Another One-Shot Story : First Love Butterfly
Waiting For You
Fujiwara-san, A Story of Hope and Dream
One Hundred Years Cherry Blossom Tree
Rainy Girl
Star Gazer
Terdiam
Our Sweet Moment
21 January
* Read Another Stories :
YUUJI’S SMILE
“Di--dia sudah
mati...Rui-chan sudah...”
Seorang gadis
kecil berambut coklat pendek berkata dengan terbata-bata.
Air mata yang
awalnya hanya mengalir dengan pelan, kini mulai terlihat semakin membanjiri
wajahnya.
Di hadapannya
sekarang, seekor kucing kecil dengan warna kombinasi putih dan coklat, terdiam
dan tergeletak.
Sama sekali
tidak bergerak.
Mungkin orang
akan mengira kalau kucing kecil itu tengah tertidur.
Namun, ketika
melihat lebih jelas lagi, terdapat cairan berwarna merah di dekat kucing itu.
“Rui-chan sudah--“
Sambil berusaha
mengusap air matanya yang tidak berhenti mengalir itu, gadis kecil itu berjalan
perlahan dan memegang tubuh kucing kecil itu dengan salah satu tangannya.
Beberapa saat
kemudian, gadis itu mendekatkan sebelah tangannya lagi, kemudian menarik tubuh
kucing kecil yang sudah tidak bernyawa itu mendekat ke arahnya.
Tubuhnya begitu
ringan.
Gadis kecil itu
memperhatikan wajah kucing kecil itu lebih dekat.
Perlahan, air
matanya menetes ke wajah tak berdosa kucing itu.
Dengan cepat, ia
segera memeluk kucing yang sudah tak bernyawa itu dengan sangat erat, seolah
tidak ingin melepas dan kehilangan dirinya.
“Rui-chan...Kenapa...Kenapa...!!”
Teriaknya dengan suara keras.
Tak peduli
apakah darah kucing tersebut akan mengotori pakaiannya, gadis kecil itu terus
memeluk kucing itu lebih erat lagi.
“Ada apa,
Naruko?”
Tiba-tiba
seorang anak laki-laki berambut hitam muncul dan menepuk bahu gadis kecil
bernama Naruko itu.
“O--Onii-chan...”
Naruko menoleh
dengan pelan ke arah anak laki-laki itu.
Wajahnya masih
basah oleh air mata.
Anak laki-laki
itu terdiam kemudian melihat ke arah sesuatu yang dari tadi terus di peluk oleh
Naruko.
Perlahan,
ekspresi wajahnya yang terlihat tenang, berubah menjadi sedikit tertegun.
“Onii-chan...Rui-chan...Rui-chan
sudah...”
Naruko berkata
tanpa melihat ke arah anak laki-laki itu.
Ia menyadari,
bahwa sesuatu yang terus dipeluk olehnya itu adalah sesuatu yang sangat
berharga untuk anak laki-laki yang kini berdiri di sampingnya itu.
Naruko tahu,
anak laki-laki itu pasti jauh lebih sedih daripada dirinya.
Bagaimanapun
juga, kucing itu adalah sahabat mereka berdua sejak sangat kecil bahkan sudah
ada di tengah keluarga mereka jauh sebelum mereka berdua dilahirkan ke dunia ini.
Dan Naruko juga
tahu, jika dibandingkan dengan dirinya, anak laki-laki berambut hitam itu jauh
lebih dekat dengan kucing tersebut.
Tiap hari ia
mengajaknya bicara, mengajaknya bermain bahkan kucing itu selalu tidur di kamar
anak laki-laki itu.
Namun ketika
membayangkan semuanya sudah tidak bisa dilakukan lagi, ketika semua kenangan
itu tiba-tiba terlalu pahit untuk dikenang lagi, Naruko hanya bisa menangis
sambil membayangkan perasaan anak laki-laki itu.
“Rui-chan...”
Anak laki-laki itu berkata dengan suara pelan seolah tidak percaya.
“Hiks...Hiks...Rui-chan...”
Naruko terus menangis sambil memeluk kucing kecil yang tidak berdaya itu.
............
........................
..........................................
“Semua akan
baik-baik saja.”
Tiba-tiba,
Naruko merasakan sebuah tangan yang lembut membelai kepalanya dengan perlahan.
Ketika ia
kembali menoleh, Naruko kembali melihat sosok anak laki-laki itu.
Yang membuat
Naruko sedikit terkejut adalah wajah yang dibuat oleh anak laki-laki itu.
Anak itu
tersenyum ke arahnya.
Sama sekali tidak
ada tanda-tanda yang mengungkapkan perasaan sedihnya bahkan setetes air matapun
tak tampak di matanya.
“Onii-chan...”
Naruko sama
sekali tidak paham.
Kenapa anak itu
tidak meneteskan air mata sedikitpun dan justru tersenyum seperti itu?
Apa ia sama
sekali tidak merasa sedih ketika kucing yang sangat disayanginya itu sudah tak
bernyawa lagi?
Dengan lembut,
anak laki-laki itu menghapus air mata Naruko perlahan.
“Naruko, jangan
menangis lagi, ya.”
“Onii-chan...”
“Rui-chan pasti
tidak suka kalau Naruko terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu.
Maksudku, coba lihat!”
Anak laki-laki
itu berlari ke hadapan Naruko, kemudian mengambil kucing kecil itu dari pelukan
gadis berambut coklat pendek itu.
“Coba kau lihat
wajah Rui-chan. Ia tidak terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata
‘Naru-chan, jangan menangis, ya. Rui-chan sekarang sudah tenang di surga.
Naru-chan juga harus baik-baik saja di sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu,
tersenyumlah!’ Begitu katanya.”
Anak laki-laki
itu berkata dengan senangnya sambil berputar-putar dan mengangkat tubuh kucing
itu tinggi.
“Rui-chan pasti
akan lebih bahagia di sana!”
“........Benarkah
itu? Rui-chan pergi ke surga?” Tanya Naruko dengan polosnya.
Anak laki-laki
itu terdiam sesaat sambil memandang Naruko, kemudian ia tersenyum dengan
yakinnya.
“Hm! itu benar.”
“Ah” Anak
laki-laki itu melanjutkan.
“Lagipula, Rui-chan juga sudah cukup tua dan
sering sakit-sakitan. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk Rui-chan. Kalau di
surga, Rui-chan tidak akan merasa sakit atau menderita lagi.”
“............Rui-chan...akan
bahagia di surga...?”
“Hm! Dia akan
bahagia. Karena itu, Naruko jangan menangis lagi.”
Anak laki-laki
itu mengusap air mata Naruko dengan sebelah tangannya, sementara tangannya yang
lain memeluk Rui.
Naruko terdiam
kemudian mengangkat wajahnya.
“Ya.” Katanya
sambil tersenyum.
“Nah, ayo, lebih
baik kita kuburkan Rui-chan di dekat rumah kita.” Ajak anak laki-laki itu
sambil menarik tangan Naruko.
Oogami Yuuji dan
Oogami Naruko adalah kakak beradik.
Mereka berdua
hidup bersama dengan kedua orang tua yang sangat menyayangi mereka.
Yuuji usianya 1
tahun lebih tua dari Naruko, membuat hubungan mereka berdua sangat dekat.
Naruko sedikit
cengeng dan agak penakut.
Berkebalikan
dengan Naruko, Yuuji pemberani dan juga selalu tersenyum.
Ia juga sangat
mendalami perannya sebagai seorang kakak.
Karena dia
adalah kakak, Yuuji selalu berusaha untuk menjaga dan melindungi Naruko.
