Selasa, 30 Desember 2014

Story : How To Make A Friend Chapter 6



Story : How To Make A Friend Chapter 6


 *Read :
               Prologue

             Chapter 1

              Chapter 2

            Chapter 3

            Chapter 4

            Chapter 5

           Chapter 7

           Chapter 8 

            Epilogue

          
Chapter 6 Empat Orang
“[Tidak mungkin!! Kenapa dia ada di sini!!? Bagaimana dia bisa--].“
Ia terlihat sangat terkejut, dan jika ia sedang memakan sandwich, sandwich itu pasti sudah terjatuh dari mulutnya.
Ketika semuanya sibuk bertanya ‘Siapa gadis itu’, Riya sudah tahu jawabannya.
Jawaban yang sangat tidak masuk akal.
“[Bohong!! Ini bohong!! Ini mustahil--Dia--Dia!!!].”
Gadis itu, dengan rambut coklat panjang sepunggung, tersenyum sambil menghadap ke arah semua murid, kemudian dengan suaranya yang lembut, menyebut namanya--
“Perkenalkan semua. Namaku, Kawada Emi dan mulai hari ini aku akan berada di satu kelas yang sama dengan kalian. Mohon bantuannya.”

“[Di sini ada sebuah rumor yang tersebar].”

“[Kawada Emi!! Tidak salah lagi! I--Itu memang dia!!!].”
“?”
Tiba-tiba, Emi melihat ke arah Riya, yang sedang menatapnya dengan ekspresi wajah takut dan juga bingung.
Seketika itu juga, Emi langsung tersenyum, kemudian berjalan mendekati Riya.
“Eh...? Eh...??”
Riya yang masih tidak mengerti dengan situasi ini dan masih bertanya-tanya apakah ini mimpi atau kenyataan, hanya bisa terdiam di tempatnya.
Emi lalu menggenggam tangan Riya dan--
“Riya-chan, aku senang bisa bertemu denganmu lagi...”
...................
........................................
...........................................................
“................Apa?”


[Tentang ‘Sebuah buku yang bisa mengabulkan semua permintaanmu’].”

“Waaa...Waa...Ada apa, ya?”
“Apa murid baru itu mengenal Miyashita?”
Seisi kelas langsung heboh membicarakan apa hubungan Riya dengan murid baru bernama Kawada Emi itu.
Sementara itu, Riya masih menatap Emi dengan wajah bingung.
“Eh...Ada apa, ya? Kenapa kau berkata seperti itu?”
Tanya Riya.
Mendengar itu, wajah Emi langsung menunjukkan rasa kecewa.
“Masa kau melupakanku, Riya-chan? Aku sadar kalau kita sudah lama tidak bertemu. Tapi, masa kau melupakan sahabat masa kecilmu sendiri?”
“[Sahabat masa kecil dari mana!!!?] A--Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang kau bicarakan, Kawada-san...”
“Jangan panggil aku ‘Kawada-san’, panggil aku ‘Emi-chan’ seperti biasanya kau memanggilku dulu.”
Sambil berkata seperti itu, Emi tersenyum ke arah Riya.
Melihat senyuman itu, Riya langsung tertegun.
Rasanya, ia merasakan sesuatu yang hangat bersinar di dalam dirinya.
Sudah lama ia ingin seseorang tersenyum kepadanya seperti itu.
“[Oh...Jadi ini...].”
Perlahan, ia mulai mengerti situasi yang sedang dialaminya, dan tersenyum.

“.....Entah kenapa, sekarang ini aku berharap ada satu orang lagi di dalam kelompok kita.”

Ia selalu menginginkan seorang sahabat.
Seorang sahabat untuk melengkapi ‘Kelompok 3 orang’nya.
Dan sekarang--
“[Permohonanku benar-benar terkabul! Ternyata buku itu memang nyata!! Akhirnya--].”
Ia lalu balas tersenyum ke arah Emi dan berkata,
“Tentu saja, mana mungkin aku melupakanmu, Emi-chan!”
“[Ada satu orang lagi diantara kita!!!].”
Sementara itu dari kejauhan, tanpa Riya sadari, Haruko terus memperhatikan ke arahnya dan Emi dengan tatapan tidak percaya.
“........Riya...”

Siang harinya, tepat pukul 12.00, istirahatpun tiba.
Semua murid langsung mengajak sahabat mereka ke kantin, atau hanya sekedar bermain keluar.
Namun, juga ada murid-murid yang memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat di dalam kelas.
“Eh, Eh, Kawada-san!”
“Ya?”
Ketika ada murid yang memanggilnya, Emi langsung menjawabnya dengan ramah.
Tidak heran kalau di hari pertamanya ini, sudah ada banyak sekali orang yang suka pada kepribadian Emi yang ramah dan kelihatannya baik.
Karena itu, ia sudah mendapat banyak sekali teman di hari pertamanya.
“Kau pindahan dari mana?”
Tanya salah seorang murid perempuan berambut coklat pada Emi.
“Aku pindahan dari New York.”
Jawab Emi yang langsung membuat beberapa murid di dekatnya terkesan.
“Kau dari New York? Wah! Pasti menyenangkan!”
Kata salah seorang murid laki-laki berambut hitam itu girang.
“Ha ha, tapi di Jepang jauh lebih enak.”
Balas Emi sambil sedikit tertawa.
Sementara beberapa murid-murid lain masih melontarkan berbagai pertanyaan kepada Emi, Riya hanya duduk sambil menopang dagu, di tempat duduknya yang biasa.
“[Wah, dia populer sekali...].”
Batin Riya.
Tiba-tiba saja, muncul suatu perasaan khawatir di benak Riya.
“............[Bagaimana kalau dia justru berteman dengan orang lain dan meninggalkan aku?...].”
Bahkan di hari pertamanya, semua murid sudah sibuk membicarakan Emi.
Pasti banyak yang ingin menjadi sahabatnya.
Dan bukan hal yang aneh kalau tiba-tiba saja Emi justru berbalik melupakannya dan lebih memilih dengan sahabat barunya.
Kalau seperti itu--
“[Berarti permohonanku itu sama saja tidak terkabul...Apa...Apa Emi tidak akan menjadi sahabat orang lain dan hanya akan memilihku untuk menjadi sahabatnya, ya...? Duh...Kenapa aku jadi khawatir seperti ini...?].”
Dan ketika Riya berpikiran seperti itu, Haruko masih terus memperhatikannya hingga Runa menegurnya.
“Haruko.”
Haruko yang kaget, langsung berbalik ke arah Runa di belakangnya.
“Runa? Ada apa? Mau ke kantin?”
Tanya Haruko.
“Tadinya sih aku mau mengajakmu. Tapi...”
Runa menghentikan ucapannya dan membuat Haruko kebingungan.
“Tapi apa?”
Runa lalu menghela nafas pelan.
“Tapi kamu sepertinya sibuk memperhatikan Riya dan Kawada-san dari tadi. Apa yang kau pikirkan?”
Mendengar pertanyaan Runa, Haruko langsung memalingkan wajah.
“Tidak ada apa-apa.”
Jawabnya singkat.
“Apa kau yakin?”
Runa berkata sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
“Aku yakin.”
Jawab Haruko lagi.
“Kau lupa kalau aku ini sahabatmu? Sebagai sahabat, kita tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari sahabat kita yang lain’kan? Jadi, cepat katakan padaku, apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan?”
Runa kembali bertanya, kali ini dengan nada yang terdengar agak memaksa.
Mungkin sangat memaksa.
“.............Tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari sahabat kita...?”
Haruko berkata dengan suara pelan pada dirinya sendiri dan sepertinya, Runa tidak mendengar perkataannya barusan.
Ia lalu kembali menoleh ke arah Riya, yang masih sibuk memperhatikan Emi dan murid-murid lain.
“..........Entahlah, Runa...Aku merasa ada yang ganjil dengan kedatangan Kawada-san kemari.”
Kata Haruko dengan nada agak curiga.
“Ha? Maksudmu?”
Runa bertanya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Tapi, Haruko menggeleng pelan kemudian tersenyum ke arah Runa.
“Ah, tidak. Mungkin itu hanya perasaanku saja. Bagaimana? Mau ke kantin?”
Ajak Haruko sambil bangkit berdiri dari kursinya.
“Memang itu tujuan awalku.”
Balas Runa.
Mereka berduapun berjalan menuju keluar kelas sambil berbincang, dan perbincangan merekapun terhenti ketika Haruko melewati meja Riya.
Riya masih saja terus memperhatikan Emi sejak tadi.
Padahal sepertinya, Emi tidak melihat ke arahnya dan jutsru sibuk menjawab berbagai pertanyaan tidak penting yang ditanyakan oleh teman-teman sekelasnya.
“..............”
Haruko berpikir sejenak.

