Kamis, 20 Agustus 2015

Story : How To Make A Friend Vol.2 Chapter 10

Story : How To Make A Friend Vol.2 Chapter 10


Chapter 10 Aku Melihat Seseorang Yang Seharusnya Tak Ada Di Sana

5 hari yang lalu, SMA -XXX-...

“Haah...Kenapa kita yang disuruh mengangkut semua barang-barang olahraga ini pada akhirnya...?”
Aku, berbicara dengan nada kesal sambil membawa sekeranjang penuh dengan bola-bola basket. Sedikit berat, tapi karena aku termasuk siswi yang sangat pandai dalam hal olahraga, kurasa kemampuan fisikku sedikit jauh di atas anak perempuan lain pada umumnya. Meski begitu, aku melakukan semua ini bukan karena suka atau apapun.
Mungkin lebih bisa dibilang kalau aku terpaksa.
“Mnn...Mungkin karena sensei menyukai kita?”
Sambil berjalan di sampingku dengan riangnya seolah yang ia lakukan bukanlah sebuah pekerjaan menyebalkan dan membawa bola-bola voli, Eiko, berbicara padaku dengan nada sedikit bercanda.
Saat ini, kami sedang membereskan barang-barang yang digunakan oleh klub olahraga. Entah apa yang terjadi sehingga kami, murid paling berbakat dalam klub tersebut di suruh untuk membereskan semuanya.
Karena biasanya yang melakukan semua ini, membereskan perlengkapan, mengembalikan gawang ke tempatnya, adalah tugas untuk anak-anak baru. Atau setidaknya, untuk anak yang biasanya hanya menonton tanpa menyentuh bola sedikit pun.
“Hee--!!? Tidak mungkin?! Suka itu maksudnya--Aku dan sensei--!!?”
Aku langsung menoleh ke arah Eiko dengan wajah merah yang tak dapat kusembunyikan lagi. Aku sedikit melirik ke atas, karena tubuh gadis itu sangat tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi dari beberaoa murid laki-laki di kelas kami. Aku hanya setinggi bahunya saja, terkadang, hal itu membuatku malas untuk menatapnya.
Rambut Eiko juga cukup pendek sebahu dengan warna biru tua, hingga membuatnya mirip dengan anak laki-laki, sangat sesuai dengan hobinya bermain basket. Sedangkan aku, meski rambut pirangku lebih pendek dari Eiko, tapi tubuhku juga cukup pendek. Jika aku dilahirkan sebagai laki-laki, kurasa aku akan menjadi ‘shota’.
“Hua ha ha!! Kau dan sensei--!? Ha ha ha!! Maksudmu itu...Adalah ‘itu’, Kyouko!!?”
“Ah! Jadi bukan itu maksudnya!!?”
Aku langsung terkejut seperti sedang diserang menggunakan stunt gun. Benar-benar terkejut sampai keranjang berisi sekitar 5 bola basket yang kubawa bergoyang-goyang dan seolah-olah bola basket itu akan berjatuhan di lantai.
Mendengar reaksi-ku, Eiko tak bisa menahan dirinya untuk tertawa dengan sangat keras. Dengan wajah merah dan muka panik yang tergambar dengan teramat sangat jelas di wajahku ini, ia pasti mengira aku sedang membayang sesuatu yang kotor terjadi diantara aku dan sensei.
Dan aku sudah berusaha keras untuk membuka mulut dan mengatakan ‘Bukan itu yang aku pikir’kan!’.
Tapi pada kenyataannya, begitu kata ‘suka’ itu mendarat di telingaku, pikiranku tak bisa memikirkan hal lain selain ‘itu’. Itu membuatku benar-benar sangat malu dan merasa rendah.
Sekali lagi, Eiko berbicara padaku.
“Ya ampun! Maksudku dengan ‘suka’ itu adalah--ubh! K--Kita sebagai murid favoritnya--ha ha, makanya sensei mempercayakan tugas ini untuk kita, ha ha ha!! Pikiranmu sangat sempit sekali, Kyouko! Hanya bilang ‘suka’, mengarahnya malah ke sana! Aku tak benar-benar mengira wajahmu akan merah seperti buah stoberi begitu-ha ha!!”
Ia berbicara dengan sesekali tertawa. Aku tahu ia bermaksud untuk menjaga perasaanku dan berhenti tertawa. Tapi aku tahu, kalau dia berjuang sangat keras untuk menahannya.
“Mnn...Kalau mau tertawa, tertawa saja!”
Aku meliriknya dengan tatapan sinis dan muka sebal yang mungkin akan sangat cocok untuk karakter tsundere.
Ia menatapku sesaat, lalu kembali tertawa lagi. Berhenti membuatku malu. Tolong.
“Mungkin kau harus memperluas kosakatamu. Karena ‘suka’ itu tidak sama dengan ‘s*x.”
Ucap Eiko tiba-tiba yang sekali lagi membuatku tertegun. Akh...Aku...Aku sama sekali tidak bisa menahan diriku untuk tak memikirkannya lagi...Aku sungguh memalukan...dan sungguh terasa sangat tragis ketika aku mengatakannya kepada diriku sendiri...
“Memperluas kosakata? Ide bagus, aku akan membeli sebuah kamus bahasa, jadi aku bisa melihat di sana arti dari kata ‘FU*K, dan mengucapkannya dengan menggunakan pengeras suara tepat di depan telingamu itu!”
Jujur saja, jari tengahku sudah tidak sabar lagi untuk menyembul keluar.
“Hee...Suaramu sudah sangat keras sekali...Setidaknya, tolong ralat bagian ‘Dengan menggunakan pengeras suara’.”
Eiko berkata dengan wajah memelas yang dibuat-buat.
“Oh, begitu? Baik, biar kuralat. Bukan ‘Dengan menggunakan pengeras suara’, melainkan ‘Dengan 3 pengeras suara’.”
Aku mengatakan ini tanpa menatap ke arahnya, berusaha dengan nada sedingin mungkin. Meski begitu, aku tahu kalau saat ini ia sedang membuat senyuman bodoh yang berarti ‘Aduh’, sambil sedikit tertawa.
Ya, dia memang orang seperti itu. Kelihatan di mata murid-murid lain, kami adalah 2 siswi yang mungkin menurut mereka, sok berkuasa di sekolah ini. Mungkin kami kelihatan sangat tidak ramah kepada orang-orang rendah itu, dan tak jarang mereka menganggap kami menakutkan dan suka mengintimidasi.
Tapi jika berdua, dan bertiga dengan Itsuki-san, kami terlihat seperti remaja normal yang sedang asyik-asyiknya menikmati masa-masa remaja kami. Dan kami terlihat normal seperti kebanyakan remaja lain menghabiskan waktu dengan teman-teman mereka.
Aku, Eiko dan Itsuki-san adalah salah satu dari remaja-remaja berusia 15 tahunan itu.
“Lagipula, Kyouko,”
“Hm.”
“Sensei menyuruh kita membereskan ini sebagai hukuman karena kita terlambat 30 menit’kan? Jangan bilang kau lupa dengan itu.”
Tambahnya yang langsung kutanggapi dengan,
“Iya sih, aku tahu itu. Tapi kita hanya telat 30 menit, dan itu satu jam lebih cepat dari biasanya kita datang.”
“Ehe he...”
Alasanku memasang wajah kesal seperti itu bukan tanpa alasan. Biasanya kami selalu menghabiskan waktu bersama dengan Itsuki-san terlebih dahulu. Itsuki-san adalah pemimpin di kelompok kami, dan kami adalah teman kepercayaannya. Karena itu kami selalu mengikutinya kemanapun kami pergi, mengusili murid lain yang nampak bodoh di mata kami, menganggu mereka bahkan sesekali memeras uang mereka.
“Sensei harusnya memuji kita dengan ‘Aih, kalian ternyata sudah berubah. Dari terlambat satu setengah jam menjadi hanya terlambat 30 menit’.”
Kataku.
“Jika aku jadi sensei, aku akan memberikan penghargaan untuk kita berdua!”
Eiko berkata, yang aku tahu, dia pasti bercanda lagi.
Memeras murid lain, ya? Itu perbuatan yang buruk. Bahkan aku yang paling keras menertawakan korban-korban kami yang manis dan tak berdosa itu, berpikiran seperti itu. Sadar akan dosa yang kami perbuat. Mau bagaimana lagi, kami hanya manusia biasa yang masih memiliki hati. Setidaknya seperempat kali lebih kecil dari manusia biasa.
Namun di hari-hari biasa yang membosankan dan tidak ada hal menarik yang bisa dilakukan dan terjadi, aku selalu berharap setidaknya ‘ada sesuatu’ di dunia ini yang ‘berbeda’ dan bukan hal ‘normal’ yang biasanya bisa terjadi pada semua orang.
Aku sudah cukup muak dan lelah dengan semua itu. Bangun tidur, pergi ke sekolah, belajar, bersikap baik pada siapapun, tersenyum ramah pada semuanya, dan hal-hal biasa lainnya. Itu semua, sama sekali tidak menarik buatku.
Harus kuakui, menganggu dan mendengar mereka memohon-mohon untuk dilepaskan sudah seperti musik yang indah bagi hari-hariku. Rasanya seperti ketika orang mengisap rokok atau ganja, tidak bisa lepas sehari saja dari itu.
Dan entah sejak kapan, semua itu menjadi perangsang kepuasaan yang memperkaya hari-hariku.
 “Hey, hey,”
Eiko berkata sambil menyenggol-nyenggol tubuhku dengan sikunya.
“Hm...”
Aku mulai kehilangan minat akan arah percakapan ini selanjutnya. Jadi aku hanya mengatakan sesuatu yang pelan sambil membuang muka.
“Jadi--“
“?”
Nada bicara Eiko terdengar sedikit aneh, dan aku tak bisa menahan diri untuk tak menoleh ke arahnya, menunggu apa yang akan ia ucapkan selanjutnya.
“Siapa yang di ‘atas’? Kau atau ‘sensei’!? Ha ha!!”
“E--Eiko!! Kalau mau tertawa, tertawa saja!! Apapun boleh kau lakukan asalkan bukan membicarakan masalah itu!!”
Ah...Aku sudah tidak tahu aku harus menyembunyikan rasa maluku ini di mana...Aku benar-benar menyesal telah menoleh dan menunggu apa yang akan ia katakan. Kenapa aku tidak menyuruhnya tutup mulut saja? Karena sekarang bola-bola basket itu benar-benar menggelinding ke atas lantai bersamaan ketika keranjang yang aku bawa jatuh.
“Ugh...Cepat letakkan bola-bola voli itu, dan bantu aku memunguti bola basket yang jatuh karena salahmu itu!”
Ujarku, mulai membungkuk dan mengambil bola-bola basket dan memasukkannya ke keranjang.
“Loh, kenapa jadi salahku? Hi hi, ini sih, sudah pasti karena fantasy Kyouko yang terlalu luas! Padahal maksudku di atas itu adalah, ‘skor basket-mu atau skor sensei yang di atas skor-ku’!”
“Jangan bercanda! Aku yakin itu alasan yang baru saja kau buat’kan!?”
“Meh, ketahuan cepat, ya?”
“Tentu saja! Jadi, sekarang cepat punguti bola-bola itu supaya kita bisa pulang!”
Apapun yang terjadi--Aku harus mengubah alur percakapan kami secepatnya atau selanjutnya ia akan menanyakan tentang warna pakaian dalam yang aku kenakan dan seberapa besar ‘bola’ milik sensei yang ada di pikiranku!
Maka sambil memungut bola dan berjalan lebih cepat lagi menuju ke dapur, aku membicarakan tentang rencana karaoke esok hari dan menghindari segala topik yang akan mengarah ke s*x.

“Dan,”
“.............”
“Ketika menurut Kyouko, suka itu sama dengan s*x, apa itu berarti, jika aku berkata sesuatu seperti ‘Aku suka apel’, apa itu juga bisa berarti aku ingin melakukan s*x dengan buah apel?”
“Sampai kapan kau akan membahas masalah suka dan s*x itu!!?”
Jadi--Rencana pengalihanku sama sekali tidak berhasil di sini!!
Sial, apa anak ini sama sekali tidak punya bahan pembicaraan lain selain sesuatu yang berbau ecchi? Dan s*x dengan buah apel? Aku bahkan sama sekali tidak tahu harus membayangkannya dari mana!
Saat aku berteriak kesal seperti itu, ia mengatakan karena aku terlalu banyak menonton Highschool DxD atau apapun itu, garis batas antara ‘suka’ dengan s*x’, menjadi buram di kepalaku dan sangat tidak jelas.
Jujur, aku bahkan tidak tahu apa itu Highschool DxD...Apa itu adalah sebuah anime horor baru? Di mana kalian membuat perkalian antara huruf D dan D? Karena jika memang benar, aku yakin hasilnya pasti ‘B’ besar [Kalau kalian tidak percaya, silahkan tumpuk 2 huruf D besar].
“Yosh! Sudah selesai. Kurasa sekarang kita bisa pulang.”
“Mhmm. lain kali kita harus berusaha datang tepat waktu supaya sensei tak menghukum kita. Meski hanya mengangkat beberapa barang ini, kita sudah cukup lelah...Terutama lagi karena kita adalah perempuan.”
Kata Eiko, merentangkan kedua tangannya ke atas.
“Itu semua tergantung Itsuki-san.”
Aku berkata, sambil menepuk-nepuk kedua tanganku untuk membersihkan debu yang menempel.
Setelah membawa bola-bola itu ke dalam gudang, kami masih harus membawa beberapa barang-barang lainnya lagi sebelum akhirnya, 10 kali bolak-balik berakhir dengan penuhnya ruang gudang.
“Haah...Capeknya...”
Aku menyeka keringatku, kemudian secara tak sengaja melemparkan pandangan ke arah lorong sekolah. Benar-benar tak terasa, kalau hari sudah cukup malam. Bintang-bintang mulai terlihat dan langit sudah benar-benar menjadi gelap.
“.....................”
Melihat lorong koridor yang gelap itu, entah mengapa pikiranku terbawa ke salah satu film horor yang pernah aku tonton. Tiba-tiba saja jantungku berdebar semakin kencang dan keringat dingin mulai menetes dengan pelan. Rasanya keinginan untuk pulang sirna seketika. Aku tidak mau, jika harus melalui koridor yang gelap itu.
Seandainya ada jalan lain, aku pasti akan memilih jalan lain. Sayangnya, kita tidak punya pilihan lain selain masuk dan menyatu dengan kegelapan. Apalagi, entah ini hanya aku yang merasa ketakutan atau apa--Seseorang ada di sana, di sesuatu tempat di ujung koridor yang seperti menjadi tempat berkumpulnya kegelapan malam.
“.................”
Sepertinya, Eiko menyadari keanehan pada sikapku yang terus-terusan melihat ke arah koridor gelap, dengan wajah sedikit aneh, karena ia langsung mengatakan,
 “Hee...Aneh, ya?”
“Hm?”
Dari tadi aku sibuk melihat ke arah koridor, sampai aku sedikit tertegun dengan ucapannya yang tiba-tiba karena sebelumnya terbiasa dengan keheningan dan pikiran-pikiran diriku sendiri, aku melihat ke arah Eiko yang kini menjatuhkan pandangan ke arah koridor dengan tangan seperti membuat pose hormat.
“Apanya yang aneh?”
Walau aku pribadi merasa ada yang aneh, tapi aku ingin berhenti menakuti diriku sendiri dan tak mengatakan apapun, sampai Eiko berkata,
“Mnn...Jujur, sejak tadi, sekitar ketika kita melewati koridor ini yang ketujuh kalinya, aku bisa merasakan ada sepasang mata yang mengamati kita. Hanya saja, tak ada satu pun yang nampak di mataku ketika berbalik selain koridor yang gelap. Aku tidak tahu. Bisa saja itu murid lain yang masih ada keperluan di sekolah dan aku saja yang terlalu berpikiran aneh-aneh.”
Eiko mengatakan, sesuatu yang sangat persis yang aku rasakan.
Jika ini hanya perasaanku saja, mungkin aku memang salah. Tapi, ketika ada 2 orang yang berpikir atau merasakan sesuatu yang sama, itu akan terlalu aneh untuk sebuah kebetulan.
Jadi, memang itu yang sebenarnya? Seseorang ada di sekolah ini selain kita?
Aku hanya menanggapinya dengan sebuah anggukan dan,
“Ya. Aku juga merasakan hal yang sama.”
Anehnya, firasatku mendadak berubah menjadi sangat buruk.
Aku sendiri akan merasa lebih aneh lagi kalau ‘seseorang’ yang kumaksud’kan itu, ya, itu kalau dia benar-benar ada dan bukan cuma perasaanku saja, tidak menegur kami dan menanyakan sesuatu yang biasa seperti ‘Apa yang kalian lakukan di sini? Belum pulang?’, Dan kemudian percakapan yang sering terdengar akan terjadi. Mungkin itu akan membuatku merasa lega ketika tahu kalau bukan hanya aku dan Eiko yang ada di sekolah ini.
Masalahnya--
“Kenapa dia tak menegur kita? Kenapa dia seolah sedang membuntuti kita...Atau apapun itu?”
Aku berkata, dengan sedikit rasa penasaran, berusah sebisa mungkin menekan rasa takutku.
“Ah, mungkin dia juga merasakan seperti kita. Mungkin dia mengira kita pencuri...Atau mungkin hantu? Makanya dia memperhatikan kita.”
Jawab Eiko atas pertanyaanku. Harus kuakui, itu cukup masuk akal.
Meski begitu, bayanganku akan film horor tersebut, sudah terlanjur terputar di kepalaku.
Seorang pembunuh bertopeng yang mengejar-ngejar seorang siswi SMA dengan sabit atau pisau. Setting-nya juga di sebuah sekolah dan terjadi saat malam hari. Aku benci mengatakannya, tapi itu sangat mirip dengan suasana kita di sini.
 Siswi itu bersembunyi di bilik kamar mandi paling ujung sambil menahan rasa takutnya.
Tiba-tiba saja suara pintu terbanting mengejutkan dirinya dan membuatnya hampir saja berteriak. Untung saja ia masih bisa menahan dan segera menutup mulut dengan kedua tangannya.
Hanya suara langkah kaki dari si pembunuh misterius yang terdengar dan suara nafasnya sendiri, bersatu di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar.
‘BRRAAKH’,
Sekali lagi suara yang keras itu terdengar. bersamaan dengan itu pula, ia bisa merasakan tubuhnya gemetar semakin hebat, semua rasa takut yang menyelimuti kini mulai merasuk ke dalam tubuhnya. Ia merasa ingin menangis, walau air matanya mulai keluar, tapi ia berusaha untuk tetap tak membuat suara yang tak berarti.
Sekali lagi, keheningan yang terdengar, sampai bunyi keras yang lainnya mengikuti di belakang. Kira-kira, ada sekitar 5 toilet di sana, dan sudah ada 3 pintu yang terbuka.
Lagi-lagi, suara keras yang membuat telinga terasa sakit mendengarnya, beriringan dengan perasaan was-was yang seolah menyatakan bahwa sebentar lagi waktu kematianmu akan segera datang. Ia sudah bisa merasakannya. Pintu di sebelahnya sudah terbuka. Itu berarti, tinggal bilik tempatnya bersembunyi yang tersisa.
Sambil berharap dalam hati dan menangis sekeras-kerasnya dalam diam, kata-kata ‘Jangan, kumohon jangan masuk kemari’, terus ia ulang seperti sebuah doa yang tidak ada ujungnya, berharap akan menjadi kenyataan.
Dan--
Tak ada yang terjadi.
Baik suara langkah kaki, maupun suara pintu yang terbuka, tak terdengar seperti sebelum-sebelumnya, seolah itu semua hanyalah ilusi dan bayangan yang ia ciptakan dari alam bawah sadarnya karena merasa ketakutan. Harapannya seakan-akan terkabul, hanya dengan kata-kata yang terus berulang.
Tapi ia tetap merasa tak yakin. Jadi ia menunggu sebentar lagi. 1 detik, 5 detik...Tak ada yang terjadi. Ia aman. Pembunuh itu telah pergi. Ia menghela nafas lega, kemudian sedikit tertawa. Karena pada akhirnya, setelah melihat 3 temannya sendiri mati di hadapannya, ia akhirnya menjadi satu-satunya yang selamat. Setidaknya ia masih hidup.
Awalnya, aku mengira film tersebut akan berakhir seperti itu. Bagiku, sudah banyak sekali film horor yang hanya menyisakan, setidaknya satu orang untuk hidup, terlepas dia adalah tokoh utama dalam cerita atau bukan.
Hanya saja,
Sepertinya aku memang terlalu cepat membuat keputusan saat itu.
Tiba-tiba saja, gadis itu menyadari sesuatu. Suara langkah itu menghilang terlalu cepat. Tak ada seorang pun yang mampu menghilang secepat itu. Jadi, ketika mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada akhirnya, bersamaan dengan akhir yang telah ditentukan, dengan wajah kembali basah karena air mata, dengan ekspresi yang terlihat sangat menyedihkan, ia menoleh ke atas,
Hanya untuk menemukan bahwa si pembunuh itu ternyata mengintipnya dari bilik kamar mandi di sebelahnya, dan tanpa harus menunggu lebih lama lagi, ia melayangkan sabitnya dan memutuskan leher gadis itu dalam sekejap.
