*Read :
Prologue
*Read Another Stories :
Chapter 1 Seandainya Ada Satu Orang Lagi
Diantara Kita
“Baiklah
semuanya, sekarang bentuk kelompok yang terdiri atas 2 orang.”
Akimoto-sensei berkata
sambil membawa sebuah buku di tangannya.
Bahkan ketika ia
berkata pada murid-muridnya, matanya tidak bisa lepas dari buku tersebut.
Entah apa ia
sudah memperlajari materi untuk pelajaran hari ini atau belum.
Tapi, yang
paling menyebalkan adalah--
“[Ukh...! Kenapa lagi-lagi harus 2 orang!!?]”
Sambil
berpikiran seperti itu, Riya menggenggam pensil-nya dengan sekuat tenaga,
seolah ingin meremasnya sampai hancur berkeping-keping.
Saat ini,
pemandangan yang memenuhi kelasnya adalah murid-murid yang berhamburan ke
sana-kemari untuk mencari teman sekelompok.
“Hey, aku satu
kelompok denganmu, ya?”
“Boleh, boleh,
ayo!”
“Rikka, kau
sudah dapat kelompok belum?”
“Belum.”
“Kalau begitu
denganku saja.”
Semuanya tampak
bahagia dengan acara membuat ‘Kelompok 2 orang’ ini, yang bagi Riya adalah
sesuatu seperti neraka.
Riya memang
tidak paham, tapi bisakah kelompok 2 orang diganti dengan 3 orang atau 4 orang?
Apapun boleh
asalkan bukan 2 orang.
Ada alasan
kenapa Riya tidak menyukainya.
Salah satunya,
adalah saat ini.
Awalnya, gadis
berambut pirang panjang itu tidak ingin melakukannya, tapi akhirnya ia menoleh
ke arah 2 orang gadis yang duduk di bangku belakang.
Mereka adalah
sahabat baiknya--Atau yang ia ingin sebut seperti itu.
Haruko dan Runa.
Dengan perlahan,
Riya bangkit dari kursinya dan berjalan menuju Haruko dan juga Runa yang duduk
berdampingan.
“Haruko.”
Riya berkata
dengan sebuah senyuman.
Haruko yang
sepertinya sedang asyik bicara dengan Runa, nampak tertegun dengan kehadirannya
yang tiba-tiba.
“Riya, ada apa?”
“Ano, kau mau tidak, satu kelompok
denganku dalam tugas kali ini?”
Tanyanya dengan
nada agak ragu.
Haruko dan Runa
terdiam, kemudian saling melemparkan pandangan.
Ekspresi mereka
berdua terlihat aneh.
“[Ayo, jawab mau! Ayo!].”
Beberapa saat
kemudian, mereka berdua kembali mengalihkan pandangan ke arah Riya dan,
“........Maaf,
Riya.”
Yang pertama
kali bicara adalah Haruko.
“Tapi aku sudah
satu kelompok dengan Runa. Jadi--“
“[Sudah aku duga!!!!].”
“Maaf, ya, Riya...Tapi ini kelompok 2 orang
jadi--“
Runa berkata
dengan suara pelan.
Akhirnya, Riya
hanya bisa menghela nafas kemudian berkata,
“Y--Ya, sudah
kalau begitu. Aku akan satu kelompok dengan Mochida saja...”
Jawabnya sambil
menggaruk rambut.
“Tidak apa-apa?”
Runa bertanya
memastikan.
Riya mengangguk.
“Hm! Tidak
apa-apa!”
“[Tidak apa-apa bagaimana!!?].”
Batin Riya
ketika dia berjalan pergi dari Haruko dan Runa.
“[Haruko dan Runa selalu saja berdua.Tak
pernah salah satu di antara mereka bertanya padaku, ‘Riya, maukah bergabung
denganku??’ Ukh...Aku mulai mempertanyakan tentang persahabatan kita].”
Iya, tepat
seperti apa yang Riya katakan.
Haruko dan Runa
memang selalu saja menghabiskan waktu berdua lebih banyak jika dibandingkan
dengan waktu yang dihabiskan oleh mereka bertiga.
Hal itu selalu
saja membuat Riya merasa kesal karena ia selalu jadi orang yang tidak dipilih.
“[Yah, aku paham juga sih kalau terkadang
mereka sedikit mengacuhkan aku dan seolah hidup dalam dunia yang mereka buat
sendiri, secara Haruko dan Runa adalah teman masa kecil].”