“Kalau begitu, lain kali kami pasti akan meluangkan waktu lebih untukmu. Aku janji.”

Ia sudah mengatakan hal itu.
Dan sepertinya, Riya juga sedang tidak melakukan sesuatu yang berarti. Mungkin sekarang saat yang tepat untuk mengganti waktu yang telah mereka lewatkan selama ini.
Runa yang berdiri di belakang Haruko, memasang ekspresi bingung dengan Haruko yang tiba-tiba berhenti berjalan kemudian terus terdiam sejak tadi.
Ia lalu meletakan tangannya di pundak gadis berambut hitam itu lalu--
“Haruko, kau kenapa--“
“Riya.”
“..........................”
Runa langsung tertegun, begitu Haruko berjalan meninggalkannya dan justru bergerak ke arah Riya.
Ia kembali menarik tangannya.
Aneh...
Ia merasa sangat aneh ketika melihat Haruko tiba-tiba meninggalkannya seperti itu dan justru mendekati Riya.
‘Apa yang Haruko pikirkan? Kenapa ia meninggalkanku seperti itu?’.
Saat ini, kira-kira seperti itulah pikiran yang menyelimuti diri Runa.
Sayangnya, ia tidak mungkin mengatakan hal seperti itu pada Haruko, karena justru akan menimbulkan kesan kalau ia sebenarnya tidak menyukai Riya.
Akhirnya, ia memutuskan untuk diam dan mengikuti di belakang Haruko.
“Kawada-san, apa kau mengecat rambutmu?”
Di sisi lain, murid-murid itu sepertinya masih belum lelah melontarkan berbagai pertanyaan pada Emi.
Dan Emi selalu menanggapi tiap pertanyaan itu dengan senyuman hangat.
“He he, tidak. Rambutku memang seperti ini sejak awal.”
“Kawada-san, kalau aku boleh tahu, kenapa kau pindah kemari?”
Emi sedikit tertegun ketika mendengar pertanyaan itu, kemudian--
“Eh, itu karena aku--“
“Riya, ke kantin, yuk!”
“.............?”
Begitu mendengar nama ‘Riya’ disebut, spontan, Emi langsung mengalihkan pandangannya ke arah Haruko dan Runa yang sekarang sedang berdiri di dekat meja Riya.
“..............................”
“Kawada-san?”
Panggil murid tersebut.
 “..........................................”
Tapi, Emi tidak menanggapinya.
“Ke kantin?”
Riya, yang masih agak kaget dengan kehadiran Runa dan juga Haruko di sampingnya, berkata sambil memastikan apa yang ia dengar barusan itu benar.
Haruko tersenyum.
“Iya, ayo, kita ke kantin bersama.”
“............[Tunggu...? Ada apa ini? Biasanya mereka selalu ke kantin berdua dan sering sekali tidak mengajakku...Tapi--Kenapa sekarang mereka malah...Ah, jangan-jangan, mereka mulai mengakui keberadaanku di dekat mereka...].”
Pikir Riya sambil terus melihat ke arah Haruko dan Runa.
Sebenarnya ia merasa agak bingung dengan sikap Haruko yang tiba-tiba itu, tapi, ia tidak bisa menghentikan dirinya untuk merasa senang.
Akhirnya, Haruko dan Runa mulai mengakuinya sebagai teman.
Bukannya itu yang selalu ia inginkan sejak dulu?
Dan Riyapun menanggapinya dengan sebuah anggukan.
“Ya, tentu saja aku ma--“
“Permisi.”
“Eh?”
Haruko, Runa dan Riya sama-sama tertegun begitu melihat sosok Emi sudah ada di dekat mereka.
Sejak kapan dia ada di sana?
“Ah, Emi-chan. Ada apa? apa kau perlu sesuatu?”
Riya bertanya sambil tersenyum ke arah Emi.
“Tidak, kok. Hanya saja...”
Emi mengalihkan pandangannya ke arah Haruko dan Runa.
“Kalian berdua ini...Apa kalian sahabat Riya-chan?”
Tanyanya sambil memperhatikan mereka berdua dari atas sampai bawah seperti orang yang sedang meneliti sesuatu.
Haruko agak sedikit mundur ke belakang, sementara itu Runa berkata ‘Ada apa?’, ketika melihat Haruko yang terlihat sedikit ketakutan.
Entah kenapa, tapi ia merasa aneh ketika bertatapan dengan gadis itu.
Dengan nada agak gugup, Haruko menjawab,
“Y--Ya, kami berdua adalah sahabat baik Riya.”
“Oh...”
Emi berkata singkat sambil tersenyum, membuat Haruko kembali merasa aneh.
“Kalau begitu, perkenalkan, namaku Kawada Emi. Aku adalah sahabat masa kecil Riya-chan. Dan itu berarti...Aku adalah sahabat nomor satunya.”
Kata Emi sambil menyodorkan tangannya ke arah Haruko.
“Eh...A--Aku...Aku Haruko. Takashi Haruko.”
Katanya sambil menjabat tangan Emi.
 “Takashi-san. Senang berkenalan denganmu. Ah, lalu kau?”
Berikutnya, Emi mengalihkan pandangannya ke arah Runa.
Runa langsung tersenyum dan berkata dengan riangnya pada Emi.
“Aku Hasegawa Runa! Senang bisa berkenalan denganmu, Kawada-san, he he. Aku harap, kita berempat bisa jadi teman yang baik!”
Emi terdiam sesaat ketika mendengar perkataan Runa, kemudian tersenyum.
“Ya, tentu saja. Aku sangat ingin menjadi teman kalian semua!”
Emi dan Runa saling melemparkan senyuman.
Sementara itu, Riya memandang kedua sahabat dan seorang sahabat barunya dengan tatapan bahagia.
Inilah yang ia inginkan sejak dulu.
Dan ia tidak bisa merasakan hal lain selain rasa bersyukur.
“[Akhirnya kami berempat...Mulai sekarang, aku tidak akan terjebak di dalam lingkaran tiga orang lagi!].”

“Jadi...”
Sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Runa bertanya ke arah Riya.
“Aku tidak tahu kalau kau punya sahabat masa kecil, Riya?”
“Eh...I--Itu--“
Pertanyaan Runa langsung dan sukses besar membuatnya tertegun.
Saat ini, keempat orang itu sedang berada di kantin. Kebetulan meja di kantin memang disediakan untuk 4 orang jadi, Riya, Haruko, Runa dan juga Emi bisa duduk di satu meja yang sama.
Runa duduk di samping Haruko dan Riya duduk di samping sahabat barunya, Kawada Emi.
Tidak mendapat jawaban yang dia inginkan, Runa kembali mengulang pertanyaannya.
“Ehm! Aku tidak tahu kau punya sahabat masa kecil, Riya?”
Kali ini Runa berkata dengan suara lebih keras dan membuat Riya semakin bingung.
“[Gawat! Aku harus jawab apa, ya?].”
Batin Riya kemudian melirik ke arah Emi di sampingnya.
Tidak mungkin dia akan mengatakan sesuatu seperti ‘Aku sebenarnya membuat Emi dari kertas’, atau ‘Emi sebenarnya berasal dari sebuah negeri buku ajaib yang bisa mengabulkan permohonan’.
“[Tidak, tidak, tidak!!! Itu buruk sekali! Aku bisa di sangka orang gila!!!!].”
Riya berkata dalam hati sambil menggeleng kepalanya dengan cepat.
Sepertinya memikirkan hal itu adalah ide yang buruk.
“Ada apa?”
Haruko yang melihat keanehan pada diri Riya, langsung bertanya padanya dengan tatapan heran dan Riya hanya menanggapinya dengan ‘Eh’.
“T--Tidak ada apa-apa. Yah...Aku belum sempat cerita saja pada kalian, ha ha ha.”
Kata Riya sambil tertawa dan menggaruk rambutnya.
“Begitu? Aku pikir kau sedang menyembunyikan sesuatu dari kita.”
Masih sambil menikmati makan siangnya, Runa berbicara dengan nada santai tanpa menatap ke arah Riya.
“M--Menyembunyikan sesuatu dari kalian...? Ah, tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu. Bukannya kita teman?”
Riya menjawab dengan nada gugup.
Iya, sekarang mereka adalah teman.
Dan mereka yang sekarang adalah sebuah kelompok yang ‘sempurna’.
Runa sedikit tersenyum.
Tapi, Riya tidak bisa melihat adanya rasa tulus dari senyuman itu.
“Baguslah kalau begitu. Kupikir tadi kau menyembunyikan sesuatu dari kita. Habisnya gugup sekali cara menjawabmu itu.”
“Kau itu bicara apa, Runa? Jaga bicaramu.”
Haruko langsung menyenggol Runa yang seolah mengatakan kalau ada yang Riya sembunyikan.
Meskipun memang itu kebenarannya.
“Apa? Aku hanya mengatakan yang ada di pikiranku, kok. Tidak ada yang salah dengan itu’kan?”
Runa langsung berusaha membela dirinya dan bicara dengan tatapan tidak bersalah.
“Lagipula,”
Ia melanjutkan ucapannya.
“Seorang teman tidak boleh menyembunyikan sesuatu dari temannya yang lain’kan? Jadi, aku bersyukur ketika mendengar hal itu.”
Kata Runa sambil melipat kedua tangannya.
Emi yang dari tadi terdiam, tersenyum membalas ucapan Runa.
“Iya itu benar, Hasegawa-san. Lagipula, mana mungkin Riya-chan menyembunyikan sesuatu soal ssahabat masa kecilnya. Hal seperti itu tidak perlu disembunyikan’kan?”
“Y--Ya, itu benar!”
Tambah Riya dengan cepat.
Kemudian, Emi kembali bicara.
“Kurasa... Alasan kenapa Riya-chan tidak menceritakan soal aku pada kalian, mungkin karena ia pikir kalau kita tidak akan bisa bertemu lagi...”
Ia berbicara dengan nada sedih.
“[Wah, dia kelihatan sedih...Bisa seperti itu juga, ya? Buku itu memang hebat!].”
Riya memuji buku itu di dalam hati.
 “Waktu itu aku dan Riya-chan masih sangat kecil. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, hanya berdua. Tapi meskipun begitu, aku tidak merasa kesepian karena ada Riya-chan di sisiku...”
“[Waaa...Aku tidak ingat dengan kisah itu...Tapi sangat meyakinkan kalau aku dan dia adalah sahabat masa kecil! Hebat sekali!!].”
“Hingga pada akhirnya, aku dan keluargaku harus pindah ke New York karena keluargaku ada pekerjaan di sana. Aku sangat sedih karena harus berpisah dengan Riya-chan...”
Emi berbicara dengan ekspresi yang kelihatan sangat sedih.
Riya bisa merasakan kalau sahabat barunya itu bisa menjadi aktris yang hebat!
Sementara itu, Runa dan Haruko mendengarkan kisah itu dengan seksama.
Entah kenapa, tapi Haruko terus saja memandang Emi dengan tatapan aneh.
“Tapi...”
Emi lalu menoleh ke arah Riya di sampingnya kemudian menggenggam tangannya.
“Eh?”
Riya agak terkejut.
“Aku senang...Karena sekarang aku bisa bertemu kembali dengan Riya-chan..Aku, benar-benar senang...”
Kata Emi sambil menatap Riya.
Wajah mereka sekarang sudah sangat dekat.
Mungkin hanya terpisah 5 senti saja.
“[Oke...Ini mungkin agak terlalu berlebihan...Tapi...].”
“Iya, aku juga senang bisa bertemu denganmu lagi,  Emi-chan!”
“[Aku senang sekali!!].”
Riya berkata sambil tersenyum.
“Ah...Mungkin memang bukan masalah yang terlalu besar kalau Riya tidak menceritakan soal teman masa kecilnya pada kita. Tiap orang pasti punya sesuatu hal yang mereka rasa ‘Orang lain tidak perlu untuk tahu’, atau hal semacamnya. Kalian tidak tahu, ya? Aku punya seorang paman yang di rawat di rumah sakit jiwa.”
Haruko bercerita sambil mengangkat telunjuknya.
“K--Kau apa!??”
Kali ini, Runa benar-benar terlihat kaget.
“K--Kenapa kau tidak pernah cerita?”
Riya bertanya dengan ekspresi tidak percaya.
“Iya’kan? Sudah kuduga kalau kalian akan merasa kaget seperti itu. Makanya aku tidak ingin menceritakannya pada kalian. Kuharap kalian berdua paham sekarang.”
Kata Haruko.
“Yah...Baiklah kalau seperti itu. Tapi...Menurutku keren sekali, lho, Riya bisa memiliki seorang sahabat sepertimu, Kawada-san.”
Tidak punya pilihan lain di hadapannya, Runa akhirnya memutuskan untuk menerima semuanya saja dan melontarkan pujian pada Emi.
“He he, terima kasih. Kalian juga sudah mau menjadi sahabat untuk Riya-chan selama aku tidak ada di dekatnya. Terima kasih, ya.”
Emi membalas ucapan Runa untuknya.
“Sama-sama. Meskipun kadang-kadang Riya juga bisa sangat merepotkan.”
Goda Haruko sambil melirik ke arah Riya di depannya.
“Ih! Haruko apa-apaan sih!? Hal seperti itu tidak ada tahu!”
Riya berkata dengan nada kesal sambil sedikit memajukan tubuhnya.
“Aku hanya bercanda.”
Kata Haruko sambil tertawa.
“...................”
“?”
Haruko yang tidak sengaja menoleh ke sampingnya, bertemu dengan mata Runa yang tengah memandang ke arahnya.
Tatapan itu terasa agak aneh untuk Haruko.
“Runa. Hey, kau melamun, ya?”
Kata Haruko sambil melambai-lambaikan tangan di depan wajah Runa yang langsung membuat gadis itu tersentak kaget.
“Eh, eh...Ada apa...?”
Tanya Runa bingung.
“Kau melihatku dengan wajah aneh seperti itu. Aku jadi takut.”
“Ah, maaf.”
Runa berkata sambil menundukkan kepalanya.
Haruko yang melihat itu hanya bisa tersenyum.
“Sudahlah, kau tidak perlu minta maaf, oke? Aku hanya bercanda tadi.”
Haruko berkata sambil menepuk-nepuk kepala Runa.
“I--Iya...”
Jawab Runa dengan suara pelan.
“Oh ya, kalian berdua ini sepertinya sangat dekat. Apa kalian juga teman masa kecil?”
Emi bertanya pada Haruko dan Runa.
“Ah, iy--“
“Iya, kami ini teman masa kecil, sama seperti Kawada-san dan juga Riya!”
Ketika Haruko ingin menjawab pertanyaan Emi, Runa langsung mendekat ke arahnya dan berkata dengan riangnya.
“Hee...Pantas kalian kelihatan sangat akrab...”
Emi berkata sambil menopang dagu dan tersenyum.
“Sudah pasti dong. Iya’kan Haruko?”
Runa berkata sambil memeluk Haruko.
“Iya, iya. Tapi jangan memelukku seperti itu. Aku bisa jatuh nih.”
Kata Haruko yang langsung membuat mereka berempat tertawa.
Riya memperhatikan semuanya sambil tersenyum.
Rasanya sangat menyenangkan seperti ini.
Seandainya ia menemukan buku ajaib itu lebih awal, mungkin ia bisa merasakan surga ini lebih awal.
“Ah!”
Tiba-tiba, Riya tertegun.
Di dalam kepalanya secara spontan terlintas sebuah pertanyaan.
“[Oh ya, ada yang ingin aku tanyakan pada Haruko].”
‘Kenapa ia tidak memberitahukan soal buku itu padanya’.
Mungkin ini hal yang terlambat untuk dipertanyakan.
Tapi tetap saja, rasanya aneh ketika kau jelas-jelas telah menggunakan buku itu, tapi bersikap seolah tidak tahu.
Diam-diam lalu, Riya mengalihkan pandangannya ke arah Runa.
“[Apa Runa sudah tahu kalau Haruko menggunakan buku itu...?].”
Ia tidak mengerti, tapi Riya merasa kalau Haruko telah memberitahu Runa tentang buku itu.
Tentu saja, mereka adalah sahabat baik, dan tidak mungkin Haruko tidak memberitahu Runa kalau ia telah menemukan buku itu.
Jadi, satu-satunya yang belum tahu adalah dia sendiri.
“[Kenapa dia tidak memberitahuku soal buku itu? Aku jadi penasaran...Kenapa hanya aku yang tidak diberitahu...].”
Jadi, ia memutuskan untuk bertanya pada Haruko.
Sepertinya sekarang juga tidak masalah.
“Haruko--“
Riya menghentikan ucapannya ketika melihat Haruko dan Runa asyik berbicara berdua.
Ini pertama kalinya ia ke kantin bersama mereka, karena biasanya ia hanya duduk di dalam kelas sambil memandangi langit yang kosong.
Dan di saat itu juga, ini pertama kalinya, ia langsung diacuhkan ketika akhirnya bisa duduk di satu meja yang sama dengan Haruko dan Runa.
Langsung saja, perasaan kesal kembali menumpuk di dalam dirinya.
Apa ini berarti ia masih terjebak di dalam lingkaran 3 orang?
Jawabannya hanya ada satu...
“[Uh...Lagi-lagi mereka asyik membicarakan drama yang aku sama sekali tidak menontonnya...Haah...Selalu saja seperti ini, tidak di kelas, tidak saat pulang sekolah dan bahkan saat makan siang...Hm...].”
Riya hanya bisa menghela nafas pasrah sampai akhirnya,
“Riya-chan, apa kau masih suka baca manga?”
“Eh?”
Mendengar Suara Emi yang sepertinya berbicara padanya, Riya langsung menoleh ke arahnya.
“[Dia tahu kalau aku suka baca manga?] Iya, aku suka.”
Riya menjawab dengan senyuman di wajahnya.
“Ah, ternyata Riya-chan tidak berubah! Aku senang sekali! Masih suka dengan Kagerou Days?”
Tanya Emi sedikit penasaran.
“Hoo! Aku masih suka manga itu. Itu’kan manga favoritku sejak jaman dulu kala sekali!! Sampai sekarang aku selalu mengikuti update terbaru tiap chapternya!”
Jawab Riya dengan hebohnya.
“Ha ha, aku juga selalu mengikuti update tiap chapternya. Habisnya, ceritanya menarik, karakternya juga bagus-bagus! Aku suka. Di tambah, Riya-chan yang memberitahuku soal manga itu. Makanya aku semakin suka, he he.”
Emi berkata sambil tersipu malu dan menggaruk pipinya.
“Oh...Begitu...[Aku tidak tahu kenapa...Tapi aku merasa bersemangat sekali. Ini pertama kalinya aku bisa membicarakan sesuatu yang sangat aku sukai dengan seseorang].”
“Karakter favorit Riya-chan siapa?”
Tanya Emi lagi, masih membahas manga Kagerou Days.
“Aku suka Seto! Dia keren sekali XDD!! Kyaaa!!!”
Riya berkata dengan wajah memerah.
“Waa...Seto keren juga tuh. Kalau aku suka Hibiya. Habisnya, dia shota, lucu!”
“Aha ha, aku tidak tahu kalau kamu shotacon, Emi-chan! Ha ha ha.”
Riya mengomentari ucapan Emi sambil tertawa.
Melihat Riya, Emi juga ikut tertawa.
“Ha ha, sepertinya aku sudah terkena virus yang membuatku suka dengan shota. Rasanya aku ingin memasukkan mereka ke dalam karung satu per satu kemudian menculik mereka dan membawa mereka pulang, ha ha ha.”
“Wah, sudah parah tuh! Jangan tularkan virusmu itu padaku, ya! Aku masih suka laki-laki yang setidaknya lebih tinggi dariku!!”
“Tapi Seto itu terlalu tinggi. Riya-chan’kan pendek, nanti daripada di kira pacarnya, malah dikira adiknya! Ha ha.”
“Eh, biar saja, ya! Kan enak bisa minta digendong, he he he.”
“Aha ha, oke, oke. Aku paham. Ngomong-ngomong, bagaimana hari-hari Riya-chan di sini? Aku sangat ingin mendengarnya!”
Emi berkata dengan mata yang terlihat sangat berbinar-binar, memancarkan rasa ingin tahu yang sangat besar.
“Duh, kalau aku cerita, panjangnya bisa sama seperti 22 volume Light Novel!”
“Ayo cerita~~ Aku ingin sekali dengar tentang hal-hal yang Riya-chan biasanya lakukan di sini saat aku di New York! Ayolah...”
Kata Emi kepada Riya dengan wajah memelas.
Melihat itu, entah kenapa Riya merasa ada sebuah perasaan aneh meluap-luap di dalam dirinya. Perasaan baru yang sebelumnya belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia merasa--
Benar-benar bahagia!
Seperti orang yang baru saja memenangkan undian 10 miliar yen, bahkan mungkin lebih dari itu.
Karena itu, Riya tersenyum kemudian berkata,
“Akan kuceritakan semuanya padamu! Dengar’kan baik-baik. Kalau perlu, catat semuanya!!”

Apa ini berarti ia masih terjebak di dalam lingkaran 3 orang?

“Eeh...? Catat semua? Kau itu menyuruhku, secara tidak langsung menulis buku biografimu, ya?”
Jawabannya hanya ada satu...
“Sudah, dengar’kan saja! Jadi, akan kumulai ketika aku masuk pertama kali ke SMA ini. Waktu itu--“
Tidak, karena sekarang, mereka berada di dalam ‘lingkaran 4 orang’...
“Ha ha, sepertinya menyenangkan sekali!”
“Menyenangkan apanya? Kepalaku sampai kena bola keras sekali! Huu!!”
“Ha ha ha.”
“Ah, terus, aku--........?”
Dan di saat Riya sedang asyik bercerita dengan Emi, ia merasakan ada sepasang mata yang terus melihatnya dari tadi.
Ketika ia menoleh, mencari keberadaan orang itu,
“Ah!”
 Di sana berdiri Itsuki, sambil melemparkan tatapan tajam ke arahnya.
“........ [Ada apa dengan dia...?].”
***-***
Sepulang dari sekolah, Riya, Haruko, Runa dan tentu saja, Emi, mampir ke toko buku atas usul Runa.
Sebenarnya, Haruko dan Runa sudah ada jadwal akan belajar bersama hari ini. Tapi, mungkin ide yang bagus kalau sekalian mengajak Emi jalan-jalan keliling kota, sekalian mengakrabkan diri.
Dalam perjalanan mereka berempat menuju ke toko buku itu, Runa dan Haruko membicarakan banyak hal.
“Haruko, Haruko, menurutmu, Mochida-kun itu keren tidak?”
Tanya Runa yang berjalan di samping Haruko.
“Hm...Bagaimana, ya...?”
Haruko berkata dengan nada sedikit berpikir sambil melihat ke atas.
“Yah...Dia keren sih...”
Kata Haruko pada akhirnya dengan suara pelan.
Tapi, nada bicaranya jelas tidak menunjukkan rasa ketertarikan yang besar, meskipun ia baru saja memuji seorang murid laki-laki di kelasnya ‘keren’.
Runa yang mendengar itu keluar dari mulut Haruko, langsung menanggapinya dengan senang.
“Benar’kan? Mochida-kun itu memang keren! Tidak salah kalau ia menjadi idola anak-anak perempuan di sekolah!”
Kata Runa.
Dengan topik pembicaraan seperti itu, Haruko dan Runa melanjutkan pembicaraan mereka menjadi ‘Apa Haruko sudah punya orang yang disukai??’, dan ketika mendengar itu, Haruko langsung merasa kaget seperempat mati [karena setengah mati sudah terlalu mainstream///plaaaaak].
Dan di belakang mereka berdua, Riya mengikuti.
‘Apayangmerekapikirkandenganmenganggapkusepertihantuyangtidaknampakini??Halooo,akujugaadadisini,kaliantidaklupapadakuyangkawaiiini’kan??’
‘Danapaapaankalianitu?!MembuatMochidayanganehitumenjaditopikpembicaraankalian??!Apakaliantidakmerasajijik!?Ukh,jujursajaakusamasekalitidakpahamdenganapayangorang-oranglihatdarimahlukplanetbernamaMochidaToruitu!!’’
Itulah--
Yang dulu akan selalu Riya katakan tiap kali Haruko dan Runa asyik bicara berdua dan ia hanya bisa mengikuti dari belakang seperti arwah penasaran.
Di tambah ketika mereka memasukkan nama Mochida di dalam pembicaraan mereka berdua.
Namun sekarang,
“Riya-chan, nanti kau mau beli apa?”
Tanya Emi sambil mengikuti di samping Riya.
“Ah, aku mau beli Light Novel-nya Baka to Test to Shoukanjuu!”
“Hee...Menarik, ya?”
“Menarik! Kamu harus baca, Emi-chan! Ceritanya itu tentang--“
Sudah tidak ada lagi ‘‘Apayangmerekapikirkandenganmenganggapkusepertihantuya--blablabla’.
Meskipun,
‘Danapaapaankalianitu?!MembuatMochidayanganehitumenjaditopikpembicaraankalian??!Apakaliantidak--‘
Masih ada sampai saat ini.
Ia kini asyik bicara berdua dengan sahabat barunya.
Haruko bicara dengan Runa.
Dan Riya dengan Emi.
Dengan begini, tidak akan ada yang merasa ditinggalkan, ataupun merasa meninggalkan.
Haruko yang akhir-akhir ini sering merasa bersalah karena terlalu sering menghabiskan waktu dengan Runa, kini tidak perlu terlalu memikirkan hal seperti itu lagi.
Begitu pula dengan Riya, sekarang tidak perlu merasa ditinggal dan sendirian lagi.
Karena Riya sekarang sudah punya Emi.
Jauh di dalam dirinya, Riya berpikir, mungkin ini memang jalan terbaik supaya semuanya bisa mendapat kebahagiaan yang diinginkan.

Sesampainya di toko buku, Haruko dan Runa langsung menuju ke salah satu rak dan mencari novel favorit mereka.
Di lain pihak, Riya dan Emi juga asyik mencari buku yang ingin mereka beli.
Jika dulu, ketika Haruko dan Runa asyik melihat-lihat buku berdua sementara Riya selalu berdiri seorang diri melihat-lihat buku yang ia sukai, [selera buku Riya berbeda dengan selera buku Haruko dan Runa, tidak heran kalau ketika mereka berdua asyik memilih buku, Riya tidak bisa bergabung dengan mereka] tapi, sekarang ada Emi yang ternyata memiliki kesamaan dengan dirinya.
Dengan riangnya, mereka berdua mengomentari buku-buku yang ada di sana, mulai dari ‘Yang ini cover-nya lucu!’, sampai ‘Eh, Riya-chan! Itu’kan buku khusus orang dewasa! Rating-nya 18+ tuh! Cepat letakkan kembali!!’, Emi berkata sambil menutupi wajahnya yang merah dengan sebelah tangan, dan Riya langsung membalasnya dengan ‘Ah, padahal kamu juga penasaran mau lihat’kan?? Tidak perlu sok menutupi mukamu segala!’.
Belum pernah ia merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.
“[Ah, jadi seperti ini, ya? Rasanya bisa membicarakan hal yang kau sukai dengan sahabatmu? Rasanya benar-benar menyenangkan!!].”
“..................”
Dan tanpa Riya sadari, Haruko sesekali terus melirik ke arah Emi dari balik buku yang ia baca.

“Ah! Senangnya! Aku juga sudah dapat buku yang aku inginkan!!”
Riya berkata sambil melihat isi kantong plastik putih yang sekarang ada di tangannya.
“Sudah sore nih, bagaimana kalau kita pulang?”
Yang mengusulkan itu adalah Haruko.
“Nngh...Iya nih, aku sudah capek terus berdiri selama 2 jam penuh!”
Runa berkata sambil merentangkan kedua tangannya.
“.................”
Haruko terdiam.
Tapi, diam-diam ia melirik ke arah Riya dan Emi yang sedang membicarakan sesuatu.
Ia sedikit penasaran dnegan apa yang mereka bicarakan, jadi ia sedikit maju dan mendekati mereka.
Riya yang melihat Haruko berjalan mendekati mereka, langsung tersenyum ke arahnya dan menghentikan perbincangannya dengan Emi.
“Ah, Haruko. Mau pulang bersama?”
“Eh...I--Iya. Ayo, kita pulang, Riya, Kawada-san.”
Kata Haruko sedikit gugup.
Riya langsung menggandeng tangan Emi.
“Emi-chan, ayo kita pulang bersama. [Sekarang, bahkan saat pulang kami tidak bertiga lagi, melainkan berempat].”
“Hmm...Bagaimana, ya...?”
“?”
Riya langsung menoleh ke arah Emi, yang berkata dengan nada ragu.
“Sebenarnya, aku juga ingin pulang bersama Takashi-san dan Hasegawa-san...Tapi...”
Emi menghentikan ucapannya dan menundukkan kepalanya.
“A--Aku ingin pulang berdua dengan Riya-chan. Banyak hal yang ingin aku bicarakan berdua dengannya...”
Kata Emi dengan wajah tersipu malu.
“Tapi--“
Haruko yang ingin mengatakan sesuatu, dikejutkan oleh Runa yang tiba-tiba meletakkan tangan di pundaknya.
“Tidak apa-apa, kok. Kami paham karena Kawada-san baru saja kembali. Pasti banyak yang ingin kau ceritakan bersama dengan teman masa kecilmu’kan? Lagipula...Aku dan Haruko juga sedang buru-buru. Kami sudah ada janji mau belajar bersama dengan Kikuchi dari kelas sebelah. Dan sayangnya, rumah Kikuchi berlawanan dari arah rumah Riya. Jadi, kami mungkin juga tidak bisa ikut mengantar. Iya,kan, Haruko?”
“.....................[Sejak awal kau tidak ingin pulang bersama denganku’kan...?].”
Batin Riya dalam hati LLL.
Haruko yang mendengar perkataan Runa terdiam sejenak, kemudian menghela nafas pasrah.
“Ya, kalau begitu sampai jumpa besok, Riya, Kawada-san.”
Haruko berkata sambil melambaikan tangannya.
“Dagh! Sampai jumpa besok di sekolah! Ah, Haruko, tunggu aku!”
Kata Runa sambil mengacungkan ibu jari dan berlari mengikuti Haruko dari belakang.
“[Apa yang sebenarnya Runa pikirkan tentang aku...?].”
Emi juga melambaikan tangan dan tersenyum ke arah mereka kemudian, ia menoleh ke arah Riya yang masih memasang wajah kesal di sampingnya.
“Nah, ayo kita pulang, Riya-chan.”
Riya langsung tertegun ketika Emi berbicara ke arahnya.
Kemudian, dengan perasaan kesal yang masih tersisa di dalam dirinya, ia memaksakan senyumnya.
“I--Iya, ayo pulang...”

Mereka yang awalnya berempat, kini berpisah dan hanya tinggal berdua saja.
Awalnya Riya merasa sedih, karena sebenarnya ia juga ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama Haruko dan Runa.
Ia pikir ia akan kembali merasa sendiri dan kesepian.
Tapi ternyata, kehadiran Emi di sisinya, membawa dampak yang lebih baik lagi dalam kehidupan Riya, jauh dari yang dia perkirakan.
Kali ini giliran Emi menceritakan apa saja yang dialaminya selama pindah ke New York.
Riya memang tidak paham, tapi mungkin untuk membuat seorang teman yang sempurna, buku itu menciptakan kenangan dan ingatan tersendiri untuk Emi supaya bisa masuk ke dalam hidup Riya dan menjadi sahabat baiknya.
Tentu saja, akan terasa aneh kalau tiba-tiba Emi langsung muncul begitu saja dalam kehidupan Riya.
“[Buku itu memang luar biasa. Sepertinya juga, Emi tidak sadar kalau ia berasal dari buku itu. Kesanku terhadap buku itu langsung meningkat 5 kali lipat!].”
Riya berkata dalam hati sambil tersenyum dan mendengarkan cerita Emi dengan seksama.
“Jadi, begitulah. Aku kembali karena ingin bertemu lagi dengan Riya-chan.”
Kata Emi pada akhir ceritanya.
“[Aww...So sweet banget, Emi-chan ©©...Tunggu!? Apa wajahku baru saja memerah!??].”
Riya langsung memegang wajahnya yang terasa panas.
‘Apa ini yang disebut cinta sesama perempuan...’?
“[Hyaaa!! Tidak, tidak, tidaaaaak!!!].”
Dengan cepat, Riya segera menggeleng-gelengkan kepalanya dan itu membuat Emi sedikit tertegun.
“Riya-chan? Ada apa?”
“T--Tidak ada apa-apa!!!!”
Jawab Riya dengan cepat.
“Benarkah? Tapi kau kelihatan agak aneh...”
Emi berkata sambil menatap Riya dengan wajah khawatir.
“[Ah, dia khawatir padaku, ya? Baiknya...] Benar tidak ada apa-apa. Hanya saja...Aku merasa tidak enak kalau Emi-chan harus mengantar sampai ke rumah.”
Kata Riya sambil tersenyum dan menggaruk belakang kepalanya.
Ia melanjutkan,
“Rumahku juga jauh dari daerah sini, lho. Aku juga tidak tahu rumah Emi-chan di mana jadi--[Ah, iya!!].”
Tiba-tiba ia langsung tertegun oleh perkataannya sendiri.
“[Oh, iya!! Apa Emi punya rumah!!? Aku tidak ingat pernah menggambar rumah untuknya atau apapun seperti itu!! Wah, gawat! Dia tidak tinggal di jalanan’kan!!!?? Uwaaah!! Bagaimana ini!!!!??].”
Ketika Riya sedang berpikiran seperti itu dengan wajah super histeris, Emi memperhatikannya, kemudian tersenyum kecil.
“Tenang saja. Aku tidak keberatan harus menemanimu sampai ke rumah.”
Kata Emi.
Riya sedikit tertegun mendengar jawaban Emi yang tiba-tiba.
“Eh...Benar tidak apa-apa...?”
Tanya Riya memastikan.
Emi langsung mengangguk.
“He he, iya tidak apa-apa. Oh ya, mulai sekarang, kita ke sekolah bersama yuk?”
“Yah...Itu bukan ide buruk sih...”

Sesampainya di rumah Riya, Emi langsung mengucapkan selamat tinggal dan berlalu pergi.
Saat ini sebenarnya Riya masih kepikiran mengenai tempat tinggal Emi dan muncul keinginan untuk mengikuti ke mana gadis itu pergi.
Tapi, ketika ia akan kembali berbalik untuk mengikuti Emi dari belakang, ponselnya berbunyi.
“Ah, ada pesan masuk. Dari siapa, ya?”
Riya berkata pada dirinya sendiri sambil mengecek pesan tersebut.

‘Besok kita ke sekolah sama-sama, ya. Aku tunggu di depan rumahmu.’
 Haruko

“Haruko...”
Kata Riya pelan sambil menatap ke alayar ponselnya.
Rasanya hatinya berubah menjadi lebih hangat ketika membaca pesan dari Haruko.
Ia mulai merasa, kalau Haruko tidak akan meninggalkannya sendirian lagi.
Sekarang ada Haruko, Runa dan juga Emi yang akan menemanimanya tiap pagi ke sekolah.
Setelah itu, ia menutup ponselnya dan berjalan masuk ke dalam rumah sambil tersenyum gembira.

“Aku pulang~~ JJ
Riya berkata dengan hati berbunga-bunga dan ekspresi bahagia, sesuatu yang jarang sekali ia tunjukkan ketika sampai di rumah.
Ibunya yang mendengar suara putrinya tapi dengan nada yang tidak biasa ia dengar, langsung menuju ke arah putrinya dengan rasa penasaran yang besar.
Dengan celemek dan masih dengan sebuah sendok sayur di tangannya, ibu Riya berjalan mendekati putrinya sambil menopang dagu. memperhatikan Riya dari atas sampai bawah.
Riya yang masih melepas sepatunya, tiba-tiba tertegun karena sosok ibunya tiba-tiba muncul di depannya dengan tatapan curiga.
Melihat itu, Riya akhirnya bangkit berdiri sambil menghela nafas.
“Ibu ini kenapa sih? Kok melihatku seperti itu? Memang ada yang aneh denganku, ya?”
Riya bertanya pada ibunya dengan wajah kesal.
Baru saja pulang bukannya di sambut dengan senyuman dan sambutan hangat ‘Ah, Riya-chan kau sudah pulang rupanya, selamat datang’.
Tapi malah ditatap dengan tatapan seolah kita ini adalah penjahat.
“Hmm...Dari penampilan sih tidak ada. Biasa-biasa saja. Tapi, rasanya ada yang berbeda dengan aura-mu...Ke mana perginya aura suram itu?”
Mendengar pertanyaan ibunya itu, Riya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa.
“Hi hi hi, aura suram itu sekarang sudah pergi, jauh ke kutub selatan~~¯
“Ha? Maksudmu??”
Ibunya justru semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran putrinya itu.
“Ya...Begitulah~~”
Jawab Riya sambil berjingkat-jingkat menuju ke ruang tamu.
“ ‘Ya, begitulah’, itu apa maksudmu? Ah, serius deh. Ibu semakin tidak paham dengan isi pikiranmu, Riya.”
Ibu Riya masih berdiri di dekat pintu masuk dan merapikan sepatu Riya yang tidak tersusun dengan rapi.
“Tentu saja ibu tidak akan paham. Kalau ibu bisa mengerti apa yang aku pikirkan, jujur saja, itu pasti akan sangat menakutkan.”
Kata Riya yang kini sedang duduk santai di atas sofa sambil menyalakan TV.
Ibu Riya menghela nafas dengan wajah bingung, kemudian berjalan masuk ke ruang tamu.
“Jadi, bagaimana sekolahmu hari ini?”
Tanyanya dengan wajah datar, karena ia sudah tahu kemungknan jawaban putrinya itu, sambil duduk di samping Riya [dengan tangan masih memegang sendok sayur, mungkin untuk memukul kepala Riya ketika anak itu tidak menjawab sesuai yang dia inginkan].
Sekali lagi, Riya tertawa.
“Hi hi hi, sekarang sudah tidak ada ‘Kehidupan sekolah yang membosankan lagi!’.”
Ibunya yang mendengar itu, langsung tertegun dan menoleh ke arahnya.
“Eh, apa?”
“He he, mulai sekarang, kehidupan sekolahku pasti akan terasa sangat menyenangkan! Aku bisa merasakan kilauan-kilauan yang mulai muncul! Aaah!! Hari ini aku benar-benar senang!! Mungkin ini pertama kalinya aku merasakan kebahagiaan dalam 15 tahun hidupku! Ah...Aku harap hari seperti ini bisa terus berlangsung...”
Riya berkata sambil menyandarkan kepalanya di sofa dan memejamkan kedua matanya sementara ibunya masih memandang ke arah Riya dengan tatapan tidak percaya, memastikan apakah putrinya itu tidak tertukar dengan anak lain, atau tidak sedang mabuk.
Akhirnya setelah memastikan bahwa gadis yang sedang duduk di sampingnya itu benar-benar putrinya, ia langsung berkata dengan nada sedikit senang,
“A--Ah...Wow...Ibu benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa setelah melihat perubahan besar pada dirimu ini... Kau memang terlihat berbeda dari biasanya. Kau terlihat jauh lebih hidup sekarang.”
“Benar’kan?”
Riya menanggapi perkataan ibunya itu dengan sebuah senyuman.
“Hmm...
Ibu Riya lalu berkata singkat sambil menatap ke arah layar televisi dan meletakkan sendok sayurnya di atas meja [syukurlah, Riya. Sepertinya ibumu tidak jadi memukulmu...Fyuuh...].
“Tapi, kurasa ibu tahu kenapa kau bisa tiba-tiba berubah seperti ini...”
Riya langsung tertegun begitu mendengar perkataan ibunya itu.
“Hee?? Tidak mungkin! Ibu tidak mungkin tahu soal ini!! Kalau ibu benar-benar tahu, potong saja uang jajanku! [Mana mungkin ibu tahu soal Emi!].”
Ia berkata sambil sedikit memajukan tubuhnya dan menatap ke arah ibunya.
“Oh, benarkah? [Lumayan bisa buat uang belanja tambahan].”
Ibu Riya kembali berkata dengan wajah datar tanpa mengalihkan pandangannya dari TV sedikitpun.
“Iya, kalau ibu memang tahu, potong setengah saja uang jajanku selama setahun penuh! [Ibu tidak mungkin tahu soal Emi!!].”
“Pasti karena Emi-chan’kan?”
“Tuh’kan!! Ibu tidak mungkin tahu--HEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!!!!?????
Riya berteriak dengan suara satu tingkat diatas suara ultrasonik.
Beberapa tetangga mulai berhamburan keluar dan melihat ke sekeliling mereka, apa ada sirine ambulance atau apapun yang bisa menimbulkan bunyi super berisik seperti itu.
Tapi karena tidak bisa menemukan apapun, mereka akhirnya kembali ke dalam rumah masing-masing [jangan kembali ke rumah tetangga, ya! Nanti bisa dikira pencuri , oke??J].
Kembali pada Riya dan ibunya.
Riya yang masih memasang tampang shock yang sangat sangat sangat jauh dari kesan cantik, langsung berteriak ke arah ibunya, yang sekarang sedang memakan kripik kentang yang didapatnya entah dari mana.
“Tu--Tu--Tu--Tunggu dulu, Bu!!!! Kenapa ibu bisa tahu soal Emi!!?”
Sejak awal, Kawada Emi tidaklah nyata.
Ia hanya karakter fiksi yang diciptakan oleh Riya dengan buku misterius bersampul merah darah itu.
Bagaimana mungkin ibunya bisa mengetahui soal Emi?
Tapi, ibunya hanya menjawab dengan santai, seolah itu bukan pertanyaan serius [bagi Riya, itu pertanyaan super serius].
“Kenapa kau histeris begitu? Sudah jelas ibu tahu soal Emi-chan’kan? Dia’kan sahabat masa kecilmu. Masa ibu lupa?”
“Eh...? A--Apa...? [Tunggu...Kenapa ibu--].”
“Iya, dia’kan sahabat masa kecilmu. Ah, ibu lupa bilang. Ternyata, yang pindah ke sebelah rumah kita itu adalah keluarga Kawada! Mereka yang menempati rumah yang sebelumnya dihuni oleh keluarga Watanabe!”
APA!!!? Di--Di--Di--Di--Di--Dia tinggal di sebelah!!!!!??”
Ini, adalah berita paling mengejutkan yang pernah Riya dengar sepanjang 15 tahun hidupnya, bahkan jauh lebih mengejutkan dibanding ketika ibunya memberikan hadiah ulang tahun seekor anak katak untuknya.
“Iya, dia tinggal di sebelah. Waktu ibu tadi ke sana untuk menyapa tetangga baru kita, ibu sampai kaget sekali, lho, ketika ternyata keluarga Kawada-san yang muncul! Ibu tadi juga sudah berbincang dengan Kawada-san! Ah, sudah lama sekali rasanya tidak mengobrol seperti itu! Benar-benar kangen...”
Kata ibu Riya dengan nada bahagia sambil memegang wajah dengan kedua tangannya.
Seperti anak muda yang sedang jatuh cinta saja...
“Oh, lalu...”
Ia mengalihkan pandangannya ke arah Riya [yang masih memasang wajah shock OAO --> kira-kira seperti ini].
“Kawada-san bilang kalau hari ini Emi-chan mulai masuk sekolah, ya? Dan kebetulan sekali itu SMA yang sama denganmu. Makanya, ibu bisa langsung merasa kalau hari ini akan jadi salah satu hari yang luar biasa untukmu!”
“................................”
“.......? Hey, Riya? Kau dengar ibu? Kok muram begitu sih? Apa kau tidak senang keluarga Emi-chan pindah ke sebelah rumah kita?”
Tanya ibu Riya.
Pertanyaan ini bukan tanpa sebab.
Ketika kita menceritakan sebuah kabar baik dan bahagia, reaksi yang didapat seharusnya ‘Oh ya ampun!! Benarkah keluarga Kawada pindah ke sebelah rumah kita?? Astaga!! Aku akan segera ke sana dan memberikan kue yang super lezat ini untuk Emi-chan!!! Aku senang sekali! Sekarang kita bisa main bersama, berangkat ke sekolah bersama, belajar bersama, mengerjakan PR bersama, mandi bersama--Etto...Yang terakhir itu sepertinya tidak perlu//sweatdrop’.
Yah, kira-kira sesuatu seperti itu.
Tapi,
Ketika reaksi yang didapat seolah berkata ‘Apa!!? Dia tinggal di sebelah rumahku!!? Sejak kapan!!? Kok bisa!!? Ah, tidak mungkin itu! Ibu ini bercanda saja!! Sudah tua masih saja bercanda! Tidak mungkin keluarga Kawada yang ada di sebelah! Mungkin keluarga Kawasaki, atau Kawaki, atau Kawaru, atau Kawa yang lainnya!!’.
Sudah bukan hal yang aneh lagi kalau ibu Riya sampai memasang tampang heran di wajahnya.
“...........Ibu, boleh aku keluar sebentar?”
Riya akhirnya berkata dengan suara pelan.
“Eh, untuk apa? Boleh deh.”
“Terima kasih!!”
Dan langsung saja, Riya melesat dengan cepat seperti angin.
“......................Ada apa dengan dia?”
Sementara ibunya hanya bisa semakin merasa bingung.
“[Masa sih!!!? Dia tinggal di sebelah!!?].”
Riya berkata dalam hati sambil berlari kencang keluar dari rumah.
Dengan melesat seperti seekor cheetah, Riya segera menuju ke rumah di sampingnya.
“Eeeeeittts!!!!”
Begitu sampai di depan rumah keluarga Kawada--
“Eh, kelewatan!”
Begitu sadar kalau dirinya sudah melewati rumah keluarga beberapa senti, Riya langsung mengerem langkahnya dan berbalik.
Ukh... -_-
Dengan kecepatan kilat, ia melihat ke arah papan nama yang tergantung di depan rumah tersebut.
Di sana tertulis Watanabe Kawai [maaf salah tulis] Kawado [Duh, maaf salah tulis lagi, buru-buru soalnya, jadi deg-degan] Kawada.
“[Uh...Pindahnya buru-buru sih...Papan namanya sampai corat-coret begini...].”
Riya memandang papan nama itu dengan ekspresi jijik.
“Ah, bukan itu masalahnya!! Tapi ini beneran nih!? Keluarga Emi yang ada di sini? Ini rumah dia!!?”
Kata Riya sambil memandang ke arah papan nama itu lebih jelas lagi.
“Emi-chan, bagaimana sekolahmu hari ini?”
“Hah?”
Tiba-tiba Riya mendengar seseorang berbicara.
Sepertinya dari dalam rumah itu.
“[Apa orang di dalam baru saja mengatakan ‘Emi-chan’?].”
“Sekolahku hari ini sangat menyenangkan! Aku juga sudah bertemu dengan Riya-chan! Ah, aku benar-benar senang!!”
Kali ini, seseorang yanng suaranya mirip dengan Emi, tunggu, sepertinya memang Emi, berkata dengan riangnya.
Bahkan nama Riya sampai ada di dalamnya.
“[Tidak mungkin!!].”
Riya masih tidak dipercaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Tapi coba, ada berapa banyak ‘Riya’ di sini yang memiliki seorang sahabat bernama ‘Emi’?
Ini terlalu asli untuk menjadi sebuah kebetulan belaka.
“Jadi ini...Di sini benar-benar tempat Emi tinggal. Dia punya rumah, ya...? [Bukan cuma itu...Dia bahkan punya satu keluarga yang lengkap...]”
Riya terdiam sambil terus memperhatikan ke arah rumah Emi.
Pelan-pelan, ia mulai tersenyum.
“[Ah, aku mengerti. Karena menciptakan seorang manusia tidak akan bisa menjadi benar-benar nyata kalau ia tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh manusia lain. Karena itu, Emi punya keluarga! Bukan hanya keluarga, bahkan pikiran ibuku sampai dimanipulasi supaya Emi bisa masuk ke dalam kehidupanku dengan mudah dan bisa menjadi sahabatku!].”
Buku itu memang benar-benar luar biasa.
“Entah kenapa...Aku mulai merasa kalau kehidupan seterusnya akan semakin membaik...Karena sekarang sudah ada 4 orang diantara kita...Ha ha ha...”
Dan Riya akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumahnya.
***-***

A/N : Hai, minna XDD

How To Make A Friend Chapter 6

Waaa ternyata buku itu jenius!! Dia bisa memanipulasi pikiran orang-orang disekitar Riya utnuk menerima keberadaan Emi-chan XDD
Mau punya buku kayak gitu?? Di Gramed banyak mungkin ya??///plaaak

Btw...Cerita ini ga kerasa berat ya? Buat ukuran cerita horor...

Riya : Nah, nyadar juga rupanya!! Ini cerita horor. apa komedi sih??//banyak amat komedinya...Apalagi, waktu bagian aku blushed gara-gara Emi itu! Jangan jadikan aku bahan lawakanmu dong, Fujiwara-san!!
Author : lol, suka-suka aku'kan??
Haruko : Yang sabar ya Riya...Eh btw, kagepro masuk sini juga...Ternyata Riya suka yang tinggi-tinggi...Pantes ga naksir Mochida...//secara tingginya pas-pasan 160-an...
Riya : Bukan karena itu juga kali...
Runa : Eh, tapi keluarganya Emi aneh banget ya...Nulis papan nama sampai kayak gitu...itu bukan lembar jawaban yang bisa dicoret-coret'kan??
Emi : Namanya juga buru-buru...
Riya : Dan btw lagi, kenapa LN-nya harus Baka to bla bla itu?? Padahal, kamu sendiri aja belum baca'kan??
Author : Emang belum! Cuma aku udah download Ln-nya dan tahun baru nanti bakal aku baca buat bahan belajar kok!! Next TORADORA XDD

Dan btw, sepertinya kau akan kehilangan uang jajanmu untuk beberapa waktu ke depan, Riya-san...
Riya : Apaaaaaa!!!??

Aye! Alasan kenapa aku masukin kagepro, sudah jelas buat yang udah kenal sama aku dan gambar-gambarku, karna aku suka bgt sama kagepro XDD chara fav ku sih shin, cuma seto dan hibi oke juga sih ha ha
Terus, Baka To test To Shoukanjuu, aku baru mau baca LN itu, cuma belum sempat soalnya kerjaan numpuk...
 Jangan kaget kalau di setiap ceritaku, bakal muncul tokoh, judul manga, LN ato anime ha ha

Makasih untuk yang sudah mampir :)

Visit : Ngomik
         DA

Next Chapter : Tragedi

Sankyuu!!

Author,
Fujiwara Hatsune