Semuanya mati.
Cerita itu simple, berakhir di sana.
“Mm, tak kusangka pikiranmu cukup luas.”
Aku berkata sambil menganggukkan kepalaku secara spontan.
Ia lalu menoleh ke arahku dan sedikit menahan tawa.
“Tentu saja. Pikiranku tidak sesempit kamu yang ketika mendengar kata ‘suka’ langsung mengarah ke--“
“Baiklah, sebelum kau lanjutkan, aku akan memotong ucapanmu tiap kali kau membicarakan itu.”
Gerutuku kesal dan mengunci ruangan gudang. Tak terasa waktu sudah berlalu beberapa menit sejak kita selesai melakukan pekerjaan angkut-mengangkut ini.
Karena hari semakin gelap, aku memutuskan untuk segera pulang. Orang tua ku pasti sudah mengkhawatirkan aku. Yah, bukan berarti aku peduli sih.
“Eiko, kita pulang. Hari ini, aku mau cepat menonton Absolute Duo. Aku sudah penasaran dengan kelanjutannya.”
 Aku berjalan sedikit mendahului Eiko, dan dengan cepat ia segera menyusulku, sambil mengaluarkan ponselnya. Saat itu, kami melalui ruang musik yang memang letaknya cukup dekat dengan gudang. Semoga saja piano itu tidak bermain sendiri atau aku akan segera berlari keluar dan meminta pindah dari sekolah ini.
Waktu itu, Eiko berkata kepadaku,
“Memang kau mengerti jalan ceritanya seperti apa? Aku tahu kebiasaanmu tiap kali kau menonton anime, kau hanya memperhatikan chara laki-laki yang tampan saja. Apalagi menurut anak-anak lain yang juga menonton, Tooru itu cukup tampan. Aku bahkan berani bertaruh, kau tidak tahu dialog apa yang diucapkan oleh para karakternya.”
Ujar Eiko yang mulai menekan-nekan ponselnya.
Kurasa dia sedang bermain game karena aku bisa mendengar suara yang cukup imut dari sana. Sinar dari ponsel miliknya membuat koridor menjadi sedikit terang. Tapi itu terlihat seperti ia disinari oleh sebuah cahaya dewa [Bukan ‘sinar dewa’ yang seperti ituuuuu!!!!] sehingga nampak terang di sekelilingnya yang gelap.
Bagian menyeramkannya adalah melihat wajahnya yang terlihat bercahaya itu, membuatnya terlihat seperti seseorang yang menyinari wajahnya dengan senter ketika akan menceritakan sebuah kisah horor di perkemahan.
“Mnn, apa kau tidak tahu, Eiko? Ada banyak hal yang bisa di dapat dari anime selain jalan cerita yang menarik. Kau seperti tidak pernah mendengar ada orang yang menonton anime hanya untuk melihat karakter-nya saja.”
Mengangkat bahu, aku mengatakan sesuatu, yang mungkin bagi kebanyakan orang terdengar konyol.
“Ya, aku tahu satu orang. Namanya Karisawa Kyouko dan saat ini ia sedang berjalan di sampingku.”
Melirik ke arahku, ia berkata dengan nada sedikit mengejek.
Apa hanya aku di sini yang menonton anime hanya karena aku ingin lihat karakter laki-lakinya saja?
Aku lebih suka menonton film horor real action daripada anime karena terasa lebih nyata dan menyeramkan untukku. Aku tidak ingin tiba-tiba penyakit ‘fangirling’ku kambuh dan membuatku hanya memandangi para karakter laki-laki yang setampan Kirito sambil berteriak-teriak tidak jelas, sehingga, bahkan ketika teman di sampingku ini bertanya ‘Bagaimana endingnya, aku ketiduran’, aku sama sekali tidak tahu harus menjelaskannya mulai dari mana karena yang ada di kepalaku hanya karakternya saja.
Meski aku tidak ingin mengakuinya, tapi aku memang memiliki selera cinta yang berbeda dari kebanyakan orang.
“.......Huuh...Sekolah malam-malam begini...Ternyata menyeramkan juga, ya?”
Sambil memeluk tubuhnya sendiri seolah sedang kedinginan, Eiko melemparkan sebuah pertanyaan. Yang meski aku tidak tahu apa itu ditujukan untukku atau bukan, atau apakah aku harus menjawabnya, yah, aku hanya menjawabnya saja sesuai dengan pikiranku.
“Iya, kau benar, Eiko. Apalagi, mungkin sekarang hanya kita yang ada di sekolah ini. Mnn...Rasanya seperti terjebak di dalam sebuah film horor atau semacamnya...”
Kataku, terus memperhatikan ke arah koridor yang sepertinya mencuri perhatianku. Aku sendiri tidak tahu apa sebabnya. Tapi aku berusaha untuk tidak membahas masalah tatapan mata, atau benar tidak adanya murid selain kita di sini.
Lagipula, tidak usah terlalu membesar-besarkan sesuatu. Jika ada orang berjubah dengan senjata tajam itu, bukannya petugas keamanan di gerbang depan sekolah tak akan membiarkannya masuk. Iya’kan?
Eiko mengangguk dan menanggapi perkataanku,
“Apalagi, biasanya di tempat-tempat seperti sekolah atau rumah sakit itu selalu khas dengan cerita-cerita mistis. Apa kita tiba-tiba akan bertemu dengan Kuchisake Onna di sini, ya? Ah! Aku baru saja mencetak highscore!”
Seru Eiko dan mengangkat sebelah tangannya seperti seseorang yang sedang membuat pose kemenangan. Sepertinya, ia sedang memainkan game Puzzle Bubble yang biasa selalu ia mainkan. Ia tidak akan pernah berhenti sebelum memecahkan skor tertingginya, 60000 point.
Sementara aku, tidak bisa turut bahagia atas keberhasilannya, karena sekali lagi, tubuhku diliputi oleh perasaan merinding.
“J--Jangan sebut nama itu di sini! Aku sudah tidak ingin mendengar namanya begitu aku selesai menonton film itu setahun yang lalu!”
Ujarku yang tiba-tiba langsung diliputi oleh rasa takut sambil menggerak-gerakkan tanganku ke udara seolah sedang menghapus sesuatu.
Itu adalah salah satu film horor yang paling menyeramkan yang pernah aku tonton. Sayang sekali, sewaktu itu, DVD-nya rusak, dan aku tidak menonton sampai akhir ceritanya, padahal tinggal sedikit lagi tamat. Aku sungguh menyesali hal itu, karena aku sudah terlanjur menonton dari awal, merasakan sensasi menakutkan dari wanita bermasker dan membawa gunting untuk merobek mulut orang, melihat sesuatu yang sangat aku sukai sekaligus aku benci.
Aku benar-benar kecewa waktu itu. Dan sampai saat ini, walau ada kesempatan, aku sama sekali tidak ingin menontonnya lagi dari awal atau hanya sekedar melihat cover-nya.  Untungnya, seorang teman yang pernah menontonnya menceritakan padaku bagaimana akhir dari ceritanya, meski menurutku, akan lebih terasa jika aku menontonnya secara langsung.
Tapi di dalam hatiku, sudah tidak ada ruang untuk menjerit ketakutan dan aku mengurungkan niatku dalam-dalam.
Pernah suatu ketika, aku penasaran dengan kisah-kisah horor yang terjadi di negara tempat aku tinggal. Aku sebenarnya bukan penggemar horor, tapi juga tidak membencinya. Aku suka menonton filmnya karena penasaran dengan kisah yang disajikan. Tapi terkadang aku berpikir ‘Haruskah aku menontonnya?’. Pikiran itu terjadi berulang-ulang, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menontonnya saja. Bersama-sama tentunya.
Ketika aku dan Eiko menginap di rumah Itsuki-san, mereka berdua sedang mengambil cemilan di bawah dan aku sedang menggunakan laptop miliknya. Sambil duduk di atas kursi yang nyaman, aku mulai membuka internet dan mencari di Google Find, salah satu kisah yang berjudul ‘Akai no Heya’.
Di sana, aku meng-klik bagian Hiikiipedia. Seusai membaca artikel tentang ‘Akai no Heya’, di bawahnya ada artikel lain tentang beberapa urban legend di Jepang. Aku  sedikit ingin tahu dan meng-klik bagian itu, dan ternyata muncul beberapa.
Mungkin memang aku yang kurang teliti, karena di bagian atas jelas-jelas sudah ada petunjuk mengenai apa saja yang ada di artikel tersebut. Aku nekad melihat-lihat dan membaca sambil menahan rasa takutku tentu saja.
Pertama ada artikel tentang sebuah iklan yang katanya terkutuk, di mana katanya seluruh pemainnya meninggal, kemudian ada hantu teke-teke, kertas merah kertas biru, Satoru-kun, zasshiki no warashi, mearry-san phone, hitori kakurenbo, Spirited Away, Kokkuri-san, lalu Kuchisake Onna, dan--
Ekh!!?
Kalian pasti tidak akan mau tahu ekspresi seperti apa yang kubuat ketika waktu itu, aku sedang asyik-asyiknya membaca artikel-artikel tentang urban legend itu, dan tiba-tiba saja, wajah wanita bermulut sobek itu, tertangkap oleh kedua mataku, seolah ia sedang bertanya ‘Apakah aku cantik’, dan siap merobek mulutku...
Aku benar-benar tidak tahu, dan betul terkejut atas kejadian yang hanya terjadi selama beberapa detik itu.
Langsung, aku menutup tab-nya, kemudian mematikan laptop milik Itsuki-san. Dan ketika mereka berdua sudah naik ke lantai atas, mereka langsung terheran-heran saat melihatku bersembunyi di bawah selimut.
“Kalau kita bertemu, bukannya kita hanya tinggal mengatakan ‘Iya, nee-san! Kau benar-benar cantik!!’, dan kita selamat! Itu mudah’kan? Uh!! Balon merah! Balon merah!! Aku butuh balon merah tapi kenapa yang keluar balon biru terus!?”
“Ugh...Kau mengatakan kalau itu adalah sesuatu yang sangat mudah untuk dilakukan...”
Aku berkata dengan nada bicara yang lemah.
Jika aku jadi Kuchisake Onna sendiri, aku pasti akan sadar, bahwa sebenarnya, dan juga yang merupakan kenyataannya adalah, aku sama sekali tidak ‘cantik’. Bagaimana kau bisa mengatakan bahwa orang tersebut sangat cantik, ketika kau melihat mulut mereka yang robek dan berdarah-darah itu?
‘Iya, nee-san! Kau benar-benar cantik!!’
Berkata seperti itu sambil mengacungkan jempol, aku percaya hal yang akan terjadi di detik selanjutnya adalah, darah menyembur deras dan mengenai wajahmu. Lalu kau baru saja menyadari, bahwa ibu jarimu telah terpotong dan jatuh ke tanah.
Ia lalu membuka masker ciri khas-nya dan berkata ‘BAGAIMANA MUNGKIN AKU BISA CANTIK DENGAN MULUT ROBEK SEPERTI INI!!!??’, atau ‘JIKA AKU TIDAK CANTIK, MAKA TIDAK BOLEH ADA GADIS LAIN YANG LEBIH CANTIK DARIKU!!!’, ‘atau pilihan ketiga ‘BENARKAH AKU CANTIK? KALAU BEGITU, AKU JUGA AKAN MERIASMU SUPAYA JADI CANTIK SEPERTIKU’.
intinya, baik yang pertama, kedua maupun ketiga, semuanya akan berakhir dengan satu hal yang sama, ujung yang sama. Mulutmu akan robek. Itu saja.
Maka scene selanjutnya adalah, ia menculikmu, mengikatmu di tiang, menggunting mulutmu dengan gunting rumput yang super panjang itu, tanpa bius, dan tak peduli ketika kau mengeluarkan teriakan serta jeritan-jeritan kesakitan yang kau keluarkan saat darah mengalir deras.
Kemudian, ia akan membuangmu, dan membiarkan orang-orang melihatmu dengan mulut berdarah dan robek.
Dan aku yakin, ketika --wanita yang tidak ingin aku sebut namanya-- itu muncul dan berkata ‘Apakah aku cantik?’ lalu membuka masternya, belum sempat kita berkata ‘Iya, nee-san! Kau benar-benar cantik!!’ seperti yang kita rencanakan sebagai persiapan jika-jika berpapasan di jalan, yang akan kita katakan pasti,
‘SETAAAAAAAAAAAAAAAAN!!!!!!!!!!!!!!!!!’.
Intinya, yang terbaik adalah tidak pernah bertemu dengan wanita mengerikan itu apapun yang terjadi.
“Tapi, membicarakan masalah wanita perobek mulut itu--“
“Eiko aku tidak ingin membahas masalah itu lagi. Kenapa dari tadi kau itu terus saja membahas sesuatu yang tidak ingin aku dengar?”
“Bukan itu, Kyouko. Aku tidak bermaksud menakutimu. Jujur saja, rasanya mungkin akan benar-benar menyenangkan, kalau aku bisa menggunting mulut Kawada Emi itu dengan tanganku sendiri.”
Aku tertegun ketika mendengar perkataan Eiko. Bukan karena aku merasa itu benar-benar mengerikan untuk dibayangkan atau dilakukan. Tapi pikiranku kembali melayang ke kejadian hari ini begitu nama gadis tak tahu diri itu sampai di telingaku.
Hari ini, sebelum makan siang, Itsuki-san memberi kami tugas untuk menjauhkan Kawada Emi dari Miyashita Riya. Hm, menurutku, Miyashita sendiri sebenarnya tak terlalu mencolok. Yang membuatnya akhir-akhir ini banyak dibicarakan adalah teman masa kecilnya, murid baru yang kelewat sempurna dalam segala hal itu, Kawada Emi.
Ada cukup banyak rumor yang beredar di kelas. Banyak yang mengatakan Miyashita hanya memanfaatkan Kawada Emi atau apapun itu. Miyashita tidak terlihat begitu jago dalam hal pelajaran, ia juga nampak tak ramah pada orang di luar lingkaran persahabatan kecilnya dengan Hasegawa dan Takashi. selain itu, ia jarang sekali terlihat berbicara dengan murid lain selain kedua gadis itu. Entah apa yang sebenarnya ada dipikiran gadis aneh itu, tapi itu saja sudah membuatnya tak terlalu dikenal.
Dan buruknya, ia sepertinya sadar sangat akan hal itu, namun tetap tak peduli. Bukannya berusaha membuat image-nya menjadi lebih baik, karena ia juga bukan tipe murid yang suka mencari gara-gara dengan siswa lain, ia kelihatan cuek dengan semua itu, semua label yang kelasnya ‘cap’ padanya.
Menakutkannya, itu semua, sifatnya yang rendah itu, justru mendapat perhatian dari Mochida Toru, teman masa kecil Itsuki-san, salah satu murid populer di sekolah, dan pemuda yang disukai oleh Itsuki-san.
Itu tugas kami. Menjauhkan Kawada Emi darinya, untuk memberinya sedikit pelajaran agar tak mendekati Mochida Toru dan menjauhinya. Kami tahu, orang yang hanya memiliki sedikit teman seperti dia, akan menganggap setiap orang yang dekat dengannya itu sangat berharga. Aku sudah menyiapkan diriku untuk tak tertawa saat melihat Kawada Emi termakan oleh ucapan kami dan balas menampar Miyashita dengan keras.
Tapi--
“Iya...Kurasa akan sangat menyenangkan melihatnya kesakitan dan tak bisa bicara lagi, karena menganggap kita dan Itsuki-san jauh lebih rendah dari Miyashita.”
Aku berkata, dengan suara datar yang terkesan monoton.
Aku tidak bisa melihat ekspresi wajahku saat ini. Senang, kejam, dingin, menakutkan, aku yakin semua itu bercampur jadi satu dan membuatnya tampak mengerikan. Seandainya saja aku bercermin, aku pasti akan berteriak ketika melihat pantulan wajahku yang terlihat buruk itu, karena aku yakin, wajah yang kubuat ini hampir sama dengan wajah pembunuh berdarah dingin yang kulihat di film-film horor itu, yang bisa memotong-motong tubuh seseorang dengan eskpresi yang lurus.
“Hah! Apa-apaan itu!? Aku memang tidak peduli pada Kawada Emi atau siapapun dia--Tapi, bagaimana mungkin dia jauh lebih memilih bersama dengan Miyashita dibanding dengan kita!? Bukannya itu sangat tidak masuk akal!?”
Menendang ke arah lantai dengan keras seolah sedang menendang pasir, Eiko mengucapkan sesuatu dengan serius bercampur kesal. Sesuatu yang tak kudengar sejak tadi.
“Itsuki-san itu adalah gadis nomor satu di SMA ini! Dia populer dan juga penguasa! Aku--Aku benar-benar masih tidak percaya dengan penolakan Kawada Emi! Apa, apa yang dia lihat di diri Miyashita Riya yang amat sangat tidak jauh lebih baik dari Itsuki-san!!? Apa dia itu juga sampah!?”
Eiko, sekali lagi berkata buruk soal Kawada Emi. Terdengar sekali, ia sangat membenci gadis licik itu.
Aku hanya tersenyum kecil sambil melanjutkan langkahku ketika aku mendengarnya, dan berbicara dengan simple,
“Yah, karena teman masa kecilnya saja sudah ‘sampah’, bukan hal aneh lagi kalau Kawada Emi menjadi salah satu dari tumpukan ‘sampah’ itu.”
Lalu, kami tertawa bersamaan, menertawakan Kawada Emi dan Miyashita Riya yang bodoh dan tidak ada nilainya di dunia ini. Bahkan mungkin, akan lebih baik kalau mereka tidak ada di dunia ini sejak awal. Dunia juga, pasti akan menolak mereka habis-habisan dan tak menyisakan tempat untuk mereka di sini!
Kita harus menguliti, membakar kemudian menunjukkan tubuh hancur mereka dihadapan semua orang! Itu, pasti adalah hal terbaik yang harus dilakukan!
“Buang, buang sampahmu ke tempat sampah ¯ Jangan lupa Kawada dan juga Miyashita~”
“Ha ha!! Itu lagu yang sangat bagus untuk mereka! Besok, aku pastikan akan menyanyikannya lewat speaker!”
Saat ini, aku merasakan hal yang sama persis dengan yang gadis di sampingku ini rasakan. Amarah dan juga benci.
“ ‘Karena Riya-chan adalah sahabat masa kecilku. Tidak mungkin terpikirkan olehnya untuk memanfaatkanku seperti itu’, bla bla bla! Sungguh manis sekali Kawada Emi, kau membela sahabat masa kecilmu yang menyedihkan itu--Dan jadi tampak semakin menyedihkan!!”
Sejak awal, aku tidak peduli mendapatkan Kawada Emi ke sisi kami. Mungkin akan terasa jauh lebih menyenangkan menambah anggota yang serba bisa seperti dia, tapi itu bukan masalah besar jika dia menolak untuk bergabung dengan kami.
Yang tidak bisa kami terima adalah, seperti yang Eiko katakan, karena Kawada Emi jauh lebih memilih bersama Miyashita yang sampah itu, daripada harus bersama Itsuki-san! Rasanya, Itsuki-san dikalahkan oleh seonggok sampah, dan itu, membuatku merasa panas dan ingin menghajar wajahnya itu berkali-kali sampai berdarah!
Masih dengan memencet-mencet tombol di ponselnya, Eiko berbicara sambil tersenyum licik,
“Menolak bergabung dengan orang yang berkuasa, itu adalah tindakan terbodoh yang pernah kulihat. Aku harus memastikan Kawada Emi mendapat penghargaan sebagai orang terbodoh nomor satu di seluruh galaksi!”
“Sayang sekali, dan meski dia memohon-mohon untuk diberi kesempatan kedua, hanya ada satu kali untuk bergabung dengan Itsuki-san, dan dia sudah membuang itu jauh-jauh hanya demi sahabat masa kecilnya yang payah itu. Kalau ingin marah, silahkan kau injak kepala Miyashita sampai pecah dan otaknya yang seperti otak sapi itu berhamburan keluar!! Ha ha ha!!!”
Kataku, seolah sudah biasa mengatakan kalimat yang terdengar benar-benar kejam dan tak terasa setitik pun rasa kemanusiaan di dalamnya,  sering aku ucapkan pada orang-orang disekitarku. Memang benar kenyataannya seperti itu. Siapa saja menganggap Itsuki-san rendah dan menentangnya, kepala mereka layak untuk dipecahkan satu per satu dan dibiarkan membusuk begitu saja!
“Tapi, tapi, meski begitu,”
“?”
“Aku sedikit puas, waktu mengetahui kalau Miyashita menguping pembicaraan kita!”
Eiko baru saja mengatakan bagian terbaik dari sesuatu yang paling buruk. Aku tak akan pernah melupakan ekspresi wajah yang Miyashita buat waktu itu. Benar-benar menakjubkan!!
Rasanya seperti ketika kita kalah dalam sebuah pertandingan, dan gagal meraih hadiah utama, tapi tiba-tiba ternyata kita memenangkan hadiah tambahan! Puas sekali aku melihat ekspresi shock di wajah gadis itu!
 “Mendengar seseorang mengatakan kau payah, tidak ada apa-apanya, aneh dan sampah di belakangmu--Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Miyashita waktu itu!!”
Meski aku tahu dari wajah yang ia buat, kalau ia merasa langsung ingin menangis dan menggantung dirinya sendiri! Lebih baik kalau itu yang terjadi.
“Wajah itu--Benar-benar seperti sebuah maha karya yang luar biasa!! Aku ingin rasanya, memahat wajah itu di patung, atau mengabadikannya dalam sebuah lukisan, agar aku bisa tertawa tiap kali aku memandangnya!! Ha ha ha!! Ah! Level 56!!”
Sedikit berteriak ketika mengatakan itu, pandangan mata Eiko tetap tak berubah dari permainan yang ia mainkan. Tapi aku bisa merasakan, kesenangan dari nada bicaranya ketika ia mengucapkan semua itu. Sama sekali tak ada beban ketika kata-kata mengerikan itu keluar dari mulutnya, seolah itu memang sangat natural.
Yah, hal yang sama juga terjadi padaku, yang mungkin hampir kehilangan setengah rasa kemanusiaan.
Mendengar mereka menjerit, berteriak, menangis, dan membuat ekspresi wajah menyedihkan seolah berkata ‘Bagaimana mungkin kalian bisa mengatakan sesuatu seperti iblis’, ha ha!! Itu adalah tontonan terbaik dalam hidupku! Dan ekspresi menyedihkan di wajah Miyashita tadi, adalah salah satu yang terbaik!!
Seolah dunia ini adalah sebuah panggung yang menyedihkan, dan aku adalah naratornya, yang menggerakkan semua hal yang terjadi, serta menikmati tontonan dari para pion-ku.
“Fu fu fu, aku berpikir, seharusnya tadi kita mengatakan sesuatu yang jauh lebih kejam lagi tentang gadis itu. Aku yakin, wajah yang ia buat, akan lebih menakjubkan lagi! Aha ha ha!!”
Aku tertawa, seolah ini adalah pertama kalinya dalam hidupku. Seolah itu benar-benar sesuatu yang lucu seperti pertunjukkan komedi yang biasa kau tonton di TV.
“Kau benar, Kyouko! Aku sangat sependapat denganmu dalam hal seperti ini!”
Kami berdua tertawa bersama. Untuk beberapa saat, tak ada satu pun yang memenuhi pikiran kami selain Kawada Emi dan Miyashita. Pembicaraan yang keluar dari mulut kami juga membicarakan betapa bodohnya mereka.
Hingga, Eiko menutup ponselnya, lalu menoleh ke arahku sambil mendekatkan telunjuknya di bibir,
“Oh ya, apa kau ingat dengan ucapan Kawada Emi pada kita waktu itu?”
Ia bertanya, masih tetap mempertahankan senyuman licik itu di wajahnya.
“Yang mana maksudmu itu?”
Banyak sekali yang gadis itu katakan pada kita, pembelaannya terhadap Miyashita dan agak susah untuk mengingat kalimat mana yang dimaksudkan oleh Eiko. Tapi aku bisa merasakan, perasaan dan sensasi aneh yang menjalar masuk ke dalam tubuhku ini. Kurasa, kita berdua akan tertawa lebih keras lagi dari sebelumnya.
“Bagian di mana ia menyuruh kita untuk menghentikan semua ucapan kita, menjauhi Miyashita. Apa itu membunyikan bel di kepalamu?”
Ketika ia mengatakan itu, aku memang teringat akan sesuatu.
“Oh!”
Lalu, seperti ada sebuah bel yang berdentang di kepalaku, aku memang ingat sesuatu yang seperti itu. Kira-kira, sesuatu seperti ini kalau aku tidak salah,
“ ‘Kalau kalian sampai berani berkata buruk soal Riya-chan lagi...Aku--‘,”
“ ‘Aku akan menggoreng, atau merebus tubuh kalian, dan aku jadikan makanan pendamping ramen!!’, ha ha ha!! Seperti itu Kawada Emi!? Seperti itu!!?”
“Aha ha ha!! Makanan pendamping ramen!? Kupikir, dia akan menjadikan kita salah satu dari wanita malam itu dan mengambil uang dari hasil pekerjaan kita!!”
Seperti dugaanku sebelumnya, kami tertawa jauh lebih keras lagi dari sebelumnya.
Aku tidak tahu apakah bagi penjaga sekolah di luar, suara kami terdengar seperti hantu wanita yang sedang tertawa sehingga ia berlari meninggalkan sekolah. Yang penting, tidak akan ada yang bisa menghentikan kami, apalagi kami baru saja sampai pada bagian terbaiknya.
Pembicaraan mengenai 2 orang itu--Aku sama sekali tidak menduga akan sangat menyenangkan!
 Eiko kemudian berdiri di hadapanku. Lalu dengan itu, ia mulai berakting sambil menunjukkan ponselnya ke arahku.
“ ’Tolong jauhi Riya-chan!’”
Ia berkata, dengan wajah memelas sekaligus ketakutan. Itu bukan ekspresi yang sama seperti yang dibuat oleh Kawada Emi karena ia tadi nampak tak ketakutan, dan jujur, itu benar-benar menyebalkan. Walau begitu, satu-satunya orang yang akan mengatakan satu baris bodoh begitu, pasti cuma dia saja.
Jadi, aku langsung memasang wajah kejam, dan mengikuti pertunjukan drama Eiko.
“ ‘Enak saja kau menyuruhku untuk menjauhinya!! Sampai kapan pun, aku akan terus menginjak-injak si Miyashita tak berguna itu!! Kau suruh aku menjauhinya!? Kau pikir bisa mengancamku!!? Kyouko yang hebat ini??’”
Aku meletakkan sebelah tanganku di pinggang, berusaha semeyakinkan mungkin. Aku berusaha sebisaku untuk menahan tawa. Dan sepertinya, hal yang sama juga dialami oleh Eiko, karena ia mulai berusaha menutup mulutnya.
Ia lalu melanjutkan sandiwara bodoh ini.
“ ‘Kalau kau tidak menjauhinya, aku akan sebarkan foto b*gilmu ke seluruh internet!!!’”
“ ‘Oh ya?? Duh, aku takut sekali...Tapi Kawada-san, apa kau tahu cara menggunakan komputer??’”
Kataku, membuat ekspresi wajah yang menunjukkan rasa kasihan.
“Ha ha ha!!! Tentu saja dia pasti tahu, Kyouko! Kau pikir dia tinggal di dalam gua?!”
Eiko tertawa sambil menepuk pundakku dengan pelan.
Aku segera menanggapi perkataannya,
“Mungkin sebelum ia pindah kemari, ia memang tinggal di dalam gua. Makanya, ia tidak bisa melihat, mana yang lebih hebat antara Itsuki-san dan Miyashita!! Itulah penyebab kebodohan Kawada Emi yang sempurna itu!! Lagipula, Eiko, foto b*gilku? Apa itu tidak berlebihan? Dan darimana Kawada Emi mendapatkannya? Apa jangan-jangan ia mengintipku sewaktu aku sedang ganti baju atau mandi? Oh ya ampun...Dasar stalker! Ha ha ha!!”
“Itu menjijikkan! Ha ha ha!! Siapa juga yang mau mengintipmu, Kyouko!? Aku saja tidak mau menghabiskan waktu untuk melihat tubuhmu yang tak berseni itu!”
“Heh, tidak berseni kau bilang? Tubuhku ini jauh lebih indah dan bernilai jika dibandingkan dengan tubuhmu yang kurus kering dan terlihat lebih mirip dengan pipa itu!!”
Ujarku, melemparkan pandangan dan mengamati tubuh Eiko dari atas sampai bawah beberapa kali. Tubuhnya jelas berbeda jauh jika dibandingkan dengan tubuhku.
Tentu saja, melihat tingkahku yang seperti om-om genit sedang memperhatikan mangsanya itu, Eiko langsung memeluk tubuh dengan tangannya dan terlihat seperti seorang gadis yang berusaha melindungi dirinya sendiri.
“K--Kyouko...Kenapa kau melihat tubuhku seperti itu...? Ah...Aku jadi malu...Jangan-jangan, karena hubungan kita yang cukup dekat, diam-diam kau jatuh cinta padaku...? A--Aku belum siap...”
Dengan wajah merah dan terlihat malu-malu itu sambil meletakkan jari telunjuk di dekat bibirnya, Eiko nampak sama sekali berbeda 650 derajat dari sifat tomboy yang biasa ia perlihatkan. Ia yang sekarang terlihat seperti ingin menggodaku untuk menyentuh tubuhnya itu. Dan tentu saja, aku sama sekali tidak seperti yang ia katakan dan tidak mungkin hasratku akan tergerak karena pose-nya itu barusan.
Jadi, aku hanya memukulnya dengan agak sedikit keras, tepat di kepalanya.
“Eh! Aku juga tidak tertarik ke arah sana tahu!! Kau tahu’kan, aku masih punya Arata, Kirito, Oreki, Shidou, Rin, Shintaro, dan sekarang ada Tooru yang mengantri untuk menjadi kekasihku!!” [Catatan : Itu semua adalah nama karakter dalam anime, tidak ada sangkutannya dengan orang yang sesungguhnya].
Mengacung-acungkan tinjuku ke udara, aku berusaha membela diriku sendiri. Entah mengapa rasanya akan ada banyak sekali salah paham yang akan terjadi seandainya aku masih berhubungan sebagai sahabat dengan gadis ini...
Sebelum akhirnya aku melanjutkan perkataanku, Eiko mengatakan sesuatu seperti ‘Aku tidak tahu apakah karakter fiksi seperti itu bisa disebut sebagai kekasihmu, Kyouko’, atau kira-kira sesuatu seperti itu. Jangan meremehkan cinta berbeda dimensi, ya!
“Lagipula,”
Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku segera menyambung ucapanku.
“Kalau menurutku ada yang ‘yuri’ diantara kita, menurutku orang itu adalah Kawada Emi.”
Aku berkata, yang ditanggapi dnegan ‘Heee!!?’, oleh Eiko, seakan-akan aku baru saja mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan ditemukannya penemuan obat untuk AIDS.
“Masa sih!? Justru aku sempat berpikir, kalau dia suka sama Mochida!”
Terdengar nada bicara yang sangat kaget dari perkataan Eiko. Kawada Emi menyukai Mochida? Aku sama sekali tidak melihat kemungkinan ke sana.
Lalu, aku bermaksud untuk memberikan penjelasan atas pernyataanku di atas,
“Mnn...Maksudku, Kawada Emi itu--Apa kau tidak merasa, dia terlalu menempel sama Miyashita? Seperti lem begitu?Kita memang belum mengenal Kawada Emi selama kita mengenal Miyashita. Tapi, aku tahu kalau mereka sering sekali melakukan sesuatu berduaan. Lalu, apa kau ingat? Pelajaran kelas seni?”
Aku melontarkan sebuah pertanyaan pada Eiko dengan tujuan agar ia bisa mengerti apa yang kumaksudkan.
Ia terlihat berpikir sejenak, kemudian tertegun oleh pikirannya sendiri.
“Ahh...Yang kau maksud’kan itu, saat Kawada Emi membuat patung wajah, bahkan lukisan Miyashita?”
Ia berkata, berhasil mendapatkan jawaban yang tepat atas pertanyaanku.
Membuat patung, bahkan melukis Miyashita...
Aku rasa, itu agak sedikit berlebihan.
“Bingo! Kau menangkap pertanyaanku dengan cepat, Eiko! Kawada Emi, ia selalu melakukan sesuatu demi Miyashita, selalu untuk Miyashita dan bersama dengan Miyashita. Intinya, semua yang ia perbuat selalu berhubungan dengan gadis itu. Ia memperlakukan, seakan-akan Miyashita adalah dewa yang sangat ia puja. Ke arah sana saja, itu sudah membuatku merinding! Hiiii!!”
“Hmm...Di lihat-lihat, mereka berdua memang terlalu dekat. Apa itu alasan Kawada Emi memilih Miyashita? Bukan karena ‘persahabatan’, tapi lebih ke arah ‘cinta’? Kawada Emi--Dan Miyashita pacaran?!”
Begitu kata-kata itu keluar dari mulutnya sendiri, Eiko langsung melonjak kaget dengan tatapan tidak percaya.
Mm...Kalau dipikir-pikir lagi, Miyashita memang kelihatan tak tertarik pada Mochida Toru. Dan ia, tak pernah bicara dengan satu pun murid laki-laki di kelas. Ia dekat dengan Hasegawa dan Takashi, yang seorang perempuan, dan juga dengan Kawada Emi, sahabat masa kecilnya, yang terlihat begitu terobsesi untuk menyenangkan hatinya.
“...................”
Tiba-tiba saja, sesuatu ide yang luar biasa terlintas di kepalaku. Sesuatu yang sepertinya akan sangat menyenangkan!
Aku memang tidak tahu kebenaran tentang sesuatu yang baru saja merasuki pikiranku tadi. Tapi seandainya itu tidak benar dan suatu spekulasi asal-asalanku pun, itu sama sekali tidak masalah. Rasanya, sekarang ini aku ingin menyebarkan rumor itu, yang bisa menjatuhkan nama Miyashita, dan teman-temannya sekaligus. Akan bagus kalau mereka sampai membuat ekspresi menyedihkan yang luar biasa itu!
...Aku merasa seperti seorang iblis yang sungguh kejam. Aku yakin, wajahku pun, tak jauh berbeda dari iblis itu. Jika sekarang ini aku sedang menatap iblis, iblis itu pasti juga akan balik menatapku dan menunjukkan wajah mengerikan yang sama.
Dan aku yakin, kalau aku akan sangat menyukainya.
“Eiko,”
Dengan itu, bermaksud untuk menyampaikan niat terselubungku, aku memanggil nama Eiko. Dan segera, ia menoleh ke arahku dengan wajah yang seolah berkata ‘Ada apa’.
Tidak perlu bagiku untuk merasa ragu, atau menunggu kesekian detik lagi untuk berlalu. Aku segera menyampaikan tujuanku.
“Bagaimana kalau besok, kita kerjai Miyashita lagi? Kali ini--Lebih parah tentunya.”
Ya, membuat seseorang menderita, menjatuhkan mereka, dan menginjak-injak seseorang, sudah jadi sebuah hobi yang sangat menyenangkan untukku. Kini, aku sama sekali tidak bisa menahan diriku utnuk tersenyum. Mungkin senyuman terlicik dalam hidupku.
Tubuhku seolah terbakar oleh perasaan tidak sabar yang teramat sangat sehingga rasanya seperti ingin meledak. Aku sudah tidak sabar lagi. Andai besok cepat datang...
Mendengar ucapanku, Eiko terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu sambil menopang dagunya. Aku pikir, ia tidak setuju dengan ideku atau mulai bosan dengan Miyashita dan Kawada Emi. Karena aku tahu Eiko adalah tipe orang yang selalu paling semangat melakukan sesuatu, tapi tiba-tiba saja bisa yang paling malas melakukan sesuatu sehingga ada banyak sekali hal yang ia mulai tapi tak berlanjut hingga akhir.
Aku hanya bisa berharap-harap cemas, dengan keringat dingin yang mulai menetes turun mengaliri pipiku, agar penyakitnya itu tidak kambuh sekarang. Ya ampun! Aku benar-benar bersemangat untuk ini!!
Dan, seolah beberapa menit sudah terlewat, meski sebenarnya baru saja beberapa detik, ia terdiam, akhirnya, senyuman yang dari tadi ingin aku lihat, tergambar juga di wajahnya.
Mendekatkan sebelah tangannya di wajahnya, membuat suatu ekspresi ‘yandere’ yang menyeramkan, Eiko berkata,
“Fuh...Aku senang kau adalah teman baikku, Kyouko. Karena kita memiliki pikiran yang sama. Sepertinya, tidak ada ruginya meluangkan waktu untuk Miyashita dan kawan-kawannya yang menyebalkan itu.”
Ya, aku juga senang kau adalah sahabatku, Eiko. Kurasa karena sudah sering bersama, isi kepala kita jadi sama.
Pikiran-pikiran itu kembali membuatku bersemangat tanpa sebab. Tetap tenang, tetap tenang. Jantungku berdegup kencang seolah akan melihat pengumuman ujian atau sesuatu seperti itu. Bukan. Tapi lebih kencang lagi. Seperti adrenalin yang menyebar ke seluruh tubuh, rasa senang itu langsung mengambil diriku seluruhnya.
“Kita sebarkan rumor bahwa mereka adalah grup lesbian terbesar di sekolah!”
Aku tak bisa lagi menahan pikiran-pikiranku untuk tak keluar melalui mulutku.
Berusaha menahan tawa, Eiko menambahkan ide-ide gilanya.
“Lalu, setiap pulang sekolah, mereka berempat selalu mampir ke sebuah hotel dan--Fu fu fu, aku tidak sanggup mengatakan lanjutannya! Jangan lupa, katakan juga betapa payah dan bodohnya Kawada Emi, Miyashita Riya, Hasegawa Runa dan juga Takashi Haruko!! Katakan kalau mereka tak lebih dari sekumpulan sampah yang bau dan mengganggu!!”
 “Ukh, aku benar-benar sudah tidak sabar lagi--Melihat ekspresi menyedihkan, atau akan lebih baik, jika lebih menyedihkan lagi, di wajah Miyashita, dan juga teman-temannya!! Aku berharap kalau mereka akan menampilkan pertunjukkan terbaik! Karena bagaimanapun juga, mereka adalah pemeran utamanya!!”
“Ha ha!!! Aku yakin aku tidak akan bisa tidur malam ini! Bahkan, di dalam tidurku, aku akan bermimpi melempari Miyashita dengan tumpukan sampah!!”
Meletakkan sebelah tangannya di pinggang, Eiko membuat suara tawa terjahat yang pernah aku dengar sepanjang hidupku. Benar, memang harus begitu. Perasaan ketika kita akan menyebarkan rumor yang buruk tentang orang lain!
Kemudian seperti tadi, sebuah pikiran terlintas di benakku tanpa aku inginkan terlebih dahulu. Rasanya seperti melengkapi pikiran-pikiran burukku yang sebelumnya.
Jadi, aku tersenyum, lalu mengatakan sesuatu--Yang sampai saat ini, jika aku bisa,
......................
Aku berharap tak pernah mengatakannya--
“Aku sudah tidak sabar...Apa, ya? Yang akan dilakukan oleh Kawada Emi, ketika rumor buruk tentang Miyashita tersebar? Apa dia akan merobek perut kita? Mengeluarkan isinya? Kemudian membakar tubuh kita dan mempertunjukkan tubuh kita dihadapan orang-orang?! Lalu berteriak ‘Inilah akibat jika kalian menghina Riya-chan!’,Ha ha ha!! Hanya membayangkan wajah yang ia buat saat itu--Sudah membuatku merasa sangat puas!!”

“Mhmm...Kurasa itu ide yang bagus.”

“Ha ha ha! Itu memang ide yang bagus, Eiko! Tapi--Tentu saja aku benar-benar tak berharap ia melakukan hal itu pada kita. Itu pasti akan sakit sekali!”
Memegang perutku yang mulai terasa sakit akibat terlalu banyak tertawa, aku mengusap air mata di sudut mataku, dan melirik ke arah Eiko.
Hanya saja--
“................”
Wajah yang dibuat oleh Eiko saat itu--Aku tidak akan pernah melupakannya.
Wajah yang tiba-tiba saja terlihat pucat itu, seolah semua warna telah bersatu. Ia menatap ke arahku, dengan mata yang terbelalak kaget. Seolah-olah sesuatu yang menakutkan telah terjadi. Seolah ada hantu di hadapannya. Aku menatapnya dengan ekspresi bingung. Aku sama sekali tidak mengerti dengan sesuatu yang sangat tiba-tiba.
Baru kemudian, beberapa detik berlalu, aku baru menyadari sesuatu. Sesuatu yang penting--
Suara itu--Bukan suara milik Eiko.
Dan wajahku pun, membuat ekspresi yang sama dengannya.
“.......................”
Aku tak mengatakan apapun. Aku tak bisa mengatakan apapun. Mulutku terkunci rapat.
Dalam sekejap, tubuhku terasa kaku. Walau aku tak mendengar kelanjutan dari ucapan orang itu, dan aku tidak tahu di mana ia sekarang karena suasana yang begitu gelap--Aku tak berani untuk melirik ke sana kemari, ia melihat kita, entah dari mana.
Di dalam film-film yang pernah aku tonton, kejutan selalu ada di belakang kita. Dan aku sedikit punya keyakinan bahwa ia berada di belakang kita. Suaranya terdengar dekat, tapi juga jauh.
Aku bisa merasakan udara yang dingin menembus kulitku. Meski sebenarnya sama sekali tidak ada angin yang berhembus, aku merasa sentuhan-sentuhan yang aneh.
Aku kembali diingatkan oleh rasa takutku, tentang sebuah film horor, koridor sekolah yang gelap, dan mata misterius yang seolah memperhatikan kita. Baru saja semua hal mengerikan yang bisa membuatku bergetar itu menghilang dari pikiranku--Tapi kenapa sekarang justru kembali memenuhi kepalaku!?
Kenapa--Suara yang seharusnya tidak ada di koridor itu--
--Terdengar sangat kejam?
“..........Eiko...”
Aku berkata pelan. Walau aku berusaha sebisa mungkin menahan suaraku agar tidak terlalu bergetar dan memancarkan hatiku yang sedang diliputi oleh rasa takut, suaraku justru terdengar seperti hampir menangis.
Aku tidak tahu siapa orang itu. Atau apakah ia memiliki maksud jahat atau mungkin tidak bermaksud apa-apa dan hanya murid yang kebetulan mendengar ucapan kita.
Tapi aku benar-benar takut. Belum pernah aku merasa setakut ini sebelumnya bersamaan dengan pikiran-pikiran aneh yang mulai menyelimutiku seolah memaksaku untuk merasakan sebuah sensasi menakutkan.
Sekarang--Hanya ada satu hal yang ingin aku lakukan--
“...Kita harus keluar dari sekolah...!”
Aku menoleh ke arah Eiko, sedikit berbisik. Ekspresinya tidak jauh berbeda denganku--Menyedihkan.
Saat ini, keinginanku untuk keluar dari sini, jauh lebih besar dari apapun. Aku akan lakukan apapun, asal kita berdua bisa keluar dari situasi ini.
Menatap ke arahku, aku bisa melihat pancaran ketakutan di kedua bola matanya. Tatapan yang sangat jarang ia tunjukkan pada siapapun, sekarang terlihat olehku. Aku tak ingin melihatnya, karena itu juga semakin membuat perasaan takut itu berkumpul jadi satu padaku.
Ia kemudian menganggukkan kepalanya dengan gemetar seolah itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan.
Tidak perlu ada kode apapun, dan tidak perlu menunggu detik berikutnya untuk berlangsung--
Aku dan Eiko langsung berlari, sekencang yang kami bisa.
Tujuan kami hanya satu. Gerbang sekolah, kemudian keluar dari sini dan kembali ke rumah.
Suara langkah kami yang begitu cepat memenuhi seluruh koridor. Kami berlari seperti ini adalah yang pertama kali dalam hidup.
Meski koridor ini cukup pendek, entah mengapa sekarang terasa seperti sedang berlari melalui terowongan yang sangat panjang. Seberapa cepatnya kami melangkahkan kedua kaki kami, kenapa--Tak terlihat juga!?
“...............”
Kami tak saling menoleh satu sama lain. Kami hanya konsentrasi berlari, dan terus berlari. Mata kami memandang lurus hanya ke depan, tanpa ada sedikit niat untuk berhenti. Aku bisa merasakan sesuatu--Atau seseorang mengejar kami dari belakang. Tapi karena suara langkah kaki yang tercampur menjadi satu, aku jadi tak bisa membedakan langkah dari kakiku sendiri dan yang lainnya.
Tapi--
--Ternyata aku sangat salah.
Mungkin saat itu ketakutan sedang mengambil alih diriku, sehingga kepalaku mulai menyetel beberapa kemungkinan dan membuatku benar-benar berpikir seolah yang aku dengar, atau yang aku rasakan itu adalah kenyataan yang sebenarnya.

*BRAAAKH*

Suara pintu sebuah ruangan yang tiba-tiba terbuka, terbanting dengan sangat keras tanpa peringatan dulu itu--
--Dan orang berjubah hitam yang wajahnya tak terlihat karena kegelapan malam--

--Aku melihat seseorang yang seharusnya tak ada di sana.
***-***
 
A/N : Halo, minna XDD Fujiwara Hatsune di sini!
HTMF chapter 10!! Akhirnya, ini adalah cerita tentang Sasagawa dan Karisawa! Btw, sebenarnya aku ngga pernah bisa mengingat nama depan mereka berdua lho ha ha XDD Kadang aku suka bingung Eiko itu Sasagawa apa Karisawa? Kyouko nama keluarganya yang mana?? Dan harus lihat di part-part sebelumnya yang ada//sangat merepotkan...lain kali aku harus menghafal nama-nama chara di cerita dengan baik!!
Cerita kali ini ditulis dari sudut pandangnya Karisawa Kyouko//semoga ngga salah nama. Dan awal-awal cerita--

Hatsui:Udah membicarakan hal kotor seperti itu!!! Hey! Ini cerita horor, ya! Bukan komediiii!! Di mana keseraman cerita ini!

Berisik, sejak awal, HTMF itu emang ngga ada serem-seremnya. Ini malah jadi cerita SOF biasa tentang persahabatan dengan adegan pembunuhan. Aku juga ngga bisa bikin cerita yang serem//makanya agak males kalau buat cerita horor.

Hatsui: Ngga ada alasan seperti itu’kan!? Kalau mau jadi penulis yang baik, ya tulislah dengan benar! Ngga bisa bikin cerita serem, ya banyakin baca novel serem!
 Makanya jadi orang yang konsisten dong!

Aku konsisten kok! Ngga peduli ceritanya mau kutambahin seperti apa, ending tetep ngga akan berubah. Itu prinsip aku buat cerita//prinsip ngawur!
Di ch ini, kelihatan bgt kalau si Karisawa ama Sasagawa itu bener-bener menikmati bully murid lain yang di bawah mereka, atau yang diatas? Pokonya siapa aja deh!

Hatsui: Kayak orang ngga waras...Apa enaknya sih, menjahati orang lain spt itu? Itu juga lagi si Sasagawa! Pakai ngomongin Highschool DxD lagi!!

Ah, season-3-nya aku belum download, harus download nih!

Hatsui: Jadi sebenarnya yang suka nonton itu kamu!!? Dasar hentaaaai!! Absolute Duo juga sampai ada di sini!!

Aku nonton bukan karena aku suka itunya! Pertama, karena aku udah nonton season 1 ama 2-nya, dan ceritanya bagus, kan aku juga mau lanjut! Terus Absolute Duo juga meski banyak adegan ecchi dan harem yang ngga aku suka, aku mau nonton adegan fightingnya//kan Absolute Duo dari LN nih ceritanya, karena aku ngga pernah bikin cerita fantasy yang battle, sekalian belajar.
Dan btw, bukan cuma Kyouko yang nonton anime cuma buat liat chara cowoknya juga. Percaya ato ngga, aku juga suka kayak gitu lol XDDD Aku ngga terlalu suka anime yang harem, tapi aku tetep pingin nonton DAL, cuma buat liat Shidou doang ha ha ha //plaaaak.
Tambahan, Kirito emang tampan lol XDD
Hatsui: Lalu, tentang Kuchisake Onna itu? Itu Slith-Mouthed Woman’kan?
Mhm, kalau aku ngga salah nulis Jepangnya, itu memang Slith-Mouthed Woman. Cerita si Kyouko waktu nonton film horor Jepang itu, juga aku dapat dari kisahku sendiri loh XDDDDD. Ceritanya waktu itu, adikku dipinjemin film horor sama temennya. Aku juga udah nonton sampai takut-takut, tiba-tiba--
DVD : *Macet*
Aku : NOOOOOOOOOOOOO!!!!!!!!!!!!!!!
Padahal tinggal sedikit lagi tamat!! Ayo muter! Lanjutin lagi!!! Apa kau membenciku seperti itu, hey, DVD!!? Jangan buat ceritanya menggantung di 20 menit terakhir dong!!
Dan akhirnya, ngga peduli aku mau harap-harap seperti apa, DVD emang macet dan aku ngga pernah nonton sampai tamat, bahkan sampai sekarang.
Endingnya aku diceritain sama adikku yang diceritain sama temennya. Sampai sekarang, aku ngga pernah mau liat covernya di manapun. Terus waktu si Kyouko liat gambarnya Kuchisake Onna di internet--Itu juga dari aku sendiri. Waktu itu iseng-iseng nyari cerita tentang kamar merah//buat sumber inspirasi. Tiba-tiba ternyata--Ada fotonya Kuchisake Onna juga!! Langsung kututub tab-nya!!//cuma aku ngga sembunyi di balik selimut lol XDD. Meski aku sebenarnya juga takut, tapi aku suka jahilin adikku ha ha
Aku : Hati-hati, entar Kuchisake Onna dateng loh!
Adik : Kakak!! Apaan sih!? Jangan disebut!!
Sampai hari ini, aku masih suka nyebut-nyebut namanya di depan adikku ha ha ha
Intinya, sebenarnya alur dan ide cerita itu juga bisa didapet dari pengalaman kita masing-masing loh :)

Hatsui: Dasar jahil! Tentang Sasagawa dan Karisawa, ternyata mereka juga bantuin Itsuki buat dapetin Mochida, ya? Cara mereka menghina Miyashita dan Kawada--Sadis banget...Kayak pembunuh...Tega bisa ngomong kayak gitu tentang org lain...

Iya, aku juga ngerasa jahat banget waktu ngetik bagian itu. Kok bisa-bisanya aku bikin chara dengan pemikiran super mengerikan begitu...Tapi ya mau gimana lagi...Namanya juga misteri horor...Kalo chara-nya ngga pada sakit jiwa semua, mending bikin SOF biasa aja!
Meski gitu, aku juga ngga suka sama mereka berdua.

Hatsui : Dan--Lagi-lagi kejutan di bagian akhir!! Kok dari kemarin, endingnya gantung terus sih!? Mulai dari si Miyashita mau ngebunuh Sasagawa ama Karisawa! Terus sekarang, tiba-tiba ada suara orang lain di koridor, dan sosok lain yang tiba-tiba aja ngebanting pintu!!? Sama sekali ngga nyambung! Tapi meski gitu, aku tetep aja penasaran!!! Ch selanjutnya--Pasti lanjutan cerita ini’kan?!

Ha ha ha!! Salah besaaar!!!!!

Hatsui :Ha!!? Ceritanya mau muter ke mana lagi!?

Cerita untuk ch11, kita akan mundur lagi. Kali ini lebih jauh, sekitar 1 tahun yang lalu di mana ada sebuah tragedi yang lain.
Terima kasih sudah mau membaca cerita ini! Jangan lupa baca kelanjutan cerita HTMF chapter 11-nya ya!

Author,
Fujiwara Hatsune

Tidak ada komentar:

Posting Komentar