersama dengan teman-teman
yang lain...Papa aku--Aku mengacau di festival lagi...Sama seperti saat itu.
Saat mama masih hidup. Aku mengecewakan teman-teman dan juga seluruh sekolah.
Aku mengecewakan papa dan mama serta membuat semua orang jadi semakin
membenciku. Aku benar-benar tidak berguna.”
“...........................”
Chiharu hanya bisa terdiam sambil
terus merekam semua yang ingin Mihashi katakan.
Ia bahkan tidak punya sedikit
kekuatan untuk membuka mulutnya dan berkomentar atau sekedar berkata sesuatu
seperti ‘Sudahlah, tidak apa-apa’.
“Padahal...Aku sudah janji kalau
papa pasti bisa melihatku tampil menyanyi di atas panggung saat festival
sekolah nanti. Aku ingin papa melihatku mengenakan gaun merah yang cantik itu.”
Dari kata-katanya itu, terdengar
keinginan Mihashi yang sangat kuat untuk menunjukkan penampilan terbaiknya pada
ayahnya.
Sudah sangat lama ia ingin
menunjukkan penampilannya di atas panggung kepada ayahnya, hanya saja, waktu
itu sudah gagal dan kini ia kembali gagal untuk yang kedua kalinya.
Apakah...
Ia juga akan gagal untuk yang ketiga
kalinya...?
“Aku juga meminta Bibi Chiharu
untuk datang dan merekamku supaya bisa menunjukkannya pada papa! Tapi--Tapi
aku--Justru membuat kamera itu hancur sehingga tidak ada yang tersisa dari
rekamanku waktu itu!!”
Mihashi mengepalkan kedua tangannya
dan berteriak dengan suara keras.
“..........................”
Chiharu hanya memperhatikan.
Mihashi kembali berteriak, air
mata itu kembali bercucuran.
Sudah berapa banyak air mata yang
tertumpah dari mata anak itu?
“Papa...Aku minta maaf karena
tidak bisa menyanyi di atas panggung dengan kostum seperti yang papa selalu
inginkan...Aku paham papa pasti sangat kecewa padaku. Aku juga sudah berkata
buruk pada papa! Aku minta maaf karena sudah berpikir kalau papa membuangku!!
Aku tahu papa meninggalkanku bukan tanpa sebab! Aku juga--Ingin jadi lebih
dewasa lagi dan bisa memahami perasaan papa...”
perlahan, nada bicaranya
terdengar semakin melemah.
Ia mengangkat wajahnya kemudian
terlihat sekilas senyuman di wajahnya.
Senyuman itu ditujukan kepada
Bibi Chiharu-nya.
“Bibi Chiharu sudah menyampaikan
sedikit perasaan papa yang sebenarnya padaku. Papa sangat sayang padaku. Dan
tidak mungkin membuangku seperti yang Ringo-chan katakan. Tapi, suatu saat
nanti, semoga papa bisa mengatakan bagaimana perasaan papa yang sebenarnya
padaku, supaya aku tidak kalah oleh Bibi Chiharu!”
Mendengar itu, Chiharu agak
terkejut ketika mendengar kata-kata yang dipenuhi dengan perasaan seorang putri
kepada ayahnya itu dari mulut Mihashi.
Ia tidak tahu kenapa, tapi ia
tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum.
“...........[Chiaki...]”
“Selama ini mungkin aku kira
kalau aku dekat dengan papa. Baru sekarang aku menyadari kalau aku sama sekali
tidak tahu apa yang papa rasakan dan pikirkan tentang aku. Aku tahu papa sayang
padaku. Tapi di saat yang bersamaan, aku sama sekali tidak tahu kalau papa juga
merasa sedih dan terluka, ketika bersama denganku dan karena harus merawatku
yang ‘tidak bisa lepas’ dari papa. Karena itu--“
“..........[Aku rasa...Semua pengorbanan yang kau lakukan demi putrimu ini sama
sekali tidak sia-sia].”
“Aku akan berusaha sebisaku,
untuk bersikap baik dan tidak merepotkan semuanya!! Aku akan berusaha untuk
mengontrol diri dan emosiku!! Aku akan menunjukkan pada papa kalau aku bisa
hidup normal seperti anak-anak kebanyakan! Seperti yang papa inginkan!”
“.............[Pelan-pelan...]”
“Aku juga tidak akan merepotkan
Bibi Chiharu! Aku akan meminta maaf pada teman-teman dan berjanji tidak akan
mengulangi semua kesalahanku!! Meskipun mereka tidak memaafkanku, aku tidak
akan menangis dan terus bersedih! Aku akan terus meminta maaf beribu-ribu kali
pada mereka!! Karena kalau aku tidak memiliki teman seorangpun, papa pasti akan
khawatir’kan? Aku tidak ingin membuat papa khawatir! Karena itu, papa sudah
berbuat banyak--Dan juga berjuang sangat keras demi aku! Aku--AKU JUGA INGIN BERJUANG DEMI DIRIKU SENDIRI!!!”
“.....[Tapi pasti!]”
“Dan, akan kubuktikan pada
Ringo-chan dan yang lainnya--KALAU PAPA SAMA SEKALI TIDAK
MEMBUANGKU!!! SAMA SEKALI TIDAK!!!!”
“Bagiku--Papa adalah--Papa
adalah--“
“.......[Putrimu...].”
“PAPA PALING KEREN DI
SELURUH DUNIAAAA!!!!”
“Dia sudah semakin melangkah
maju...”
“[Akan kutunjukkan pada papa...Kalau aku sendiri, juga bisa merubah
diriku!] Karena itu--meskipun pertunjukkan sudah berakhir-- Papa, tetap--“
Mihashi menghentikan ucapannya.
Ia memalingkan wajahnya dari
kamera dan tersipu malu.
“??”
Tiba-tiba, Chiharu merasakan
suatu perasaan aneh dari senyuman Mihashi.
“Apa yang akan dia lakukan...?”
Dengan wajah sedikit merah,
Mihashi kembali menatap ke arah kamera.
Kemudian tersenyum manis,
“Lihat aku, ya!”
“..............”
Mihashi kemudian memejamkan mata,
dengan kedua tangan merapat di dadanya.
Kemudian--
“ ‘Coba kau lihat’ ”
“!?”
Chiharu tertegun.
Kedua matanya terbelalak kaget.
Tanpa ia sadari, tubuhnya sedikit
mundur ke belakang beberapa senti.
“Di langit malam yang gelap
Sebuah cahaya kecil nampak di tengah kegelapan yang menyelimuti”
“...........[Lagu ini--!!?].”
“Cahayanya sangat kecil
Namun mampu menerangi seluruh dunia”
“[Papa, terima kasih].”
“Sebuah cahaya kecil dari bintang di langit malam
Yang menyebarkan kebahagiaan”
“.................[Ini lagu yang selalu dinyanyikan kedua orang
tua kami setiap malam untuk kita berdua!].”
“ ‘Apa kau lihat?’
Cahaya keemasan yang terlihat seperti ‘glitter’ itu?”
“[Selama ini, aku sama sekali tidak tahu kalau papa merasakan perasaan
seperti itu ketika merawatku. Aku sendiri, tanpa mengerti tentang apa yang
sebenarnya sudah aku lakukan--telah menyakiti perasaan papa tiap kalinya--]”
“ ‘Ucapkan sebuah permohanan’
‘Maka akan menjadi kenyataan’ ”
“....................[Ini adalah...Lagu favorit Chiaki...].”
“Hal yang selalu dikatakan oleh kedua orang tuaku padaku
Seperti sebuah dongeng di malam hari”
“[Tapi meskipun begitu, aku bersyukur bisa memiliki orang tua seperti
papa. Meskipun aku mungkin menjadi beban untuk papa, meskipun papa berulang
kali ingin membuangku..Tapi pada akhirnya papa memilih untuk merawatku. Aku
senang...Benar-benar senang...Aku jadi semakin paham, bahwa perasaan sayang
papa padaku adalah sesuatu ‘yang nyata’, bukan hanya ilusi].”
“Kakek mendoakan ‘Kesehatan untuk semuanya’
Nenek mendoakan ‘Kebahagiaan untuk semuanya’ ”
“[Aku percaya, bahwa apapun yang terjadi, papa tidak akan meninggalkanku.
Seperti yang dikatakan oleh Bibi Chiharu, ‘Papa tetap ada di sini
memperhatikanku, meskipun aku tidak bisa melihat sosokmu’ Sama seperti yang
papa katakan tentang mama bahwa mama akan selalu menjagaku dari surga].”
“Papa
mendoakan ‘Supaya anak-anaknya tumbuh jadi anak yang baik’ “
“[Ngomong-ngomong tentang mama, saat festival tadi berlangsung, aku
seperti melihat suara mama, memanggil dan berkata ke arahku untuk melompat ke
pelukannya. Samar-samar juga aku bisa melihat bayangan mama. Mama masih cantik,
rambutnya masih panjang. Tapi, ia memiliki sepasang sayap di punggungnya. Papa,
apa itu berarti mama benar-benar menjadi malaikat dan melindungiku dari atas
sana?]
“Mama mendoakan ‘Supaya anak-anaknya jadi lebih bertanggung jawab dan
dewasa’ “
“[Tapi, begitu sadar, orang yang sedang kupeluk adalah Bibi Chiharu.
Aneh, rasanya aku seperti merasakan kehangatan dan belaian lembut dari mama.
Bibi Chiharu juga, dia orang yang baik. Meskipun kadang tidak mau bersikap
jujur, tapi aku mulai menyukainya. Yah, meski kadang ia suka melarangku ini dan
itu kemudian memarahiku, tapi ia juga selalu menyemangatiku dan melakukan semua
yang ia bisa untukku. Menurutku, ia sebenarnya orang yang suka bekerja keras.
Entah itu benar atau hanya persepsiku sendiri...].”
“Adik berdoa ‘Supaya mendapat mainan baru’ “
“[........Oh ya, ada yang ingin aku katakan tapi ini mungkin akan membuat
papa sedikit merasa kecewa. Bagaimana kalau seandainya, ‘Aku ingin datang ke
festival sekolah bersama Bibi Chiharu supaya ia bisa merekamku dan
menunjukkannya pada papa’...Adalah bohong...? Bukan berarti aku tidak ingin
papa melihatku. Aku sungguh ingin papa menonton pertunjukkanku. Tapi lebih di
atas itu semua, aku ingin pergi bersama dengan Bibi Chiharu. Aku juga ingin
jadi lebih dekat dengannya dan ingin mengenalnya lagi. Ia yang sekarang,
mungkin masih belum bisa menerima keberadaanku di sisinya. Tapi, aku berpikir,
apakah suatu saat nanti...Dia akan menerimaku? Dan mungkin...Ia akan
mengijinkanku untuk memanggilnya ‘Mama’?............Yah, kurasa itu tidak
mungkin. Ia pasti akan langsung berkata ‘Itu mengerikan!’, ha ha ha. Aku hanya
bisa membayangkannya saja. Di liburan musim dingin kali ini, kita juga sama
sekali tidak berlibur ke manapun. Aku tidak masalah dengan itu. Tapi
setidaknya, aku ingin bisa berlibur bersama Bibi Chiharu dan membuat kenangan
bersamanya. Apa suatu saat nanti...Aku bisa pergi berlibur dengannya dan
berfoto bersama? Ah, aku sudah tidak sabar ingin mengisi album itu!].”
“Banyak yang ingin aku katakan pada ribuan bintang di atas sana”
“[Papa...Sebenarnya, ada banyak hal yang ingin kukatakan pada ribuan
bintang di atas sana].”
“Banyak yang ingin aku minta pada ribuan bintang yang berkilau di atas
sana”
“[Ada banyak hal juga yang ingin aku minta pada ribuan bintang yang
berkilauan di atas sana].”
“Namun”
“[Tapi...].”
“Aku hanya menginginkan satu”
“[Apakah sesuatu yang salah kalau aku hanya
menginginkan satu...?].”
“Dari sekian banyak permohonan yang semua
orang ucapkan”
“[Aku
ingin semuanya berakhir dengan baik].”
“Tidak akan gunanya kalau itu semua tidak terkabul
pada akhirnya”
“[Dengan papa, dengan mama...Dan--].”
“Maka aku berdoa dari lubuk hatiku yang terdalam”
“[Dengan Bibi Chiharu...].”
“ ‘Semoga semua permohonan itu dikabulkan’ “
“[Terima kasih...Walaupun aku tidak bisa melihat papa dan mama, walau aku
tidak bisa melihat sosokmu di sini, walau kita harus terpisah sangat jauh, tapi
samar-samar aku bisa merasakan kehangatan dari kalian berdua, suara kalian yang
seolah berkata ‘Kami baik-baik saja di sini’. Aku yakin, kalian akan selalu
melihatku,kalian akan selalu menjagaku dari kejauhan...Dan kalian--].”
..............
......................................
.............................................................
“Akan selalu mencintaiku...Terima
kasih, papa, mama...Benar-benar--Aku ucapkan rasa terima kasihku yang
sedalam-dalamnya untuk kalian berdua!”
Mihashi berkata, kemudian
membungkukkan tubuhnya, mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar untuk
kedua orang tua yang sudah mau merawatnya selama ini, yang sudah membesarkannya
seperti ini.
Melihat semua itu, Chiharu
sedikit tersenyum, kemudian berjalan ke arah Mihashi dan meletakkan tangan di
atas kepalanya dengan lembut.
“Udara sudah semakin dingin. Ayo,
kita pulang.”
Mihashi menatap ke arahnya,
kemudian membalasnya dengan sebuah senyuman manis.
“Ya, aku juga sudah merasa
kedinginan!”
Dengan begitu, mereka berdua
kembali berjalan di tengah dinginnya salju.
“Suara jangkrik yang merdu terdengar menggema sampai ke angkasa
Kembang api yang indah terbang dan menghilang di langit malam
Bulan September
Awal musim gugur yang penuh canda tawa”
Mihashi berjalan sedikit di depan
sambil bersenandung kecil.
Sepertinya itu lagu yang
seharusnya ia nyanyikan di festival tadi.
Yah, memang sayang sekali tidak
jadi menyanyikannya...
“..........................”
Chiharu berjalan pelan di
belakangnya.
Perlahan, ia mengangkat tangan
kanannya.
“Tanganmu sangat hangat. Aku suka.”
“.......................”
“Hmm~ Hmm~~
Daun-daun berguguran
Berubah menjadi kecoklatan
Angin terasa lebih dingin dari musim sebelumnya
Tiap kali aku berbicara, aku bisa melihat embun keluar dari mulutku
Namun bersama dengan teman
Tertawa, bercanda bersama
Adalah sumber kehangatan yang sangat luar biasa--
Huh?”
Mihashi tertegun.
lagu yang ia nyanyikan tiba-tiba
berhenti.
Ia bisa merasakan seseorang
sedang menggenggam tangannya.
Ia menoleh ke belakang perlahan,
hanya untuk melihat Chiharu yang sedang memegang tangannya.
Chiharu yang menyadari kalau ia,
sudah tanpa sadar menggenggam tangan Mihashi, langsung memasang ekspresi kaget
dan melepaskan genggamannya.
“Ti--Tidak--! A--Aku--!!”
Chiharu berusaha menjelaskan
tindakannya dengan wajah merah karena malu.
Tetapi, daripada mendengar
penjelasannya, Mihashi hanya tersenyum, lalu menggenggam tangan Chiharu.
“Sudah, aku paham! Ayo, kita
pulang! Bintang itu akan menuntun kita!!”
Mihashi berkata, sambil berlari,
menunjuk ke arah bintang berwarna keemasan yang bersinar di langit.
“Wa--Hey! Jangan menarik tanganku
seperti itu! Akh, hey!! Pelan-pelan saja!”
“[Kalau seandainya ada yang bisa kuminta pada bintang di atas sana...].”
Sambil berlari mengikuti Mihashi
yang menarik tangannya, Chiharu berkata dalam hati, sesekali melirik bintang
yang bersinar di atas langit.
“Aha ha! Ayo, Bi! Salju sudah
semakin turun! Kita harus cepat-cepat pulang!!”
“[Apa yang akan aku minta, ya...?].”
“Iya, aku paham itu! Tapi,
lepaskan tanganku sekarang juga! Hey, anak kecil!!”
“[Aku tidak tahu, apa yang aku inginkan saat ini...].”
“Huuu! Bibi Chiharu lemot sih!!
Sudah tua!”
“[Tapi, apa mungkin suatu saat nanti...].”
“Apa kau bilang!!? Aku masih 20
tahunan tahu!”
“[Aku bisa tahu apa yang paling aku inginkan, dalam hidupku yang singkat
ini...].”
“..........................”
Tanpa mereka sadari, seseorang
memperhatikan mereka berdua dari balik kegelapan.
Ia berambut pendek dan mengenakan
jaket tebal berwarna hijau tua serta
sebuah syal berwarna merah.
“.........Sudah lama sekali...Aku
tidak mendengar lagu itu...”
Orang itu berkata dengan suara
pelan.
Perlahan, ia menyandarkan dirinya
pada dinding.
“Bibi, bagaimana penampilanku? Apa aku sudah terlihat cantik dengan
gaun ini?”
“Kau terlihat sangat manis pada
saat itu. Aku bahkan sampai tidak mengenalimu lagi...”
Kemudian ia jatuh terduduk.
“Selama ini mungkin aku kira kalau aku dekat dengan papa. Baru sekarang
aku menyadari kalau aku sama sekali tidak tahu apa yang papa rasakan dan
pikirkan tentang aku. Aku tahu papa sayang padaku. Tapi di saat yang bersamaan,
aku sama sekali tidak tahu kalau papa juga merasa sedih dan terluka, ketika
bersama denganku dan karena harus merawatku yang ‘tidak bisa lepas’ dari papa.
Karena itu--“
“.......................”
Tanpa ia sadari, air mata mulai
mengalir dari wajahnya.
“Aku akan berusaha sebisaku, untuk bersikap baik dan tidak merepotkan
semuanya!! Aku akan berusaha untuk mengontrol diri dan emosiku!! Aku akan
menunjukkan pada papa kalau aku bisa hidup normal seperti anak-anak kebanyakan!
Seperti yang papa inginkan!”
“......................”
“Dan, akan kubuktikan pada Ringo-chan dan yang lainnya--KALAU PAPA SAMA SEKALI TIDAK
MEMBUANGKU!!! SAMA SEKALI TIDAK!!!!”
“......................”
“Bagiku--Papa adalah--Papa adalah--“
“PAPA PALING KEREN DI SELURUH DUNIAAAA!!!!”
“..........................”
“Karena itu--meskipun pertunjukkan sudah berakhir-- Papa, tetap--“
“Lihat aku, ya!”
“Ya, ya!! Aku--Aku akan selalu
melihatmu...Aku akan selalu--“
..........................
..........................................
..............................................................
“Mencintaimu...Mihashi...”
Walau aku tidak bisa melihat
sosokmu di sini, walau kita harus terpisah sangat jauh, tapi samar-samar aku
bisa merasakan kehangatan dari dirimu, suaramu yang seolah berkata ‘Aku
baik-baik saja di sini’. Aku yakin kau akan selalu melihatku,kau akan selalu
menjagaku dari kejauhan...Dan kau--
Akan selalu mencintaiku...
***-***
A/N : Hai, minna XDD
Maaf ya, chapternya aku tambahin. Aku pisah yang ch 8 itu jadi 2 , jadi nambah ch 9, sama ada prologue sama epiloguenya :)
Sankyuu!!
Visit : Ngomik
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar