Story : How To Make A Friend Chapter 6
*Read :
* Read Another Stories :
Chapter 6 Empat Orang
“[Tidak mungkin!! Kenapa dia ada di sini!!?
Bagaimana dia bisa--].“
Ia terlihat
sangat terkejut, dan jika ia sedang memakan sandwich, sandwich itu pasti sudah
terjatuh dari mulutnya.
Ketika semuanya
sibuk bertanya ‘Siapa gadis itu’, Riya sudah tahu jawabannya.
Jawaban yang
sangat tidak masuk akal.
“[Bohong!! Ini bohong!! Ini
mustahil--Dia--Dia!!!].”
Gadis itu,
dengan rambut coklat panjang sepunggung, tersenyum sambil menghadap ke arah
semua murid, kemudian dengan suaranya yang lembut, menyebut namanya--
“Perkenalkan
semua. Namaku, Kawada Emi dan mulai hari ini aku akan berada di satu kelas yang
sama dengan kalian. Mohon bantuannya.”
“[Di sini ada sebuah rumor yang tersebar].”
“[Kawada Emi!! Tidak
salah lagi! I--Itu memang dia!!!].”
“?”
Tiba-tiba, Emi melihat ke arah Riya, yang sedang menatapnya
dengan ekspresi wajah takut dan juga bingung.
Seketika itu juga, Emi langsung tersenyum, kemudian berjalan
mendekati Riya.
“Eh...? Eh...??”
Riya yang masih tidak mengerti dengan situasi ini dan masih
bertanya-tanya apakah ini mimpi atau kenyataan, hanya bisa terdiam di
tempatnya.
Emi lalu menggenggam tangan Riya dan--
“Riya-chan, aku senang bisa bertemu denganmu lagi...”
...................
........................................
...........................................................
“................Apa?”
“[Tentang ‘Sebuah buku yang bisa mengabulkan
semua permintaanmu’].”
“Waaa...Waa...Ada
apa, ya?”
“Apa murid baru
itu mengenal Miyashita?”
Seisi kelas
langsung heboh membicarakan apa hubungan Riya dengan murid baru bernama Kawada
Emi itu.
Sementara itu,
Riya masih menatap Emi dengan wajah bingung.
“Eh...Ada apa,
ya? Kenapa kau berkata seperti itu?”
Tanya Riya.
Mendengar itu,
wajah Emi langsung menunjukkan rasa kecewa.
“Masa kau
melupakanku, Riya-chan? Aku sadar kalau kita sudah lama tidak bertemu. Tapi,
masa kau melupakan sahabat masa kecilmu sendiri?”
“[Sahabat masa kecil dari mana!!!?] A--Aku
sama sekali tidak paham dengan apa yang kau bicarakan, Kawada-san...”
“Jangan panggil
aku ‘Kawada-san’, panggil aku ‘Emi-chan’ seperti biasanya kau memanggilku
dulu.”
Sambil berkata
seperti itu, Emi tersenyum ke arah Riya.
Melihat senyuman
itu, Riya langsung tertegun.
Rasanya, ia
merasakan sesuatu yang hangat bersinar di dalam dirinya.
Sudah lama ia
ingin seseorang tersenyum kepadanya seperti itu.
“[Oh...Jadi ini...].”
Perlahan, ia
mulai mengerti situasi yang sedang dialaminya, dan tersenyum.
“.....Entah kenapa, sekarang ini aku
berharap ada satu orang lagi di dalam kelompok kita.”
Ia selalu
menginginkan seorang sahabat.
Seorang sahabat
untuk melengkapi ‘Kelompok 3 orang’nya.
Dan sekarang--
“[Permohonanku benar-benar terkabul! Ternyata
buku itu memang nyata!! Akhirnya--].”
Ia lalu balas
tersenyum ke arah Emi dan berkata,
“Tentu saja,
mana mungkin aku melupakanmu, Emi-chan!”
“[Ada satu orang lagi diantara kita!!!].”
Sementara itu
dari kejauhan, tanpa Riya sadari, Haruko terus memperhatikan ke arahnya dan Emi
dengan tatapan tidak percaya.
“........Riya...”
Siang harinya,
tepat pukul 12.00, istirahatpun tiba.
Semua murid
langsung mengajak sahabat mereka ke kantin, atau hanya sekedar bermain keluar.
Namun, juga ada
murid-murid yang memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas.
“Eh, Eh, Kawada-san!”
“Ya?”
Ketika ada murid
yang memanggilnya, Emi langsung menjawabnya dengan ramah.
Tidak heran
kalau di hari pertamanya ini, sudah ada banyak sekali orang yang suka pada
kepribadian Emi yang ramah dan kelihatannya baik.
Karena itu, ia
sudah mendapat banyak sekali teman di hari pertamanya.
“Kau pindahan
dari mana?”
Tanya salah
seorang murid perempuan berambut coklat pada Emi.
“Aku pindahan
dari New York.”
Jawab Emi yang
langsung membuat beberapa murid di dekatnya terkesan.
“Kau dari New
York? Wah! Pasti menyenangkan!”
Kata salah
seorang murid laki-laki berambut hitam itu girang.
“Ha ha, tapi di
Jepang jauh lebih enak.”
Balas Emi sambil
sedikit tertawa.
Sementara
beberapa murid-murid lain masih melontarkan berbagai pertanyaan kepada Emi,
Riya hanya duduk sambil menopang dagu, di tempat duduknya yang biasa.
“[Wah, dia populer sekali...].”
Batin Riya.
Tiba-tiba saja,
muncul suatu perasaan khawatir di benak Riya.
“............[Bagaimana kalau dia justru berteman dengan orang lain dan meninggalkan aku?...].”
Bahkan di hari
pertamanya, semua murid sudah sibuk membicarakan Emi.
Pasti banyak
yang ingin menjadi sahabatnya.
Dan bukan hal
yang aneh kalau tiba-tiba saja Emi justru berbalik melupakannya dan lebih
memilih dengan sahabat barunya.
Kalau seperti
itu--
“[Berarti permohonanku itu sama saja tidak
terkabul...Apa...Apa Emi tidak akan menjadi sahabat orang lain dan hanya akan
memilihku untuk menjadi sahabatnya, ya...? Duh...Kenapa aku jadi khawatir
seperti ini...?].”
Dan ketika Riya
berpikiran seperti itu, Haruko masih terus memperhatikannya hingga Runa
menegurnya.
“Haruko.”
Haruko yang
kaget, langsung berbalik ke arah Runa di belakangnya.
“Runa? Ada apa?
Mau ke kantin?”
Tanya Haruko.
“Tadinya sih aku
mau mengajakmu. Tapi...”
Runa
menghentikan ucapannya dan membuat Haruko kebingungan.
“Tapi apa?”
Runa lalu
menghela nafas pelan.
“Tapi kamu
sepertinya sibuk memperhatikan Riya dan Kawada-san dari tadi. Apa yang kau
pikirkan?”
Mendengar
pertanyaan Runa, Haruko langsung memalingkan wajah.
“Tidak ada
apa-apa.”
Jawabnya
singkat.
“Apa kau yakin?”
Runa berkata
sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Aku yakin.”
Jawab Haruko
lagi.
“Kau lupa kalau
aku ini sahabatmu? Sebagai sahabat, kita tidak boleh menyembunyikan sesuatu
dari sahabat kita yang lain’kan? Jadi, cepat katakan padaku, apa yang
sebenarnya sedang kau pikirkan?”
Runa kembali
bertanya, kali ini dengan nada yang terdengar agak memaksa.
Mungkin sangat
memaksa.
“.............Tidak
boleh menyembunyikan sesuatu dari sahabat kita...?”
Haruko berkata
dengan suara pelan pada dirinya sendiri dan sepertinya, Runa tidak mendengar
perkataannya barusan.
Ia lalu kembali
menoleh ke arah Riya, yang masih sibuk memperhatikan Emi dan murid-murid lain.
“..........Entahlah,
Runa...Aku merasa ada yang ganjil dengan kedatangan Kawada-san kemari.”
Kata Haruko
dengan nada agak curiga.
“Ha? Maksudmu?”
Runa bertanya
sambil mengangkat sebelah alisnya.
Tapi, Haruko
menggeleng pelan kemudian tersenyum ke arah Runa.
“Ah, tidak.
Mungkin itu hanya perasaanku saja. Bagaimana? Mau ke kantin?”
Ajak Haruko
sambil bangkit berdiri dari kursinya.
“Memang itu
tujuan awalku.”
Balas Runa.
Mereka berduapun
berjalan menuju keluar kelas sambil berbincang, dan perbincangan merekapun
terhenti ketika Haruko melewati meja Riya.
Riya masih saja
terus memperhatikan Emi sejak tadi.
Padahal
sepertinya, Emi tidak melihat ke arahnya dan jutsru sibuk menjawab berbagai
pertanyaan tidak penting yang ditanyakan oleh teman-teman sekelasnya.
“..............”
Haruko berpikir
sejenak.
“Kalau begitu, lain kali kami pasti akan
meluangkan waktu lebih untukmu. Aku janji.”
Ia sudah
mengatakan hal itu.
Dan sepertinya,
Riya juga sedang tidak melakukan sesuatu yang berarti. Mungkin sekarang saat
yang tepat untuk mengganti waktu yang telah mereka lewatkan selama ini.
Runa yang berdiri
di belakang Haruko, memasang ekspresi bingung dengan Haruko yang tiba-tiba
berhenti berjalan kemudian terus terdiam sejak tadi.
Ia lalu
meletakan tangannya di pundak gadis berambut hitam itu lalu--
“Haruko, kau
kenapa--“
“Riya.”
“..........................”
Runa langsung
tertegun, begitu Haruko berjalan meninggalkannya dan justru bergerak ke arah
Riya.
Ia kembali
menarik tangannya.
Aneh...
Ia merasa sangat
aneh ketika melihat Haruko tiba-tiba meninggalkannya seperti itu dan justru
mendekati Riya.
‘Apa yang Haruko
pikirkan? Kenapa ia meninggalkanku seperti itu?’.
Saat ini,
kira-kira seperti itulah pikiran yang menyelimuti diri Runa.
Sayangnya, ia
tidak mungkin mengatakan hal seperti itu pada Haruko, karena justru akan
menimbulkan kesan kalau ia sebenarnya tidak menyukai Riya.
Akhirnya, ia
memutuskan untuk diam dan mengikuti di belakang Haruko.
“Kawada-san, apa
kau mengecat rambutmu?”
Di sisi lain, murid-murid
itu sepertinya masih belum lelah melontarkan berbagai pertanyaan pada Emi.
Dan Emi selalu
menanggapi tiap pertanyaan itu dengan senyuman hangat.
“He he, tidak.
Rambutku memang seperti ini sejak awal.”
“Kawada-san,
kalau aku boleh tahu, kenapa kau pindah kemari?”
Emi sedikit
tertegun ketika mendengar pertanyaan itu, kemudian--
“Eh, itu karena aku--“
“Riya, ke
kantin, yuk!”
“.............?”
Begitu mendengar
nama ‘Riya’ disebut, spontan, Emi langsung mengalihkan pandangannya ke arah
Haruko dan Runa yang sekarang sedang berdiri di dekat meja Riya.
“..............................”
“Kawada-san?”
Panggil murid
tersebut.
“..........................................”
Tapi, Emi tidak
menanggapinya.
“Ke kantin?”
Riya, yang masih
agak kaget dengan kehadiran Runa dan juga Haruko di sampingnya, berkata sambil
memastikan apa yang ia dengar barusan itu benar.
Haruko
tersenyum.
“Iya, ayo, kita
ke kantin bersama.”
“............[Tunggu...? Ada apa ini? Biasanya mereka
selalu ke kantin berdua dan sering sekali tidak mengajakku...Tapi--Kenapa
sekarang mereka malah...Ah, jangan-jangan, mereka mulai mengakui keberadaanku
di dekat mereka...].”
Pikir Riya
sambil terus melihat ke arah Haruko dan Runa.
Sebenarnya ia
merasa agak bingung dengan sikap Haruko yang tiba-tiba itu, tapi, ia tidak bisa
menghentikan dirinya untuk merasa senang.
Akhirnya, Haruko
dan Runa mulai mengakuinya sebagai teman.
Bukannya itu
yang selalu ia inginkan sejak dulu?
Dan Riyapun
menanggapinya dengan sebuah anggukan.
“Ya, tentu saja
aku ma--“
“Permisi.”
“Eh?”
Haruko, Runa dan
Riya sama-sama tertegun begitu melihat sosok Emi sudah ada di dekat mereka.
Sejak kapan dia
ada di sana?
“Ah, Emi-chan.
Ada apa? apa kau perlu sesuatu?”
Riya bertanya
sambil tersenyum ke arah Emi.
“Tidak, kok.
Hanya saja...”
Emi mengalihkan
pandangannya ke arah Haruko dan Runa.
“Kalian berdua
ini...Apa kalian sahabat Riya-chan?”
Tanyanya sambil
memperhatikan mereka berdua dari atas sampai bawah seperti orang yang sedang
meneliti sesuatu.
Haruko agak
sedikit mundur ke belakang, sementara itu Runa berkata ‘Ada apa?’, ketika
melihat Haruko yang terlihat sedikit ketakutan.
Entah kenapa,
tapi ia merasa aneh ketika bertatapan dengan gadis itu.
Dengan nada agak
gugup, Haruko menjawab,
“Y--Ya, kami
berdua adalah sahabat baik Riya.”
“Oh...”
Emi berkata
singkat sambil tersenyum, membuat Haruko kembali merasa aneh.
“Kalau begitu,
perkenalkan, namaku Kawada Emi. Aku adalah sahabat masa kecil Riya-chan. Dan
itu berarti...Aku adalah sahabat nomor satunya.”
Kata Emi sambil
menyodorkan tangannya ke arah Haruko.
“Eh...A--Aku...Aku
Haruko. Takashi Haruko.”
Katanya sambil
menjabat tangan Emi.
“Takashi-san. Senang berkenalan denganmu. Ah,
lalu kau?”
Berikutnya, Emi
mengalihkan pandangannya ke arah Runa.
Runa langsung
tersenyum dan berkata dengan riangnya pada Emi.
“Aku Hasegawa
Runa! Senang bisa berkenalan denganmu, Kawada-san, he he. Aku harap, kita berempat
bisa jadi teman yang baik!”
Emi terdiam
sesaat ketika mendengar perkataan Runa, kemudian tersenyum.
“Ya, tentu saja.
Aku sangat ingin menjadi teman kalian semua!”
Emi dan Runa
saling melemparkan senyuman.
Sementara itu,
Riya memandang kedua sahabat dan seorang sahabat barunya dengan tatapan
bahagia.
Inilah yang ia
inginkan sejak dulu.
Dan ia tidak
bisa merasakan hal lain selain rasa bersyukur.
“[Akhirnya kami berempat...Mulai sekarang, aku
tidak akan terjebak di dalam lingkaran tiga orang lagi!].”
“Jadi...”
Sambil
memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Runa bertanya ke arah Riya.
“Aku tidak tahu
kalau kau punya sahabat masa kecil, Riya?”
“Eh...I--Itu--“
Pertanyaan Runa
langsung dan sukses besar membuatnya tertegun.
Saat ini,
keempat orang itu sedang berada di kantin. Kebetulan meja di kantin memang
disediakan untuk 4 orang jadi, Riya, Haruko, Runa dan juga Emi bisa duduk di
satu meja yang sama.
