Kamis, 30 Oktober 2014

Happy Halloween 2014





Happy Halloween 2014
 
 

Waa...ga kerasa Oktober dah mau berakhir...2014 tinggal tersisa 2 bulan lagi...

Ini artwork buat Halloween tahun ini :) OC-ku Fujiwara Hatsune dan Fujiwara Hatsui XDD

Kamis, 23 Oktober 2014

Story : Mihashi Chapter 3



 Story : Mihashi Chapter 3

*Read : Prologue
            Chapter 1
            Chapter 2                  
             Chapter 4

            Chapter 5

            Chapter 6 

            Chapter 7

          Chapter 8

         Chapter 9

         Chapter 10

         Epilogue

* Read Another Stories :



MIHASHI
- Chapter 3-


Sekarang Ada Hal yang Jauh Lebih Penting yang Ingin Aku Bicarakan Denganmu

“........Hm...? Ah, sudah pagi...”
Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela membuat mata Chiharu terasa silau.
Dengan mata yang masih setengah terbuka, Chiharu perlahan berjalan ke arah jendela dan membuka tirai.
Hari sudah benar-benar pagi.
“.......................”
Ia kembali menutup tirai.
Kemudian ia berjalan perlahan ke arah kamar Mihashi.
Chiharu membuka pintunya perlahan.
Mihashi masih tertidur.
Tapi, air mata masih terlihat di dekat matanya.
“..................”

Kemarin malam...
“Mihashi!? Apa yang terjadi denganmu!!? HEY!!!
Chiharu berteriak-teriak sambil menggoyang-goyangkan tubuh Mihashi.
S--SINGKIRKAN TANGANMU DARIKU!!!
“Ah!”
 Chiharu terdorong ke belakang dan terjatuh ketika Mihashi mendorongnya dengan keras.
 “Aku benci padamu!!! Aku ingin pergi dari sini! Aku ingin bertemu papa!!! PAPA!!!!
DIAM!!!! Apa yang kau pikirkan tiba-tiba berteriak seperti ini saat tengah malam begini!!! Tetangga bisa bangun!!!”
 Chiharu kembali mendekati Mihashi dan memegang kedua tangannya.
“Aku benci bibi Chiharu!!! Aku benci!!!!!”

DEG!!