Tiap kali Naruko
sedih, Yuuji selalu berusaha menghiburnya dengan berbagai cara.
Seperti seorang
pemain sirkus yang terkadang harus berperan jatuh dan menjadi bahan tertawaan
supaya bisa membuat semua penonton tertawa.
Dan itu adalah
peran Yuuji.
Selalu mengatakan
sesuatu seperti ‘Semuanya baik-baik saja’, ‘Semuanya baik-baik saja’.
Untuk membuat
adik yang sangat dicintainya dan keluarganya selalu tersenyum bahagia.
Supaya tidak ada
lagi yang menangis dan bersedih, maka ia juga harus selalu tersenyum.
Itu yang ada
dipikiran Yuuji.
Menjadi seorang
penghibur supaya tidak ada yang sedih atau terluka lagi.
Namun tidak ada
yang tahu, apa yang sebenarnya ada di balik ‘topeng’ senyuman yang selalu menghiasi wajah Yuuji, selain dirinya
sendiri...
***-***
“Kalian sudah
pulang?” Seorang wanita muda berambut sedikit bergelombang menyambut Naruko dan
Yuuji di depan pintu rumah sambil mengenakan celemek berwarna oranye.
“Iya, Kaa-san.” Jawab Yuuji dengan riangnya.
Tiba-tiba,
ekspresi wanita itu, yang sepertinya ibu mereka, berubah ketika melihat tubuh
mereka berdua yang terlihat kotor dan penuh dengan tanah serta bercak darah.
“Yuuji, Naruko,
apa yang terjadi dengan kalian? Kalian...tampak sangat berantakan sekali.”
Ibu Yuuji dan
Naruko mendekati mereka berdua kemudian kembali bertanya,
“Dan noda darah
ini? Darah siapa ini?” Tanyanya sambil menyentuh pakaian Yuuji dan Naruko.
“Ini darah
Rui-chan.” Jawab Yuuji.
“Rui-chan?
Tunggu dulu...Bagaimana bisa darah Rui-chan ada di pakaian kalian?”
“................”
Naruko terdiam sambil menundukkan kepalanya.
Perlahan, air
mata yang sudah berhenti menetes itu kembali turun.
“Rui-chan...Rui-chan
sudah...Hiks...”
Sambil mengusap
air matanya, Naruko berusaha mengatakan yang terjadi pada ibunya, namun berhenti.
Tanpa
menyelesaikan kalimatnya itupun, sang ibu sudah mengetahui apa yang terjadi pada
kucing kesayangan keluarga mereka itu.
Perlahan, ia
mengelus kepala Naruko.
“Ibu mengerti.
Nah, sekarang Naruko tenang, ya.”
Beberapa saat
kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah Yuuji.
“Kau baik-baik
saja?”
“Hm! Aku
baik-baik saja. Kaa-san tidak perlu
mengkhawatirkan aku seperti itu. Tadi aku sudah bicara pada Naruko kalau
Rui-chan akan bahagia di surga. Ah, kami juga sudah menguburnya makanya kami
jadi kotor seperti ini. Maaf, ya? He he.” Kata Yuuji sambil menggaruk rambut
bagian belakang kepalanya.
“Ya, tidak
apa-apa. Sudahlah, kau mandi dulu saja.”
“Oke!!” Yuuji
berkata sambil berlari menuju kamar mandi.
Untuk sesaat,
ibu Yuuji terus memperhatikan ke arah putranya itu berlalu pergi.
“Yuuji...”
“Kaa-san...”
Naruko berkata
pelan, masih berusaha menghapus air matanya.
“Iya, Naruko?”
Jawab ibunya dengan lembut.
“Onii-chan orang yang sangat kuat. Aku
ingin jadi seperti dirinya.” Naruko berkata dengan sedikit senyuman di
wajahnya.
“Naruko...”
Ibunya berkata pelan.
Entah kenapa
wajahnya terlihat sedih.
“Onii-chan selalu menghiburku ketika aku
sedih! A--aku bahkan tidak melihatnya menangis sedikitpun ketika Rui-chan mati.
Berbeda sekali denganku yang selalu cengeng dan menangis ini. Aku...Ingin
berubah! Kaa-san, aku ingin jadi
seperti Onii-chan yang selalu
tersenyum dan membuat orang lain merasa bahagia!!”
Naruko berkata
dengan keyakinan yang tergambar kuat di wajahnya.
Ibu mereka tidak
tahu harus mengatakan apa untuk membalas ucapan putrinya itu.
Hingga akhirnya
ia meletakkan kedua tangannya di pundak Naruko.
“Naruko,
dengarkan ibu, ya.”
“Ya...” Jawab
Naruko dengan nada bingung.
3 bulan
setelahnya, ibu Naruko dan Yuuji meninggal karena sakit.
Di pemakamannya,
Naruko menangis dengan keras, terus memanggil ibunya yang sudah tiada.
Ayahnya juga ikut
meneteskan air mata atas kepergian istrinya.
Semua tamu yang
datang pun meneteskan air mata tanda duka.
Namun,
Yuuji sama
sekali tidak meneteskan air mata.
Ia hanya menatap
ke arah batu nisan ibunya.
Tubuhnya tidak
bergetar sedikitpun.
Dengan perlahan,
Yuuji menggenggam tangan adiknya tersebut, kemudian tersenyum kecil.
“Semua akan
baik-baik saja.”
Yuuji selalu
terlihat dewasa di mata Naruko.
“Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia
juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan
lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak
akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti, kita juga pasti akan bisa bertemu
dengan kaa-san lagi, kalau waktunya
sudah tiba.”
Selalu terlihat
sangat kuat.
“Karena itu,
Naruko jangan menangis lagi, ya. Nanti, kaa-san
pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini. Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko
dan too-san, hidup bahagia sambil
tetap mengenang dirinya.”
Yuuji selalu
berusaha menghiburnya dan selalu berhasil membuatnya tersenyum.
Bahkan ketika
kucing kesayangannya mati, Yuuji masih bisa tersenyum dan terus menghibur
Naruko.
‘Hey, aku
baik-baik saja. Aku sama sekali tidak sedih ataupun terluka. Karena aku terus
tersenyum, maka kau juga harus selalu tersenyum, ya!’
Hal itu yang
selalu terbayang di pikiran Naruko tiap kali melihat senyuman di wajah kakak
laki-lakinya itu.
Tapi berbeda
dengan kali ini.
Naruko, dengan
dinginnya berkata pada kakaknya,
“Sampai kapan
kau mau terus ‘berbohong’ seperti
ini? Dasar pembohong.”
Setelah berkata
seperti itu, Naruko melepaskan tangan kakaknya dan berlalu pergi mendekati
ayahnya, meninggalkan Yuuji seorang diri yang sedang bertanya-tanya.
“Naruko...”
Dan setelah
kembali dari pemakaman, Naruko langsung masuk ke kamarnya tanpa mengucapkan
sepatah katapun pada Yuuji.
***-***
“Naruko.”
“.............”
“Oi, Naruko.”
“Nggh...”
“Naruko,
bangun.”
Mendengar ada
yang memanggil namanya beberapa kali, Naruko yang masih terlihat mengantuk pun
bangkit perlahan dari tempat tidurnya.
Dan ia langsung
meloncat kaget begitu melihat sosok dihapadannya.
“O--Onii-chan!! Apa yang Onii-chan lakukan di kamarku!!?” Teriak
Naruko kaget.
“Too-san menyuruhku membangunkanmu.”
Jawab Yuuji.
“Too-san!? Ah, tapi ini baru jam 5 pagi.
Ah, dan lagi, bukannya ini Minggu, ya!?” Protes Naruko yang masih ingin
bersantai di tempat tidurnya.
“Too-san menyuruh kita untuk menjaga
toko.”
“Toko!?? Suruh
saja dia menjaganya sendiri! Aku masih mau mengantuk!! Lagipula, nanti siang
aku ada janji dengan teman-temanku mau shopping ke mall. Mana sempat aku
menjaga toko tua yang tidak penting itu. Sana, kau saja yang jaga sana.” Gerutu
Naruko kesal sambil menarik selimutnya lagi dan mengusir Yuuji.
Tapi dengan
cepat, Yuuji segera menarik selimut Naruko dan berusaha menariknya dari tempat
tidur.
“Tidak bisa!
Bangun sekarang!!”
“Onii-chan!!! Ah!!” Naruko berteriak
ketika dirinya terjatuh dari tempat tidur.
“Aduh...Hm? Gah, O--Onii-chan!!”
Naruko langsung
bangkit berdiri ketika ia menyadari bahwa tubuhnya tadi tepat terjatuh ke atas
tubuh Yuuji.
Dengan wajah
khawatir, Naruko langsung membantu kakaknya berdiri.
“Onii-chan, kau tidak apa-apa? Tidak ada
yang patah’kan? (Tadi itu aku jatuhnya
keras sekali)”
Yuuji terdiam
sesaat, kemudian sedikit tertawa ketika melihat ekspresi khawatir di wajah
adiknya itu.
“Akh, Onii-chan ini! Kenapa malah tertawa!?
Aku serius khawatir padamu tahu!!”
“Ha ha, aku
baik-baik saja.” Kata Yuuji tersenyum sambil mengelus kepala Naruko.
Dengan cepat,
Naruko segera menyingkir dan berlari ke pojok ruangan.
Yuuji hanya
menatapnya dengan ekspresi bingung.
“Naruko, ada
apa?”
“Bukannya ‘ada
apa’ ya! Jangan mengelus kepalaku seperti itu lagi! Kau pikir aku anak
kecil!!?” Naruko berteriak ke arah Yuuji sambil menyandarkan tubuhnya ke
tembok.
“Hmmm...Benar
juga, kau sekarang sudah 18 tahun’kan? Aku sampai lupa.” Yuuji berkata, masih
dengan senyuman yang tidak berubah dari dulu.
Namun, entah
kenapa tiap kali melihat senyuman yang mengembang di wajah pemuda yang kini
telah menginjak usia 19 tahun itu, Naruko bukannya merasa bahagia atau ikut
tersenyum seperti dulu lagi.
Melainkan justru
perasaan kesal yang muncul di dalam dirinya.
“Hentikan
senyumanmu itu. Aku benci melihatnya.” Kata gadis yang rambutnya sudah mencapai
punggung itu dengan dinginnya.
“?”
“Sudahlah, kau
keluar dulu. Nanti aku menyusul.” Kali ini gadis itu berkata tanpa melihat ke
arah Yuuji.
Sambil menggaruk
kepalanya, Yuuji berkata ‘Oke’ dan pergi meninggalkan kamar gadis berusia 18
tahun itu yang didominasi oleh warna oranye.
“............”
“Onii-chan...” Naruko berkata pelan
sambil duduk di atas tempat tidurnya yang terlihat agak berantakan.
Sejak dulu,
Naruko selalu menyukai ‘senyuman’ kakaknya.
Sejak dulu,
Naruko selalu terhibur dengan ‘senyuman’ Yuuji.
Namun entah
sejak kapan, ‘senyuman’ itu berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan bagi
dirinya.
“Naruko, dengarkan ibu, ya.”
***-***
“Huff...Panas
sekali hari ini. Aku sama sekali tidak menyangka kalau aku harus menjaga toko
di hari sepanas ini.” Keluh Naruko sambil menyeka keringat di dahinya.
“Ini’kan musim
panas.” Jawab Yuuji sambil memakan es krim.
“Aku juga tahu
kalau ini musim panas. Tapi tahun kemarin tidak sepanas ini. Ah, bagi es
krimnya dong!”
“Iya, iya. Ini.”
Kata Yuuji sambil membagi dua es krimnya dan memberikan separuhnya pada Naruko.
Sambil memakan
es krimnya, Naruko sesekali melirik ke arah Yuuji.
Ekspresi
wajahnya terlihat riang dan bahagia.
‘Kenapa dengan
dia sih?’
Naruko berkata
pelan sambil memalingkan pandangannya dari Yuuji dan menggigit es krimnya
dengan keras.
“Oh ya, Naruko.”
“Hm?” Jawab
Naruko super singkat tanpa menoleh ke arah Yuuji.
“Nanti siang aku
ada kerja kelompok.”
“Kerja
kelompok?” Naruko berkata sambil melirik ke arah pemuda berambut hitam itu.
“Hm. Mengerjakan
tugas kuliah.”
“Oh.” Naruko
mulai kehilangan ketertarikan terhadap pembicaraan membosankan ini.
Tapi, hanya diam
sambil memakan es krim yang tinggal sedikit dan hampir habis sambil duduk dan
menjaga sebuah toko kecil sangat membosankan sehingga Naruko tidak bisa menahan
dirinya untuk tidak melanjutkan pembicaraan yang menurutnya tidak penting itu.
“Kerja kelompok
sama siapa?”
“Matsuyama.”
Mendengar nama
itu di sebut, Naruko langsung meloncat kaget dan menjatuhkan batang es krimnya.
“Ma--Matsuyama!?
Matsuyama Kazumi yang itu?”
“Apa maksudmu
dengan ‘yang itu’?”
“Ah, dia’kan
gadis yang sudah Onii-chan sukai
sejak SMA’kan?”
“He he, memang
benar sih...” Yuuji berkata sambil tersenyum malu.
Matsuyama
Kazumi.
Teman sekelas
Yuuji sejak SMA.
Baik, pintar dan
manis.
Dia duduk di
bangku sebelah Yuuji saat hari pertama SMA dan sejak saat itu mereka bersahabat
baik.
Dalam waktu 3
tahun itu, Yuuji selalu mengaggumi Kazumi, namun sama sekali tidak berani untuk
mengungkapkan perasannya.
Sehingga dalam
waktu yang cukup lama itu, mereka hanya menjadi ‘teman sekelas biasa’.
Namun, berbeda
kasusnya dengan saat ini.
Yuuji tidak akan
menyia-nyikan kesempatan ini dan akan mengungkapkan perasaannya pada Kazumi.
“Onii-chan akan bilang kalau kau
menyuka--@#^$^%^*%^$##!! Akh!! Pikiranku kacau sampai aku tidak tahu harus
mengatakan apa!!”
“Aha ha ha,
kenapa kau jadi panik seperti itu?”
“Ma--maksudku!
Matsuyama senpai itu’kan juga seniorku saat dia masih SMA dulu. Dan aku juga mengenalnya
sih. Dia baik dan sangat cantik serta super populer!! Dan, dan,dan berpikir
kalau orang sehebat itu akan jadi istri dari Onii-chan yang seperti ini...”
“Apa maksudmu
dengan ‘Onii-chan yang seperti ini’?”
“Ah!!! Ini hebat
sekali!” Teriak Naruko heboh tanpa mempedulikan pertanyaan Yuuji.
Naruko langsung
mengacungkan ibu jarinya kemudian berkata ‘Semoga beruntung’ yang ditanggapi
dengan sebuah senyuman oleh Yuuji.
Namun ia segera
memasang wajah kesal dan marah-marah tidak jelas ketika dirinya menghadapi
kenyataan bahwa ia harus menjaga toko seorang diri dan membatalkan rencana
untuk shopping ke mall bersama teman-temannya.