Runa duduk di
samping Haruko dan Riya duduk di samping sahabat barunya, Kawada Emi.
Tidak mendapat
jawaban yang dia inginkan, Runa kembali mengulang pertanyaannya.
“Ehm! Aku tidak
tahu kau punya sahabat masa kecil, Riya?”
Kali ini Runa
berkata dengan suara lebih keras dan membuat Riya semakin bingung.
“[Gawat! Aku harus jawab apa, ya?].”
Batin Riya
kemudian melirik ke arah Emi di sampingnya.
Tidak mungkin
dia akan mengatakan sesuatu seperti ‘Aku sebenarnya membuat Emi dari kertas’,
atau ‘Emi sebenarnya berasal dari sebuah negeri buku ajaib yang bisa
mengabulkan permohonan’.
“[Tidak, tidak, tidak!!! Itu buruk sekali! Aku
bisa di sangka orang gila!!!!].”
Riya berkata
dalam hati sambil menggeleng kepalanya dengan cepat.
Sepertinya
memikirkan hal itu adalah ide yang buruk.
“Ada apa?”
Haruko yang
melihat keanehan pada diri Riya, langsung bertanya padanya dengan tatapan heran
dan Riya hanya menanggapinya dengan ‘Eh’.
“T--Tidak ada
apa-apa. Yah...Aku belum sempat cerita saja pada kalian, ha ha ha.”
Kata Riya sambil
tertawa dan menggaruk rambutnya.
“Begitu? Aku
pikir kau sedang menyembunyikan sesuatu dari kita.”
Masih sambil
menikmati makan siangnya, Runa berbicara dengan nada santai tanpa menatap ke
arah Riya.
“M--Menyembunyikan
sesuatu dari kalian...? Ah, tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu.
Bukannya kita teman?”
Riya menjawab
dengan nada gugup.
Iya, sekarang mereka
adalah teman.
Dan mereka yang
sekarang adalah sebuah kelompok yang ‘sempurna’.
Runa sedikit
tersenyum.
Tapi, Riya tidak
bisa melihat adanya rasa tulus dari senyuman itu.
“Baguslah kalau
begitu. Kupikir tadi kau menyembunyikan sesuatu dari kita. Habisnya gugup
sekali cara menjawabmu itu.”
“Kau itu bicara
apa, Runa? Jaga bicaramu.”
Haruko langsung
menyenggol Runa yang seolah mengatakan kalau ada yang Riya sembunyikan.
Meskipun memang
itu kebenarannya.
“Apa? Aku hanya
mengatakan yang ada di pikiranku, kok. Tidak ada yang salah dengan itu’kan?”
Runa langsung
berusaha membela dirinya dan bicara dengan tatapan tidak bersalah.
“Lagipula,”
Ia melanjutkan
ucapannya.
“Seorang teman
tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari temannya yang lain’kan? Jadi, aku
bersyukur ketika mendengar hal itu.”
Kata Runa sambil
melipat kedua tangannya.
Emi yang dari
tadi terdiam, tersenyum membalas ucapan Runa.
“Iya itu benar,
Hasegawa-san. Lagipula, mana mungkin Riya-chan menyembunyikan sesuatu soal
ssahabat masa kecilnya. Hal seperti itu tidak perlu disembunyikan’kan?”
“Y--Ya, itu
benar!”
Tambah Riya
dengan cepat.
Kemudian, Emi
kembali bicara.
“Kurasa...
Alasan kenapa Riya-chan tidak menceritakan soal aku pada kalian, mungkin karena
ia pikir kalau kita tidak akan bisa bertemu lagi...”
Ia berbicara
dengan nada sedih.
“[Wah, dia kelihatan sedih...Bisa seperti itu
juga, ya? Buku itu memang hebat!].”
Riya memuji buku
itu di dalam hati.
“Waktu itu aku dan Riya-chan masih sangat
kecil. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, hanya berdua. Tapi meskipun
begitu, aku tidak merasa kesepian karena ada Riya-chan di sisiku...”
“[Waaa...Aku tidak ingat dengan kisah
itu...Tapi sangat meyakinkan kalau aku dan dia adalah sahabat masa kecil! Hebat
sekali!!].”
“Hingga pada
akhirnya, aku dan keluargaku harus pindah ke New York karena keluargaku ada
pekerjaan di sana. Aku sangat sedih karena harus berpisah dengan Riya-chan...”
Emi berbicara
dengan ekspresi yang kelihatan sangat sedih.
Riya bisa
merasakan kalau sahabat barunya itu bisa menjadi aktris yang hebat!
Sementara itu,
Runa dan Haruko mendengarkan kisah itu dengan seksama.
Entah kenapa,
tapi Haruko terus saja memandang Emi dengan tatapan aneh.
“Tapi...”
Emi lalu menoleh
ke arah Riya di sampingnya kemudian menggenggam tangannya.
“Eh?”
Riya agak terkejut.
“Aku
senang...Karena sekarang aku bisa bertemu kembali dengan Riya-chan..Aku,
benar-benar senang...”
Kata Emi sambil
menatap Riya.
Wajah mereka
sekarang sudah sangat dekat.
Mungkin hanya
terpisah 5 senti saja.
“[Oke...Ini mungkin agak terlalu berlebihan...Tapi...].”
“Iya, aku juga
senang bisa bertemu denganmu lagi,
Emi-chan!”
“[Aku senang sekali!!].”
Riya berkata
sambil tersenyum.
“Ah...Mungkin
memang bukan masalah yang terlalu besar kalau Riya tidak menceritakan soal
teman masa kecilnya pada kita. Tiap orang pasti punya sesuatu hal yang mereka
rasa ‘Orang lain tidak perlu untuk tahu’, atau hal semacamnya. Kalian tidak
tahu, ya? Aku punya seorang paman yang di rawat di rumah sakit jiwa.”
Haruko bercerita
sambil mengangkat telunjuknya.
“K--Kau apa!??”
Kali ini, Runa
benar-benar terlihat kaget.
“K--Kenapa kau
tidak pernah cerita?”
Riya bertanya
dengan ekspresi tidak percaya.
“Iya’kan? Sudah
kuduga kalau kalian akan merasa kaget seperti itu. Makanya aku tidak ingin
menceritakannya pada kalian. Kuharap kalian berdua paham sekarang.”
Kata Haruko.
“Yah...Baiklah
kalau seperti itu. Tapi...Menurutku keren sekali, lho, Riya bisa memiliki
seorang sahabat sepertimu, Kawada-san.”
Tidak punya
pilihan lain di hadapannya, Runa akhirnya memutuskan untuk menerima semuanya
saja dan melontarkan pujian pada Emi.
“He he, terima
kasih. Kalian juga sudah mau menjadi sahabat untuk Riya-chan selama aku tidak
ada di dekatnya. Terima kasih, ya.”
Emi membalas
ucapan Runa untuknya.
“Sama-sama.
Meskipun kadang-kadang Riya juga bisa sangat merepotkan.”
Goda Haruko
sambil melirik ke arah Riya di depannya.
“Ih! Haruko
apa-apaan sih!? Hal seperti itu tidak ada tahu!”
Riya berkata
dengan nada kesal sambil sedikit memajukan tubuhnya.
“Aku hanya
bercanda.”
Kata Haruko
sambil tertawa.
“...................”
“?”
Haruko yang
tidak sengaja menoleh ke sampingnya, bertemu dengan mata Runa yang tengah
memandang ke arahnya.
Tatapan itu
terasa agak aneh untuk Haruko.
“Runa. Hey, kau
melamun, ya?”
Kata Haruko
sambil melambai-lambaikan tangan di depan wajah Runa yang langsung membuat
gadis itu tersentak kaget.
“Eh, eh...Ada
apa...?”
Tanya Runa
bingung.
“Kau melihatku
dengan wajah aneh seperti itu. Aku jadi takut.”
“Ah, maaf.”
Runa berkata
sambil menundukkan kepalanya.
Haruko yang
melihat itu hanya bisa tersenyum.
“Sudahlah, kau
tidak perlu minta maaf, oke? Aku hanya bercanda tadi.”
Haruko berkata
sambil menepuk-nepuk kepala Runa.
“I--Iya...”
Jawab Runa
dengan suara pelan.
“Oh ya, kalian
berdua ini sepertinya sangat dekat. Apa kalian juga teman masa kecil?”
Emi bertanya
pada Haruko dan Runa.
“Ah, iy--“
“Iya, kami ini
teman masa kecil, sama seperti Kawada-san dan juga Riya!”
Ketika Haruko
ingin menjawab pertanyaan Emi, Runa langsung mendekat ke arahnya dan berkata
dengan riangnya.
“Hee...Pantas
kalian kelihatan sangat akrab...”
Emi berkata
sambil menopang dagu dan tersenyum.
“Sudah pasti
dong. Iya’kan Haruko?”
Runa berkata
sambil memeluk Haruko.
“Iya, iya. Tapi
jangan memelukku seperti itu. Aku bisa jatuh nih.”
Kata Haruko yang
langsung membuat mereka berempat tertawa.
Riya
memperhatikan semuanya sambil tersenyum.
Rasanya sangat
menyenangkan seperti ini.
Seandainya ia
menemukan buku ajaib itu lebih awal, mungkin ia bisa merasakan surga ini lebih
awal.
“Ah!”
Tiba-tiba, Riya
tertegun.
Di dalam
kepalanya secara spontan terlintas sebuah pertanyaan.
“[Oh ya, ada yang ingin aku tanyakan pada
Haruko].”
‘Kenapa ia tidak
memberitahukan soal buku itu padanya’.
Mungkin ini hal
yang terlambat untuk dipertanyakan.
Tapi tetap saja,
rasanya aneh ketika kau jelas-jelas telah menggunakan buku itu, tapi bersikap
seolah tidak tahu.
Diam-diam lalu,
Riya mengalihkan pandangannya ke arah Runa.
“[Apa Runa sudah tahu kalau Haruko menggunakan
buku itu...?].”
Ia tidak
mengerti, tapi Riya merasa kalau Haruko telah memberitahu Runa tentang buku
itu.
Tentu saja,
mereka adalah sahabat baik, dan tidak mungkin Haruko tidak memberitahu Runa
kalau ia telah menemukan buku itu.
Jadi,
satu-satunya yang belum tahu adalah dia sendiri.
“[Kenapa dia tidak memberitahuku soal buku
itu? Aku jadi penasaran...Kenapa hanya aku yang tidak diberitahu...].”
Jadi, ia
memutuskan untuk bertanya pada Haruko.
Sepertinya
sekarang juga tidak masalah.
“Haruko--“
Riya
menghentikan ucapannya ketika melihat Haruko dan Runa asyik berbicara berdua.
Ini pertama
kalinya ia ke kantin bersama mereka, karena biasanya ia hanya duduk di dalam
kelas sambil memandangi langit yang kosong.
Dan di saat itu
juga, ini pertama kalinya, ia langsung diacuhkan ketika akhirnya bisa duduk di
satu meja yang sama dengan Haruko dan Runa.
Langsung saja,
perasaan kesal kembali menumpuk di dalam dirinya.
Apa ini berarti
ia masih terjebak di dalam lingkaran 3 orang?
Jawabannya hanya
ada satu...
“[Uh...Lagi-lagi mereka asyik membicarakan
drama yang aku sama sekali tidak menontonnya...Haah...Selalu saja seperti ini,
tidak di kelas, tidak saat pulang sekolah dan bahkan saat makan siang...Hm...].”
Riya hanya bisa
menghela nafas pasrah sampai akhirnya,
“Riya-chan, apa
kau masih suka baca manga?”
“Eh?”
Mendengar Suara
Emi yang sepertinya berbicara padanya, Riya langsung menoleh ke arahnya.
“[Dia tahu kalau aku suka baca manga?]
Iya, aku suka.”
Riya menjawab
dengan senyuman di wajahnya.
“Ah, ternyata
Riya-chan tidak berubah! Aku senang sekali! Masih suka dengan Kagerou Days?”
Tanya Emi
sedikit penasaran.
“Hoo! Aku masih
suka manga itu. Itu’kan manga favoritku sejak jaman dulu kala sekali!! Sampai
sekarang aku selalu mengikuti update terbaru tiap chapternya!”
Jawab Riya
dengan hebohnya.
“Ha ha, aku juga
selalu mengikuti update tiap chapternya. Habisnya, ceritanya menarik,
karakternya juga bagus-bagus! Aku suka. Di tambah, Riya-chan yang memberitahuku
soal manga itu. Makanya aku semakin suka, he he.”
Emi berkata
sambil tersipu malu dan menggaruk pipinya.
“Oh...Begitu...[Aku tidak tahu kenapa...Tapi aku merasa bersemangat
sekali. Ini pertama kalinya aku bisa membicarakan sesuatu yang sangat aku sukai
dengan seseorang].”
“Karakter
favorit Riya-chan siapa?”
Tanya Emi lagi,
masih membahas manga Kagerou Days.
“Aku suka Seto!
Dia keren sekali XDD!! Kyaaa!!!”
Riya berkata
dengan wajah memerah.
“Waa...Seto
keren juga tuh. Kalau aku suka Hibiya. Habisnya, dia shota, lucu!”
“Aha ha, aku
tidak tahu kalau kamu shotacon,
Emi-chan! Ha ha ha.”
Riya
mengomentari ucapan Emi sambil tertawa.
Melihat Riya,
Emi juga ikut tertawa.
“Ha ha,
sepertinya aku sudah terkena virus yang membuatku suka dengan shota. Rasanya aku ingin memasukkan
mereka ke dalam karung satu per satu kemudian menculik mereka dan membawa
mereka pulang, ha ha ha.”
“Wah, sudah
parah tuh! Jangan tularkan virusmu itu padaku, ya! Aku masih suka laki-laki
yang setidaknya lebih tinggi dariku!!”
“Tapi Seto itu
terlalu tinggi. Riya-chan’kan pendek, nanti daripada di kira pacarnya, malah
dikira adiknya! Ha ha.”
“Eh, biar saja,
ya! Kan enak bisa minta digendong, he he he.”
“Aha ha, oke,
oke. Aku paham. Ngomong-ngomong, bagaimana hari-hari Riya-chan di sini? Aku
sangat ingin mendengarnya!”
Emi berkata
dengan mata yang terlihat sangat berbinar-binar, memancarkan rasa ingin tahu
yang sangat besar.
“Duh, kalau aku
cerita, panjangnya bisa sama seperti 22 volume Light Novel!”
“Ayo cerita~~
Aku ingin sekali dengar tentang hal-hal yang Riya-chan biasanya lakukan di sini
saat aku di New York! Ayolah...”
Kata Emi kepada
Riya dengan wajah memelas.
Melihat itu,
entah kenapa Riya merasa ada sebuah perasaan aneh meluap-luap di dalam dirinya.
Perasaan baru yang sebelumnya belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia merasa--
Benar-benar
bahagia!
Seperti orang
yang baru saja memenangkan undian 10 miliar yen, bahkan mungkin lebih dari itu.
Karena itu, Riya
tersenyum kemudian berkata,
“Akan
kuceritakan semuanya padamu! Dengar’kan baik-baik. Kalau perlu, catat
semuanya!!”
Apa ini berarti ia masih terjebak di dalam
lingkaran 3 orang?
“Eeh...? Catat
semua? Kau itu menyuruhku, secara tidak langsung menulis buku biografimu, ya?”
Jawabannya hanya
ada satu...
“Sudah,
dengar’kan saja! Jadi, akan kumulai ketika aku masuk pertama kali ke SMA ini.
Waktu itu--“
Tidak, karena
sekarang, mereka berada di dalam ‘lingkaran 4 orang’...
“Ha ha,
sepertinya menyenangkan sekali!”
“Menyenangkan
apanya? Kepalaku sampai kena bola keras sekali! Huu!!”
“Ha ha ha.”
“Ah, terus,
aku--........?”
Dan di saat Riya
sedang asyik bercerita dengan Emi, ia merasakan ada sepasang mata yang terus
melihatnya dari tadi.
Ketika ia
menoleh, mencari keberadaan orang itu,
“Ah!”
Di sana berdiri Itsuki, sambil melemparkan
tatapan tajam ke arahnya.
“........ [Ada apa dengan dia...?].”
***-***
Sepulang dari
sekolah, Riya, Haruko, Runa dan tentu saja, Emi, mampir ke toko buku atas usul
Runa.
Sebenarnya,
Haruko dan Runa sudah ada jadwal akan belajar bersama hari ini. Tapi, mungkin
ide yang bagus kalau sekalian mengajak Emi jalan-jalan keliling kota, sekalian
mengakrabkan diri.
Dalam perjalanan
mereka berempat menuju ke toko buku itu, Runa dan Haruko membicarakan banyak
hal.
“Haruko, Haruko,
menurutmu, Mochida-kun itu keren tidak?”
Tanya Runa yang
berjalan di samping Haruko.
“Hm...Bagaimana,
ya...?”
Haruko berkata
dengan nada sedikit berpikir sambil melihat ke atas.
“Yah...Dia keren
sih...”
Kata Haruko pada
akhirnya dengan suara pelan.
Tapi, nada
bicaranya jelas tidak menunjukkan rasa ketertarikan yang besar, meskipun ia
baru saja memuji seorang murid laki-laki di kelasnya ‘keren’.
Runa yang
mendengar itu keluar dari mulut Haruko, langsung menanggapinya dengan senang.
“Benar’kan?
Mochida-kun itu memang keren! Tidak salah kalau ia menjadi idola anak-anak
perempuan di sekolah!”
Kata Runa.
Dengan topik
pembicaraan seperti itu, Haruko dan Runa melanjutkan pembicaraan mereka menjadi
‘Apa Haruko sudah punya orang yang disukai??’, dan ketika mendengar itu, Haruko
langsung merasa kaget seperempat mati [karena setengah mati sudah terlalu
mainstream///plaaaaak].
Dan di belakang
mereka berdua, Riya mengikuti.
‘Apayangmerekapikirkandenganmenganggapkusepertihantuyangtidaknampakini??Halooo,akujugaadadisini,kaliantidaklupapadakuyangkawaiiini’kan??’
‘Danapaapaankalianitu?!MembuatMochidayanganehitumenjaditopikpembicaraankalian??!Apakaliantidakmerasajijik!?Ukh,jujursajaakusamasekalitidakpahamdenganapayangorang-oranglihatdarimahlukplanetbernamaMochidaToruitu!!’’
Itulah--
Yang dulu akan
selalu Riya katakan tiap kali Haruko dan Runa asyik bicara berdua dan ia hanya
bisa mengikuti dari belakang seperti arwah penasaran.
Di tambah ketika
mereka memasukkan nama Mochida di dalam pembicaraan mereka berdua.
Namun sekarang,
“Riya-chan,
nanti kau mau beli apa?”
Tanya Emi sambil
mengikuti di samping Riya.
“Ah, aku mau
beli Light Novel-nya Baka to Test to Shoukanjuu!”
“Hee...Menarik,
ya?”
“Menarik! Kamu
harus baca, Emi-chan! Ceritanya itu tentang--“
Sudah tidak ada
lagi ‘‘Apayangmerekapikirkandenganmenganggapkusepertihantuya--blablabla’.
Meskipun,
‘Danapaapaankalianitu?!MembuatMochidayanganehitumenjaditopikpembicaraankalian??!Apakaliantidak--‘
Masih ada sampai
saat ini.
Ia kini asyik
bicara berdua dengan sahabat barunya.
Haruko bicara
dengan Runa.
Dan Riya dengan
Emi.
Dengan begini,
tidak akan ada yang merasa ditinggalkan, ataupun merasa meninggalkan.
Haruko yang
akhir-akhir ini sering merasa bersalah karena terlalu sering menghabiskan waktu
dengan Runa, kini tidak perlu terlalu memikirkan hal seperti itu lagi.
Begitu pula
dengan Riya, sekarang tidak perlu merasa ditinggal dan sendirian lagi.
Karena Riya
sekarang sudah punya Emi.
Jauh di dalam
dirinya, Riya berpikir, mungkin ini memang jalan terbaik supaya semuanya bisa
mendapat kebahagiaan yang diinginkan.
Sesampainya di
toko buku, Haruko dan Runa langsung menuju ke salah satu rak dan mencari novel
favorit mereka.
Di lain pihak,
Riya dan Emi juga asyik mencari buku yang ingin mereka beli.
Jika dulu,
ketika Haruko dan Runa asyik melihat-lihat buku berdua sementara Riya selalu
berdiri seorang diri melihat-lihat buku yang ia sukai, [selera buku Riya
berbeda dengan selera buku Haruko dan Runa, tidak heran kalau ketika mereka
berdua asyik memilih buku, Riya tidak bisa bergabung dengan mereka] tapi, sekarang
ada Emi yang ternyata memiliki kesamaan dengan dirinya.
Dengan riangnya,
mereka berdua mengomentari buku-buku yang ada di sana, mulai dari ‘Yang ini
cover-nya lucu!’, sampai ‘Eh, Riya-chan! Itu’kan buku khusus orang dewasa!
Rating-nya 18+ tuh! Cepat letakkan kembali!!’, Emi berkata sambil menutupi
wajahnya yang merah dengan sebelah tangan, dan Riya langsung membalasnya dengan
‘Ah, padahal kamu juga penasaran mau lihat’kan?? Tidak perlu sok menutupi
mukamu segala!’.
Belum pernah ia
merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.
“[Ah, jadi seperti ini, ya? Rasanya bisa
membicarakan hal yang kau sukai dengan sahabatmu? Rasanya benar-benar
menyenangkan!!].”
“..................”
Dan tanpa Riya
sadari, Haruko sesekali terus melirik ke arah Emi dari balik buku yang ia baca.
“Ah! Senangnya!
Aku juga sudah dapat buku yang aku inginkan!!”
Riya berkata
sambil melihat isi kantong plastik putih yang sekarang ada di tangannya.
“Sudah sore nih,
bagaimana kalau kita pulang?”
Yang mengusulkan
itu adalah Haruko.
“Nngh...Iya nih,
aku sudah capek terus berdiri selama 2 jam penuh!”
Runa berkata
sambil merentangkan kedua tangannya.
“.................”
Haruko terdiam.
Tapi, diam-diam
ia melirik ke arah Riya dan Emi yang sedang membicarakan sesuatu.
Ia sedikit
penasaran dnegan apa yang mereka bicarakan, jadi ia sedikit maju dan mendekati
mereka.
Riya yang
melihat Haruko berjalan mendekati mereka, langsung tersenyum ke arahnya dan
menghentikan perbincangannya dengan Emi.
“Ah, Haruko. Mau
pulang bersama?”
“Eh...I--Iya.
Ayo, kita pulang, Riya, Kawada-san.”
Kata Haruko
sedikit gugup.
Riya langsung
menggandeng tangan Emi.
“Emi-chan, ayo
kita pulang bersama. [Sekarang, bahkan
saat pulang kami tidak bertiga lagi, melainkan berempat].”
“Hmm...Bagaimana,
ya...?”
“?”
Riya langsung
menoleh ke arah Emi, yang berkata dengan nada ragu.
“Sebenarnya, aku
juga ingin pulang bersama Takashi-san dan Hasegawa-san...Tapi...”
Emi menghentikan
ucapannya dan menundukkan kepalanya.
“A--Aku ingin
pulang berdua dengan Riya-chan. Banyak hal yang ingin aku bicarakan berdua dengannya...”
Kata Emi dengan
wajah tersipu malu.
“Tapi--“
Haruko yang
ingin mengatakan sesuatu, dikejutkan oleh Runa yang tiba-tiba meletakkan tangan
di pundaknya.
“Tidak apa-apa,
kok. Kami paham karena Kawada-san baru saja kembali. Pasti banyak yang ingin
kau ceritakan bersama dengan teman masa kecilmu’kan? Lagipula...Aku dan Haruko
juga sedang buru-buru. Kami sudah ada janji mau belajar bersama dengan Kikuchi
dari kelas sebelah. Dan sayangnya, rumah Kikuchi berlawanan dari arah rumah
Riya. Jadi, kami mungkin juga tidak bisa ikut mengantar. Iya,kan, Haruko?”
“.....................[Sejak awal kau tidak ingin pulang bersama
denganku’kan...?].”
Batin Riya dalam
hati LLL.
Haruko yang
mendengar perkataan Runa terdiam sejenak, kemudian menghela nafas pasrah.
“Ya, kalau
begitu sampai jumpa besok, Riya, Kawada-san.”
Haruko berkata
sambil melambaikan tangannya.
“Dagh! Sampai
jumpa besok di sekolah! Ah, Haruko, tunggu aku!”
Kata Runa sambil
mengacungkan ibu jari dan berlari mengikuti Haruko dari belakang.
“[Apa yang sebenarnya Runa pikirkan tentang
aku...?].”
Emi juga
melambaikan tangan dan tersenyum ke arah mereka kemudian, ia menoleh ke arah
Riya yang masih memasang wajah kesal di sampingnya.
“Nah, ayo kita
pulang, Riya-chan.”
Riya langsung
tertegun ketika Emi berbicara ke arahnya.
Kemudian, dengan
perasaan kesal yang masih tersisa di dalam dirinya, ia memaksakan senyumnya.
“I--Iya, ayo
pulang...”
Mereka yang
awalnya berempat, kini berpisah dan hanya tinggal berdua saja.
Awalnya Riya
merasa sedih, karena sebenarnya ia juga ingin menghabiskan waktu lebih banyak
lagi bersama Haruko dan Runa.
Ia pikir ia akan
kembali merasa sendiri dan kesepian.
Tapi ternyata,
kehadiran Emi di sisinya, membawa dampak yang lebih baik lagi dalam kehidupan
Riya, jauh dari yang dia perkirakan.
Kali ini giliran
Emi menceritakan apa saja yang dialaminya selama pindah ke New York.
Riya memang
tidak paham, tapi mungkin untuk membuat seorang teman yang sempurna, buku itu
menciptakan kenangan dan ingatan tersendiri untuk Emi supaya bisa masuk ke
dalam hidup Riya dan menjadi sahabat baiknya.
Tentu saja, akan
terasa aneh kalau tiba-tiba Emi langsung muncul begitu saja dalam kehidupan
Riya.
“[Buku itu memang luar biasa. Sepertinya juga,
Emi tidak sadar kalau ia berasal dari buku itu. Kesanku terhadap buku itu
langsung meningkat 5 kali lipat!].”
Riya berkata
dalam hati sambil tersenyum dan mendengarkan cerita Emi dengan seksama.
“Jadi,
begitulah. Aku kembali karena ingin bertemu lagi dengan Riya-chan.”
Kata Emi pada
akhir ceritanya.
“[Aww...So sweet banget, Emi-chan ©©...Tunggu!?
Apa wajahku baru saja memerah!??].”
Riya langsung
memegang wajahnya yang terasa panas.
‘Apa ini yang
disebut cinta sesama perempuan...’?
“[Hyaaa!! Tidak, tidak, tidaaaaak!!!].”
Dengan cepat,
Riya segera menggeleng-gelengkan kepalanya dan itu membuat Emi sedikit
tertegun.
“Riya-chan? Ada
apa?”
“T--Tidak ada
apa-apa!!!!”
Jawab Riya
dengan cepat.
“Benarkah? Tapi
kau kelihatan agak aneh...”
Emi berkata
sambil menatap Riya dengan wajah khawatir.
“[Ah, dia khawatir padaku, ya? Baiknya...]
Benar tidak ada apa-apa. Hanya saja...Aku merasa tidak enak kalau Emi-chan
harus mengantar sampai ke rumah.”
Kata Riya sambil
tersenyum dan menggaruk belakang kepalanya.
Ia melanjutkan,
“Rumahku juga
jauh dari daerah sini, lho. Aku juga tidak tahu rumah Emi-chan di mana jadi--[Ah, iya!!].”
Tiba-tiba ia
langsung tertegun oleh perkataannya sendiri.
“[Oh, iya!! Apa Emi punya rumah!!? Aku tidak
ingat pernah menggambar rumah untuknya atau apapun seperti itu!! Wah, gawat!
Dia tidak tinggal di jalanan’kan!!!?? Uwaaah!! Bagaimana ini!!!!??].”
Ketika Riya
sedang berpikiran seperti itu dengan wajah super histeris, Emi
memperhatikannya, kemudian tersenyum kecil.
“Tenang saja.
Aku tidak keberatan harus menemanimu sampai ke rumah.”
Kata Emi.
Riya sedikit
tertegun mendengar jawaban Emi yang tiba-tiba.
“Eh...Benar
tidak apa-apa...?”
Tanya Riya
memastikan.
Emi langsung
mengangguk.
“He he, iya
tidak apa-apa. Oh ya, mulai sekarang, kita ke sekolah bersama yuk?”
“Yah...Itu bukan
ide buruk sih...”
Sesampainya di
rumah Riya, Emi langsung mengucapkan selamat tinggal dan berlalu pergi.
Saat ini
sebenarnya Riya masih kepikiran mengenai tempat tinggal Emi dan muncul keinginan
untuk mengikuti ke mana gadis itu pergi.
Tapi, ketika ia
akan kembali berbalik untuk mengikuti Emi dari belakang, ponselnya berbunyi.
“Ah, ada pesan
masuk. Dari siapa, ya?”
Riya berkata
pada dirinya sendiri sambil mengecek pesan tersebut.
‘Besok kita ke sekolah sama-sama, ya. Aku
tunggu di depan rumahmu.’
Haruko
“Haruko...”
Kata Riya pelan
sambil menatap ke alayar ponselnya.
Rasanya hatinya
berubah menjadi lebih hangat ketika membaca pesan dari Haruko.
Ia mulai merasa,
kalau Haruko tidak akan meninggalkannya sendirian lagi.
Sekarang ada
Haruko, Runa dan juga Emi yang akan menemanimanya tiap pagi ke sekolah.
Setelah itu, ia
menutup ponselnya dan berjalan masuk ke dalam rumah sambil tersenyum gembira.
“Aku pulang~~ JJ”
Riya berkata
dengan hati berbunga-bunga dan ekspresi bahagia, sesuatu yang jarang sekali ia
tunjukkan ketika sampai di rumah.
Ibunya yang
mendengar suara putrinya tapi dengan nada yang tidak biasa ia dengar, langsung
menuju ke arah putrinya dengan rasa penasaran yang besar.
Dengan celemek
dan masih dengan sebuah sendok sayur di tangannya, ibu Riya berjalan mendekati
putrinya sambil menopang dagu. memperhatikan Riya dari atas sampai bawah.
Riya yang masih
melepas sepatunya, tiba-tiba tertegun karena sosok ibunya tiba-tiba muncul di depannya
dengan tatapan curiga.