“..............................”
“A--“
“............Apa--“
“.......Apa--Apa yang telah aku lakukan sampai kau membenciku seperti itu!!!? Aku tidak berteriak ke arahmu! Ataupun mendorongmu seperti yang kau lakukan padaku, dasar gadis kurang ajar!! Kalau seharusnya ada yang dipenuhi dengan perasaaan benci di sini, harusnya itu AKU!!!!
“Ukh...PAPA!!!!! Bibi Chiharu jahat!! Dia berteriak ke arahku!! Tolong!!!”
Jerit Mihashi.
“........................”
Chiharu terdiam.
Tubuhnya sedikit bergetar.
Ia mengepalkan kedua tangannya seolah ingin sekali memukul sesuatu.
Emosinya sudah tida terbendung lagi.
Rasanya seperti ingin meledak.
Tapi, ia justru berteriak dengan suara keras,
AYAHMU SUDAH MEMBUANGMU!!!!!!!!!!
“!!!!!!!!!!”
“Kau itu sadar tidak sih!!!? HEY!!! Buka matamu dan lihat kenyataannya!!!! AYAHMU sendiri yang sudah meninggalkanmu!!! Dia tidak menginginkanmu, makanya dia memberikanmu padaku!!!!!! Kau paham? Yang harusnya kau benci itu ayahmu bukan a--“
DIAM, DIAM, DIAAAAAAAAAAAM!!!!!!!!!!!!!!
“Ugh!!”
“Itu tidak mungkin!!!! Papa...Tidak mungkin papa meninggalkan Mihashi sendiri kalau bukan karena Bibi Chiharu!!!”
Mihashi berteriak ke arah Chiharu dengan suara yang semakin keras.
Ia mulai berkata hal-hal yang tidak masuk akal.
“M--Maksudmu apa berkata seperti itu!!? Aku tidak melakukan apapun yang--“
“Kau sudah merebutku dari papa!!! Kau membawaku lari!! Kau menculikku!!!! Kembalikan aku kepada papa!!!!! KEMBALIKAN!!!!!!!
“....................”
“Aku  ingin pulang!! Aku ingin pulang!!! AKU INGIN PULAAAAAANG!!!!!
“............Bisakah...............”
“?”
“Bisakah......”
KAU HENTIKAN OMONG KOSONGMU ITU!!!!!?
“!!!!”
“Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu!!!? Tapi, tolong berhentilah berteriak dan berkata seolah aku adalah penjahatnya di sini!!!! Aku memang bukan wanita yang baik!!! Aku akui itu!!! Tapi...TAPI!!! Seumur hidupku aku tidak pernah melakukan kejahatan seperti menculik atau merebutmu dari orang tuamu!!!! INGAT ITU!!!!!”
“.................”
Mihashi terdiam.
Ekspresi wajahnya terlihat sangat ketakutan.
“Hah...Hah...”
Chiharu tahu, ia tidak seharusnya berteriak kepada anak kecil seperti itu.
Tapi, semua perkataan tidak masuk akal dan selalu menyudutkannya yang keluar dari mulut Mihashi, membuatnya kehilangan kendali atas emosinya sendiri.
“..........P--Papa............”
PAPAMU TIDAK ADA DI SINI!!!!!!
“!!!!!!”
Sekali lagi, teriakan Chiharu membuat gadis kecil itu terlihat sangat terkejut.
Mihashi menundukkan kepala, kemudian menarik selimut itu mendekati dirinya.
Perlahan, tangannya meremas selimut itu.
“Mihashi...Papa...Mihashi ingin bertemu papa...”
Mihashi berkata dengan suara pelan dan lemah.
Entah apa yang terjadi, tapi sepertinya dia benar-benar sangat ingin kembali kepada ayahnya.
Ayah yang sudah membuangnya.
Chiharu sama sekali tidak paham dengan semua kejadian ini.
Kenapa Mihashi tiba-tiba berteriak seperti orang gila?
Kenapa ia memanggil ayahnya sampai seperti itu?
Kenapa Mihashi mendadak membenci dan berkata buruk soal dirinya?
Apa yang sudah ia lakukan sampai gadis kecil ini menganggapnya sebagi orang jahat?
Apa karena ia meninggalkannya tengah malam dan jutsru pergi bersenang-senang sendirian?
Apa karena ia hanya memberinya mie instan untuk makan malam dan bukan makanan yang mahal?
Apa karena ia hanya ‘Bibi Chiharu’?
“Aku--Aku sama sekali tidak peduli!!! Aku tidak tahu dan tidak paham maksud dari perkataan dan sikapmu yang sangat buruk ini padaku! Tapi, ini rumahku!! Bukan kau bos-nya!! Kenapa kau seenaknya berkata buruk tentang aku di rumahku sendiri!!? Kau ingin kembali pada ayahmu!!? Kembali saja!! Silahkan! Aku tidak akan menghentikan ataupun menghalangimu!! Sana!!! PERGI DAN KEMBALILAH PADA PAPA-MU YANG MENYEBALKAN ITU!!!!
“............................”
Tepat ketika Chiharu mengatakan hal itu, hujan turun dengan cukup deras.
Ia mengalihkan pandangannya keluar jendela dan bisa melihat rintik-rintik hujan yang turun.
Chiharu kembali mengalihkan pandangannya ke arah Mihashi, kemudian menghela nafas panjang.
“Sudahlah, tidur saja. Selamat malam.”
Dengan nada dingin, Chiharu menutup pintu kamar tersebut dan tidak membukanya lagi sampai pagi tiba.

“................................”
Chiharu duduk termenung sambil menopang dagunya.
Pandangannya tertuju ke arah jendela, di mana pemandangan di luar rumahnya terlihat.
Sepertinya hujan sudah berhenti.
Chiharu menoleh turun dan menatap secangkir kopi panas yang kini ada di atas meja.
Perlahan ia menatap ke dalamnya.
Bayangan dirinya terpantul.
“..............Aku ini...........Benar-benar orang dewasa yang sangat buruk...”
 Katanya pelan.
Ia mengaduk kopi itu dengan pelan.
“Tak peduli seberapa banyak aku tidak menyukainya dan tidak menginginkan kehadirannya di hidupku...Tidak seharusnya aku berteriak seperti itu ke arahnya dan menunjukkan wajahku yang sedang marah. Ahh...Aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa...Mungkin setelah ia bangun ia akan meloncat ke arahku kemudian mencakar wajahku dan menarik rambutku, lalu berlari keluar dan kembali pada papa-nya...Haaaaaah...........”
Chiharu mengaduk kopi itu beberapa saat sambil memandang ke dalamnya.
Tapi, meskipun ia sudah terlanjur membuat kopi itu, tak terlihat sedikitpun keinginan untuk meminumnya di wajah Chiharu yang terlihat sedikit lesu itu.
Ia menjatuhkan sendoknya ke meja kemudian meletakkan kepalanya di atas meja dengan sedikit keras.
 “Apa itu...? Kenapa tiba-tiba ia berubah seperti itu...? Ada apa dengan anak itu sebenarnya...?”
 Chiharu berkata pelan.
Perasaan bingung menyelimuti dirinya.
“Ketika datang kemari, dia terlihat agak pendiam dan juga anak yang baik. Ia juga penurut. Tapi...”

“Aku benci bibi Chiharu!!! Aku benci!!!!!”
“Kau sudah merebutku dari papa!!! Kau membawaku lari!! Kau menculikku!!!! Kembalikan aku kepada papa!!!!! KEMBALIKAN!!!!!!!
“Aku  ingin pulang!! Aku ingin pulang!!! AKU INGIN PULAAAAAANG!!!!!

“Apa yang membuatnya berpikiran seperti itu...?”
Ya.
Kenapa tiba-tiba Mihashi berubah dan mengatakan semua hal itu?
Kapan Chiharu menculiknya dari ayahnya sendiri?
Bukannya ayahnya sendiri yang sudah meninggalkannya?
Apa dia tidak ingat bagian ketika ayahnya berkata bahwa ia harus pergi dan meninggalkannya kepada Bibi Chiharu?
Apa dia tidak menyadarinya?
“Ada apa dengan anak itu sebenarnya--!?”
Chiharu tertegun ketika ia melihat Mihashi berjalan perlahan ke arahnya.
Sambil terus menatap gadis itu, Chiharu mengangkat kepalanya.
Mihashi mengusap matanya perlahan dan duduk di samping Chiharu.
Dengan wajah yang masih terlihat mengantuk, Mihashi menatap Chiharu.
“Hm...”
“[A--Apa yang akan dia katakan!!?].”

“Bibi Chiharu jahat!! Penculik!!! Bau!!!!!”

“[Ugh...Aku tidak tahan lagi...].” Batin Chiharu sambil kembali meletakkan kepalanya ke atas meja dengan lemas.
“Selamat pagi, Bibi Chiharu.”
Eh...?
Tunggu...
Dia tidak salah dengar’kan...
Chiharu mengangkat kepalanya sedikit kemudian menoleh ke arah Mihashi.
Gadis itu sedang tersenyum manis sambil memperhatikannya.
Mungkin di mata Mihashi, Chiharu seperti seorang wanita pengangguran yang suka bermalas-malasan...
Yah, meskipun kenyatannya memang seperti itu...
Dan Chiharu tidak punya niat untuk membantahnya.
“Kau...Bisa tolong ulangi lagi apa yang kau katakan barusan?”
Mendengar itu, Mihashi sedikit tertegun seolah akan berkata sesuatu seperti ‘Eh, kenapa begitu??’ tapi ia hanya diam sambil terus melihat ke arah Chiharu.
Ia kemudian tersenyum.
“Selamat pagi, Bibi Chiharu.”
................
Normal...........
Ia terlihat normal pagi ini...
Apa yang kemarin itu hanya karena ia masih belum terbiasa tanpa ayahnya di sini?
Tapi ia terlihat benar-benar normal...
Rasanya ‘Mihashi’ yang kemarin berteriak dan berkata buruk tentang dirinya itu sepeti mimpi, yang perlahan-lahan menghilang dan memudar berganti dengan ‘Mihashi’ yang manis.
“................Kau baik-baik saja?”
“Eh, aku baik-baik saja, kok. Aku tidur nyenyak. He he he.”
“Benarkah?”
Chiharu memastikan.
Apa dia tidak ingat dengan kejadian semalam...?
“Hanya saja, aku tidak tahu kenapa. Tapi saat bangun tadi, aku bisa merasakan mataku yang basah. Apa aku habis menangis, ya? Aku sama sekali tidak mengerti. Apa Bibi Chiharu tahu sesuatu...?”
“.................”
Dia tidak ingat...?
Tunggu...
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Mihashi...?!
“Y--Yah, tidak ada apa-apa. Aku hanya berkata bahwa aku menyayangimu dan kau terharu lalu menangis...Itu saja...”
Jawabnya berbohong.
“Oh...Begitu, ya? Bibi sangat menyanyangiku?” Kali ini, Mihashi bertanya dengan senyuman yang sangat manis yang mampu membuat hati siapa saja luluh.
“............Y--Ya....Aku sayang padamu, Mihashi-chan...[Tidak mungkin aku sayang padamu!!!].”
“................Kau bibi yang sangat baik! Aku juga sayang padamu.”
 Balasnya.
Chiharu terdiam tapi kemudian tersenyum kecil.
“Baiklah, aku akan menyiapkan sarapan untukmu. Aku...Ada beberapa bahan makanan baru. Kemarilah dan coba lihat, mungkin ada yang kau suka...”
 Ajak Chiharu sambil berdiri.
“Aku boleh memilih mau sarapan apa?”
Tanyanya girang.
“Hanya untuk kali ini.”
“Asyiik!!!”
 Mihashi pun langsung berlari menuju ke kulkas.
Ia membuka kulkas itu dengan penuh susah payah karena tubuhnya yang masih pendek dan harus berjinjit untuk menggapai pintunya.
Gadis kecil berambut coklat pendek itu melihat-lihat isi kulkas untuk beberapa saat.
Tapi sepertinya, tak ada satupun yang menarik perhatiannya sehingga ia kembali menutup kulkas itu dengan wajah cemberut.
Ketika ia tak sengaja melihat sebungkus mie instan, wajahnya langsung berubah cerah.
“Bibi, aku mau ini!”
“Ini? Tapi bukannya kemarin malam kau sudah makan ini? Kau tidak ingin makan yang lain?”
“Tidak. Soalnya, papa suka makanan ini.”
“[Papa...?]........Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu. Kau duduk di sana dulu, ya.”
“Oke.”
Sementara Chiharu membuatkan sarapan untuk mereka berdua, Mihashi sibuk mempersiapkan buku-buku pelajarannya untuk sekolah nanti.
“Bibi.”
“Ya?”
“Papa ada di mana?”

DEG!!!

“......................”
Apa?
“Mihashi-chan...Apa kau sadar apa yang sudah kau katakan...?”
 Tanya Chiharu.
“Tentu saja. Dari tadi aku tidak melihat papa di sini. Di mana papa? Apa dia tidak ikut sarapan dengan kita? Bukannya dia harus mengantarku ke seko--lah--Bibi? Ada apa?”
Tiba-tiba saja, Chiharu langsung berjalan ke arah Mihashi dan memegang tangan kanannya.
“Mihashi-chan, coba kau ingat sekali lagi. Apa yang terjadi kemarin? Kau ingat kenapa kau bisa berada di rumahku sekarang?”
Mihashi terdiam.
Matanya yang berwarna biru menatap lekat ke arah mata Chiharu yang berwarna kecoklatan.
Ia mengagguk perlahan.
“Tentu saja aku ingat. Papa bilang, mulai sekarang aku akan tinggal bersama Bibi Chiharu, kemudian papa bilang bahwa ia harus pergi dan mengucapkan selamat tinggal padaku.”
Mendengar itu, Chiharu menghela nafas singkat.
Mihashi sadar dengan apa yang terjadi.
Tapi--
“Tapi, papa akan kembali kemari dan tinggal bersama kita’kan?”
“Apa?”
Chiharu tertegun.
“Kemarin papa sibuk bekerja karena itu ia harus pergi. Tapi, sekarang’kan sudah pagi. Papa juga harus mengantarku ke sekolah, jadi aku yakin papa ada di sini sekarang!”
Apa yang dia katakan?
Papanya tidak ada di sini dan tidak akan kembali lagi!
“Mihashi-chan...”
“Ya?”
“Papa-mu...Dia tidak ada di sini.”
“Eh...” Mendengar perkataan Chiharu, Mihashi terdiam.
“Papa...”
“?”
“Papa...!”
“!?”
PAPA!!!!!!
Tanpa sebab dan alasan yang jelas, Mihashi berteriak keras kemudian segera berdiri dan berlari meninggalkan ruangan itu.
Chiharu dengan cepat segera mengikutinya dan melihat Mihashi berusaha membuka pintu untuk keluar dari rumahnya.
“Mihashi-chan!! Apa yang kau lakukan!?”
“Aku tidak mau di sini!! Aku mau kembali pada papa!!!! PAPA!!!!!
Mihashi berteriak dengan sekuat tenaga dan menangis dengan kencang.
Chiharu berusaha menarik tangannya dan mencegahnya untuk berlari keluar tanpa arah dan juga tujuan.
“Mihashi-chan!! Jangan! Nanti kau bisa tersesat! Kau ingat apa yang dikatakan oleh ayahmu? Jangan pergi ke tengah jalan sendirian tanpa pengawasan Bibi Chiharu!!”
Mau bagaimanapun, Mihashi tidak mungkin kembali pada ayahnya karena jarak rumah Chiharu dan Chiaki yang sangat jauh.
Apalagi rumah Chiaki terletak di luar kota yang tidak mungkin bisa dicapai oleh anak berusia 7 tahun seperti Mihashi.
Meskipun begitu, tak peduli seberapa keras Chiharu mengingatkannya untuk tidak pergi, Mihashi tetap saja meronta dan meronta agar Chiharu melepaskan tangannya dan membiarkannya pulang pada Chiaki.
“Lepaskan aku!! Lepaskan aku!!! Aku ingin pulang! Aku ingin bertemu dengan papa!! Aku tidak ingin berada di sini!!!!!!”
“Diam!!! Papa-mu sudah menitipkanmu padaku! Kau bilang ingin jadi anak yang baik!? Kau bilang akan selalu mendengar apa yang dikatakan oleh ayahmu!! Kau tidak boleh pergi sendirian tanpa pengawasan dariku!!”
 Bentak Chiharu keras yang akhirnya membuat Mihashi terdiam di tempatnya dan menundukkan kepalanya.
Chiharu yang merasa bahwa ia sudah terlalu keras pada Mihashi, melepas tangan gadis itu.
Perlahan, Chiharu berkata dengan suara pelan.
“Mihashi-chan, tolong dengarkan aku. Ayahmu bilang kau tidak boleh pergi tanpa aku. Kuharap kau bisa mengerti itu dan--“
“Kalau begitu!!”
“!?”
Chiharu tertegun ketika Mihashi tiba-tiba berkata dengan suara keras.
“Antarkan aku kembali pada papa!!!”
“Apa katamu!? Itu tidak mungkin!!”
“Kenapa tidak mungkin!? Bibi sengaja menjauhkan aku dari papa!!?”
 Tuduh Mihashi.
Perlahan-lahan, kejadian yang persis seperti tadi malam kembali terulang.
Chiharu terdiam.
Pikirannya kacau.
Ada apa dengan anak ini...?
“Papamu...Dia sendiri yang telah meninggalkanmu!!!”
Seperti dugaan Chiharu, Mihashi langsung terkejut.
Bola matanya melebar seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Chiharu.
“J--Jangan bohong!! Mana mungkin papa meninggalkan Mihashi sendiri di sini!!! Itu tidak mungkin!! Kau bohong!! Kau bohong!!!!!
“Aku tidak bohong!!! Aku tidak pernah berbohong padamu!! Itu benar!! Itu adalah kenyataannya!! Ayahmu sendiri yang sudah membuangmu! Apa kau tidak ingat kemarin saat ia memberikanmu padaku!!? “
“Aku...”
“.................”
“Aku ingin bertemu dengan papa...”
Mihashi berkata dengan suara pelan dan lemah seolah akan menangis.
Dan benar saja, sedetik kemudian air mata itu langsung menetes dan membasahi wajah manis gadis itu.
“Aku...Aku...Hiks...Aku ingin bertemu dengan papa...Hiks...Hiks...Papa...Aku ingin bertemu...”
“.....................”
Sambil berdiri di dekat Mihashi, Chiharu hanya mampu menatapnya yang terus mengatakan bahwa ia sangat ingin bertemu dengan papanya sambil berusaha mengusap air matanya.
“Anak ini...”
***-***
Hari itu berlangsung dengan panjang, baik untuk Chiharu maupun bagi Mihashi.
Setelah kejadian itu, Mihashi masuk dan duduk di pojokan kamarnya sambil memeluk lututnya.
Di sana ia berulang kali memanggil-manggil Chiaki dan berkata bahwa ia ingin kembali dan pulang bersamanya.
Tiap kali Chiharu berusaha mendekatinya, ia selalu berkata ‘Aku benci Bibi Chiharu!!’, ‘Bibi Chiharu jahat!!’, ‘Kau ingin memisahkan aku dari papa’kan!!?’.
Meski tak satupun perkataan dari anak itu yang masuk akal dan benar kenyataannya, Chiharu tidak bisa berhenti memikirkan semua itu.
Hari itu Mihashi tidak berangkat ke sekolah dan terus mengurung dirinya di dalam kamar sambil menangis sendirian.
Chiharu hanya memperhatikannya dari luar, tanpa ada maksud untuk mendekatinya lagi.
Hal yang sama beberapa kali terulang.
Seperti pada saat makan siang, Chiharu yang tidak bisa membiarkan anak itu tidak makan seharian, mengingat dia juga tidak menyantap sarapannya, masuk ke dalam kamarnya.
“........[Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini. Aku tidak mau anak aneh itu berteriak dengan keras lagi ke arahku dan menyalahkanku atas kesalahan yang tidak pernah aku buat. Tapi...Mau bagaimanapun juga, kalau ia sampai kelaparan dan mati, aku juga yang akan repot...Apa boleh buat].”
Ia berdiri di depan pintu.
Ketika tangannya ingin membuka pintu tersebut, timbul keraguan di hatinya.
Apa anak itu menginginkan kehadirannya?
“Hm!! Bukan saatnya untuk berdiri diam di sini. Ada anak yang harus aku beri makan!”
Dengan yakin, Chiharu membuka pintu itu kemudian berteriak,
“Aku tidak peduli kau mau membenciku sebanyak apa! Tapi aku tidak bisa membiarkanmu mati kelaparan dan--Eh...?”
“Hmm...? Ah, Bibi Chiharu! Ada apa? Apa sudah waktunya makan siang?”
Di sana, Mihashi terduduk di atas tempat tidur sambil memankan kartu-katu yang tergeletak di lantai.
Senyuman mengembang di wajahnya ketika ia melihat Chiharu.
“.......................”
“Ah, maaf berantakan. Karena aku bosan dan tidak ada mainan yang bisa aku mainkan di sini, aku mencari sesuatu. Lalu aku menemukan kartu-kartu ini di atas meja...Ti--Tidak apa’kan kalau aku memainkannya...Bibi...Tidak marah kepadaku’kan...?”
Tanyanya dengan ekspresi wajah polos.
“...........Y--Ya...Silahkan saja...[Ada apa ini...?].”
Perlahan, tubuhnya bergetar.
“Oh ya, apa makan siangnya sudah siap, Bi??”
“Y--Ya, sudah siap...[Apa yang terjadi  di sini!!!?].”
Perasaan yang aneh menyelimuti dirinya.
“Waah, bagus kalau begitu. Aku sudah sangat lapar sekali!!” Mihashi berkata dengan nada girang seperti anak kecil yang mendapat permen.
Ia bangkit berdiri.
Tak lupa ia merapikan kartu-kartu yang berserakan di lantai itu dan mengembalikannya kembali ke atas meja.
Kemudian ia menggandeng tangan Chiharu.
Chiharu tertegun dan menurunkan pandangannya ke arah Mihashi.
Mihashi juga balas menatapnya, kemudian tersenyum lebar.
“Ayo, kita makan sama-sama, Bi!!”
Dan Chiharu hanya menanggapinya dengan senyuman kecil.
Masalah kembali muncul pada saat, Mihashi berkata ‘Ah, sekarang papa pasti sedang makan siang di kantor. Aku sudah tidak sabar saat ia pulang ke rumah dan membawakan hadiah untukku. He he he, Mihashi senang~~’.
Kejadian berikutnya tak jauh berbeda lagi.
Dan berikutnya, terus seperti ini.
Seperti sebuah film yang terus berulang.

“.....................”
Ini sudah hampir seminggu sejak kepindahan Mihashi kemari.
Namun, seolah waktu seminggu itu adalah ‘satu hari ‘yang sama, hanya saja terus berulang dan tidak pernah berakhir.
Hari sudah menjelang siang dan Chiharu duduk di teras rumahnya sambil menatap ke langit.
Cahaya matahari itu sama sekali tidak mengurangi udara yang dingin.
Chiharu menghela nafas, kemudian mengalihkan pandangannya ke bawah.
Ia melihat ke arah telepon genggamnya.
Wajahnya terlihat tidak sabaran menunggu sesuatu.
Beberapa saat kemudian ia memejamkan mata lalu melihat sedikit ke dalam rumahnya.
Pandangannya tertuju ke arah kamar Mihashi.
Namun, gadis itu sedang tidak ada di sana sekarang.
Mihashi sedang sekolah hari ini, jadi ia bisa tenang menghadapi hari ini.
Selama seminggu ini, tidak setiap hari Mihashi sekolah.
Peristiwa seperti kemarin dan kemarinnya lagi, terus saja berulang sehingga tidak memungkinkan bagi Mihashi untuk ke sekolah dengan kondisi seperti itu.
Tiap hari, ia selalu saja membicarakan Chiaki, bahwa ia akan datang dan pulang ke rumah Chiharu.
Dan Chiharu selalu memberitahu Mihashi bahwa Chiaki tidak akan kembali.
Tiap kali berkata seperti itu, kebencian gadis itu terhadapnya seolah meningkat berkali-laki lipat.
Ia selalu memaksa untuk pulang dan juga pergi dari rumah.
Meskipun tidak sepenuhnya menginginkan kehadirannya di sini, ia tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja dan terjadi hal buruk padanya.
Hal yang sama terjadi ketika Mihashi melihat barang-barang yang berhubungan dengan Chiaki.
Begitu ia kembali mengingat ayahnya itu, Mihashi akan langsung histeris dan berteriak memanggil-manggil Chiaki seperti orang tidak waras.
Setelah beberapa saat mengurung dirinya dan menangis, tiba-tiba Mihashi akan bersikap biasa seolah tidak ada apapun yang terjadi.
Ia akan menjadi ‘normal’ sesaat sampai akhirnya kembali membicarakan ayahnya dan kembali histeris.
Kejadian itu terus terjadi berulang-ulang seperti sebuah siklus yang tidak ada ujungnya.
Sudah seminggu ini Chiharu tidak bisa tidur dengan nyenyak karena tangisan Mihashi atau harus menjaganya dari tiba-tiba kabur atau pergi dari rumah.
Terlihat dari lingkaran hitam di bawah matanya dan wajahnya yang tidak kelihatan bersemangat.
Bahkan tidak terpikirkan untuk membelanjakan uangnya itu hari ini.
Chiharu juga sudah beberapa kali ia ingin menelepon Chiaki, namun ia selalu saja sibuk dan tidak bisa menanggapinya.
Ia ingin agar Chiaki membawa Mihashi pulang, supaya kehidupannya yang damai kembali.
Ia benci anak itu!
Ia benci!!
Kalau bisa, ia ingin membiarkan Mihashi pulang ke rumah Chiaki sendirian.
Biar saja ia tersesat, asalkan gadis itu tidak berteriak-teriak dan membuat kegaduhan di rumah dengan sikapnya yang aneh dan tidak menentu.
.............
Ya.
Itu semua akan ia lakukan seandainya ‘ia bisa’ melakukannya.
Ia tidak menyayangi Mihashi.
Tapi ia juga tidak tahu kenapa ia tidak  bisa berhenti peduli.
“kono te wo nigirishimete
kimi ni shika dasenai chikara ga
yume wo genjitsu ni kaete yuku kara
tsuyoi shisen no kanata
mayoi nai futari no sugata ga mieru
dakara susumu no  sara naru toki e”
“Ah.”
Chiharu tertegun ketika suara ringtone HP yang ia genggam dari tadi berbunyi.
Dengan cepat ia segera mengangkat telepon tersebut.
Halo...? Ini Chiharu...?
Suara yang tidak asing terdengar.
“Ya, ini aku adikmu!! HEY!! Apa yang kau pikirkan membuatku menunggu selama berjam-jam hanya untuk bisa menelepon dirimu!!! Sekretaris mu bilang kau akan meneleponku dalam waktu 15 menit lagi. Tapi, apa!!! Buktinya aku harus menunggu selama 3 setengah jam!! Kau dengar itu!!!! 3 SETENGAH JAM!!!!!!!
Teriaknya kesal.
Ya...Aku tahu itu. Maaf, ya? Aku membuatmu menunggu. Tapi kau tahu’kan? Aku orang yang sangat sibuk jadi--
“Aku meneleponmu bukan untuk mendengar permintaan maafmu!!”
Ia berteriak keras sekali lagi meskipun suara Chiaki terdengar lemah.
“.................Baik. Apa yang kau inginkan? Apa uang yang kuberikan padamu sudah habis?
“Ukh...Kau pikir aku meneleponmu hanya demi uang?”
Tapi kau suka uang’kan?”
“........................”
Kali ini, Chiharu tidak bisa berkata apapun.
Ia memang sangat menyukai uang.
Tapi masalah kali ini, jauh lebih berat lagi dari pada itu.
“Iya,iya, aku paham. Aku memang suka uang. ..........Baik, baik. Aku ingin kau memberiku uang lagi.”
Sudah kuduga. Akan segera kusiapkan--
“Tapi itu nanti saja. Sekarang ada hal yang jauh lebih penting yang ingin aku bicarakan padamu.”
Nada bicaranya berubah jadi lebih serius.
Tentang apa? Kau terdengar serius sekali--
“Ini tentang ‘gadis’ itu.”
“.....................”
Tidak ada jawaban.
“Hey, Chiaki. Kau dengar aku--“
Ya. Ayo, kita bertemu.
“......................”
Dengan jawaban singkat dari Chiaki, Chiharu menutup telepon genggamnya.
Ia menatap ke atas langit dan melihat bahwa matahari sudah mulai tertutup awan.
Awan berwarna abu-abu sudah mulai menyelimuti langit.
Chiharu menghela nafas kemudian bangkit berdiri.
“Huhhh...Kurasa lebih baik aku membawa payung...”
***-***

A/N : Hai minna XDD

Mihashi chapter 3

Sankyuu buat yang udah baca XDD

Next Chapter :



Author,
 Fujiwara Hatsune