Meskipun begitu,
terkadang Riya berusaha memaklumi apa yang mereka berdua lakukan karena tahu
kalau Haruko dan Runa adalah teman masa kecil.
Mau bagaimanapun
juga, persahabatan mereka jauh lebih lama jika dibandingkan dengan Riya yang
baru bertemu dengan mereka ketika SMA.
Dan, yang
biasanya terjadi adalah--
Runa-->
“Haruko, hari ini ada manga baru yang mau aku beli. Kita mampir ke toko buku
dulu, yuk.”
Haruko -->
“Hmm...Boleh. Aku juga mau ke sana.”
Riya --> “Eh,
tapi bukannya kalian sudah janji mau menemaniku beli kue di toko dekat
stasiun?”
Haruko -->
“Ah, benar juga. Kalau begitu, kita batalkan saja.”
Riya -->
“Apa!?”
Runa-->”
Tidak apa-apa’kan? Aku ingin sekali membeli manga itu!! Ayo, Haruko.”
[Saat ingin
membeli kue di dekat stasiun].
Mereka berdua
selalu saja mementingkan kebutuhan mereka berdua, tapi sama sekali tidak pernah
mementingkan diri Riya.
Bisa seenaknya
saja membatalkan janji yang sudah terlebih dahulu dibuat dengan Riya.
“[Bukan cuma itu saja kejadian menyebalkan
lainnya. Saat karya wisata, harus aku yang duduk sendiri sedangkan mereka duduk
berdua. Intinya, setiap kali ada kegiatan yang melibatkan 2 orang, aku selalu
yang ditinggalkan!].”
Sejak awal,
memang terasa sulit bagi ‘orang ketiga’ untuk masuk ke dalam sebuah lingkaran
yang awalnya hanya terdiri atas 2 orang.
Riya yang ‘orang
asing’ berusaha masuk ke dalam lingkaran persahabatan Runa dan juga Haruko yang
sudah terbentuk cukup lama.
Mungkin mereka
bisa memasukkan Riya ke dalam kelompok.
Tapi bukan hal
yang aneh kalau tiba-tiba saja mereka asyik sendiri sedangkan Riya seperti
hantu ditengah-tengah mereka.
Mereka punya
selera yang sama, punya hobi yang sama dan juga punya banyak hal untuk
diceritakan.
Sedangkan ketika
Riya ingin bercerita, selalu saja terdengar seperti angin lalu.
Terkadang ia
berpikir, ‘Apakah mereka benar-benar menginginkan dirinya diantara mereka?’
Akhirnya, dengan
perasaan kecewa, Riya kembali berjalan ke bangku-nya dengan lemas.
Sampai saat ini,
ia belum pernah berada di satu kelompok yang sama dengan Haruko maupun Runa
dalam kelompok 2 orang.
Apa Runa tidak
bisa mencari pasangan lain?
Atau mungkin
sebaliknya?
Setidaknya, Riya
ingin meskipun hanya sekali sumur hidupnya, bisa satu kelompok dengan teman
baiknya.
“.............Hah...Selalu
saja seperti ini. Diantara kita bertiga, selalu aku yang tidak dipilih...Aku
paham kalau ini adalah kelompok 2 orang...Tapi--Ah, sudahlah. Aku sudah tidak
peduli lagi.”
Riya berkata
pelan kepada dirinya sendiri sambil meletakkan kepalanya di atas meja dengan
malas.
Pandangannya terarah
pada langit biru di luar jendela.
“Hey, Miyashita!
Kau sekelompok dengan siapa?”
Tanya Mochida,
murid laki-laki dengan rambut kecoklatan itu.
“Ukh...Aku belum
mendapat kelompok. Bagaimana denganmu?”
Riya berkata
sambil menatap sinis ke arah Mochida.
Ia tidak
tertarik untuk berkelompok dengan siapapun kecuali dengan Haruko atau mungkin
dengan Runa.
“Aku juga belum
dapat. Mau satu kelompok denganku?”
“Yah, apa boleh
buat deh...”
Dan tanpa
sepengetahuan Riya, seorang siswi memperhatikan mereka berdua dengan tatapan
tidak suka...
“Itsuki? Apa
yang kau lihat?”
“Eh, tidak ada.”
Jawab gadis
bernama Itsuki itu.
“Mochida, ya?
Akhir-akhir ini dia sering sekali mendekati Miyashita. Apa dia suka padanya,
ya?”