***-***
“Aku pulang.”
Suara pintu
rumah terbukapun terdengar.
Mengetahui kalau
orang yang sudah ditunggunya sejak tadi telah kembali, Naruko segera berlari
dari ruang tamu dan menyambut orang tersebut.
“Ah, selamat
datang, Onii-chan!”
Yuuji hanya
membalas dengan senyuman kecil sambil melepas sepatunya.
Perlahan ia
berjalan melewati Naruko.
Naruko langsung
mengikuti kakaknya dari samping.
“Jadi, jadi,
bagaimana? Apa onii-chan ku yang lucu
ini sudah menyatakan perasaannya pada Matsuyama-senpai??”
Yuuji
menghentikan langkahnya kemudian menggaruk pipinya.
“Yah...Kira-kira
seperti itulah.” Jawabnya sambil tersenyum malu.
Naruko yang
melihat senyuman di wajah kakaknya itu, langsung tersenyum kecil.
Dari senyuman
itu, ia pasti diterima.
“Hi hi hi, Onii-chan sekarang sudah punya kekasih.
Jangan-jangan sebentar lagi, perhatian onii-chan
sama adik onii-chan yang amat manis
ini akan berkurang???”
“Ha ha, mana
mungkin. Kau’kan satu-satunya adik perempuanku. Dan Matsuyama tidak menerima
cintaku, ha ha ha.”
“Yah, memang aku
ini satu-satunya adik perem--Apa?”
Ketika mendengar
kata-kata itu keluar dari mulut Yuuji, Naruko tidak bisa menghentikan tubuhnya
untuk tidak bergetar.
Perlahan,
tubuhnya melangkah mundur.
Ia baru saja
mengatakan hal-hal yang jelas membuat hati kakaknya itu sangat terluka.
Kenapa ia harus
bersikap seperti anak kecil di saat seperti ini!!?
“O--Onii-chan...M--Maaf’kan aku...Aku...”
Naruko berkata
pelan.
Ia tidak berani
melihat wajah kakaknya.
Apalagi setelah
mengatakan hal-hal yang membuat luka di hatinya semakin bertambah.
Tapi--
“Sudahlah, aku
baik-baik saja, kok.”
“He?”
Naruko tertegun.
Ia kembali bisa
merasakan tangan yang lembut itu membelai rambutnya dengan perlahan.
Perlahan, ia
mengangkat wajahnya yang mulai dibasahi oleh air mata, bertemu dengan wajah
Yuuji.
Sama sekali
tidak berubah sejak dulu.
Yuuji masih
tersenyum.
“Onii-chan...”
“Yah, mungkin
aku saja yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah
memiliki kekasih. Ha ha, benar-benar payah.” Yuuji berkata pelan sambil tertawa
kecil.
Menertawakan
kegagalannya sendiri.
“Onii-chan...”
“Tapi, aku tidak
apa-apa, kok. Bukan salah dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini,
aku hanya bisa menyalahkan diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh.
Iya’kan, Naruko?” Yuuji, mengatakan semua itu sambil tersenyum.
“Onii-chan...!”
“Tapi tidak apa!
Karena aku sudah bisa menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun
ini!! Haaah, rasanya melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang
selama ini terus kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan
kekasihnya yang sekarang.”
“Onii-chan...!!”
“Kalau dia
bahagia, maka aku juga pasti akan ba--“
“BISAKAH KAU HENTIKAN ITU!!!!?”
Tanpa sebab yang
jelas, gadis berambut coklat itu tiba-tiba berteriak dengan keras ke arah
Yuuji.
Yuuji yang
terlihat agak kaget, hanya bisa terdiam sambil terus menatap Naruko.
“Naru--“
“Jangan sebut
namaku lagi!!!!”
Kali ini Naruko
kembali berteriak lebih keras dari sebelumnya.
Rasanya seperti
ingin meledak dan menghancurkan semua benda yang ada di sekelilingnya.
“Ada apa?” Yuuji
bertanya dengan nada bingung.
“Jangan tanya
‘ada apa’!!! Seharusnya, aku yang bertanya seperti itu padamu! Ada apa
denganmu!!!? Bagaimana mungkin kau bisa berkata hal seperti itu sambil tetap
tersenyum dan tertawa seperti itu!!? Aku sama sekali tidak paham!!!”
Yuuji terdiam
sambil menatap ke arah mata Naruko kemudian tersenyum kecil sambil menggaruk
pipinya lagi.
“Memangnya
kenapa? Itu bukan sesuatu yang buruk’kan? Lagipula, bukannya hal itu biasa
terjadi pada setiap orang?”
“Bukan hal buruk
apanya!!? Itu buruk tahu!! Sangat buruk!!! Bukannya kau sudah menyukainya
selama 3 tahun!? Tapi...Tapi!! Ukh!” Naruko berusaha menghapus air matanya.
“Naruko, aku--“
“Tapi ketika kau
sudah memberanikan dirimu untuk mengungkapkan perasaanmu!!”
Belum selesai
Yuuji bicara, Naruko kembali berteriak dan memotong ucapannya.
Sekali lagi,
Yuuji hanya bisa terdiam, mendengar apa yang akan dikatakan oleh adik
perempuannya itu.
“Kau harus
menerima kenyataan bahwa ia telah memiliki kekasih lain!! Apanya yang bukan
sesuatu yang buruk!!? Dasar bodoh!!! BODOH!!!!!”
“Naruko...Ayolah,
jangan menangis seperti itu. Hey, tersenyumlah. Aku...”
.......................
“Aku baik-baik
saja.” Kata Yuuji sambil tersenyum.
“Kau tidak
baik-baik saja!!!”
“!!!!!”
“Jangan pernah
mengatakan hal menyebalkan itu lagi!! Aku kesal padamu! Aku kesal!! Kau ‘pembohong’!!!”
“....................”
“Sampai kapan kau mau terus ‘berbohong’
seperti ini? Dasar ‘pembohong’.”
Entah kenapa,
kejadian seolah kembali pada saat pemakaman ibu mereka berdua.
Pada saat itu,
Naruko dengan dinginnya berkata kepada Yuuji bahwa ia adalah seorang ‘pembohong’.
Pada waktu itu,
Yuuji belum bisa membalas perkataan adiknya itu dan Naruko juga menghindarinya seharian.
Tapi kali ini,
Yuuji membalas ‘sebuah kalimat ‘yang sudah bertahun-tahun lamanya itu.
“Aku tidak
pernah mengatakan satupun kebohongan padamu.”
“BOHONG!!!”
“...........”
“Kau itu seorang
‘pembohong’!!! Kau selalu memaksa
dirimu untuk selalu tersenyum agar orang lain juga ikut tersenyum!
Padahal...Padahal sebenarnya hatimu juga sangat terluka’kan!!? Justru kau yang
paling terluka! Kau ingin berteriak dan menangis juga’kan?! Tapi...Kau terus ‘berbohong’ dan menyembunyikan semuanya
lagi dan lagi di balik sebuah senyuman!!!”
“.........................”
“Aku...sama
sekali tidak paham dengan ucapanmu itu, he he.” Yuuji berkata sambil sedikit
memiringkan kepalanya.
“Hentikan!!!
Hentikan ‘senyuman’ itu!! Aku benci!!
Senyuman itu hanyalah sebuah ‘kebohongan’!!
Itu sama sekali tidak ada artinya!!!!” Teriak Naruko sambil mengepalkan kedua
tangannya.
Tubuhnya sedikit
bergetar. nafasnya sudah mulai terengah-engah, tapi bagaimanapun juga, ia tidak
mungkin bisa berhenti lagi.
Bagaimanapun
juga, ia harus terus melanjutkan semua ini.
“Aku tidak
pernah berbohong. Sudahlah, Naruko...Hentikan semua ini.” Yuuji berkata dengan
suara pelan kemudian mengalihkan pandangannya dari Naruko.
Untuk pertama
kalinya, Yuuji berbicara tanpa melihat ke arah wajah adiknya itu.
Naruko yang
mulai melihat keraguan di hati kakaknya itu, menundukkan kepalanya sedikit,
kemudian berbicara dengan suara yang lebih pelan.
“Apa kau...”
“?”
“Apa kau tidak
lelah? Terus memakai ‘topeng’ seperti
itu? Kenapa kau tidak tunjukkan padaku, ‘wajahmu
yang sebenarnya’? Tunjukkanlah padaku, wajah seperti apa yang kau miliki di
balik ‘topeng’ itu. Tunjukkanlah
padaku wajah seperti apa yang kau miliki di balik ‘senyuman’mu itu. Tunjukkanlah padaku, wajah yang biasanya tidak kau
perlihatkan pada orang lain. Bukannya aku adikmu?”
Naruko
mengangkat wajahnya, melihat ke arah Yuuji.
Yuuji menatapnya
sesaat, kemudian kembali memalingkan pandangannya ke bawah.
Naruko benar.
Yuuji selama ini
terus bersembunyi di balik sebuah ‘topeng’ yaitu senyuman.
Ia terus
tersenyum meskipun itu menyakitkan.
Ia terus
tersenyum meskipun dirinya terluka.
Apapun yang
terjadi ia terus tersenyum.
Seperti seorang
pemain sirkus yang terkadang harus berperan jatuh dan menjadi bahan tertawaan
supaya bisa membuat semua penonton tertawa.
Terkadang,
mungkin pemain sirkus itu merasa sedih dan ingin meneteskan air mata karena
tidak tahan dengan tawa dari para penonton.
Namun apapun
yang terjadi, ia tidak akan menangis atau meneteskan air mata sedikitpun.
Tidak peduli
seberapa banyak ia terluka, tak peduli seberapa kerasnya ia ingin menangis dan
berteriak,
Agar semuanya
bisa terus tertawa,
Ia juga harus
tersenyum.
Dan itu adalah
peran Yuuji.
Selalu
mengatakan sesuatu seperti ‘Semuanya baik-baik saja’, ‘Semuanya baik-baik
saja’.
Untuk membuat
adik yang sangat dicintainya dan keluarganya selalu tersenyum bahagia.
Supaya tidak ada
lagi yang menangis dan bersedih, maka ia juga harus selalu tersenyum.
Itu yang ada
dipikiran Yuuji.
Menjadi seorang
penghibur supaya tidak ada yang sedih atau terluka lagi.
Namun, itu
bukanlah hal yang dipikirkan oleh Naruko.
Apa yang
dilakukan oleh Yuuji hanya menyiksa dirinya sendiri.
Naruko tahu itu.
Karena itu, ia
ingin kakaknya berhenti ‘tersenyum’
seperti itu lagi.
Ia ingin ‘senyuman’ yang sangat ia sukai itu
bukanlah sebuah kebohongan.
Melainkan
sesuatu yang nyata.
Ia ingin Yuuji
selalu tersenyum.
Tapi ia juga
ingin melihatnya, sedih, menangis dan juga berteriak.
“Kau tahu?
Memiliki emosi seperti itu, bukanlah sesuatu yang salah.”
Ya, itu bukanlah
sesuatu yang salah.
“........................”
“Selama ini, Onii-chan selalu menahan diri’kan?
Selama ini kau menderita’kan? Pada saat, Rui-chan mati, kau membohongi dirimu
sendiri dan terus berkata ‘Semuanya akan baik-baik saja’.”
“..................”
“Semua akan baik-baik
saja.”
“Naruko, jangan menangis lagi, ya.”
“Rui-chan pasti tidak suka kalau Naruko
terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu. Maksudku, coba lihat!”
“Coba kau lihat wajah Rui-chan. Ia tidak
terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata ‘Naru-chan, jangan menangis, ya.
Rui-chan sekarang sudah tenang di surga. Naru-chan juga harus baik-baik saja di
sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu, tersenyumlah!’ Begitu katanya.”
“Hm!
Dia akan bahagia. Karena itu, Naruko jangan menangis lagi.”
Kira-kira pada
saat itu, apa yang sebenarnya di rasakan oleh Yuuji di balik ‘topeng
senyuman’nya itu?
“Kemudian, pada
saat kaa-san meninggal, kau tidak
menangis dan kembali membohongi dirimu sendiri, sambil kembali berkata ‘Semua
baik-baik saja’.”
“Semua akan baik-baik saja.”
“Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia
juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan
lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti,
kita juga pasti akan bisa bertemu dengan kaa-san lagi, kalau waktunya sudah
tiba.”
“Karena itu, Naruko jangan menangis lagi,
ya. Nanti, kaa-san pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini.
Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko dan too-san, hidup bahagia sambil tetap
mengenang dirinya.”
Apa saat itu,
Yuuji merasa sangat terluka dan kehilangan?
“........................”
“Dan juga pada
saat, Matsuyama-senpai menolakmu karena sudah memiliki kekasih lain...Kau
lagi-lagi bersembunyi di balik ‘topeng’mu
tanpa menunjukkan ‘wajahmu yang
sebenarnya’. Padahal, hatimu sebenarnya sangat sakit’kan?”
“Sudahlah, aku baik-baik saja, kok.”
“Yah, mungkin aku saja
yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah memiliki
kekasih. Ha ha, benar-benar payah.”
“Tapi, aku tidak apa-apa, kok. Bukan salah
dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini, aku hanya bisa menyalahkan
diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh. Iya’kan, Naruko?”
“Tapi tidak apa! Karena aku sudah bisa
menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun ini!! Haaah, rasanya
melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang selama ini terus
kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan kekasihnya yang
sekarang.”
“Kalau dia bahagia, maka aku juga pasti akan
ba--“
Apa saat itu, ia
juga ingin menangis dan berteriak?
“.................”
“Onii-chan...Mungkin aku bisa percaya
pada ‘senyuman’ itu ketika aku masih
kecil. Tapi, aku yang sekarang tidak ingin dibohongi lagi olehmu. Aku ingin
melihat senyuman onii-chan yang
benar-benar tulus!”
“Naruko...”
“Kau tahu? Kita
sudah bersama-sama lebih dari 15 tahun. Tapi jujur saja, aku sama sekali tidak
mengenal dirimu yang sebenarnya. Onii-chan
yang kukenal adalah onii-chan yang
selalu bersembunyi di balik ‘topeng’nya
dan terus membohongi dirinya sendiri. Aku ingin kau tersenyum. Tapi ‘senyuman yang sebenarnya’, bukan ketika
kau memaksakan dirimu untuk orang lain. Kalau kau sedang bersedih, tidak apa
kalau harus menangis ataupun berteriak. Aku...ingin melihat onii-chan yang seperti itu. Aku ingin onii-chan melepaskan ‘topeng’ yang berada di hati onii-chan.”
“..........................”
“Onii-chan?”
“Aha ha.”
“!!!”
“Kau ini bicara
apa, Naruko? Hey, kau terlalu banyak nonton film, ya? Aku yang berdiri di
hadapanmu sekarang ini dan aku yang dulu, yang memeluk Rui-chan, yang
menggenggam tanganmu di pemakaman kaa-san,
aku yang selalu berkata ‘Semua akan baik-baik saja’ sambil mengusap kepalamu, adalah
aku yang ‘sebenarnya’. Bukannya aku
sudah bilang padamu? Aku...Tidak pernah berbohong padamu.”
“.................”
“Kau...Melakukannya
lagi.” Naruko berkata dengan nada dingin tanpa melihat ke arah Yuuji.
“Kau...”
Naruko
melanjutkan,
“Kau selalu
seperti ini. Kau mungkin berpikir, dengan kau ‘membohongi’ dirimu sendiri, Onii-chan
berpikir kalau orang lain juga akan merasa bahagia. Itulah yang onii-chan ‘ketahui’. Tapi...”
..................
....................................
...........................................................
“Yang kau ‘tidak ketahui’...Adalah tiap kali kau ‘membohongi dirimu sendiri’ seperti
itu...”
“........................”
“Itu selalu
menyakiti diriku lebih dari apapun.”
“...............................”
“Onii--“
“Aku mau ke
kamar dulu. Hapus air matamu itu.”
Yuuji berkata
sambil tersenyum lalu berbalik dan berjalan meninggalkan Naruko.
“....................”
“Apa....”
“?”
Mendengar Naruko
mengucapkan sesuatu lagi, Yuuji menghentikan langkahnya dan sedikit berbalik.
“Apa...Kalau aku
mati, kau juga tidak akan menangis?”
Tiba-tiba Naruko
berkata dengan suara pelan dan membuat Yuuji tertegun di tempatnya berdiri.
“Naruko!!”
Mendengar ucapan
Naruko yang tidak masuk akal itu, Yuuji tidak bisa menahan diri untuk tidak
berteriak menyebut nama adiknya itu dengan nada bicara lebih tinggi.
“Apa yang kau
pikirkan? Kenapa kau bicara hal seperti itu?”
“Apa...”
“................”
“Apa kalau aku
menghilang dari dunia ini, kau masih bisa bersikap sok kuat dan berkata
‘Semuanya akan baik-baik saja’ sambil tersenyum?”
Butiran air mata
itu menetes ke lantai.
“Naruko...apa
yang kau katakan? Jangan bicara hal seperti itu.” Jawab Yuuji, berusaha
menenangkan Naruko yang sedang kesal.
Dan jawaban
Yuuji itu, sama sekali tidak membuat Naruko merasa senang atau apapun.
Justru
sebaliknya.
“Akh!
Sudahlah!!”
Tiba-tiba,
Naruko langsung membalikkan tubuhnya kemudian berlari keluar rumah dan
membanting pintu dengan keras.
Yuuji hanya
menggaruk rambut bagian belakang kepalanya dan berpikir ‘Mungkin Naruko sedang
butuh waktu untuk sendirian dan menenangkan dirinya’.
Ia menghela
nafasnya, kemudian kembali berbalik dan berjalan ke ruang tamu.
BRAAAAAAAAAAKH!!!!!!!
“!!!!!!!!!”
“NARUKO!!!!”
***-***
“Dokter, bagaiman keadaan putri
saya?”
Saat ini, ayah Yuuji serta Yuuji
sedang berada di rumah sakit.
Mereka berada di depan kamar tempat
Naruko di rawat dan dokter yang menanganinya baru saja keluar dari ruangan itu.
Tidak ada yang menyangka kalau
Naruko akan mengalami kecelakaan seperti ini.
Ketika mendengar suara tabrakan
yang sangat keras itu, Yuuji langsung berlari keluar rumah dan melihat tubuh
Naruko yang sudah tergeletak dan berlumuran darah.
“................”
Yuuji hanya terdiam di samping
ayahnya yang sedang bicara dengan dokter tersebut.
Bayangan tubuh Naruko yang tidak
berdaya kembali terbayang dipikirannya.
“Naruko...” Katanya pelan.
Selesai menyampaikan kondisi
Naruko, dokter itupun pergi meninggalkan mereka berdua sendiri.
“Haah...Kenapa hal seperti ini bisa
terjadi...?” Tanya ayah Yuuji pada dirinya sendiri sambil menyandarkan diri di
dinding rumah sakit yang berwarna putih.
Yuuji yang melihat ekspresi
tersiksa yang dibuat oleh ayahnya, perlahan mengangkat tangannya dan bermaksud menyentuh pundak ayahnya, tapi
kemudian mengurungkan niatnya.
Ia menghela nafas dan memejamkan
matanya, kemudian tersenyum kecil.
“Semua akan baik-baik saja.”
“.......................Yuuji...?”
Yuuji terlihat bingung sesaat
kemudian menggaruk kepalanya.
“Etto...Naruko adalah gadis yang kuat. Aku yakin dia akan baik-baik
saja. Too-san juga...Harus percaya
pada Naruko.”
Ayahnya terdiam sesaat, kemudian
menghela nafas pendek.
“Ya, kau benar. Ayah percaya pada
Naruko. Yang tidak ayah percayai, adalah kau.” Kata ayah Yuuji sambil menatap
ke arah putranya yang sudah beranjak dewasa itu.
Tentu saja, mendengar itu, Yuuji
langsung terlihat bingung.
“Maksud too-san?”
“Yuuji...”
“Y--Ya?”
“Apa kau...Tidak ingin menangis?”
“Menangis? Untuk apa?”
“.............Ayah dengar
pertengkaranmu dengan Naruko tadi. Selama ini, ayah selalu memperhatikanmu.
Yuuji, sampai kapan kau mau terus bersembunyi di balik ‘topeng’mu itu? Sampai kapan kau mau terus ‘tersenyum’ dan ‘membohongi
dirimu’ sendiri seperti itu?”
“Too-san...”
“Sampai kapan kau mau terus
menutupi perasaanmu yang sebenarnya?”
“Too-san...Aku tidak--“
“Iya, kau memang seperti itu.”
“.....................”
“Selalu tersenyum demi orang lain.
Selalu membohongi dirimu sendiri demi orang lain. Apa enaknya seperti itu? Apa
dengan bersikap kuat, orang-orang disekitarmu juga akan bersikap kuat? Kau
salah, Yuuji. Kau salah. Melihatmu yang selalu membohongi dirinya sendiri,
melihatmu yang selalu berkata ‘Semua akan baik-baik saja’, membuat semuanya
merasa sedih. Kau tahu? Semuanya sangat mengkhawatirkanmu. Semuanya
menyayangimu. Karena itu, tolong jangan membohongi dirimu lagi. Tunjukkan
wajahmu yang sebenarnya. Tersenyumlah ketika kau ingin tersenyum, menangislah
ketika kau ingin menangis.”
“...............”
“Yuuji, kau sudah dewasa. Sudah
waktunya bagimu untuk memikirkan perasaan dan dirimu sendiri. ‘Kebohongan’ yang selama ini kau kira
akan membuat Naruko dan orang lain itu merasa bahagia dan berhenti meneteskan
air mata, justru sebaliknya, semua itu hanya akan membuat orang lain dan dirimu
sendiri terluka. Sama sekali tidak ada gunanya.”
“.............................”
“Kau masuklah. Temui Naruko. Ayah
harus pulang dan menjaga toko. Sampaikan kondisinya pada ayah.”
Ayah Yuuji berkata kemudian menepuk
pundak Yuuji dan berlalu pergi.
Yuuji tak berkata sepatah katapun
dan tidak berbalik, melihat kepergian ayahnya.
“....................”
***-***
“..................”
“Onii-chan...”
Naruko yang
mendengar suara pintu terbuka langsung menoleh.
Awalnya ia
mengira kalau itu adalah dokter, namun ternyata orang itu adalah Yuuji.
Yuuji berdiri di
depan pintu.
Ia ingin
melangkah maju dan mendekat ke tempat tidur Naruko.
Namun sesuatu
seolah menghalanginya untuk melangkah sehingga ia memutuskan untuk diam di
tempatnya.
“...........................”
“Hey.” Kata
Yuuji singkat sambil mengangkat sebelah tangannya dan tersenyum.
Senyuman yang
sama sekali tidak berubah.
“......................”
Naruko tidak
membalas dan hanya terdiam sambil berbaring di tempat tidurnya.
Terlihat perban
berwarna putih yang membalut kepalanya.
“...............Kau
baik-baik saja?” Tanya Yuuji pada akhirnya.
“Kepalaku masih
sedikit pusing.” Naruko menjawab tanpa menoleh ke arah Yuuji sedikitpun.
“Oh.”
“.......................”
“.............Syukurlah
kau selamat. Saat melihatmu terbaring di tengah jalan seperti itu, aku khawatir
sekali. Aku takut....Kalau terjadi
sesuatu padamu.” Yuuji berkata sambil tersenyum kecil.
Naruko sedikit
menoleh ke arah kakaknya itu.
Begitu melihat ‘senyuman’ itu di wajahnya, Naruko
langsung memalingkan wajahnya lagi.
“...........................”
“...........................................”
“...................Wajahmu
tidak menunjukkan kalau kau sedang khawatir.”
“.............Masa
sih?”
“..............................”
“.......Begitu,
ya...?”
Meskipun Naruko
tidak menjawab pertanyaannya, tapi ia sudah mengetahui jawabannya.
“.........................”
Untuk beberapa
saat, tak satupun diantara mereka berdua yang melontarkan kata-kata sehingga
ruangan itu terasa sunyi dan juga hening.
“..............................................”
“..............................................................................”
“A--“
Yuuji bermaksud
mengatakan sesuatu. Namun berhenti di tengah jalan.
“?” Naruko
mengalihkan pandangannya ke arah Yuuji yang kini terdiam.
“....................”
Yuuji
menundukkan kepalanya, tanpa mengatakan apapun.
Ketika Naruko
akan kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain,
“Aku--“
Yuuji berbicara.
“....................”
Naruko kembali melihat ke arah kakak laki-lakinya itu.
“Aku...”
“...............................”
“Aku
sudah...Kehilangan kaa-san...”
“!?”
“Kalau........”
“...............................”
“Kalau aku...”
“..................”
“Kalau aku harus
kehilanganmu juga disini...”
Yuuji mengangkat wajahnya.
“Aku harus bagaimana!!!?”
Wajahnya basah
oleh air mata.
Naruko yang
melihat hal itu hanya bisa terdiam sambil merasa terkejut.
“Onii-chan...” Katanya pelan.
Akhirnya, Yuuji
yang selalu tersenyum.
Yuuji yang
selalu terlihat kuat.
Meneteskan air
mata tanda kesedihan.
“Ukh!!! Aku
sudah lelah terus seperti ini!!!! Aku muak!! Ukh!!!!” Yuuji berteriak,
menangis.
“Onii-chan...”
“Apanya yang
‘Semua akan baik-baik saja’!!!? Semua yang aku katakan itu bohong!! Bohong!!!!”
“.........................”
“Saat Rui-chan
mati...”
“Ada apa, Naruko?”
“O--Onii-chan...”
“Onii-chan...Rui-chan...Rui-chan sudah...”
Rui-chan...”
“Hiks...Hiks...Rui-chan...”
“Semua akan baik-baik saja.”
“AKU TIDAK BAIK-BAIK SAJA!!!!!!”
“Onii-chan...”
“Saat
itu....Saat itu, aku!!! AKU!!!! ARGH!!!! Rui-chan adalah sahabat terbaikku!!!
Aku sangat sayang padanya!!!!”
“Rui-chan pasti tidak suka kalau Naruko
terus memasang wajah dan ekspresi seperti itu. Maksudku, coba lihat!”
“Coba kau lihat wajah Rui-chan. Ia tidak
terlihat sedih’kan? Justru ia ingin berkata ‘Naru-chan, jangan menangis, ya.
Rui-chan sekarang sudah tenang di surga. Naru-chan juga harus baik-baik saja di
sini. Jaga dirimu baik-baik. Lalu, tersenyumlah!’ Begitu katanya.”
“Aku tidak
terima!!!!! Aku tidak terima Rui-chan harus mati seperti itu!!!! AKU TIDAK TERIMAAAAA!!!!!!”
“Aku...Beratus-ratus
kali atau bahkan beribu-ribu kali ingin berteriak sampai ingin meledak
rasanya!!!! Tapi apapun yang kulakukan...Rui-chan tidak akan pernah
kembali!!!!! Aku tidak akan pernah bisa melihat wajahnya lagi!!!! Aku ingin
bisa bermain bersama dengannya sekali lagi!!!!!!
“Onii-chan...”
Perlahan, air
mata Naruko mulai menetes membasahi pipinya.
Ini adalah
pertama kalinya ia melihat Yuuji meneteskan air mata.
Yuuji yang
biasanya selalu tersenyum.
Kakak yang
biasanya selalu terlihat sangat kuat.
Kini terlihat
lemah seperti manusia biasa.
“Rui-chan pasti akan lebih bahagia di sana!”
“Lagipula, Rui-chan juga sudah cukup tua dan
sering sakit-sakitan. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk Rui-chan. Kalau di
surga, Rui-chan tidak akan merasa sakit atau menderita lagi.”
“Hm! Dia akan bahagia. Karena itu, Naruko
jangan menangis lagi.”
“APA YANG SUDAH AKU KATAKAN!!!!? ITU SEMUANYA HANYALAH KEBOHONGAN!!!!”
Kira-kira pada saat itu, apa yang sebenarnya
di rasakan oleh Yuuji di balik ‘topeng senyuman’nya itu?
Dia menangis.
Di balik topeng
itu...
Yuuji menangis
seorang diri, tidak ingin ada orang lain yang melihatnya.
Semua yang ia
katakan itu adalah bohong.
Ia menderita.
Ia tidak ingin
semua itu terjadi!
Ketika ia
memeluk Rui-chan, ketika ia melihat tubuhnya yang berlumuran darah dan tak
bernyawa lagi, hati Yuuji benar-benar hancur.
Ketika ia
menyentuh Rui-chan pada saat itu,
Rasanya ia ingin
berteriak sekencang-kencangnya.
“......................”
“Saat kaa-san meninggal, aku...”
“AKU BERKALI-KALI MENGATAKAN PADA DIRIKU SENDIRI BAHWA INI ADALAH MIMPI
BURUK!!!!!”
“..............”
“Tapi...TAPI!!! Keesokan harinya saat aku terbangun...Aku harus
menerima kenyataan bahwa...Bahwa...”
“KAA-SAN SUDAH TIDAK ADA LAGI DI SAMPINGKU!!!!!!!!!”
“Kaa-san pasti akan bahagia di surga. Ia
juga akan selalu menjaga kita. Ah, dia pasti juga sudah bertemu dengan Rui-chan
lagi. Dengan begitu, kaa-san tidak akan merasa kesepian lagi. Suatu saat nanti,
kita juga pasti akan bisa bertemu dengan kaa-san lagi, kalau waktunya sudah
tiba.”
“AKU TIDAK INGIN KEHILANGAN KAA-SAN
SECEPAT ITU!!!!!”
“................”
“Aku masih ingin
membuat banyak kenangan bersama dengannya!!! Aku masih ingin hidup bersama
dengan kaa-san!!!! Aku ingin kaa-san memelukku!!!!!!!!”
“Karena itu, Naruko jangan menangis lagi,
ya. Nanti, kaa-san pasti sedih kalau melihat Naruko terus bersedih seperti ini.
Kaa-san ingin kita bertiga, aku, Naruko dan too-san, hidup bahagia sambil tetap
mengenang dirinya.”
“AKU TIDAK INGIN MASA DEPAN SEPERTI ITU!!!!!!!!!!”
“Onii-chan...”
“Dan,
Naruko...Kau tahu? Hey...Bahkan sampai saat ini...”
........................
......................................................
.....................................................................................
“AKU MASIH BELUM BISA MENERIMA KEMATIAN KAA-SAN!!!!!!!!!! AKU TIDAK TERIMAAAAAA!!!! AKU TIDAK BISA
MENERIMANYA!!!!!!!! AAAAAAAAAAAAARGH!!!!!!!”
Apa saat itu, Yuuji merasa sangat terluka
dan kehilangan?
Dia terluka.
Dia sangat
kehilangan.
Jauh dari semua
orang yang meneteskan air mata saat itu, Yuuji menangis di balik ‘topeng’nya.
Ketika semuanya
meneteskan air mata, air mata Yuuji yang menetes paling deras.
“Saat Matsuyama
menolak cintaku...HATIKU RASANYA HANCUR!!!!!!!!!”
“Sudahlah, aku baik-baik saja, kok.”
“APANYA YANG ‘BAIK-BAIK SAJA’!!!!!
SIAAAAAL!!!!!”
“Yah, mungkin aku saja
yang kurang beruntung. Aku sama sekali tidak tahu kalau dia sudah memiliki
kekasih. Ha ha, benar-benar payah.”
“Aku sudah menunggu selama 3 tahun untuk ini!!!!!
Tapi---Tapi ternyata!!! Ukh!!!! Aku terlambat!!!”
“Tapi, aku tidak apa-apa, kok. Bukan salah
dia juga’kan tidak menerimaku. Yah, dalam kasus ini, aku hanya bisa menyalahkan
diriku yang bodoh ini. Ha ha ha, aku memang bodoh. Iya’kan, Naruko?”
“SEMUA ITU BOHONG!!!!!”
“Tapi tidak apa! Karena aku sudah bisa
menyatakan perasaan yang terus kupendam selama 3 tahun ini!! Haaah, rasanya
melegakan sekali, ya? Menjalani hari tanpa beban berat yang selama ini terus
kau topang sendirian. Yah, semoga Matsuyama bahagia dengan kekasihnya yang
sekarang.”
Apa saat itu, ia juga ingin menangis dan
berteriak?
Ia berteriak.
Ia ingin
berteriak sekencang-kencangnya.
“Lalu...”
Yuuji
melanjutkan,
“Kalau sekarang
ini aku harus kehilangan Naruko juga...
............
..............................
.......................................................
“LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!!!!!!!!”
“Onii-chan...”
“Naruko adalah
adik yang sangat aku sayangi!! Dan sebagai kakak, aku harus bersikap kuat dan
menjagamu!!! Aku harus selalu melindungimu!!!! AKU TIDAK BOLEH SAMPAI
KEHILANGANMU!!! AKU TIDAK INGIN KEHILANGAN LAGI!!!! SUDAH CUKUP!!!!!!!!!!!!”
“....................”
“Onii--“
“Kau benar.”
“?!”
“Kau benar,
Naruko! Kau benar!! Aku...Bukanlah orang yang kuat! Aku bodoh! Aku lemah!!! Aku
ini hanya seorang ‘pembohong’!!!
Aku--Aku bersikap seperti itu supaya Naruko bisa terus tertawa dan tersenyum!
Meskipun aku harus terus terluka ribuan kali, asalkan semuanya bahagia itu sama
sekali tidak masalah buatku!!! Karena itu aku harus terus tersenyum!!!! Tapi---TAPI!!!!”
Perlahan, Yuuji
jatuh terduduk.
“.................”
Ia menundukan
kepalanya.
Air mata itu
jatuh membasahi lantai.
“Aku--Aku tidak
tahu harus bagaimana lagi...Aku--“
“Semua akan
baik-baik saja.”
“!!!”
Tiba-tiba, Yuuji
merasakan sebuah tangan yang lembut mengusap kepalanya dengan perlahan.
Ia mengangkat
wajahnya.
Wajahnya yang
basah oleh air mata bertemu dengan wajah Naruko yang juga penuh dengan air
mata.
“Naruko...”
Perlahan, Naruko
tersenyum.
Ia mendekatkan
tubuhnya ke tubuh Yuuji dan memeluknya.
“Hm...Tidak
apa-apa. Aku paham bagaimana perasaanmu. Kau sudah menahan semua ini selama
bertahun-tahun’kan?”
“Naruko...”
“Hm...Tidak
apa-apa. Keluarkan saja semua perasaanmu. Tersenyumlah kalau kau memang
bahagia, menangislah kalau kau sedang bersedih atau terluka, berteriaklah
ketika kau sedang dalam masalah atau kesulitan. Jangan pernah menahan
perasaanmu lagi.”
“Naruko...”
“Tidak apa-apa.
Kalau kau tidak bisa ‘tersenyum’
seperti saat itu lagi. Hanya saja, tolong jangan ‘berbohong’ soal itu lagi.”
“Naruko...”
“Tidak apa-apa.
Kau tidak harus menanggung semuanya sendirian. Kalau kau merasa malu atau
takut, maka aku akan menangis bersama-sama denganmu.”
“Naruko...Naruko!
NARUKO!!!!”
Yuuji membalas
pelukan Naruko dengan erat.
Malam itu, Yuuji
menangis di pelukan adiknya itu.
Benar.
Tidak apa-apa
untuk menangis ketika kau sedang bersedih.
Tidak apa-apa
untuk berteriak ketika kau sedang terluka.
Semua itu adalah
bentuk perasaan manusia.
Jangan
‘membohongi’ dirimu sendiri untuk membuat orang lain merasa bahagia.
Tapi, keluarkan
saja semua perasaanmu, menangis dan genggam tangannya lalu hadapilah bersama.
Maka dengan cara
itu, kita semua akan mendapatkan kebahagiaan yang kita inginkan.
Yuuji...
Akhirnya
berhasil menemukan ‘wajahnya yang
sebenarnya’ yang telah lama ia lupakan...
“Naruko, dengarkan ibu, ya.”
“Ya...”
“Kakakmu selama ini hanya berbohong.”
“Bohong?”
“Ia membohongi dirinya sendiri untuk
bersikap kuat padahal sebenarnya ia ingin menangis, ia juga ingin berteriak
sekeras-kerasnya. Ia tersenyum agar orang lain juga tersenyum. Tidak peduli
apakah ia harus membohongi dirinya sendiri beribu-ribu kali dan memendam semua
perasaannya.”
“................”
“Karena itu...Ibu minta tolong, ya, Naruko.”
...................................
“Tolong hilangkan ‘topeng’ yang selama ini
terus menyelimuti hati kakakmu, dan bantu dia untuk mengingat ‘wajahnya yang
sebenarnya’...”
“.................”
“............Ya!!”
Naruko melepas
pelukan Yuuji perlahan dan menatap wajahnya, kemudian tersenyum dan berkata,
“Coba lihat! ‘Anak laki-laki yang selalu membohongi
dirinya sendiri’ itu... Sekarang sudah menghilang.”
Yuuji terdiam, memperhatikan
Naruko, kemudian, tanpa berusaha menghapus air matanya, pemuda itu tersenyum,
“Ya!”
Itu adalah...
‘Senyuman’ yang sebenarnya...
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar