Tampilkan postingan dengan label Chapter 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Chapter 5. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Desember 2014

Story : How To Make A Friend Chapter 5

Story : How To Make A Friend Chapter 5



*Read :
               Prologue            

              Chapter 1

              Chapter 2

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 6

           Chapter 7

           Chapter 8 

           Epilogue
Chapter 5 Kawada Emi
“Lho?”
Riya bangkit dari tempat tidurnya.
“Kok buku itu tidak ada? Perasaan, aku letakkan di atas tempat tidurku... Hmm, biarkan saja deh. Aku juga tidak butuh. Tidak ada yang butuh.”
Riya kembali tiduran di atas tempat tidurnya dan memeluk gulingnya.
Ia kembali membuka mata, ketika menyadari bahwa tangannya masih menggenggam gambar Kawada Emi.
“...............”
Ia kembali memandangi gambar Kawada Emi.
“............Ini biar aku simpan saja...”
Kata Riya pelan, kemudian tertidur.
***-***
“Ibu, aku berangkat dulu, ya!”
“Iya, hati-hati di jalan!”
Hari ini, seperti biasa Riya selalu pergi buru-buru ke sekolah.
Itu karena dia punya penyakit ‘Susah bangun pagi’, yang sejak dulu belum ditemukan obat penawarnya.
“Duh, 15 menit lagi mas--Akh!”
Riya hampir saja tersandung dan ketika itu ia baru saja menyadari kalau tali sepatunya belum terikat dengan benar.
Jadi, ia menghabiskan semenit berikutnya untuk mengikat tali sepatu --> karena sedang panik, dia tiba-tiba lupa cara mengikat tali sepatu.
“Lho, kamu masih ada di sini?”
Tanya ibu Riya yang melihat putrinya bahkan belum keluar dari halaman.
“Iya, sebentar lagi.”
Jawabnya tanpa menoleh ke arah ibunya yang sekarang sudah berdiri di belakangnya.
Tiba-tiba Riya tertegun.
Ia lalu menoleh ke arah ibunya.
“Haruko dan Runa tidak datang ke sini?”
Tanyanya.
“Eh, mereka berdua? Tidak.”
Mendengar jawaban itu, Riya tidak bisa menahan dirinya untuk menghela nafas kesal.
“[Biasanya mereka berdua selalu datang ke rumahku tiap pagi untuk berangkat sekolah bersama. Tapi, kenapa sekarang mereka justru terkesan seperti meninggalkan aku sendiri?].”
Batin Riya.
“Yah, tidak ada yang bisa aku lakukan soal i--“
“Tolong angkat sofa-nya. Lemarinya juga, tolong letakkan di situ.”
“Hm?”
Mendengar ada suara ribut-ribut di rumah sebelah, Riya mengangkat wajahnya dan melihat ke arah rumah di sebelahnya itu.
“Hati-hati, barang itu mudah pecah.”
“Sepertinya, ada yang baru pindah ke sebelah rumah kita...”
Ibu Riya ikut berkomentar.
Rumah di sebelah itu dulunya adalah rumah keluarga Watanabe.
Karena harus berpindah pekerjaan, maka meskipun baru satu bulan tinggal di daerah ini, mereka harus segera pindah.
Dan rumah itu ditinggalkan dalam keadaan kosong.
Yah, tidak sampai pagi ini.
“.............Siapa, ya? Tetangga baru kita?”
Tanya Riya penasaran.
“Ibu juga tidak tahu. Tapi, nanti ibu akan ke sana dan memberi salam pada mereka. Kau berangkat sekolah saja.”
Ibu Riya berkata sambil mengibas-ngibaskan tangannya, seperti mengusir seekor kucing.
“Ukh...Baik, aku pergi. Dah.”
“Dah. Belajar yang rajin!”
Balas ibunya sambil melambaikan tangan.

“Eh, Riya! Pagi.”
Begitu sampai di gerbang sekolah, Riya langsung disambut oleh senyuman hangat dari Runa dan Haruko yang berjalan ke arahnya.
Riya, yang sebenarnya masih sedikit kesal karena Haruko dan Runa telah meninggalkannya, berusaha tersenyum.
“Pagi. Kalian baru sampai?”
Tanya Riya pada 2 sahabatnya itu.
“Iya, tadi aku dan Haruko mampir sebentar ke mini market untuk membeli es krim. Fyuuh, akhir-akhir ini udaranya panas sekali!”
Kata Runa sambil menyeka keringat di dahinya.
“Oh.”
Riya berkata singkat.
“[Berdua lagi, ya?...........Ternyata pada akhirnya tidak ada yang berubah. Baik kemarin, sekarang, maupun besok, aku akan terus seprti hantu di tengah mereka berdua...Seandainya saja, kami berempat...Pasti akan lebih mudah untukku...].”
“........................”
Dibandingkan dengan Runa yang pagi-pagi sudah bersemangat sekali, Haruko justru terlihat agak murung.
“Ng...Riya...”
Haruko memanggil Riya dengan suara pelan, hampir saja ia tidak mendengar gadis itu memanggilnya.
“Ada apa?”
“..........Maaf, tadi kami tidak mampir ke rumahmu seperti biasanya dan justru meninggalkanmu seperti itu.”
“Eh?”
Riya sedikit tertegun dengan permintaan Haruko yang tiba-tiba.
Jujur, ia tidak menyangka kalau Haruko akan merasa tidak enak dengan hal seperti itu. Karena sebaliknya, Runa kelihatan tidak masalah ketika meninggalkan Riya.
Haruko melanjutkan ucapannya.
“Sedikit-sedikit aku sadar kalau aku mungkin terlalu banyak menghabiskan waktuku dengan Runa dan seringkali mengacuhkanmu. Aku paham kalau kau merasa kesal. Tapi, aku serius berteman denganmu dan bukan hanya pura-pura!”
Kata Haruko, kemudian ia menoleh ke arah Runa.
“Iya’kan, Runa?”
“Apa?”
Runa kelihatan kaget dengan pertanyaan itu.
“Kau juga...Serius berteman dengan Riya’kan?”
“...........A--Aku...”
“....................”
Riya hanya menatap ke arah Runa, yang sepertinya kebingunan untuk menjawab pertanyaan simple itu.
Apa yang sebenarnya gadis itu pikirkan?
Beberapa detik kemudian, Runa langsung tersenyum dan menepuk pundakku, seperti sahabat akrab.
“T--Tentu saja aku serius berteman dengan Riya! Dia baik...Dan...Dan...”
“[Dan apa? Hah??].”
“Dan karena Haruko menjadi temannya, maka aku juga--“
“.....................”

Dan karena Haruko menjadi temannya

Kata-kata itu seolah menjadi sebuah tamparan keras di wajah Riya.
Ia sudah tahu kalau Runa tidak begitu menyukainya. Dan sepertinya, bukan hal yang mengejutkan bagi Riya kalau gadis itu akan mengatakan hal seperti itu.
Menjadi sahabatnya karena Haruko juga menjadi sahabatnya...
Sejak awal, yang gadis itu pedulikan hanyalah Haruko. Ia tidak pernah peduli sedikitpun tentang Riya.
Namun, mendengarnya berkata seperti itu tepat di hadapannya secara langsung seperti ini, entah kenapa terasa sangat menyakitkan.
“Jadi, apa kau mau memaaf’kan kami, Riya?”
Tanya Haruko dengan senyuman di wajahnya.
Riya terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Kemudian, mengangkat wajahnya dan tersenyum,
“Ya, tentu saja. Aku maaf’kan. Lagipula sejak awal masalah itu tidak terlalu besar untukku. Oh, dan hari ini aku agak kesiangan, jadi akan percuma juga kalau kalian mapir ke rumahku, karena aku juga pasti belum bangun, ha ha.”
Ia tidak bisa berkata kalau ia tidak akan memaaf’kan mereka.
Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah satu-satunya sahabat yang ia punya di sini.
Dan selain mereka, ia tidak punya siapa-siapa lagi.
Mendengar itu, Haruko langsung meletakan tangannya di depan dada dan menghela nafas lega.
“Syukurlah kalau begitu. Nanti, kita ke kantin sama-sama yuk!”
“Boleh.”
Jawab Riya.
“Miyashita!”
“?”
Riya langsung menoleh begitu mendengar seseorang memanggil namanya.
“Bleh...”
Dan langsung mengalihkan pandangannya lagi, begitu melihat wajah Mochida, Riya langsung kehilangan minat.
“Ada apa? Kok kamu langsung memasang wajah seperti itu begitu melihatku?”
Tanya Mochida bingung.
“Ukh...Tidak tahu, ya? Tanyakan saja pada dirimu sendiri.”
Jawab Riya dengan sinis.
“Hey, jangan bersikap seperti itu. Mochida-kun, pagi.”
Sapa Haruko.
“Pagi, Takashi.”
“Huh, Mochida-kun kejam! Aku’kan juga ada di sini tapi tidak di sapa...”
Runa berkata sambil melipat kedua tangan, pura-pura kesal.
Mochida langsung tertawa.
“Ha ha, aku tahu, kok. Pagi, Hasegawa.”
“Ah! Aku di sapa oleh Mochida-kun~~”
Begitu di sapa oleh Mochida, Runa langsung merasa seolah ia sedang terbang sampai langit ke-7.
Ah, bukan, tapi langit ke 20.
“[Sebenarnya, apa yang bagus dari Mochida sih? Kenapa semua orang suka padanya?].”
Batin Riya sambil memperhatikan Mochida dengan detail.
Mochida yang menyadari kalau Riya menatapnya, langsung tersipu malu.
“Kenapa kau melihatku seperti itu, Miyashita?”
Kata Mochida yang langsung membuyarkan lamunan Riya.
“Tidak ada apa-apa.”
Riya berkata sambil memalingkan pandangan dari Mochida.
“?”
Di saat itu, ia tak sengaja melihat ke segerombolan gadis yang berdiri di sebrang.
Salah seorang dari mereka yang berambut sedikit bergelombang, sepertinya menatap ke arah dirinya.
“Bukannya itu Itsuki?”
Tanya Runa sambil melihat ke arah yang dilihat oleh Riya.
Haruko juga ikut melihat ke arah Itsuki dan gerombolannya.
“Ah, benar itu Itsuki dan teman-temannya. Tapi, apa yang mereka lakukan? Dan kenapa Itsuki melihat kemari?”
“Aku tidak paham dan juga tidak mau tahu. Tapi, akhir-akhir ini aku bisa merasakan kalau dia selalu saja melihat ke arahku dengan wajah mengerikan itu.”
Kata Riya sambil menopang dagu.
Itsuki adalah gadis paling populer di kelasnya.
Bukan hanya itu, dia juga kaya dan selalu mengenakan pakaian serta tas merk terbaru. Tapi, dia sangat sulit untuk dihadapi dan juga sangat sombong. Ia selalu mengerjai atau menjahili murid-murid lain yang lebih lemah darinya.
Istilah kerennya sih, dia suka mem-bully murid lain.
Itsuki terkenal sebagai orang yang rela melakukan apapun untuk bisa mendapatkan semua yang ia inginkan baik dengan cara mengintimidasi atau bahkan yang lebih parah lagi, melukai.
Di sekolah ini, tidak ada yang ingin membuat masalah dengan Itsuki dan juga gang-nya yang menyebalkan itu.
Dan ketika mereka menatapmu dengan wajah super mengerikan itu, bersiap-siaplah karena itu artinya bukan pertanda baik.
“Ah, aku jadi takut. Kita ke kelas, yuk.”
Ajak Runa sambil menggandeng tangan Haruko.
“Eh, iya. Riya, ayo.”
“Mau kutemani?”
Tawar Mochida dan Riya langsung menjawabnya dengan TIDAK.
***-***
Bel tanda masuk sudah berbunyi.
Dan semua murid langsung masuk ke dalam kelas.
Meskipun begitu, guru yang seharusnya datang di jam pertama ini, masih belum terlihat juga sehingga kelas Riya menjadi sedikit ribut.
Beberapa murid masih terlihat mengobrol satu sama lain.
Sementara itu, Riya hanya menghela nafas yang menandakan bahwa ia sedang bosan.
Ketika itu, matanya kembali bertemu dengan tatapan tajam Itsuki, dan itu langsung membuatnya tersentak kaget.
“..................[Apa-apaan dia itu? Kenapa melihatku dengan wajah seperti itu?].”
Dan tepat saat itu, seseorang menepuk bahunya.
“Riya.”
“!!!? Ah! H--Haruko!...Kau membuatku kaget...”
Kata Riya sambil mengelus dadanya.
“Maaf, aku sama sekali tidak bermaksud menganggetkanmu. Hanya saja...”
Haruko menghentikan ucapannya dan mengalihkan pandangan ke arah Itsuki yang ternyata masih menatap dengan tatapan haus darah ke arah Riya.
“Hiii!!!”
Dan tentu saja, itu langsung membuat Riya merasa ketakutan.
“Riya, seperti yang kau katakan tadi, aku juga merasa kalau akhir-akhir ini Itsuki selalu memperhatikanmu. Kau...Tidak berbuat sesuatu yang salah padanya’kan?”
Tanya Haruko dengan nada khawatir.
“Eh? Tidak. Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu!?”
Riya berkata dengan nada setengah panik sambil membuat tanda silang dengan kedua tangannya.
“Kalau begitu sudah jelas...”
“......Runa?”
“Masalahnya cuma satu, yaitu Mochida-kun.”
Runa berkata sambil duduk di atas meja Riya.
“[Ah!! Sejak kapan kau muncul??] Apa maksudmu hubungannya dengan Mochida? Aku sama sekali tidak paham dengan perkataanmu, Runa.”
Runa turun dari meja Riya dan berbisik di dekatnya.
“Kudengar, Itsuki suka sama Mochida-kun.”
“Hah!?”
“Sssh! Jangan keras-keras!”
Begitu mendengar ucapan Runa, Riya sama sekali tidak bisa menahan mulutnya untuk terus tertutup dan mendengarkan dengan tenang.
Akibatnya dia refleks berteriak dan Runa langsung menyuruhnya untuk tenang.
“Itsuki suka sama Mochida?!”
Riya mengulangi perkataan Runa, dengan suara lebih pelan.
Runa mengangguk.
“Kau tidak tahu? Itsuki itu selalu mengejar Mochida-kun. Tapi, kurasa Mochida tidak menyukainya.”
Haruko menambahkan,
“Itsuki itu selalu melihat ke arah Mochida dengan penuh arti. Itu tandanya gadis sedang jatuh cinta. Kau tahu seperti apa Itsuki’kan? Kurasa dia tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja.”
Perkataan Haruko justru membuat Riya semakin bingung.
“Maksudnya? Aku sama sekali tidak melihat hubunganku dalam masalah ini dan alasan kenapa Itsuki sangat membenciku seperti itu.”
“Maksudnya, Itsuki curiga kalau Mochida suka padamu!”
HAAAAH!!!??
Riya kembali berteriak, kali ini lebih keras dan langsung mengundang perhatian murid-murid lain ke arahnya.
“Hey!! Kecilkan suaramu!!”
Baiklah, suara teriakan Riya kali ini sudah melebihi 8 oktaf dan bisa membuat kaca-kaca jendela di sekelilingnya pecah, sehingga Runa tidak punya pilihan lain selain menutup mulut Riya dengan tangannya.
“Hmmpff!! Hmmphfff!!!” -->Baik, baik, aku paham, sekarang tolong lepaskan aku.
Pembicaraan berlanjut.
“Mochida menyukaiku? Kau bercanda?!”
Kata Riya tidak percaya.
“Akhir-akhir ini, beredar gosip bahwa kau dan Mochida-kun pacaran. Mungkin itu yang membuat Itsuki geram dan mengawasimu.”
Kata Haruko.
“Uh...Kurasa dia terlalu berlebihan karena aku juga tidak suka sama Mochida...”
Riya berkata sambil meletakkan kepalanya di atas meja dengan malas.
“..........[Oh ya!].”
Tiba-tiba Riya teringat sesuatu.
Haruko dan Runa ada di sini.
Jadi mungkin saja ini kesempatan buatnya untuk bisa lebih masuk lagi ke dalam lingkaran itu.
Dan, kebetulan sekali dia memang sedang membutuhkan hiburan dan sepertinya ini sangat yang tepat.
“Hey,”
Riya kembali mengangkat wajahnya, menoleh ke arah Runa dan Haruko.
“Pulang nanti, aku tidak ada acara, bagaimana kalau kita mampir ke toko DVD --“
“Haruko, nanti mampir ke rumahku, ya? Ibuku masak udang goreng kesukaanmu, lho. Katanya, sudah lama kau tidak mampir! Mau’kan?”
“...................”
Dan dengan cepat, Runa kembali mengambil kesempatan Riya.
“Boleh. Aku juga sedang senggang sore ini.”
Balas Haruko dengan bahagianya.
“....................”
“?”
Haruko menoleh ke arah Riya yang memasang wajah kecewa.
“Oh, tadi kau mau mengatakan apa? Maaf, aku tidak mendengarmu.”
“Eh, b--bukan apa-apa...”
Jawab Riya sambil menundukkan kepala.
“......................”
Haruko terdiam sambil menatap ke arah Riya.
Ia lalu tertegun.
“Ah, bagaimana kalau kau juga ikut, Riya?”
“Aku--“
“Kau ini bagaimana, Haruko? Apa kau lupa kalau Riya itu alergi udang? Nanti dia bisa gatal-gatal!”
Runa menyela ucapannya Riya.
“Oh, aku lupa soal itu.”
Haruko berkata dengan nada menyesal.
“Tidak apa-apa. Lain kali, datanglah ke rumahku.”
Kata Riya sambil tersenyum.
“Boleh, tapi lain kali, ya? Soalnya, besok aku dan Haruko mau belajar bersama. Riya tidak bisa ikut’kan? Soalnya besok ada kegiatan klub drama.”
“Y--Ya...[Kenapa dia berkata seolah dia tidak ingin aku ada bersama mereka!!?].”
“Runa!”
Haruko menyenggol Runa.
“Apa? Aku hanya mengatakan hal yang sebenarnya, kok. Besok, Riya memang ada kegiatan klub.”
Kata Runa membenarkan perkataannya.
“Kalau begitu, lain kali kami pasti akan meluangkan waktu lebih untukmu. Aku janji.”
Haruko berkata sambil tersenyum, sebelum akhirnya kembali ke tempat duduknya, di temani oleh Runa.
Riya melirik mereka dari bangku depan.
“............[Haruko dan Runa selalu saja menghabiskan waktu berdua. Ini sudah bukan masalah kelompok 2 orang lagi. Tapi, mereka memang hanya ingin ada 2 orang diantara mereka. Terutama Runa...Aku paham, memang tidak enak ketika melihat sahabatmu akrab dengan orang lain. Apalagi sahabat sejak kecil seperti itu...Ia pasti tidak suka, kalau Haruko jatuh ke tangan orang lain. Dan orang lain yang ia maksud itu adalah aku...].”
‘Aku juga ingin punya seorang teman...’
Saat ini, itulah yang terbayang di dalam pikiran Riya.
Jika ada satu orang lagi diantara mereka, maka ketika Haruko menghabiskan waktu bersama Runa, Riya bisa menghabiskan waktu bersama sahabat barunya itu.
Dan baru saja harapan itu akan menjadi kenyataan kemarin, harapan itu juga langsung hancur begitu saja.
Hadapi saja...
Kenyataan itu memang sangat kejam...
Soal buku itu, Riya bermaksud untuk mengembalikannya ke perpustakaan.
Nah, masalahnya, dia tidak bisa menemukan buku itu meskipun sudah mencari ke manapun, bahkan sampai ke bawah tempat tidurnya. Ia sudah mencarinya di dalam tas, di dalam laci meja, tapi tetap tidak ada. Mencarinya di ruang tamu juga percuma saja, karena ia sama sekali tidak membawa buku itu ke sana.
Jadi, ia memutuskan untuk menyerah mencari buku itu.
Toh, ia juga tidak memerlukannya.
“Haah...Sekarang ini--“
“Baiklah semuanya, kembalilah ke tempat duduk kalian.”
Semua murid langsung berhenti bicara dan kembali ke tempat duduk masing-masing begitu melihat sang guru masuk ke dalam kelas dengan buku paket di tangannya.
“Hey, coba lihat itu!”
“Waa, siapa dia?”
Begitu guru itu berjalan masuk ke dalam kelas, semua murid langsung menatap dengan wajah kagun dan membuat ekspresi yang heboh.
Tapi bukan karena guru tersebut mereka sampai terheran-heran seperti itu.
Melainkan, sosok gadis yang mengikuti di belakang guru itu.
Riya yang dari tadi kelihatan ttidak tertarik dengan ‘sesuatu’ yang sepertinya membuat orang takjub itu, akhirnya mengalihkan pandangannya ke depan untuk melihat apa yang membuat semuanya berteriak heboh seperti baru saja melihat berlian berukuran menara Eifel.
Dan--
“!!!!??”
Reaksinya tepat seperti murid-murid lainnya.
Bukan karena ia kagum dengan gadis itu, tapi, karena--
“[Tidak mungkin!! Kenapa dia ada di sini!!? Bagaimana dia bisa--].“
Ia terlihat sangat terkejut, dan jika ia sedang memakan sandwich, sandwich itu pasti sudah terjatuh dari mulutnya.
Ketika semuanya sibuk bertanya ‘Siapa gadis itu’, Riya sudah tahu jawabannya.
Jawaban yang sangat tidak masuk akal.
“[Bohong!! Ini bohong!! Ini mustahil--Dia--Dia!!!].”
Gadis itu, dengan rambut coklat panjang sepunggung, tersenyum sambil menghadap ke arah semua murid, kemudian dengan suaranya yang lembut, menyebut namanya--
“Perkenalkan semua. Namaku, Kawada Emi dan mulai hari ini aku akan berada di satu kelas yang sama dengan kalian. Mohon bantuannya.”

“[Di sini ada sebuah rumor yang tersebar].”

“[Kawada Emi!! Tidak salah lagi! I--Itu memang dia!!!].”
“?”
Tiba-tiba, Emi melihat ke arah Riya, yang sedang menatapnya dengan ekspresi wajah takut dan juga bingung.
Seketika itu juga, Emi langsung tersenyum, kemudian berjalan mendekati Riya.
“Eh...? Eh...??”
Riya yang masih tidak mengerti dengan situasi ini dan masih bertanya-tanya apakah ini mimpi atau kenyataan, hanya bisa terdiam di tempatnya.
Emi lalu menggenggam tangan Riya dan--
“Riya-chan, aku senang bisa bertemu denganmu lagi...”
...................
........................................
...........................................................
“................Apa?”


[Tentang ‘Sebuah buku yang bisa mengabulkan semua permintaanmu’].”
***-***

A/N : Hai, minna XDD

How To Make A Friend update XDDDD

Nah loh, nah loh!! Ternyata Emi beneran muncul!!//heboh sendirian. Selamat buat Riya ^^
Bukan cuma dah dapet temen impian tapi juga ditaksir cowok cool ha ha//btw Riya-nya aneh bgt...Biasanya cewek-cewek bakal histeris kalau dilirik sama cowok populer, tapi si Riya malah pasang muka mau muntah...Kenapa, ya??

Haruko : Mungkin Mochida mengingatkan Riya sama mantannya kali..
Riya : Woi, jangan seenak jidatmu kalau ngomong ya!!!
Runa : Araa ara...Apa yang kau katakan itu Haruko? Riya'kan belum pernah pacaran~~
Riya : Apa katamu!!!!? Kamu itu yang gampangan!! Di sapa sedikit langsung 'Ah, aku di sapa Mochida-kun >.< Lebaaaaaaaaay!!!!!!!
Runa : NORMAL tau!!!
Haruko : Aih, jangan berantem do--Auch!!!//kena jambak

Ng...Ya udah deh, daripada perang dunia ketiga ini lanjut, 

terima kasih  buat yang sudah mau mampir dan membaca cerita ini >.< Adoow!!!//kena lempar piring//pingsan

Haruko : Woi!! Hatsu-san pingsaaaaaan!!!

Visit : Ngomik

          DA

Next Chapter : Empat Orang


Sankyuu!!

Author,
Fujiwara Hatsune

Minggu, 16 November 2014

Story : Hide and Seek Chapter 5



Story : Hide and Seek Chapter 5

*Read :
          Prologue 

              Chapter 1

             Chapter 2
            
             Chapter 3

             Chapter 4  

             Chapter 6

*Read Another Story :



One Shot-Stories
How To Make A Friend
 
Hide and Seek
[Don’t let Her Find You...]

Chapter 5 Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi
4 tahun yang lalu, sebuah keluarga mengalami kejadian tragis.
Keluarga Yamasaki.
Permainan ‘Hide and Seek’ yang diusulkan oleh sang adik, ternyata menjadi sebuah malapetaka.
Sang adik meninggal akibat kebakaran dan di saat yang sama, kedua orang tua mereka meninggal akibat kecelakaan.
Rumornya, roh si anak kedua menunggu di dalam sebuah lemari, tempat dia bersembunyi sebelum akhirnya meninggal, menunggu sang kakak yang menghilang entah ke mana dan tidak ada kabarnya lagi, untuk melanjutkan permainan ‘Hide and Seek’ mereka yang belum terselesaikan.
4 tahun kemudian, 4 orang remaja, datang ke dalam bekas rumah keluarga Yamasaki untuk bermain permainan mistis ‘Hide and Seek’.
Mereka adalah Kazuya, Ryo, Aoi dan juga Yukari.
Kazuya yang sangat menyukai kisah mistik dan horor, memaksa ketiga sahabatnya yang lain untuk melakukan permainan tersebut.
Merasa nyawa mereka terancam, akhirnya Yukari memutuskan untuk mengikuti keinginan Kazuya.
Akhirnya, permainan di mulai!
Lagu telah dinyanyikan dan giliran mereka akhirnya di mulai!
Dengan seluruh keberanian yang ada, mereka melaju, menuju ke tempat di mana si roh anak kedua bersembunyi, di dalam lemari tua tersebut.
‘Aku menemukanmu’,
3 kali sudah diucapkan.
Pisau yang berlumuran darah juga sudah ditancapkan.
Sekarang, giliran mereka sudah berakhir.
Tapi,
Satu hal yang tidak mereka sadari...
Bahwa itu bukanlah akhir...
Tapi, awal di mulainya mimpi buruk bagi mereka!!

“Azamaki-kun...Apa kau mengunci pintunya?”
“Apa? Tidak. Bukannya sejak awal pintunya sudah tidak terkunci? Dan lagi, mana mungkin aku punya kunci rumah ini. Memangnya kenapa?”
“Pintunya tidak bisa dibuka.”
..............................
Pintunya--
“....................”
Yukari, Ryo dan Kazuya terdiam di tempatnya.
Butuh waktu agak lama untuk mencerna apa yang Aoi katakan.
Dan kalau bisa, mereka tidak ingin percaya...
...............................
“...........Apa?”
Yang pertama kali bicara adalah Kazuya.
Nada bicaranya penuh dengan rasa tidak percaya.
Pintu tidak bisa terbuka?
“Apa maksudmu, Aoi? Mana mungkin pintu itu tidak bisa di buka. Sejak awal kita masuk, pintu itu memang sudah tidak terkunci’kan? K--Kau jangan bercanda seperti itu ah! Tidak lucu!”
Yukari berkata sambil sedikit tertawa.
Ini hanya lelucon saja’kan?
Bagaimanapun juga, tidak mungkin tiba-tiba pintu itu bisa terkunci sendiri.
Iya’kan?
Aoi berusaha memutar gagang pintu tua itu sekali lagi, kali ini lebih keras dan cepat, sehingga menimbulkan suara berisik yang memenuhi ruangan yang sunyi ini.
“Aku tidak bercanda, Yukari-chan! Pintunya--Pintunya memang tidak bisa dibuka!!”
Ia berteriak sambil mengarahkan pandangannya ke arah Yukari dan lainnya.
Wajahnya terlihat panik dan ketakutan.
Semua memperhatikan Aoi yang terlihat putus asa, berusaha membuka pintu itu.Tubuh mereka serasa berat, dan tidak bisa bergerak sesuai keinginan mereka.
Padahal baru saja mereka pikir kalau semua ini telah berakhir!
Baru saja mereka pikir kalau mereka akan segera keluar dari rumah ini!!
Baru saja mereka pikir kalau mereka tidak akan mati!!!
Tapi--
 “Tidak mungkin--“
Ryo berkata singkat, kemudian berhenti.
Jantungnya berdebar semakin kencang.
--Yang terjadi, jauh diluar perkiraan mereka berempat.
Ryo bergerak maju ke samping Aoi.
“Biar aku coba.”
Ryo berkata sambil meletakkan tangannya di gagang pintu itu.
Rasanya dingin.
Dengan perlahan, ia mencoba menggerakkan gagang pintu itu.
Tapi tak ada gunanya.
Pintu tak kunjung terbuka.

BRAAAAKH

“Buka!! Ayo, buka! Sial!!!”

BRAAAKH BRAAAAAAKH

Ryo berusaha mendobrak pintu itu.
Namun, entah kenapa pintu itu terasa benar-benar keras seperti besi.

BRAAAAKH BRAAAKH!!!!!

“Buka!!! Buka pintunya-- Sial!! Kita terkunci!! Kita--Tidak bisa keluar dari rumah ini!!!”
 “.....................”
Tubuh Yukari gemetar.
Perlahan, keringat dingin mulai membasahi wajahnya.
Ia tidak ingin percaya, dengan kejadian ini, dengan kenyataan ini, ia tidak ingin percaya.
Kalau bisa, ia ingin bangun, ingin keluar dari mimpi buruk ini!
Tapi--
Sudah terlambat untuk berteriak minta tolong.
“............Bohong...”
Yukari berkata dengan suara pelan, suara yang penuh dengan keputusasaan.
Perlahan, tubuhnya mundur beberapa senti ke belakang dan dengan tatapan tidak percaya, ia menatap ke arah pintu itu. Yang bisa mereka berempat lakukan sekarang ini hanyalah, menghadapi kenyataan yang sudah ada di depan mereka.
Pintu telah terkunci, berarti--
 “Kita terjebak!! KITA TERJEBAK DI SINI!!!!
Teriak Yukari sambil memegang kepala dengan kedua tangan.
Ia bisa merasakan kalau air mata turun membasahi wajahnya.
 “Tidak mungkin! Kita tidak mungkin terjebak di sini!!”
“Kazuya!!”
Ryo berteriak ketika melihat Kazuya berlari dengan kencang ke arah pintu tua itu.
Kemudian--

BRAAAAKH!!!

“Kyaa!!”
Aoi yang berada di dekat pintu, langsung berteriak kaget dan menyingkir, begitu Kazuya menabrakkan diri ke pintu dengan keras.
Berharap bahwa pintu tua itu akan roboh begitu ia menabraknya dengan keras, ternyata pintu tua itu tidak bergeming sedikitpun.
Justru tubuh Kazuya terpantul dengan keras.
“Akh!!”
Teriak Kazuya begitu tubuhnya mendarat ke lantai dengan keras.
“Kau baik-baik saja?!”
Tanya Ryo sambil mendekati Kazuya yang berusaha berdiri.
“Sial!!! Kenapa jadi begini!!!? Kenapa tidak bisa terbuka!!!?”
Teriaknya sambil memukulkan tangannya ke lantai.
“.............Tidak mungkin...[Apa ini...? Kenapa jadi seperti ini...?].”
Ryo dan Kazuya yang masih terduduk, sama -sama mengalihkan pandangan ke arah suara itu berasal.
Di sana, nampak sesosok gadis berambut coklat pendek dengan ekspresi wajah sangat ketakutan.
“Ini tidak mungkin’kan...? Ini bohong!! [Bukannya tinggal selangkah lagi kita bisa keluar!!?].”
Teriak Yukari ketakutan.
Ryo yang melihat Yukari, bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya.
Ia menyentuhkan tangannya ke arah Yukari.
“Tenanglah, Akihara--“
“Bagaimana mungkin kau bisa menyuruhku untuk bersikap tenang dalam situasi seperti ini!!!? [Kita bisa saja mati di sini!!!!].”
Yukari berteriak sambil menepis tangan Ryo.
“Sejak awal pintu ini tidak terkunci! Sejak awal pintu rumah tua ini selalu terbuka!!! Tapi--Tapi kenapa sekarang bisa terkunci seperti ini!!? Apa yang sebenarnya terjadi!!? Apa ini!!?”
Teriaknya tidak ingin percaya dengan semua ini.
“Aku paham bagaimana perasaanmu!!”
Pemuda  berambut putih yang biasanya selalu terlihat tenang itu, tiba-tiba meluapkan semua emosinya kepada Yukari.
Namun, Yukari justru menatap tajam ke arahnya dan sedikit mendorongnya.
“Kau tidak tahu bagaimana perasaanku!! Kalau kau tahu, kau tidak mungkin menyuruhku untuk tenang!!! AAAAAAAAAH!!!!!!! Siaaaaal!!!!!!”
Yukari berteriak dengan keras ke arah Ryo.
“Aku tidak  ingin mati sia-sia di sini!!!”
Ia lalu berlari menuju ke arah pintu tua itu.
“Yukari-chan!”
“Buka!! Jangan bercanda denganku!! Aku tidak mau mati!!! Cepat buka pintu ini dasar sialan!!!! BUKAAAA!!!!
“Akihara!”
Ryo langsung berlari ke arah Yukari yang tengah berusaha membuka pintu itu.
Gadis berambut coklat pendek itu menggerak-gerakkan gagang pintu itu dengan kasar dan cepat.
CEPAT BUKA PINTU INIIIII!!!!!!!
Teriaknya sambil terus menggoyang-goyangkan gagang pintu tua itu dengan sekuat tenaga.
Dengan kekuatan seperti itu, gagang pintu itu bisa hancur kapan saja.
BUKAAA!!!!!

BRAAAAKH

“.....................”
Semua terdiam.
Pandangan mereka fokus ke arah Yukari, nafasnya terdengar tidak beraturan. Tangannya gemetar sambil menggenggam gagang pintu yang telah patah itu. Dengan mata terbuka lebar, Yukari meregangkan genggamannya perlahan, dan gagang pintu itu jatuh ke lantai kayu tua yang sudah rapuh, menimbulkan bunyi ‘klang’ yang singkat.
“.............S--“
“Yukari-chan...”
“........Sial!!!”
Yukari berkata sambil memukul pintu itu dengan pelan.
Kazuya yang melihat itu, kembali memukulkan tangannya ke lantai dengan keras.
“Sial!! Kenapa jadi seperti ini!? Harusnya kita bisa keluar dari rumah ini!! Kita hanya bermain sampai giliran pertama lalu keluar! Di mana kita melakukan kesalahan!!?”
“Kazuya...”
“K--Kenapa tidak bisa terbuka--Kenapa tidak--Ukh!! KAU!!!
Tiba-tiba, Yukari berbalik dan menunjuk Kazuya.
“Ini semua gara-gara kau!!!”
Teriaknya ke arah pemuda bertopi itu.
“Gara-gara aku!!?”
Kazuya yang dari tadi masih terduduk di lantai, bangkit berdiri dan berhadapan dengan Yukari.
Mata mereka berdua yang memancarkan kebencian saling bertemu.
“Iya, ini semua gara-gara kau!!! Kau dan ide gilamu itu!!!!!”
“Pintu terkunci itu bukan salahku!!!”
Kazuya berteriak sambil menunjuk ke arah pintu, berusaha membela dirinya, tapi Yukari langsung menanggapinya dengan menarik kerah baju Kazuya.
“Apa-apaan ini!!!? Lepaskan aku!!”
“Aku tidak akan melepaskanmu lagi!! Kalau bisa, AKU AKAN MEMBUNUHMU SEKARANG JUGA DI SINI!!!!

“Sudah selesai?”


INI SAMA SEKALI BELUM SELESAI!!!
Yukari berteriak ke arah Kazuya dengan wajah penuh air mata.
“...................”
Ryo hanya bisa terdiam memperhatikan Yukari yang mencekram baju Kazuya lebih erat lagi.
“Kalau saja kau tidak memaksa kami untuk ikut dalam permainan gilamu ini, kalau seandainya aku tidak bodoh dan mengikuti permainan tidak masuk akal ini--!!!”

“Maaf menunggu lama. Kami akan ikuti permainanmu.”

“Maka semua ini pasti sudah selesai!! Kita tidak akan terjebak di dalam rumah tua sialan ini!! Apanya yang ‘Bermain sampai giliran pertama’!!? Harusnya kau sadar kalau hantu yang--Yang menyebalkan itu tidak akan melepaskan kita begitu saja!! Kalau dia akan terus mengejar kita, membuntuti kita dan--Dan--Kau lihat sekarang??!! Dia mengunci kita di sini! Dia mengurung kita, kau paham!!!?”

“Sebenarnya, ada satu cara supaya kalian bisa selamat dari sini. Yaitu dengan memilih untuk ikut bermain denganku. Jika kalian mau, maka kita akan memainkan permainan ini sampai giliran kita yang pertama selesai. Setelah itu, kita langsung keluar dari rumah ini. Bagaimana?”

“Itu semua cuma omong kosongmu!!!! Mana buktinya!!? Seenaknya saja kau berkata, kita akan selamat kalau mengikuti cara permainanmu!! Kau penipu!! KAU ITU--HANYA SEORANG PENIPU!!!”
“......................”
Kazuya hanya menatap Yukari dengan tatapan yang dingin.
“P--Padahal...Tinggal satu langkah lagi...Aku pikir kita semua akan bisa keluar dari rumah mengerikan ini!!! Tapi--Tapi--Kenapa jadi seperti ini!!!? Sudah jelas--INI SEMUA GARA-GARA KAU, KAZUYA!!!!
“Akihara, sudah hentikan!”
“Kau diam saja!!! Aku tidak ingin mendengarmu berteriak ke arahku, Ryo!!!”
Yukari berteriak keras ke arah Ryo yang langsung membuatnya tersentak kaget.
Ia lalu kembali menoleh ke arah Kazuya.
“Waktu itu, kau berani jamin’kan kalau kita akan selamat!!?”

“Siapa bilang kalau kita akan terbunuh!? Memang , semua orang yang masuk ke rumah itu dan melaukan permainan ‘Hide and Seek’ di rumah itu...tidak pernah keluar dari rumah keluarga Yamasaki. Tapi aku yakin, kalau kita tidak akan mati kali ini!! Aku berani jamin.”


“Apanya yang ‘Kita tidak akan mati’!!? Apa kau sadar kalau kau telah membawa kita satu senti lebih dekat dengan ‘Jurang kematian’!!? Beraninya--Kau mengatakan hal seperti itu padahal akhirnya akan jadi seperti ini!!!!”

DUAAAGH

Tubuh Kazuya langsung menabrak dinding, begitu Yukari memukul wajahnya dengan sangat keras.
“Hah...Hah...”
Yukari berusaha mengatur nafasnya yang berantakan.
Ia yang sekarang terlihat sangat menyedihkan dengan ekspresi itu di wajahnya.
“Padahal aku juga--“
Yukari mengepalkan tangannya yang bergetar.
“Padahal aku--“
“Padahal aku sudah berjanji pada semuanya kalau tidak akan ada hal buruk yang terjadi!!!”

Kalian...Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di tempat itu nanti. Tapi aku janji tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Karena itu...”


“Sekarang kau membuatku terlihat konyol di hadapan Ryo dan Aoi!!!”

DUAAGH!!

Sekali lagi, Yukari melayangkan pukulannya ke arah wajah Kazuya.
“Bodoh kau!! BODOH!!!!
“Akihara, hentikan semua ini! Apa kau tidak paham situasi kita saat ini!?”
Ryo menarik tangan Yukari, berusaha memisahkannya dari Kazuya.
“......................Aku paham!!! Aku--Aku--“
“............Hentikan...”
“..................”
Yukari dan Ryo sama-sama tertegun begitu mereka mendengar suara kecil itu.
“Kumohon... Hentikan...Hiks...Hiks...”
Sekali lagi, ia berkata dengan suara lemah yang disertai isak tangis.
Mereka menoleh ke arah sumber suara itu.
Di sana, Aoi masih berdiri di tempatnya semula, dengan wajah basah karena air mata.
“Aoi--“
“Hentikan, tolong hentikan! Jangan bertengkar di sini! Aku takut!!”
Teriak Aoi sambil menutup kedua telinganya kemudian jatuh terduduk.
“Aku tidak ingin mendengar semuanya lagi!! Sudah cukup!!!! Hentikan!!! Ukh, tolong hentikan!!”
Air matanya menetes ke lantai kayu tersebut.
Yukari sama sekali belum pernah melihat Aoi sangat ketakutan seperti ini.
Aoi yang ia tahu, selalu tersenyum, selalu terlihat tenang apapun yang terjadi.
“.................”
Tapi ia paham, kalau gadis berambut panjang tersebut bisa sampai ketakutan seperti itu.
Bagaimana tidak?
Ada satu hal yang sedang mereka hadapi bersama di sini.
Kematian.
“Aoi--Aku--“
Melihat ekspresi seperti itu di wajah Aoi, Yukari sama sekali tidak bisa mengatakan apapun.
Ia ingin mengatakan sesuatu seperti, ‘Tenanglah, aku ada di sini untuk melindungimu’.
Tapi kata-kata itu tidak mau keluar.
Sementara itu, Kazuya berusaha bangkit berdiri sambil menyeka darah di dekat bibirnya.
Tatapan matanya masih menunjukkan rasa kesal, tapi ia hanya berdiam diri di tempatnya sambil terus memperhatikan Aoi yang terus menangis.
“Hey...”
Tiba-tiba, Aoi berkata.
Suaranya terdengar penuh dengan rasa takut.
Semua pandangan langsung tertuju padanya.
“............Kita akan mati’kan...?”

DEG

“J--Jangan berkata seperti itu--!! Kita tidak akan--“
“Iya, kita akan mati!! Aku tahu itu! Kita pasti mati!!!”
“!!”
Yukari tersentak kaget begitu mendengar perkataan Aoi.
“Kita terjebak!! Kita akan mati! Aku tidak mau mati seperti ini!! Aku tidak mau!! Tidak mau!!!”
Aoi kembali berteriak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Melihat itu, dengan cepat Yukari langsung berlari ke arah Aoi, kemudian memeluk tubuhnya dengan erat.
“Jangan seperti ini, Aoi! Kumohon jangan seperti ini!!”
“Aku tidak ingin mati! Tidak!! Hiks...Hiks...Yukari-chan...Aku takut...”
Kata Aoi terisak-isak sambil memegang erat baju Yukari.
“.........................”

Di sisi Ryo, entah kenapa ia kembali teringat akan perkataan Aoi pada saat itu.

“Kalau seandainya... Kalau seandainya aku mati di sini, tolong jaga Yukari-chan untukku, ya?”

“[Saat itu, kau bisa mengatakan hal seperti itu dengan senyuman di wajahmu...Tapi, kenapa sekarang kau--].”
Ryo mengepalkan kedua tangannya.
Senyuman yang ia tunjukkan pada saat mengatakan kata-kata itu, sekarang terasa seperti sebuah kebohongan bagi Ryo.
Pada waktu itu, ia merasakan keanehan dari kata-kata Aoi. Itu, adalah kata-kata yang selalu dikatakan oleh seseorang yang siap untuk mati.
Tapi, apakah kalian sadar?
Tidak ada orang yang siap untuk menghadapi kematian. Bagi semua orang, kematian merupakan hal yang sangat menakutkan, dan jika seandainya bisa, mereka pasti ingin menghindari kematian itu sendiri. Namun, tentu saja tidak ada yang mampu melakukannya. Yang bisa dilakukan hanyalah menunggu, sampai kematian itu sendiri datang menjemput kita.
Aoi juga pasti ketakutan ketika mengucapkan kalimat itu.
Tubuhnya pasti gemetar, hanya saja ia berusaha untuk menyembunyikannya.
Ryo memang tidak tahu alasan gadis pendiam itu mengatakan hal itu padanya, yang jelas, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang ini--
“[Tidak akan kubiarkan ada yang mati. Kita harus bisa keluar dari rumah ini!].”
Maka dengan tekad seperti itu, ia maju selangkah, kemudian ketika ia sadari, Ryo sudah berada tepat di depan Aoi dan Yukari.
Kazuya hanya menatapnya dari belakang.
“.............Jangan seperti itu, Asahina.”
Kata Ryo dengan suara pelan dan ekspresi dinginnya yang biasa.
“Fujiwara-kun...”
Aoi mengalihkan pandangannya ke arah pemuda itu, diikuti oleh Yukari.
Hanya sedikit, tapi Aoi bisa merasakan ketakutan yang tersembunyi di balik ekspresi dingin Ryo.
“.........Sewaktu itu, bukannya aku sudah janji padamu?”
“Janji...?”

“Jangan berkata seperti itu. Bukan hanya Akihara yang akan aku jaga...Tapi kau juga, Asahina.”

“Ah...”
Aoi berkata singkat dengan wajah sedikit kaget.
Sepertinya, ia teringat akan perkataan Ryo kepadanya saat itu.
Pemuda berambut berantakan itu kembali bicara.
“Aku sudah bilang, bukan cuma Akihara saja. Tapi, kau, dan bahkan Kazuya,”
Ryo menghentikan ucapannya dan menoleh ke arah Kazuya yang masih berdiri di pojok ruangan sambil bersandar di dinding, lalu kembali melihat ke arah 2 gadis itu lagi.
“Tidak akan kubiarkan ada yang mati. Kita semua pasti akan keluar dari rumah ini! Tidak boleh sampai ada korban lagi!”
Ucapnya dengan nada yakin.
“................”
Yukari memperhatikan raut wajah yang dibuat oleh Ryo dengan tatapan tidak percaya.
Mana mungkin, si pemuda super dingin dan jujur saja, agak sedikit menyeramkan itu, bisa mengatakan sesuatu yang terkesan seperti tokoh-tokoh utama dalam drama maupun anime.
Menurut Yukari, kata-kata itu tidak akan pernah terlontar dari mulut Ryo.
Tapi, kenyataannya berkata lain. Ryo bisa dengan mudahnya mengatakan, semua kalimat yang ingin ia ucapkan dari tadi, namun rasa takut terlalu menguasai dirinya sehingga ia tidak mampu mengatakan bahkan sepatah katapun.
“Hah, hah...R--Ryo benar...”
Dengan nafas tidak beraturan, Kazuya bicara.
“Apapun yang terjadi, kita harus keluar dari tempat sialan ini! Aku juga tidak mau mati di sini!!”
Kazuya berkata sambil maju perlahan ke samping Ryo.
Yukari, yang berusaha mati-matian menekan amarahnya pada Kazuya, bertanya pada Ryo, ‘Apa yang harus mereka lakukan’, sambil terus memeluk erat tubuh Aoi yang gemetar.
“Lakukan apa saja. Kalau tidak bisa di dobrak, kita cari benda lain. Apa saja yang bisa kita gunakan untuk menghancurkan pintu tua ini!! Kapak atau--atau apapun!”
Ryo berkata dengan nada sedikit panik.
“K--Kita kembali ke dalam. Ayo, cepat!”
Kata Kazuya sambil menyodorkan tangannya ke arah Yukari.
“.....................”
Yukari tidak mengatakan apapun.
Melainkan, ia hanya memegang tangan Kazuya, tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Ekspresi kesal masih tergambar di wajahnya dengan jelas. Ia bangkit berdiri bersama Aoi, yang tidak melepaskan genggamannya pada baju Yukari.
Ryo kembali angkat suara.
“Semua, kita harus tenang. Ingat? Hantu itu--Belum tentu ada. Mungkin lemari itu memang ada, tapi bukti bahwa roh si anak kedua itu benar-benar ada belum terbukti’kan? Bisa saja, pintu ini tertutup karena tertiup angin...L--Lalu, ada ang menghalangi pintu ini di depan. Karena itu, jangan khawatir. Kita pasti akan keluar dari rumah ini!”
Meskipun ia berusaha mengatakan sisi positifnya, dan berkata kalau ‘hantu’ itu sebenarnya tidak ada, nada bicaranya terdengar tergesa-gesa, tidak tenang seperti biasanya.
Dengan itu, Kazuya, Yukari dan Aoi mengangguk pelan. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain percaya pada pemuda berwajah pucat itu. Saat ini, pikiran mereka sedang dipenuhi oleh berbagai macam hal-hal buruk yang tidak memungkinkan mereka untuk berpikir jernih. Karena itu, mereka memerlukan Ryo untuk memimpin mereka, keluar dari masalah ini.
“Oke, jadi, kita mau cari di mana?”
Yang berbicara adalah Kazuya, dengan darah yang masih sedikit tersisa di dekat mulutnya.
“Baiklah, mungkin di--“

‘1...2...3...Ayo bermain ‘Hide and Seek’ denganku’

“........................................”
Ryo tertegun.
Tiba-tiba, wajahnya yang selalu terlihat tenang itu, menjadi tegang. Bola matanya melebar dan tubuhnya tidak bisa berhenti bergetar.
Suara yang sepertinya menjadi milik seorang gadis kecil itu, menghilang ditelan kegelapan diikuti oleh suara tawa.
Apa itu tadi?
Apa karena ketakutan, ia mulai mendengar suara-suara yang seharusnya tidak ada?
Tapi,
Eskpresi yang sama, juga ditunjukkan oleh ketiga orang lainnya.
Itu berarti, bukan hanya Ryo yang mendengar suara nyanyian misterius itu. Melainkan mereka berempat mendengarnya bersamaan. Mereka hanya bisa terdiam. Membuat suasana yang sebelumnya sudah menegangkan, semakin menakutkan. Tak ada yang berbicara diantara mereka. Berusaha mencerna apakah suara itu benar-benar nyata atau tidak.
Namun, mata dan ekspresi mereka sudah mengatakan, bagaimana takutnya mereka saat ini.
“K--Kau dengar itu...?”
Yukari bicara dengan suara bergetar sementara Aoi, yang berdiri di sampingnya terlihat tidak percaya sambil menutup mulut, mencegah dirinya untuk berteriak sekeras mungkin.
“Tidak mungkin...Ini tidak--!!”
Kazuya berkata sambil berjalan mundur beberapa senti dari tempat ia berdiri.
Ia terus menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia tidak ingin percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Kenapa--Suara itu seharusnya tidak ada!! Tapi kenapa--!!? Kenapa--“
Suara yang seharusnya tidak nyata itu terdengar!!?
Kazuya semakin berjalan mundur, sampai mendabrak dinding.
Terlihat keringat mengucur deras dari wajahnya.
Ia tidak tahu kalau semuanya akan berakhir seperti ini. Sejak awal, ia pikir semuanya akan berjalan sesuai dengan rencananya. ‘Tidak perlu merasa takut, kita hanya akan bermain sampai giliran pertama’, hal seperti itu yang terus ia ucapkan sejak awal.
Tapi sekarang mereka justru terkunci di dalam rumah ini, kemudian--
Mendengar sesuatu, yang seharusnya tidak mereka dengar.
Dan sekarang, Kazuya sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya di hadapan ketiga sahabatnya itu.
Permainan ‘Hide and Seek’ yang sebenarnya--
Baru saja di mulai...
“Ini nyata...”
Yukari berkata dengan suara pelan.
Kemudian ia berteriak,
“Ini nyata!! Semua ini benar-benar nyata!!! Baik permainan ‘Hide and Seek’, maupun lemari tua!! Dan juga roh si anak kedua itu nyata!! Tidak mungkin kita bisa berkeliling rumah untuk mencari senjata tajam!! Bahkan seelum kita beranjak dari sini--Dia pasti sudah akan meneukan kita!!! Kita akan terbunuh!! Permainan ini baru saja di mulai!!!”
Yukari yang sebelumnya masih bisa berpikir mungkin ada setitik harapan, mulai terdengar putus asa.
“Tidak!!! Kumohon hentikan!! Hentikan permainan ini sekarang juga!!! Aku ingin keluar!!! Keluarkan aku, tolong!!!”
Aoi berteriak sekuat tenaga, air mata kembali turun dari matanya yang berwarna biru.
Dengan erat, ia memegang lengan baju Yukari, seolah bisa saja tersobek kapan saja.
Ia tidak ingin mati seperti ini!
Mereka tidak ingin mati!!
Dan baru sekarang mereka menyadari, kalau ternyata, adalah keputusan yang salah bermain permainan kutukan di dalam rumah ini.
Roh si anak kedua, mulai menyanyikan lagunya...

‘4...5...6...Di manapun dan ke manapun kau bersembunyi’

“!!!!!?”
Mereka kembali tertegun.
“Lagunya--“
Kata Yukari kemudian menutup mulut dengan kedua tangan.
Ia bisa merasakan, air mata turun membasahi wajahnya.
“[Mati--Kita pasti mati!!].”
Bait kedua sudah dinyanyikan.
Bahkan Ryo sama sekali tidak bisa berpikir cukup jernih, untuk membimbing semuanya seperti tadi. Ia benar-benar panik dan ketakutan!
Apa yang harus mereka lakukan!!?
“Tidak--Tidak!!! Kita harus lakukan sesuatu!”
Kazuya berteriak panik, berusaha mencari jalan keluar.
Hanya saja, tidak akan ada yang mampu memikirkan apapun dalam kondisi seperti ini.
“Semuanya tenang!! J--Jangan panik! Kalau kita menimbulkan suara, maka dia akan menemukan kita!!”
Ryo berkata dan menyuruh semuanya bersikap tenang.
Meskipun begitu, ia sendiri sudah tidak bisa bersikap tenang, wajahnya terlihat semakin pucat.
“A--Apa yang harus kita lakukan!!? Kalau lagunya selesai maka--“
Yang berbicara adalah Aoi.
Nada tenang yang biasa selalu ia gunakan saat bicaram berganti dengan nada penuh rasa takut.
Kalau lagu selesai, maka--
“Giliran hantu itu--!!”
Yukari menyambung ucapan Aoi.
Tubuhnya sudah semakin terasa berat, seolah bisa terjatuh kapan saja.
“Kalau sudah seperti ini--Maka tidak ada cara lain!! Kita harus--”
Ryo berusaha mengatakan sesuatu.
Hanya ada satu hal yang harus mereka lakukan agar selamat dari sini.
“Apa itu!!!? Cepat katakan!!? Sudah tidak ada waktu lagi!!!!”
Teriak Yukari ke arah Ryo tidak sabaran.
Pemuda berambut putih itu menatap ke arah gadis itu, kemudian berkata,
“K--Kita harus selesaikan permainan ini!!!”
Kata Ryo pada akhirnya.
“.................”
Semuanya, terlihat terkejut mendengar ucapan Ryo.
Menyelesaikan permainan ini...?
“G--Gila kau!!! Apa maksudmu dengan menyelesaikan permainan ini!!!? Kalau maksudmu adalah kita harus kembali ke lemari tua itu, aku tidak mau!!! Aku--Aku dan Aoi hanya ingin bisa keluar dari sini!!!!!!!!”
Yukari berteriak sambil melemparkan tatapan tajam ke arah Ryo.
“Memang ada pilihan lain!!?”
“!!!?”
Yukari sedikit kaget melihat Ryo yang terlihat marah.
Itu pertama kalinya, ia melihat Ryo berteriak, dan menunjukkan ekspresi lain selain wajahnya yang dingin dan selalu terkesan tidak peduli.
‘Memang ada pilihan lain?’
“Tidak ada!! Tidak ada pilihan selain kita harus pergi ke sana, kemudian mengakhiri permainan ini dengan cara yang seharusnya! Kau lihat’kan!? Kita tidak bisa kabur! Kita terjebak!! Dan satu-satunya cara untuk keluar dari rumah ini adalah--SELESAIKAN PERMAINAN BODOH INI!!!!!!
Suara Ryo bergema ke seluruh ruangan yang terdengar sunyi.
“..........................”
Dan, baik Yukari, Aoi maupun Kazuya, hanya bisa menatapnya dengan mata terbuka lebar.
Iya, Ryo benar.
Tidak ada cara lain untuk keluar dari sini selain dengan menyelesaikan permainan ini.
Hanya mencari kapak atau senjata lainnya demi mendobrak pintu saja, tidak akan cukup untuk menyelamatkan mereka, ketika ada hantu yang mengejar-ngejar mereka dibelakang, menunggu saat yang tepat untuk menancapkan pisau berlumuran darah itu ke tubuh mereka.
“Jadi--Kita harus lanjutkan...?”
Aoi berbicara dengan volume suara yang kecil.
Ryo terdiam sesaat, kemudian mengangguk pelan.
“Iya, kita harus lanjutkan.”
“Jadi, apa yang harus kita lakukan!? Kita ke sana berempat!!?”
Kata Yukari sambil berteriak ke arah Ryo.
Meskipun ia berusaha untuk tetap kuat, tapi tubuhnya yang gemetar tidak dapat ia sembunyikan.
“Jangan! Kalau berempat, maka kita pasti akan cepat ketahuan. Kalian harus ingat, kalau ini adalah permainan ‘Hide and Seek’. Menimbulkan suara dan keributan hanya akan membuat kita mati sia-sia. Kita harus berpencar!”
Usul Ryo.
‘Hide and Seek’.
Ini adalah permainan tentang ‘mencari’ dan juga ‘bersembunyi’.
Permainan yang memang sangat simple.
Tapi ternyata bisa jadi sangat mengerikan.
Aoi menanggapi perkataan Ryo barusan dengan ekspresi takut.
“Maksud Fujiwara-kun, k--kita harus berpencar ke sana!? Tidak! Aku tidak mau sendirian!”
Ia memegang lengan baju Yukari lebih erat lagi.
“Aoi...”
“Tidak ada pilihan lain, Asahina! Kita harus--“


 ‘7...8...9...Aku pasti akan menemukanmu’

“!!!?”
Mereka kembali tertegun.
Suara gadis kecil yang tengah menyanyikan sebuah lagu itu kembali memenuhi ruangan. Perlahan-lahan, suaranya menghilang.
“Satu bait lagi...”
Kata Yukari singkat.
Semuanya menelan ludah.
Sebentar lagi, permainan ‘Hide and Seek’ yang sebenarnya akan di mulai.
Menyadari sudah tidak ada waktu lagi, Ryo langsung mengatakan semua yang ada di kepalanya, segala cara agar mereka berempat bisa keluar dari rumah ini hidup-hidup.
“Cepat!! Kita harus segera bersembunyi!!! Cari tempat di manapun di dalam rumah ini! Pokoknya, yang berhasil sampai ke gudang terlebih dahulu, harus segera mengakhiri permainan ini!! Ayo!!”
“Tapi, bagaimana dengan salibnya!!? Kalau orang yang sudah terlebih dahulu sampai tidak membawa salibnya--“
“Jangan khawatir! Aku bawa empat salib. Kalian pegang pegang masing-masing satu!!”
Kazuya langsung menyela ucapan Yukari mengenai ‘salib yang harus mereka gunakan’, kemudian megeluarkan 4 buah salib dari dalam tasnya.
Mereka semua sekarang telah menggenggam masing-masing sebuah salib di tangan mereka.
Dan jujur saja, mereka tidak percaya, kalau mereka harus melakukan permainan ini sampai selesai.
“Apa harus dengan cara ini...?”
Yukari berkata sambil memandang salib yang berada di tangan kanannya.
“Harus! Kita yang sudah memulai, kita yang harus mengakhiri semuanya!!”
Ryo berkata dengan yakin kalau mereka pasti bisa menyelesaikan permainan mistis ini sampai selesai!
“Aku takut...Hiks...Hiks...”
Kata Aoi sambil memeluk erat salib ditangannya.
Yukari yang mendengar suara kecil Aoi, langsung mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah Aoi yang berdiri di sampingnya.
Dengan lembut, ia meletakkan tangannya di pundak gadis berambut panjang itu.
“Jangan khawatir.”
“Yukari-chan...”
“Apapun yang terjadi, jangan bersuara, jangan berteriak! Langkahkan kakimu dengan perlahan menuju ke arah gudang. Kalau kau ketakutan, kau diam dan bersembunyi saja. Biar aku, Ryo atau Kazuya yang akan mengakhiri permainan ini!”
Yukari berkata sambil tersenyum.
Senyuman yang semenjak tadi terus menghilang, kembali terlihat di wajahnya.
Namun, hal sebaliknya justru tersembunyi di balik senyuman itu.
“[Apa yang aku katakan? Kenapa aku bisa berkata seperti itu? Aku yang akan mengakhirinya? Aku saja tidak bisa menghentikan tubuhku yang gemetaran...Lalu...].”

“Jangan khawatir.”

“[Aku sama sekali tidak percaya dengan diriku sendiri...Kebohongan macam apa yang sudah aku ucapkan...].”
“Baiklah, setelah hitungan ketiga, kita berpencar, kemudian dengan perlahan-lahan menuju ke arah gudang. Paham?”
ketika Ryo berkata seperti itu, semua langsung menganggukkan kepala dengan jantung berdebar-debar.
“Ingat hal yang terpenting? Jangan sampai ada yang mati.”
Maka dengan satu kalimat terakhir, yang disertai dengan senyuman tipis itu, Ryo mulai menghitung.
1...
2...
3...

LARI!!! CARI TEMPAT BERSEMBUNYI!!! CEPAAAAT!!

DRAP DRAP DRAP

“Hi hi hi, mau bersembunyi dariku?
Percuma saja,
Karena di manapun dan kemanapun kau bersembunyi...
Aku pasti,
Akan menemukanmu...”


‘10...Waktumu sudah habis. Siap atau tidak, aku akan datang untuk mencarimu...’


***-***

A/N : Hai, minna XDD

Hi hi, sekarang giliran si hantu...
Kira-kira, siapa yang akan menang?
Tunggu kelanjutannya, hya ha ha ha//plaaaak





Next Chapter : Akhir Dari Permainan 'Hide and Seek'


Sankyuu!!

Author,
Fujiwara Hatsune