“Jangan
bercanda. Gadis bodoh seperti itu bukan level Toru.”
“Ha ha, iya,
iya, aku paham.”
“....................”
Meja
masing-masing anggota kelompok disatukan supaya mempermudah proses belajar
kelompok.
Dan ketika
sedang menggeser mejanya mendekati meja Mochida, Riya menoleh ke arah Haruko
dan Runa yang sepertinya sudah mulai mengerjakan tugas.
“Runa, kamu tahu
jawaban nomor 2?”
“Tahu, aku bisa.
Begini...”
“Ukh...Melihat
mereka terus berdua seperti itu, entah kenapa aku jadi merasa kesal. Kapan
giliranku satu kelompok dengan kalian?”
Gerutu Riya
kesal.
“Ada apa,
Miyashita? Apa kau mengatakan sesuatu?”
Mochida yang
melihat tingkah aneh Riya langsung bertanya padanya.
“Tidak ada
apa-apa. Ayo, cepat kerjakan.”
Kata Riya sambil
duduk di kursinya.
Murid-muridpun
mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Akimoto-sensei.
Sesekali mereka
saling bercanda dengan temannya.
Tapi sudah pasti
itu bukan hal yang bisa dilakukan oleh Riya saat ini.
“Haah...”
Sambil menghela
nafas, Riya terus menatap ke arah jendela, tanpa ada niat sedikitpun di
wajahnya untuk mengerjakan tugas itu bersama dengan Mochida.
Melihat itu,
Mochida langsung menegurnya.
“Hey, Miyashita.
Ayo, bantu aku mengerjakan tugas ini. Susah sekali nih!”
“Berisik. Kau
kerjakan saja sendiri. Aku sedang tidak mood
untuk mengerjakan tugas.”
Riya berkata
dengan nada kesal sambil melamparkan lirikan tajam ke arah Mochida.
Namun, Mochida
sama sekali tidak menyerah.
“Kalau seperti
itu, bukan kerja kelompok namanya. Ah, kau ini sama sekali tidak bisa
diandalkan, Miyashita! Setidaknya, bantulah aku!”
Seru Mochida
sedikit keras ke arah Riya.
“Tch! Sudah
kubilang, kalau mau kerja, kerjakan saja sendiri!”
Bentak Riya
dengan suara lebih keras lagi, yang langsung membuat Mochida tersentak kaget.
Murid-murid yang
mendengar berisik-berisik itu, langsung menoleh ke arah Riya dan Mochida.
“Ada apa ini?”
“Miyashita dan
Mochida?”
“Kenapa? Apa
mereka pacaran?”
“Tidak tahu.
Tapi berisik sekali.”
Itsuki yang dari
tadi terus memperhatikan ke arah Riya dan Mochida, kembali melemparkan tatapan
bercampur benci dan amarah.
“.......Miyashita...!!”
Riya yang tahu
kalau semua mata sekarang tertuju ke arahnya dan Mochida, langsung melipat
kedua tangan di depan dada dan berkata ‘Hmph’ dengan kasarnya, seolah tidak
peduli dengan ucapan semuanya.
“Ada apa sih?”
Tanya Runa
penasaran sambil berusaha melihat ke arah pusat perhatian saat ini.
“Riya...”
Haruko berkata
dengan suara pelan.
“Ehm! Semua,
tolong lanjutkan tugas kalian. Lalu, Miyashita!”
Dengan instruksi
dari Akimoto-sensei, semua murid kembali sibuk dengan tugas mereka.
“....................”
Hanya Haruko
yang masih menatap ke arah Riya dan Mochida.
“Haruko.”
“Eh? Iya?”
Haruko lalu
tertegun begitu Runa memanggil namanya.
“Ayo, kita
lanjutkan lagi mengerjakan tugasnya.”
Kata Runa.
“...............Baiklah.
Sampai nomor berapa tadi?”
“Miyashita.”
“.....................”
Akimoto-sensei
sudah ada di dekat meja Riya dan Mochida.
Ekspresi wajah
Mochida langsung panik.
“A--Ano, sensei--Kami tidak akan berisik
lagi--“
“Aku tidak ada
urusan denganmu, Mochida.”
Kata
Akimoto-sensei yang langsung ditanggapi dengan ‘Eh’, oleh Mochida.
Ia lalu
mengalihkan pandangannya ke arah Riya.
“Miyashita, aku
hanya ingin mengatakan kalau nilaimu itu selalu saja rendah. Aku ingin kau
belajar lebih giat lagi. Jangan hanya mengobrol saja.”
Akimoto-sensei
berusaha menasihati.
“Aku akan
belajar. Hanya saja tidak belajar dengan orang ini.”
Riya berkata
sambil melirik Mochida, yang langsung membuat Mochida tertegun.
“Apa katamu?”
Bisik Mochida,
tidak ingin membuat keributan lagi.
“Apa teman satu
kelompok begitu penting bagimu, Miyashita?”
Tanya
Akimoto-sensei.
“.......................”
Riya tidak
menjawab dan hanya terdiam.
Sebenarnya,
jawabannya adalah ‘Ya’.
Entah kenapa,
dia tidak ingin sekelompok dengan orang lain, kecuali dengan 2 sahabat
baiknya--Yang selalu meninggalkannya.
“Miyashita, aku
tidak mendengar jawabanmu.”
Tanya
Akimoto-sensei lagi.
“Itu tidak
penting, sensei.”
Jawab Riya
berbohong.
Ia tidak ingin
menimbulkan kesan bahwa dia adalah orang yang sangat peduli sekali ‘Dengan
siapa dia akan berkelompok’, di depan Haruko dan Runa.
Karena tentu
saja, hal itu akan membuatnya terlihat aneh.
“Kalau begitu,
selesaikan tugasmu bersama Mochida.”
Akimoto-sensei
akhirnya pergi meninggalkan mereka berdua.
“Haah...”
Riya menghela
nafas pasrah.
“Kalau begitu,
ayo kita selesaikan tugas kita, Miyashita.”
“Ya, ya,
terserah kau saja.”
Kata Riya sambil
menopang dagu dan melihat ke luar jendela.
“Wah, Runa, kau
hebat sekali.”
“Soal ini sih
mudah!”
“Kalau begini
terus kita bisa mendapat nilai paling tinggi!”
“Tepat sekali!”
“Memang tidak
salah kalau aku memilih satu kelompok denganmu, Runa!”
Kata-kata yang
dilontarkan oleh Haruko dan Runa terasa kabur dan tidak jelas di telinga Riya.
Saat ini, sebuah
pikiran terlintas dipikirannya.
Kalau saja ada
satu orang lagi diantara dia, Haruko dan Runa--
“.....Entah
kenapa, sekarang ini aku berharap ada satu orang lagi di dalam kelompok kita.
Jadi, aku tidak akan sendirian lagi...Ah, tapi itu tidak akan mungkin terjadi.
Ya, tidak mungkin...”
Sepulang sekolah,
Riya, Haruko dan juga Runa berjalan keluar dari sekolah bersama.
Daripada
dibilang bersama sih--
Sepertinya lebih
tepat dibilang kalau Haruko dan Runa yang bersama.
Mereka dengan
asyiknya berjalan berdua kemudian membicarakan sesuatu dan tertawa.
Sedangkan Riya,
“[Sedangkan aku harus mengikuti mereka
dibelakang seperti hantu?! Hey! Apa kalian lupa!? Aku juga ada di sini!!].”
Ketika Riya
mulai merasa kalau aura suram mulai menyebar ke sekelilingnya, Haruko berhenti
berjalan.
“?”
Riya terkejut
ketika tiba-tiba dia berhenti.
“Ada apa?”
Tanya Runa
kepadanya.
Haruko tidak
menjawab, melainkan menoleh ke arah Riya.
Ada apa ini?
“Riya.”
Ia berkata
dengan suara pelan ketika menyebut nama gadis itu.
“Ya?”
Jawabnya bingung
dengan tingkah Haruko yang tiba-tiba.
“...................Maaf,
kalau salah satu dari kami tidak bisa satu kelompok denganmu saat pelajaran
tadi.”
Haruko berkata
dengan wajah tertunduk.
Kelihatannya ia
sangat menyesal.
“Kau juga teman
kami. Tidak seharusnya kami bersikap seolah kau tidak ada.”
Haruko berkata
dengan ekspresi wajah sedih.
“Haruko...”
Tapi, belum
sempat Riya membalas ucapannya, Runa langsung menepuk pundak Haruko.
“Sudahlah. Riya
bilang tidak ada masalah apa-apa’kan? Lagipula, apa yang bisa kita lakukan
kalau itu adalah kelompok 2 orang?”
Runa berkata
sambil tersenyum yang langsung membuat Riya merasa kesal.
“[Oh, jadi tidak masalah bagimu kalau terus
saja meninggalkan aku seperti ini!!?] Y--Ya, tidak ada yang bisa dilakukan
kalau itu kelompok 2 orang. Jadi, lupakan saja masalah itu.”
Kata Riya,
berusaha tersenyum.
“Benar’kan?
Sudah kubilang!”
Runa berkata
sambil menepuk lagi pundak Haruko.
Haruko terdiam
sambil melihat ke arah Runa, kemudian menoleh ke arah Riya lagi dan tersenyum
kecil.
“..............Meskipun
begitu, kau juga’kan temanku...Rasanya tidak enak saja...Karena itu, bagaimana
kalau kita mampir ke toko DVD sebentar? Kudengar, ada DVD yang kau inginkan?”
Kata Haruko
tersenyum ramah.
Haruko memang
gadis yang baik dan pengertian.
Bukan hal yang
aneh kalau dia merasa bersalah karena telah memperlakukan Riya seperti itu
selama ini.
Riya juga, entah
kenapa ada bagian dari dalam dirinya yang merasa senang ketika Haruko berkata
seperti itu.
Sejak awal, Riya
memang lebih menyukai Haruko dibandingkan dengan Runa.
Ada alasan
kenapa ia berpikiran seperti itu.
Yang pertama
kali mengajaknya menjadi sahabat mereka berdua adalah Haruko.
Dengan wajah
yang ramah, Haruko menyodorkan tangan ke arahnya dan mengajak Riya berkenalan.
Di saat itu, ia
juga bertemu dengan Runa.
Dan Riya masih
benar-benar ingat, saat pertama kali bertemu dengan gadis bernama Runa itu.
Wajahnya sudah
menunjukkan rasa tidak senang dengan kehadiran Riya.
Tidak tahu benar
atau tidak, tapi Riya selalu merasa kalau Runa berusaha mencegah supaya Haruko tidak
jadi lebih dekat dengan Riya.
Terbukti dengan
Runa yang selalu menempel pada Haruko seperti lem, seolah membuat pelindung
yang tidak kelihatan antara mereka dan Riya.
Itu yang membuat
Riya tidak menyukai gadis licik tersebut.
“Jadi, kau
mau’kan? Ayo, kita pergi sama-sama.”
Ajak Haruko.
“Ah, iy--“
Saat Riya ingin
menjawab ‘Ya’, dia teringat sesuatu.
“Ah, maaf! Aku
lupa kalau harus mengembalikan buku perpustakaan. Hari ini hari terkahir
jadi--“
Dia harus
mengembalikannya hari ini juga.
Ekspresi kecewa
langsung tergambar di wajahnya dengan jelas.
Kapan lagi dia
bisa pergi bersama dengan sahabat baiknya?
Sepertinya hal
itu tidak akan terjadi lagi dalam waktu dekat ini.
“Oh, begitu? Ya
sudah. Bagaimana kalau lain waktu?”
Tanya Haruko
pada Riya sambil sedikit tersenyum.
Riya terdiam
sesaat, masih sedikit kecewa, tapi kemudian ia membalas senyuman Haruko.
“Baik.”
“Kalau begitu
sampai jumpa besok di sekolah, Riya.”
Haruko berkata
sambil berjalan dengan Runa di sampingnya.
“Iya, sampai
jumpa.”
Sambil berjalan
masuk ke dalam sekolah, sekali-kali Riya menoleh ke belakang, dan melihat
Haruko serta Runa bercanda dengan riangnya.
“Haruko, hari
ini mampir ke toko kue baru di dekat stasiun, yuk~”
“Boleh, ayo.”
“.................[Kalau tadi, aku menerima tawaran Haruko, aku
yakin Runa akan mengajaknya pergi dan meninggalkan aku lagi...].”
Riya berkata
dalam hati sambil melirik ke arah mereka berdua dengan wajah kecewa.
“Ah!”
Tiba-tiba, ia
tertegun.
“Buku
perpustakaan! Aku harus cepat mengembalikannya sebelum tutup.”
***-***
“Ah, akhirnya
sampai juga.”
Setelah menaiki
sampai ke lantai 3, akhirnya Riya sampai juga di depan sebuah pintu yang
berukuran cukup besar.
Ruangan
perpustakaan.
“Sudah tutup
belum, ya? Duh, aku tidak mau kalau harus sampai kena denda.”
Sambil berharap
bahwa pintu perpustakaan ini belum terkunci, ia menyentuhkan tangannya di
gagang pintu.
“...................”
Aneh, entah
kenapa tiba-tiba hawa dingin langsung menyelimuti tubuhnya.
Rasanya seperti
menyentuh es saja.
Apalagi, dengan
banyaknya rumor aneh yang tersebar di perpustakaan ini, sebenarnya membuat Riya
sedikit takut untuk datang kemari sendirian.
“Ah, apa yang
aku lakukan! Ayo, masuk.”
Kata Riya pada
dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk wajahnya kemudian memutar gagang pintu tersebut
yang terus ia genggam dari tadi.
Begitu pintu
terbuka, ia langsung melangkah masuk ke dalam perpustakaan.
Kosong.
Sama sekali
tidak ada orang di dalamnya.
Bahkan guru yang
biasanya menjaga perpustakaan juga sudah tidak ada di sini.
Meskipun begitu,
pintu tidak terkunci.
“Sepi...Yah,
perpustakaan memang selalu sepi sih...[Anak-anak
jaman sekarang jarang ada yang suka baca buku...] Entah kenapa aku jadi
merasa kasihan pada ibu penjaga perpustakaan ini. Pasti dia sangat kesepian.”
Kesepian...
Riya tahu
bagaimana rasanya kesepian.
Bahkan seseorang
bisa merasakannya meskipun mereka memliki seseorang yang bisa disebut
‘sahabat’.
Mungkin karena
mereka bukan sahabat sejati, dan hanya orang yang berpura-pura menjadi sahabat.
Meskipun begitu,
ia tidak bisa berpisah dari Haruko dan Runa.
Ia juga tidak
tahu kenapa, tapi sejak awal, ia sudah tidak pandai dalam hal berkomunikasi dan
susah untuk bersosialisasi dengan sekitarnya.
Teman-teman
sekelasnya juga sepertinya tidak ada yang berminat untuk menjadi lebih dekat
dengannya.
Entah, Riya
sendiri juga tidak tahu penyebabnya.
Itulah sebab ia
merasa senang ketika Haruko mengajaknya menjadi sahabat.
Pada akhirnya,
ia memiliki seseorang yang ia sebut ‘sahabat’.
Seandainya Runa
tidak ada di sana.
Riya bisa
merasakan, kalau seandainya Runa tidak ada diantara mereka, dia dan Haruko
pasti akan menjadi sahabat karib.
Hanya berdua.
“Oke, jadi harus
kuletakkan di mana buku ini?”
Riya berkata
tidak kepada siapapun.
Hanya saja ia
merasa takut dengan suasana yang benar-benar sepi dan memutuskan untuk bersuara
meskipun tidak diperlukan.
Dengan segera,
ia berjalan ke salah satu meja berbentuk lingkaran kemudian meletakkan tasnya.
Ia lalu merogoh
tasnya dan mengambil buku yang ingin ia kembalikan.
“Nah, ini dia
bukunya. Jadi...”
Riya berkata
sambil membawa buku itu dan melihat-lihat ke arah rak, mengingat di mana ia
mengambil buku itu 3 hari yang lalu.
Sebenarnya, ia
bisa saja meletakkan buku itu di meja, tapi itu perbuatan yang tidak
bertanggung jawab.
Jadi ia pikir,
mungkin ia harus mengembalikannya sendiri.
“Hmm...Di mana,
ya? Ah, kalau tidak salah di si--“
BRUUGH
“?”
Ketika hendak
mengembalikan buku itu ke dalam rak, sesuatu seolah terlempar dari rak tersebut
dan terjatuh ke lantai.
Padahal, tak ada
seorangpun yang menyentuh atau menyenggolnya.
Buku itu seolah
‘terjatuh’ atas kemauannya sendiri.
Dan itu,
langsung mencuri seluruh perhatian Riya.
Sebuah buku tua
dengan sampul berwarna merah.
“[Kau pernah dengar?].”
“[Di sini ada sebuah rumor yang tersebar].”
***-***
A/ N : Hai, minna XDD
How To Make A Friend Chapter 1 ^^
Maaf kalau rangkaian kata-kataku ga bagus...Aku jarang baca novel soalnya...Akhir-akhir ini, jujur aja aku pingin coba baca lebih banyak...Tapi tetap ga sanggup...//aku lebih suka baca LN dari Jepang.
Sankyuu!!
Author,
Fujiwara Hatsune
Tidak ada komentar:
Posting Komentar