Melihat itu,
Riya akhirnya bangkit berdiri sambil menghela nafas.
“Ibu ini kenapa
sih? Kok melihatku seperti itu? Memang ada yang aneh denganku, ya?”
Riya bertanya
pada ibunya dengan wajah kesal.
Baru saja pulang
bukannya di sambut dengan senyuman dan sambutan hangat ‘Ah, Riya-chan kau sudah
pulang rupanya, selamat datang’.
Tapi malah
ditatap dengan tatapan seolah kita ini adalah penjahat.
“Hmm...Dari
penampilan sih tidak ada. Biasa-biasa saja. Tapi, rasanya ada yang berbeda dengan
aura-mu...Ke mana perginya aura suram itu?”
Mendengar
pertanyaan ibunya itu, Riya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa.
“Hi hi hi, aura
suram itu sekarang sudah pergi, jauh ke kutub selatan~~¯”
“Ha? Maksudmu??”
Ibunya justru
semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran putrinya itu.
“Ya...Begitulah~~”
Jawab Riya
sambil berjingkat-jingkat menuju ke ruang tamu.
“ ‘Ya,
begitulah’, itu apa maksudmu? Ah, serius deh. Ibu semakin tidak paham dengan
isi pikiranmu, Riya.”
Ibu Riya masih
berdiri di dekat pintu masuk dan merapikan sepatu Riya yang tidak tersusun
dengan rapi.
“Tentu saja ibu
tidak akan paham. Kalau ibu bisa mengerti apa yang aku pikirkan, jujur saja,
itu pasti akan sangat menakutkan.”
Kata Riya yang
kini sedang duduk santai di atas sofa sambil menyalakan TV.
Ibu Riya
menghela nafas dengan wajah bingung, kemudian berjalan masuk ke ruang tamu.
“Jadi, bagaimana
sekolahmu hari ini?”
Tanyanya dengan
wajah datar, karena ia sudah tahu kemungknan jawaban putrinya itu, sambil duduk
di samping Riya [dengan tangan masih memegang sendok sayur, mungkin untuk
memukul kepala Riya ketika anak itu tidak menjawab sesuai yang dia inginkan].
Sekali lagi,
Riya tertawa.
“Hi hi hi,
sekarang sudah tidak ada ‘Kehidupan sekolah yang membosankan lagi!’.”
Ibunya yang
mendengar itu, langsung tertegun dan menoleh ke arahnya.
“Eh, apa?”
“He he, mulai
sekarang, kehidupan sekolahku pasti akan terasa sangat menyenangkan! Aku bisa
merasakan kilauan-kilauan yang mulai muncul! Aaah!! Hari ini aku benar-benar
senang!! Mungkin ini pertama kalinya aku merasakan kebahagiaan dalam 15 tahun hidupku!
Ah...Aku harap hari seperti ini bisa terus berlangsung...”
Riya berkata
sambil menyandarkan kepalanya di sofa dan memejamkan kedua matanya sementara
ibunya masih memandang ke arah Riya dengan tatapan tidak percaya, memastikan
apakah putrinya itu tidak tertukar dengan anak lain, atau tidak sedang mabuk.
Akhirnya setelah
memastikan bahwa gadis yang sedang duduk di sampingnya itu benar-benar
putrinya, ia langsung berkata dengan nada sedikit senang,
“A--Ah...Wow...Ibu
benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa setelah melihat perubahan besar
pada dirimu ini... Kau memang terlihat berbeda dari biasanya. Kau terlihat jauh
lebih hidup sekarang.”
“Benar’kan?”
Riya menanggapi
perkataan ibunya itu dengan sebuah senyuman.
“Hmm...
Ibu Riya lalu
berkata singkat sambil menatap ke arah layar televisi dan meletakkan sendok
sayurnya di atas meja [syukurlah, Riya. Sepertinya ibumu tidak jadi
memukulmu...Fyuuh...].
“Tapi, kurasa
ibu tahu kenapa kau bisa tiba-tiba berubah seperti ini...”
Riya langsung
tertegun begitu mendengar perkataan ibunya itu.
“Hee?? Tidak
mungkin! Ibu tidak mungkin tahu soal ini!! Kalau ibu benar-benar tahu, potong
saja uang jajanku! [Mana mungkin ibu tahu soal Emi!].”
Ia berkata
sambil sedikit memajukan tubuhnya dan menatap ke arah ibunya.
“Oh, benarkah? [Lumayan bisa buat uang belanja tambahan].”
Ibu Riya kembali
berkata dengan wajah datar tanpa mengalihkan pandangannya dari TV sedikitpun.
“Iya, kalau ibu
memang tahu, potong setengah saja uang jajanku selama setahun penuh! [Ibu tidak mungkin tahu soal Emi!!].”
“Pasti karena
Emi-chan’kan?”
“Tuh’kan!! Ibu
tidak mungkin tahu--HEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!!!!?????”
Riya berteriak
dengan suara satu tingkat diatas suara ultrasonik.
Beberapa tetangga
mulai berhamburan keluar dan melihat ke sekeliling mereka, apa ada sirine
ambulance atau apapun yang bisa menimbulkan bunyi super berisik seperti itu.
Tapi karena
tidak bisa menemukan apapun, mereka akhirnya kembali ke dalam rumah
masing-masing [jangan kembali ke rumah tetangga, ya! Nanti bisa dikira pencuri
, oke??J].
Kembali pada
Riya dan ibunya.
Riya yang masih
memasang tampang shock yang sangat sangat sangat jauh dari kesan cantik,
langsung berteriak ke arah ibunya, yang sekarang sedang memakan kripik kentang
yang didapatnya entah dari mana.
“Tu--Tu--Tu--Tunggu
dulu, Bu!!!! Kenapa ibu bisa tahu soal Emi!!?”
Sejak awal,
Kawada Emi tidaklah nyata.
Ia hanya
karakter fiksi yang diciptakan oleh Riya dengan buku misterius bersampul merah
darah itu.
Bagaimana
mungkin ibunya bisa mengetahui soal Emi?
Tapi, ibunya
hanya menjawab dengan santai, seolah itu bukan pertanyaan serius [bagi Riya,
itu pertanyaan super serius].
“Kenapa kau
histeris begitu? Sudah jelas ibu tahu soal Emi-chan’kan? Dia’kan sahabat masa
kecilmu. Masa ibu lupa?”
“Eh...?
A--Apa...? [Tunggu...Kenapa ibu--].”
“Iya, dia’kan
sahabat masa kecilmu. Ah, ibu lupa bilang. Ternyata, yang pindah ke sebelah
rumah kita itu adalah keluarga Kawada! Mereka yang menempati rumah yang
sebelumnya dihuni oleh keluarga Watanabe!”
“APA!!!? Di--Di--Di--Di--Di--Dia tinggal di sebelah!!!!!??”
Ini, adalah
berita paling mengejutkan yang pernah Riya dengar sepanjang 15 tahun hidupnya,
bahkan jauh lebih mengejutkan dibanding ketika ibunya memberikan hadiah ulang
tahun seekor anak katak untuknya.
“Iya, dia
tinggal di sebelah. Waktu ibu tadi ke sana untuk menyapa tetangga baru kita,
ibu sampai kaget sekali, lho, ketika ternyata keluarga Kawada-san yang muncul!
Ibu tadi juga sudah berbincang dengan Kawada-san! Ah, sudah lama sekali rasanya
tidak mengobrol seperti itu! Benar-benar kangen...”
Kata ibu Riya dengan
nada bahagia sambil memegang wajah dengan kedua tangannya.
Seperti anak
muda yang sedang jatuh cinta saja...
“Oh, lalu...”
Ia mengalihkan
pandangannya ke arah Riya [yang masih memasang wajah shock OAO --> kira-kira
seperti ini].
“Kawada-san
bilang kalau hari ini Emi-chan mulai masuk sekolah, ya? Dan kebetulan sekali
itu SMA yang sama denganmu. Makanya, ibu bisa langsung merasa kalau hari ini
akan jadi salah satu hari yang luar biasa untukmu!”
“................................”
“.......? Hey,
Riya? Kau dengar ibu? Kok muram begitu sih? Apa kau tidak senang keluarga
Emi-chan pindah ke sebelah rumah kita?”
Tanya ibu Riya.
Pertanyaan ini
bukan tanpa sebab.
Ketika kita menceritakan
sebuah kabar baik dan bahagia, reaksi yang didapat seharusnya ‘Oh ya ampun!!
Benarkah keluarga Kawada pindah ke sebelah rumah kita?? Astaga!! Aku akan
segera ke sana dan memberikan kue yang super lezat ini untuk Emi-chan!!! Aku
senang sekali! Sekarang kita bisa main bersama, berangkat ke sekolah bersama,
belajar bersama, mengerjakan PR bersama, mandi bersama--Etto...Yang terakhir itu sepertinya tidak perlu//sweatdrop’.
Yah, kira-kira
sesuatu seperti itu.
Tapi,
Ketika reaksi
yang didapat seolah berkata ‘Apa!!? Dia tinggal di sebelah rumahku!!? Sejak
kapan!!? Kok bisa!!? Ah, tidak mungkin itu! Ibu ini bercanda saja!! Sudah tua
masih saja bercanda! Tidak mungkin keluarga Kawada yang ada di sebelah! Mungkin
keluarga Kawasaki, atau Kawaki, atau Kawaru, atau Kawa yang lainnya!!’.
Sudah bukan hal
yang aneh lagi kalau ibu Riya sampai memasang tampang heran di wajahnya.
“...........Ibu,
boleh aku keluar sebentar?”
Riya akhirnya
berkata dengan suara pelan.
“Eh, untuk apa?
Boleh deh.”
“Terima kasih!!”
Dan langsung
saja, Riya melesat dengan cepat seperti angin.
“......................Ada
apa dengan dia?”
Sementara ibunya
hanya bisa semakin merasa bingung.
“[Masa sih!!!? Dia tinggal di sebelah!!?].”
Riya berkata
dalam hati sambil berlari kencang keluar dari rumah.
Dengan melesat
seperti seekor cheetah, Riya segera menuju ke rumah di sampingnya.
“Eeeeeittts!!!!”
Begitu sampai di
depan rumah keluarga Kawada--
“Eh, kelewatan!”
Begitu sadar
kalau dirinya sudah melewati rumah keluarga beberapa senti, Riya langsung mengerem
langkahnya dan berbalik.
Ukh... -_-
Dengan kecepatan
kilat, ia melihat ke arah papan nama yang tergantung di depan rumah tersebut.
Di sana tertulis
Watanabe Kawai [maaf salah tulis] Kawado [Duh, maaf salah
tulis lagi, buru-buru soalnya, jadi deg-degan] Kawada.
“[Uh...Pindahnya buru-buru sih...Papan namanya
sampai corat-coret begini...].”
Riya memandang
papan nama itu dengan ekspresi jijik.
“Ah, bukan itu
masalahnya!! Tapi ini beneran nih!? Keluarga Emi yang ada di sini? Ini rumah
dia!!?”
Kata Riya sambil
memandang ke arah papan nama itu lebih jelas lagi.
“Emi-chan,
bagaimana sekolahmu hari ini?”
“Hah?”
Tiba-tiba Riya
mendengar seseorang berbicara.
Sepertinya dari
dalam rumah itu.
“[Apa orang di dalam baru saja mengatakan
‘Emi-chan’?].”
“Sekolahku hari
ini sangat menyenangkan! Aku juga sudah bertemu dengan Riya-chan! Ah, aku
benar-benar senang!!”
Kali ini,
seseorang yanng suaranya mirip dengan Emi, tunggu, sepertinya memang Emi,
berkata dengan riangnya.
Bahkan nama Riya
sampai ada di dalamnya.
“[Tidak mungkin!!].”
Riya masih tidak
dipercaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Tapi coba, ada
berapa banyak ‘Riya’ di sini yang memiliki seorang sahabat bernama ‘Emi’?
Ini terlalu asli
untuk menjadi sebuah kebetulan belaka.
“Jadi ini...Di
sini benar-benar tempat Emi tinggal. Dia punya rumah, ya...? [Bukan cuma itu...Dia bahkan punya satu
keluarga yang lengkap...]”
Riya terdiam
sambil terus memperhatikan ke arah rumah Emi.
Pelan-pelan, ia
mulai tersenyum.
“[Ah, aku mengerti. Karena menciptakan seorang
manusia tidak akan bisa menjadi benar-benar nyata kalau ia tidak memiliki
hal-hal yang dimiliki oleh manusia lain. Karena itu, Emi punya keluarga! Bukan
hanya keluarga, bahkan pikiran ibuku sampai dimanipulasi supaya Emi bisa masuk
ke dalam kehidupanku dengan mudah dan bisa menjadi sahabatku!].”
Buku itu memang
benar-benar luar biasa.
“Entah
kenapa...Aku mulai merasa kalau kehidupan seterusnya akan semakin
membaik...Karena sekarang sudah ada 4 orang diantara kita...Ha ha ha...”
Dan Riya
akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumahnya.
***-***
A/N : Hai, minna XDD
How To Make A Friend Chapter 6
Waaa ternyata buku itu jenius!! Dia bisa memanipulasi pikiran orang-orang disekitar Riya utnuk menerima keberadaan Emi-chan XDD
Mau punya buku kayak gitu?? Di Gramed banyak mungkin ya??///plaaak
Btw...Cerita ini ga kerasa berat ya? Buat ukuran cerita horor...
Riya : Nah, nyadar juga rupanya!! Ini cerita horor. apa komedi sih??//banyak amat komedinya...Apalagi, waktu bagian aku blushed gara-gara Emi itu! Jangan jadikan aku bahan lawakanmu dong, Fujiwara-san!!
Author : lol, suka-suka aku'kan??
Haruko : Yang sabar ya Riya...Eh btw, kagepro masuk sini juga...Ternyata Riya suka yang tinggi-tinggi...Pantes ga naksir Mochida...//secara tingginya pas-pasan 160-an...
Riya : Bukan karena itu juga kali...
Runa : Eh, tapi keluarganya Emi aneh banget ya...Nulis papan nama sampai kayak gitu...itu bukan lembar jawaban yang bisa dicoret-coret'kan??
Emi : Namanya juga buru-buru...
Riya : Dan btw lagi, kenapa LN-nya harus Baka to bla bla itu?? Padahal, kamu sendiri aja belum baca'kan??
Author : Emang belum! Cuma aku udah download Ln-nya dan tahun baru nanti bakal aku baca buat bahan belajar kok!! Next TORADORA XDD
Dan btw, sepertinya kau akan kehilangan uang jajanmu untuk beberapa waktu ke depan, Riya-san...
Riya : Apaaaaaa!!!??
Aye! Alasan kenapa aku masukin kagepro, sudah jelas buat yang udah kenal sama aku dan gambar-gambarku, karna aku suka bgt sama kagepro XDD chara fav ku sih shin, cuma seto dan hibi oke juga sih ha ha
Terus, Baka To test To Shoukanjuu, aku baru mau baca LN itu, cuma belum sempat soalnya kerjaan numpuk...
Jangan kaget kalau di setiap ceritaku, bakal muncul tokoh, judul manga, LN ato anime ha ha
Makasih untuk yang sudah mampir :)
Visit : Ngomik
DA
Jangan kaget kalau di setiap ceritaku, bakal muncul tokoh, judul manga, LN ato anime ha ha
Makasih untuk yang sudah mampir :)
Visit : Ngomik
DA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar