Rabu, 17 Desember 2014

Story : How To Make A Friend Chapter 1

Story : How To Make A Friend Chapter 1

*Read :                                                             
              Prologue

              Chapter 2
    
              Chapter 3

              Chapter 4

              Chapter 5

              Chapter 6

              Chapter 7

              Chapter 8 

              Epilogue

*Read Another Stories :












Chapter 1 Seandainya Ada Satu Orang Lagi Diantara Kita
“Baiklah semuanya, sekarang bentuk kelompok yang terdiri atas 2 orang.”
Akimoto-sensei berkata sambil membawa sebuah buku di tangannya.
Bahkan ketika ia berkata pada murid-muridnya, matanya tidak bisa lepas dari buku tersebut.
Entah apa ia sudah memperlajari materi untuk pelajaran hari ini atau belum.
Tapi, yang paling menyebalkan adalah--
“[Ukh...! Kenapa lagi-lagi harus 2 orang!!?]”
Sambil berpikiran seperti itu, Riya menggenggam pensil-nya dengan sekuat tenaga, seolah ingin meremasnya sampai hancur berkeping-keping.
Saat ini, pemandangan yang memenuhi kelasnya adalah murid-murid yang berhamburan ke sana-kemari untuk mencari teman sekelompok.
“Hey, aku satu kelompok denganmu, ya?”
“Boleh, boleh, ayo!”
“Rikka, kau sudah dapat kelompok belum?”
“Belum.”
“Kalau begitu denganku saja.”
Semuanya tampak bahagia dengan acara membuat ‘Kelompok 2 orang’ ini, yang bagi Riya adalah sesuatu seperti neraka.
Riya memang tidak paham, tapi bisakah kelompok 2 orang diganti dengan 3 orang atau 4 orang?
Apapun boleh asalkan bukan 2 orang.
Ada alasan kenapa Riya tidak menyukainya.
Salah satunya, adalah saat ini.
Awalnya, gadis berambut pirang panjang itu tidak ingin melakukannya, tapi akhirnya ia menoleh ke arah 2 orang gadis yang duduk di bangku belakang.
Mereka adalah sahabat baiknya--Atau yang ia ingin sebut seperti itu.
Haruko dan Runa.
Dengan perlahan, Riya bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Haruko dan juga Runa yang duduk berdampingan.
“Haruko.”
Riya berkata dengan sebuah senyuman.
Haruko yang sepertinya sedang asyik bicara dengan Runa, nampak tertegun dengan kehadirannya yang tiba-tiba.
“Riya, ada apa?”
Ano, kau mau tidak, satu kelompok denganku dalam tugas kali ini?”
Tanyanya dengan nada agak ragu.
Haruko dan Runa terdiam, kemudian saling melemparkan pandangan.
Ekspresi mereka berdua terlihat aneh.
“[Ayo, jawab mau! Ayo!].”
Beberapa saat kemudian, mereka berdua kembali mengalihkan pandangan ke arah Riya dan,
“........Maaf, Riya.”
Yang pertama kali bicara adalah Haruko.
“Tapi aku sudah satu kelompok dengan Runa. Jadi--“
“[Sudah aku duga!!!!].”
 “Maaf, ya, Riya...Tapi ini kelompok 2 orang jadi--“
Runa berkata dengan suara pelan.
Akhirnya, Riya hanya bisa menghela nafas kemudian berkata,
“Y--Ya, sudah kalau begitu. Aku akan satu kelompok dengan Mochida saja...”
Jawabnya sambil menggaruk rambut.
“Tidak apa-apa?”
Runa bertanya memastikan.
Riya mengangguk.
“Hm! Tidak apa-apa!”

“[Tidak apa-apa bagaimana!!?].”
Batin Riya ketika dia berjalan pergi dari Haruko dan Runa.
“[Haruko dan Runa selalu saja berdua.Tak pernah salah satu di antara mereka bertanya padaku, ‘Riya, maukah bergabung denganku??’ Ukh...Aku mulai mempertanyakan tentang persahabatan kita].”
Iya, tepat seperti apa yang Riya katakan.
Haruko dan Runa memang selalu saja menghabiskan waktu berdua lebih banyak jika dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan oleh mereka bertiga.
Hal itu selalu saja membuat Riya merasa kesal karena ia selalu jadi orang yang tidak dipilih.
“[Yah, aku paham juga sih kalau terkadang mereka sedikit mengacuhkan aku dan seolah hidup dalam dunia yang mereka buat sendiri, secara Haruko dan Runa adalah teman masa kecil].”
Meskipun begitu, terkadang Riya berusaha memaklumi apa yang mereka berdua lakukan karena tahu kalau Haruko dan Runa adalah teman masa kecil.
Mau bagaimanapun juga, persahabatan mereka jauh lebih lama jika dibandingkan dengan Riya yang baru bertemu dengan mereka ketika SMA.
Dan, yang biasanya terjadi adalah--
Runa--> “Haruko, hari ini ada manga baru yang mau aku beli. Kita mampir ke toko buku dulu, yuk.”
Haruko --> “Hmm...Boleh. Aku juga mau ke sana.”
Riya --> “Eh, tapi bukannya kalian sudah janji mau menemaniku beli kue di toko dekat stasiun?”
Haruko --> “Ah, benar juga. Kalau begitu, kita batalkan saja.”
Riya --> “Apa!?”
Runa-->” Tidak apa-apa’kan? Aku ingin sekali membeli manga itu!! Ayo, Haruko.”
[Saat ingin membeli kue di dekat stasiun].
Mereka berdua selalu saja mementingkan kebutuhan mereka berdua, tapi sama sekali tidak pernah mementingkan diri Riya.
Bisa seenaknya saja membatalkan janji yang sudah terlebih dahulu dibuat dengan Riya.
“[Bukan cuma itu saja kejadian menyebalkan lainnya. Saat karya wisata, harus aku yang duduk sendiri sedangkan mereka duduk berdua. Intinya, setiap kali ada kegiatan yang melibatkan 2 orang, aku selalu yang ditinggalkan!].”
Sejak awal, memang terasa sulit bagi ‘orang ketiga’ untuk masuk ke dalam sebuah lingkaran yang awalnya hanya terdiri atas 2 orang.
Riya yang ‘orang asing’ berusaha masuk ke dalam lingkaran persahabatan Runa dan juga Haruko yang sudah terbentuk cukup lama.
Mungkin mereka bisa memasukkan Riya ke dalam kelompok.
Tapi bukan hal yang aneh kalau tiba-tiba saja mereka asyik sendiri sedangkan Riya seperti hantu ditengah-tengah mereka.
Mereka punya selera yang sama, punya hobi yang sama dan juga punya banyak hal untuk diceritakan.
Sedangkan ketika Riya ingin bercerita, selalu saja terdengar seperti angin lalu.
Terkadang ia berpikir, ‘Apakah mereka benar-benar menginginkan dirinya diantara mereka?’
Akhirnya, dengan perasaan kecewa, Riya kembali berjalan ke bangku-nya dengan lemas.
Sampai saat ini, ia belum pernah berada di satu kelompok yang sama dengan Haruko maupun Runa dalam kelompok 2 orang.
Apa Runa tidak bisa mencari pasangan lain?
Atau mungkin sebaliknya?
Setidaknya, Riya ingin meskipun hanya sekali sumur hidupnya, bisa satu kelompok dengan teman baiknya.
“.............Hah...Selalu saja seperti ini. Diantara kita bertiga, selalu aku yang tidak dipilih...Aku paham kalau ini adalah kelompok 2 orang...Tapi--Ah, sudahlah. Aku sudah tidak peduli lagi.”
Riya berkata pelan kepada dirinya sendiri sambil meletakkan kepalanya di atas meja dengan malas.
Pandangannya terarah pada langit biru di luar jendela.
“Hey, Miyashita! Kau sekelompok dengan siapa?”
Tanya Mochida, murid laki-laki dengan rambut kecoklatan itu.
“Ukh...Aku belum mendapat kelompok. Bagaimana denganmu?”
Riya berkata sambil menatap sinis ke arah Mochida.
Ia tidak tertarik untuk berkelompok dengan siapapun kecuali dengan Haruko atau mungkin dengan Runa.
“Aku juga belum dapat. Mau satu kelompok denganku?”
“Yah, apa boleh buat deh...”
Dan tanpa sepengetahuan Riya, seorang siswi memperhatikan mereka berdua dengan tatapan tidak suka...
“Itsuki? Apa yang kau lihat?”
“Eh, tidak ada.”
Jawab gadis bernama Itsuki itu.
“Mochida, ya? Akhir-akhir ini dia sering sekali mendekati Miyashita. Apa dia suka padanya, ya?”
“Jangan bercanda. Gadis bodoh seperti itu bukan level Toru.”
“Ha ha, iya, iya, aku paham.”
“....................”
Meja masing-masing anggota kelompok disatukan supaya mempermudah proses belajar kelompok.
Dan ketika sedang menggeser mejanya mendekati meja Mochida, Riya menoleh ke arah Haruko dan Runa yang sepertinya sudah mulai mengerjakan tugas.
“Runa, kamu tahu jawaban nomor 2?”
“Tahu, aku bisa. Begini...”
“Ukh...Melihat mereka terus berdua seperti itu, entah kenapa aku jadi merasa kesal. Kapan giliranku satu kelompok dengan kalian?”
Gerutu Riya kesal.
“Ada apa, Miyashita? Apa kau mengatakan sesuatu?”
Mochida yang melihat tingkah aneh Riya langsung bertanya padanya.
“Tidak ada apa-apa. Ayo, cepat kerjakan.”
Kata Riya sambil duduk di kursinya.
Murid-muridpun mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Akimoto-sensei.
Sesekali mereka saling bercanda dengan temannya.
Tapi sudah pasti itu bukan hal yang bisa dilakukan oleh Riya saat ini.
“Haah...”
Sambil menghela nafas, Riya terus menatap ke arah jendela, tanpa ada niat sedikitpun di wajahnya untuk mengerjakan tugas itu bersama dengan Mochida.
Melihat itu, Mochida langsung menegurnya.
“Hey, Miyashita. Ayo, bantu aku mengerjakan tugas ini. Susah sekali nih!”
“Berisik. Kau kerjakan saja sendiri. Aku sedang tidak mood untuk mengerjakan tugas.”
Riya berkata dengan nada kesal sambil melamparkan lirikan tajam ke arah Mochida.
Namun, Mochida sama sekali tidak menyerah.
“Kalau seperti itu, bukan kerja kelompok namanya. Ah, kau ini sama sekali tidak bisa diandalkan, Miyashita! Setidaknya, bantulah aku!”
Seru Mochida sedikit keras ke arah Riya.
“Tch! Sudah kubilang, kalau mau kerja, kerjakan saja sendiri!”
Bentak Riya dengan suara lebih keras lagi, yang langsung membuat Mochida tersentak kaget.
Murid-murid yang mendengar berisik-berisik itu, langsung menoleh ke arah Riya dan Mochida.
“Ada apa ini?”
“Miyashita dan Mochida?”
“Kenapa? Apa mereka pacaran?”
“Tidak tahu. Tapi berisik sekali.”
Itsuki yang dari tadi terus memperhatikan ke arah Riya dan Mochida, kembali melemparkan tatapan bercampur benci dan amarah.
“.......Miyashita...!!”
Riya yang tahu kalau semua mata sekarang tertuju ke arahnya dan Mochida, langsung melipat kedua tangan di depan dada dan berkata ‘Hmph’ dengan kasarnya, seolah tidak peduli dengan ucapan semuanya.
“Ada apa sih?”
Tanya Runa penasaran sambil berusaha melihat ke arah pusat perhatian saat ini.
“Riya...”
Haruko berkata dengan suara pelan.
“Ehm! Semua, tolong lanjutkan tugas kalian. Lalu, Miyashita!”
Dengan instruksi dari Akimoto-sensei, semua murid kembali sibuk dengan tugas mereka.
“....................”
Hanya Haruko yang masih menatap ke arah Riya dan Mochida.
“Haruko.”
“Eh? Iya?”
Haruko lalu tertegun begitu Runa memanggil namanya.
“Ayo, kita lanjutkan lagi mengerjakan tugasnya.”
Kata Runa.
“...............Baiklah. Sampai nomor berapa tadi?”
“Miyashita.”
“.....................”
Akimoto-sensei sudah ada di dekat meja Riya dan Mochida.
Ekspresi wajah Mochida langsung panik.
A--Ano, sensei--Kami tidak akan berisik lagi--“
“Aku tidak ada urusan denganmu, Mochida.”
Kata Akimoto-sensei yang langsung ditanggapi dengan ‘Eh’, oleh Mochida.
Ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah Riya.
“Miyashita, aku hanya ingin mengatakan kalau nilaimu itu selalu saja rendah. Aku ingin kau belajar lebih giat lagi. Jangan hanya mengobrol saja.”
Akimoto-sensei berusaha menasihati.
“Aku akan belajar. Hanya saja tidak belajar dengan orang ini.”
Riya berkata sambil melirik Mochida, yang langsung membuat Mochida tertegun.
“Apa katamu?”
Bisik Mochida, tidak ingin membuat keributan lagi.
“Apa teman satu kelompok begitu penting bagimu, Miyashita?”
Tanya Akimoto-sensei.
“.......................”
Riya tidak menjawab dan hanya terdiam.
Sebenarnya, jawabannya adalah ‘Ya’.
Entah kenapa, dia tidak ingin sekelompok dengan orang lain, kecuali dengan 2 sahabat baiknya--Yang selalu meninggalkannya.
“Miyashita, aku tidak mendengar jawabanmu.”
Tanya Akimoto-sensei lagi.
“Itu tidak penting, sensei.”
Jawab Riya berbohong.
Ia tidak ingin menimbulkan kesan bahwa dia adalah orang yang sangat peduli sekali ‘Dengan siapa dia akan berkelompok’, di depan Haruko dan Runa.
Karena tentu saja, hal itu akan membuatnya terlihat aneh.
“Kalau begitu, selesaikan tugasmu bersama Mochida.”
Akimoto-sensei akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua.
“Haah...”
Riya menghela nafas pasrah.
“Kalau begitu, ayo kita selesaikan tugas kita, Miyashita.”
“Ya, ya, terserah kau saja.”
Kata Riya sambil menopang dagu dan melihat ke luar jendela.
“Wah, Runa, kau hebat sekali.”
“Soal ini sih mudah!”
“Kalau begini terus kita bisa mendapat nilai paling tinggi!”
“Tepat sekali!”
“Memang tidak salah kalau aku memilih satu kelompok denganmu, Runa!”
Kata-kata yang dilontarkan oleh Haruko dan Runa terasa kabur dan tidak jelas di telinga Riya.
Saat ini, sebuah pikiran terlintas dipikirannya.
Kalau saja ada satu orang lagi diantara dia, Haruko dan Runa--
“.....Entah kenapa, sekarang ini aku berharap ada satu orang lagi di dalam kelompok kita. Jadi, aku tidak akan sendirian lagi...Ah, tapi itu tidak akan mungkin terjadi. Ya, tidak mungkin...”

Sepulang sekolah, Riya, Haruko dan juga Runa berjalan keluar dari sekolah bersama.
Daripada dibilang bersama sih--
Sepertinya lebih tepat dibilang kalau Haruko dan Runa yang bersama.
Mereka dengan asyiknya berjalan berdua kemudian membicarakan sesuatu dan tertawa.
Sedangkan Riya,
“[Sedangkan aku harus mengikuti mereka dibelakang seperti hantu?! Hey! Apa kalian lupa!? Aku juga ada di sini!!].”
Ketika Riya mulai merasa kalau aura suram mulai menyebar ke sekelilingnya, Haruko berhenti berjalan.
“?”
Riya terkejut ketika tiba-tiba dia berhenti.
“Ada apa?”
Tanya Runa kepadanya.
Haruko tidak menjawab, melainkan menoleh ke arah Riya.
Ada apa ini?
“Riya.”
Ia berkata dengan suara pelan ketika menyebut nama gadis itu.
“Ya?”
Jawabnya bingung dengan tingkah Haruko yang tiba-tiba.
“...................Maaf, kalau salah satu dari kami tidak bisa satu kelompok denganmu saat pelajaran tadi.”
Haruko berkata dengan wajah tertunduk.
Kelihatannya ia sangat menyesal.
“Kau juga teman kami. Tidak seharusnya kami bersikap seolah kau tidak ada.”
Haruko berkata dengan ekspresi wajah sedih.
“Haruko...”
Tapi, belum sempat Riya membalas ucapannya, Runa langsung menepuk pundak Haruko.
“Sudahlah. Riya bilang tidak ada masalah apa-apa’kan? Lagipula, apa yang bisa kita lakukan kalau itu adalah kelompok 2 orang?”
Runa berkata sambil tersenyum yang langsung membuat Riya merasa kesal.
“[Oh, jadi tidak masalah bagimu kalau terus saja meninggalkan aku seperti ini!!?] Y--Ya, tidak ada yang bisa dilakukan kalau itu kelompok 2 orang. Jadi, lupakan saja masalah itu.”
Kata Riya, berusaha tersenyum.
“Benar’kan? Sudah kubilang!”
Runa berkata sambil menepuk lagi pundak Haruko.
Haruko terdiam sambil melihat ke arah Runa, kemudian menoleh ke arah Riya lagi dan tersenyum kecil.
“..............Meskipun begitu, kau juga’kan temanku...Rasanya tidak enak saja...Karena itu, bagaimana kalau kita mampir ke toko DVD sebentar? Kudengar, ada DVD yang kau inginkan?”
Kata Haruko tersenyum ramah.
Haruko memang gadis yang baik dan pengertian.
Bukan hal yang aneh kalau dia merasa bersalah karena telah memperlakukan Riya seperti itu selama ini.
Riya juga, entah kenapa ada bagian dari dalam dirinya yang merasa senang ketika Haruko berkata seperti itu.
Sejak awal, Riya memang lebih menyukai Haruko dibandingkan dengan Runa.
Ada alasan kenapa ia berpikiran seperti itu.
Yang pertama kali mengajaknya menjadi sahabat mereka berdua adalah Haruko.
Dengan wajah yang ramah, Haruko menyodorkan tangan ke arahnya dan mengajak Riya berkenalan.
Di saat itu, ia juga bertemu dengan Runa.
Dan Riya masih benar-benar ingat, saat pertama kali bertemu dengan gadis bernama Runa itu.
Wajahnya sudah menunjukkan rasa tidak senang dengan kehadiran Riya.
Tidak tahu benar atau tidak, tapi Riya selalu merasa kalau Runa berusaha mencegah supaya Haruko tidak jadi lebih dekat dengan Riya.
Terbukti dengan Runa yang selalu menempel pada Haruko seperti lem, seolah membuat pelindung yang tidak kelihatan antara mereka dan Riya.
Itu yang membuat Riya tidak menyukai gadis licik tersebut.
“Jadi, kau mau’kan? Ayo, kita pergi sama-sama.”
Ajak Haruko.
“Ah, iy--“
Saat Riya ingin menjawab ‘Ya’, dia teringat sesuatu.
“Ah, maaf! Aku lupa kalau harus mengembalikan buku perpustakaan. Hari ini hari terkahir jadi--“
Dia harus mengembalikannya hari ini juga.
Ekspresi kecewa langsung tergambar di wajahnya dengan jelas.
Kapan lagi dia bisa pergi bersama dengan sahabat baiknya?
Sepertinya hal itu tidak akan terjadi lagi dalam waktu dekat ini.
“Oh, begitu? Ya sudah. Bagaimana kalau lain waktu?”
Tanya Haruko pada Riya sambil sedikit tersenyum.
Riya terdiam sesaat, masih sedikit kecewa, tapi kemudian ia membalas senyuman Haruko.
“Baik.”
“Kalau begitu sampai jumpa besok di sekolah, Riya.”
Haruko berkata sambil berjalan dengan Runa di sampingnya.
“Iya, sampai jumpa.”
Sambil berjalan masuk ke dalam sekolah, sekali-kali Riya menoleh ke belakang, dan melihat Haruko serta Runa bercanda dengan riangnya.
“Haruko, hari ini mampir ke toko kue baru di dekat stasiun, yuk~”
“Boleh, ayo.”
“.................[Kalau tadi, aku menerima tawaran Haruko, aku yakin Runa akan mengajaknya pergi dan meninggalkan aku lagi...].”
Riya berkata dalam hati sambil melirik ke arah mereka berdua dengan wajah kecewa.
“Ah!”
Tiba-tiba, ia tertegun.
“Buku perpustakaan! Aku harus cepat mengembalikannya sebelum tutup.”
***-***
“Ah, akhirnya sampai juga.”
Setelah menaiki sampai ke lantai 3, akhirnya Riya sampai juga di depan sebuah pintu yang berukuran cukup besar.
Ruangan perpustakaan.
“Sudah tutup belum, ya? Duh, aku tidak mau kalau harus sampai kena denda.”
Sambil berharap bahwa pintu perpustakaan ini belum terkunci, ia menyentuhkan tangannya di gagang pintu.
“...................”
Aneh, entah kenapa tiba-tiba hawa dingin langsung menyelimuti tubuhnya.
Rasanya seperti menyentuh es saja.
Apalagi, dengan banyaknya rumor aneh yang tersebar di perpustakaan ini, sebenarnya membuat Riya sedikit takut untuk datang kemari sendirian.
“Ah, apa yang aku lakukan! Ayo, masuk.”
Kata Riya pada dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk wajahnya kemudian memutar gagang pintu tersebut yang terus ia genggam dari tadi.
Begitu pintu terbuka, ia langsung melangkah masuk ke dalam perpustakaan.
Kosong.
Sama sekali tidak ada orang di dalamnya.
Bahkan guru yang biasanya menjaga perpustakaan juga sudah tidak ada di sini.
Meskipun begitu, pintu tidak terkunci.
“Sepi...Yah, perpustakaan memang selalu sepi sih...[Anak-anak jaman sekarang jarang ada yang suka baca buku...] Entah kenapa aku jadi merasa kasihan pada ibu penjaga perpustakaan ini. Pasti dia sangat kesepian.”
Kesepian...
Riya tahu bagaimana rasanya kesepian.
Bahkan seseorang bisa merasakannya meskipun mereka memliki seseorang yang bisa disebut ‘sahabat’.
Mungkin karena mereka bukan sahabat sejati, dan hanya orang yang berpura-pura menjadi sahabat.
Meskipun begitu, ia tidak bisa berpisah dari Haruko dan Runa.
Ia juga tidak tahu kenapa, tapi sejak awal, ia sudah tidak pandai dalam hal berkomunikasi dan susah untuk bersosialisasi dengan sekitarnya.
Teman-teman sekelasnya juga sepertinya tidak ada yang berminat untuk menjadi lebih dekat dengannya.
Entah, Riya sendiri juga tidak tahu penyebabnya.
Itulah sebab ia merasa senang ketika Haruko mengajaknya menjadi sahabat.
Pada akhirnya, ia memiliki seseorang yang ia sebut ‘sahabat’.
Seandainya Runa tidak ada di sana.
Riya bisa merasakan, kalau seandainya Runa tidak ada diantara mereka, dia dan Haruko pasti akan menjadi sahabat karib.
Hanya berdua.
“Oke, jadi harus kuletakkan di mana buku ini?”
Riya berkata tidak kepada siapapun.
Hanya saja ia merasa takut dengan suasana yang benar-benar sepi dan memutuskan untuk bersuara meskipun tidak diperlukan.
Dengan segera, ia berjalan ke salah satu meja berbentuk lingkaran kemudian meletakkan tasnya.
Ia lalu merogoh tasnya dan mengambil buku yang ingin ia kembalikan.
“Nah, ini dia bukunya. Jadi...”
Riya berkata sambil membawa buku itu dan melihat-lihat ke arah rak, mengingat di mana ia mengambil buku itu 3 hari yang lalu.
Sebenarnya, ia bisa saja meletakkan buku itu di meja, tapi itu perbuatan yang tidak bertanggung jawab.
Jadi ia pikir, mungkin ia harus mengembalikannya sendiri.
“Hmm...Di mana, ya? Ah, kalau tidak salah di si--“

BRUUGH

“?”
Ketika hendak mengembalikan buku itu ke dalam rak, sesuatu seolah terlempar dari rak tersebut dan terjatuh ke lantai.
Padahal, tak ada seorangpun yang menyentuh atau menyenggolnya.
Buku itu seolah ‘terjatuh’ atas kemauannya sendiri.
Dan itu, langsung mencuri seluruh perhatian Riya.
Sebuah buku tua dengan sampul berwarna merah.

“[Kau pernah dengar?].”
“[Di sini ada sebuah rumor yang tersebar].”
***-***

A/ N : Hai, minna XDD

How To Make A Friend Chapter 1 ^^
Maaf kalau rangkaian kata-kataku ga bagus...Aku jarang baca novel soalnya...Akhir-akhir ini, jujur aja aku pingin coba baca lebih banyak...Tapi tetap ga sanggup...//aku lebih suka baca LN dari Jepang.

Oke, makasih buat yang udah mampir :)

Visit My : Ngomik

                DA


Sankyuu!!

Author, 
Fujiwara Hatsune 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar